Unduh Khazanah Kearsipan November 2014
Transcription
Unduh Khazanah Kearsipan November 2014
Preservasi Arsip Konvensional di Arsip Universitas Gadjah Mada Arsiparis: Antara Realita dan Harapan Arsip dan Demokrasi: Peran Kearsipan dalam Penyelenggaraan Pemilu Preservasi Arsip Video sebagai Upaya Pelestarian Arsip Audio Visual Wahana Pengabdian Mangunan Girirejo: Sejarah dan Perkembangannya Volume 7 Nomor 3 Halaman 1-68 Yogyakarta November 2014 Arsip Universitas Gadjah Mada Bulaksumur: Gedung L7 Lantai 3 (Komplek Perpustakaan UGM) Yogyakarta ISSN: 1978-4880 KHAZANAH ARSIP UNIVERSITAS GADJAH MADA Volume 7, Nomor 3, November 2014 Penanggung Jawab: Kepala Arsip UGM; Pengarah: Kepala Bidang Layanan Arsip UGM dan Kepala Bidang Database Arsip UGM; Pimpinan Redaksi: Musliichah; Redaktur Pelaksana: Zaenudin, Kurniatun, dan Herman Setyawan; Penyunting: Ully Isnaeni Effendi dan Fitria Agustina; Sekretariat: Isti Maryatun, Anna Riasmiati, dan Heri Santosa; Desain Grafis: Eko Paris B.Y. Diterbitkan Oleh: Arsip Universitas Gadjah Mada Alamat Redaksi: Bulaksumur Gedung L7 Lantai 3 (Komplek Perpustakaan UGM) Yogyakarta Telp. (0274) 6492151, 6492152; Fax. (0274) 582907 Website: arsip.ugm.ac.id; e-mail: arsip@ugm.ac.id Gambar Sampul Depan: Gedung Pusat UGM Tahun 1956 KHAZANAH terbit tiga kali setahun (Maret, Juli, November) sebagai media sosialisasi dan pembahasan bidang kearsipan. Redaksi menerima kiriman naskah berupa kajian lapangan, studi pustaka, uji coba laboratorium, hasil seminar, dan resensi. Petunjuk penulisan naskah: naskah belum pernah dipublikasikan, ditulis dalam bahasa Indonesia, huruf Times New Roman 12, spasi 1,5, pada kertas kuarto A4 7-15 halaman. Sistematika penulisan mencerminkan adanya pendahuluan, kerangka teori, hasil dan analisis, kesimpulan dan saran, disertai dengan abstrak dan kata-kata kunci tulisan. Naskah berupa softcopy dalam bentuk word dan atau hardcopy dikirim ke alamat redaksi disertai dengan biodata penulis. ISSN 1978-4880 Vol. 7, No. 3, November 2014 DAFTAR ISI Dari Redaksi ................................................................................................ 2 Preservasi Arsip Konvensional di Arsip Universitas Gadjah Mada Vinis Daya M. Zega ..................................................................................... 3 Arsiparis: Antara Realita dan Harapan Kurniatun .................................................................................................... 11 Arsip dan Demokrasi: Peran Kearsipan dalam Penyelenggaraan Pemilu Musliichah ................................................................................................... 24 Preservasi Arsip Video sebagai Upaya Pelestarian Arsip Audio Visual Herman Setyawan ....................................................................................... 37 Wahana Pengabdian Mangunan Girirejo: Sejarah dan Perkembangannya Zaenudin ..................................................................................................... 50 Resensi Buku: Kearsipan dan Serpihan Sejarah UGM Ahmad Salam .............................................................................................. 59 1 PENGANTAR REDAKSI Khazanah edisi November 2014 kembali hadir dengan beragam kajian dan infomasi seputar kearsipan. Pergantian Kepala Arsip UGM per November 2014 tidak mengubah susunan menu yang disajikan dalam Khazanah. Empat menu yang selalu dihadirkan adalah “Opini” berisi tulisan pengkajian seputar kearsipan, “Telisik” berisi hasil penelusuran peristiwa dari khazanah Arsip UGM, “Resensi” berisi review buku-buku kearsipan, serta “Berita” menyajikan informasi berbagai kegiatan Arsip UGM. Opini menyajikan topik tentang preservasi arsip dan kedudukan kearsipan. Pengetahuan seputar preservasi arsip disajikan melalui tulisan Vinis Daya M. Zega yang mengupas tentang preservasi arsip konvensional (tekstual) di Arsip UGM baik secara teori maupun praktiknya, sedangkan Herman Setyawan memberikan ulasan tentang teori preservasi arsip video. Dua tulisan lainnya menyajikan opini tentang kedudukan/ peran kearsipan. Kurniatun menyampaikan opininya tentang peran dan kedudukan seorang arsiparis di Indonesia, sedangkan Musliichah mengupas tentang kedudukan/ peran kearsipan dalam demokrasi khususnya pada penyelenggaraan pemilu. Arsip merupakan memori kolektif. Dari arsip dapat ditelusuri sejarah dan atau keberadaan suatu peristiwa/ organisasi. Dari khazanah arsip yang ada di Arsip UGM, Zaenudin menyajikan hasil penelusuran sejarah dan perkembangan Wahana Pengabdian Mangunan Girirejo. Tulisan dalam kolom Telisik ini memperlihatkan jati diri UGM serta menjadi bukti pelaksanaan tri dharma khususnya pengabdian UGM. “Publish or perish” menjadi pemicu semangat menulis keluarga Arsip UGM. Tebukti pada Lustrum II Arsip UGM berhasil menerbitkan tulisan-tulisan keluarga Arsip UGM yang tersebar diberbagai terbitan menjadi sebuah buku berjudul “Teori, Praktik Kearsipan, dan Serpihan Sejarah UGM”. Gambaran isi buku ini dapat dibaca pada tulisan Ahmad Salam pada Kolom Resensi. Kolom Berita menghadirkan beragam informasi kegiatan Arsip UGM diantaranya pergantian Kepala Arsip UGM yaitu Dra. Tristiana Chandra Dewi Trias Iriani, S.IP., M.Si. menggantikan Drs. Machmoed Effendhie, M.Hum. sebagai Kepala Arsip UGM. Selain itu juga berita pameran kearsipan yang berlangsung sejak tanggal 17 - 21 November 2014. Hadirnya Khazanah merupakan salah satu bentuk komitmen Arsip UGM untuk berperan serta dalam pengembangan kearsipan baik di lingkungan UGM maupun di tingkat nasional. Harapan kami, semoga semua sajian ini dapat menambah khazanah ilmu kearsipan bagi pembaca yang budiman. Redaksi 2 PRESERVASI ARSIP KONVENSIONAL DI ARSIP UNIVERSITAS GADJAH MADA Vinis Daya M. Zega1 Abstrak Preservasi arsip merupakan rangkaian daur hidup arsip dalam manajemen Kearsipan yang bertujuan melakukan pemeliharaan dan perlindungan serta memperpanjang usia simpan fisik arsip agar informasi tetap utuh selamanya. Preservasi arsip terdiri atas tiga bagian yaitu preventif, kuratif dan reproduksi. Metode penulisan yang digunakan adalah meliputi observasi, wawancara, ikut serta dalam kegiatan preservasi, dan perolehan data melalui penelusuran bahan pustaka. Simpulan dari tulisan ini Arsip Universitas Gadjah Mada telah melaksanakan preservasi arsip statis konvensional secara tersistem dan sesuai manajemen preservasi arsip. Kendala yang dihadapi adalah pengadaan tisu jepang yang harus dibeli secara kolektif melalui Arsip Nasional Republik Indonesia(ANRI), dan peralatan restorasi yang terkadang rusak. Kata Kunci: Arsip Konvensional, Arsip Universitas Gadjah Mada, Preservasi Arsip Konvensional, Sarana Prasarana, dan Kendala yang dihadapi. Pendahuluan Arsip dapat diartikan sebagai i n f o r m a s i t e r e k a m ( re c o rd e d information) yang merupakan hasil rekaman/ catatan dari suatu kegiatan instansi dalam berbagai media perekam. Arsip adalah “Rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi 1 2 3 kemasyarakatan, dan perorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.2 Dalam pengertian yang lain, arsip merupakan setiap catatan tertulis baik dalam bentuk gambar ataupun bagan yang memuat keterangan-keterangan mengenai sesuatu subyek/ pokok persoalan ataupun perisitiwa yang dibuat orang untuk membantu daya 3 ingat orang itu. Selain membantu daya ingat seseorang, arsip juga merupakan salah satu sumber informasi yang akurat. Arsip juga memberikan sumber fakta yang benar Alumni D3 Kearsipan Sekolah Vokasi UGM Undang-undang Nomor 43 tahun 2009 Tentang Kearsipan, Pasal 1 ayat 2. Basir Barthos, Manajemen Kearsipan (Jakarta. Bumi Aksara, 1989), hlm. 1. 3 apa adanya tanpa unsur rekayasa. Pada pengertian tersebut, arsip dapat dibedakan berdasarkan bentuk dan formatnya. Media dan format tersebut dibedakan dalam dua media yaitu media konvensional dan media baru ( m a c h i n e re a d a b l e ) . M e d i a konvensional merupakan media yang sudah umum digunakan yaitu kertas atau arsip tekstual yang disebut sebagai human readable. Arsip mempunyai tujuan sebagai memori kolektif suatu instansi, arsip harus dikelola dengan baik agar fisik dan informasi arsip dapat terhindar dari segala kerusakan. Selain itu, agar informasi dalam arsip tersebut dapat berguna sebagai bahan rujukan informasi utama yang dibutuhkan oleh instansi penciptanya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyelamatan arsip yang disebut sebagai preservasi arsip. Preservasi arsip merupakan program untuk pemeliharaan dan perlindungan arsip. Program ini dilakukan sebagai usaha untuk memperpanjang usia simpan arsip, dan melestarikan arsip yang masih utuh maupun arsip yang fisiknya sudah rusak terutama pada arsip statis yang yang terekam dalam media kertas atau arsip konvensional. Preservasi atau pelestarian arsip adalah proses dan kerja dalam rangka perlindungan fisik arsip terhadap kerusakan atau unsur perusak dan restorasi/reparasi bagian arsip yang rusak, yang disebabkan oleh faktor 4 5 4 dari dalam (intrinsik) arsip itu sendiri maupun faktor dari luar fisik arsip itu 4 sendiri (ekstrinsik). Faktor intrinsik adalah kerusakan yang berasal dari dalam fisik arsip itu sendiri, misalnya kualitas kertas, pengaruh tinta, pengaruh lem perekat dan sebagainya. Faktor ekstrinsik adalah kerusakan yang berasal dari luar benda atau fisik arsip contohnya lingkungan, biologis, kimiawi, kelalaian manusia, dan bencana alam.5 Upaya melakukan preservasi arsip bertujuan untuk menjamin keselamatan dan kelestarian arsip statis, yang dilakukan secara preventif dan kuratif. Pelaksanaan preservasi preventif adalah sebagai berikut : a. pemilihan jenis sarana simpan b. pemilihan media simpan arsip c. pengaturan suhu dan kelembaban d. pemberian kamperisasi dan silica gel e. pembersihan lingkungan f. fumigasi Preservasi kuratif adalah preservasi arsip bersifat perbaikan/ perawatan terhadap arsip yang mulai/ sudah rusak, kondisinya memburuk, sehingga dapat memperpanjang umur arsip. Preservasi kuratif terdapat beberapa kegiatan yaitu: laminasi, enkapsulasi, menyambung, laminasi Modul Preservasi Arsip Statis. ANRI, hlm. 3. Agus Sugiarto, Teguh Wahyono, Manajemen Kearsipan Modern dari konvensional ke basis komputer (Yogyakarta: Gava Media, 2005) hlm. 84. dengan kertas conqueror, dan lamatex cloth. Fokus penulisan mengenai preservasi arsip statis di Arsip Universitas Gadjah Mada adalah pelaks anaan pres ervas i ars ip konvensional dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan preservasi arsip konvensional. Pelaksanaan Preservasi Arsip Konvensional Program kerja preservasi arsip sepanjang tahun 2014 di Arsip UGM adalah fokus pada preservasi preventif yaitu penggantian sarana simpan arsip statis seperti kertas pembungkus (casing), boks arsip, dan perbaikan almari arsip atau roll o'pack. Beberapa rencana kegiatan preservasi arsip yang akan dilaksanakan pada tahun 2014 adalah sebagai berikut: 1. Pengaturan dan pencatatan suhu dan kelembaban udara depo arsip dalam daftar cheklist pemeliharaan setiap hari jam kerja. 2. Kamperisasi adalah kegiatan pemberian kamper dan silica gel dalam setiap boks arsip. 3. Penggantian sarana simpan arsip seperti boks, kertas pembungkus (kertas casing) atau folder, paper clip besi dan pengkondisian rak roll o'pack. 4. Laminasi arsip tekstual berupa arsip peta tanah dan arsip statis yang sudah rusak dengan tisu jepang dan enkapsulasi arsip menggunakan plastik polyster dan double tape. 1. Preservasi Preventif a. Pemilihan Sarana Simpan Dalam pelaksanaan penyimpanan arsip, sarana simpan arsip statis harus diperhatikan agar arsip dapat tetap terjaga dan tersimpan dengan baik. Sarana simpan yang perlu diperhatikan adalah almari arsip, boks arsip, kertas bungkus (casing) yang layak dan memenuhi standar penyimpanan arsip statis. Jenis almari arsip yang ada di Arsip UGM telah memenuhi standar untuk penyimpanan arsip statis antara lain adalah almari arsip dengan kategori sebagai berikut: 1) Almari besi sebanyak 3 unit dengan masingmasing merk Brother, Datascript, dan Alba. 2) Almari kayu sebanyak satu unit 3) H o r i z o n t a l p l a n sebanyak satu unit merk Data Plan 4) Rak besi sebanyak 10 unit untuk arsip inaktif dan dua unit untuk arsip kartografi 5) Rak kayu satu unit untuk penjemuran arsip yang dilaminasi 5 6) Roll O'Pack sebanyak 6 unit Boks arsip dan kertas pembungkus yang digunakan oleh Arsip UGM adalah berdasarkan standar dan ketentuan Standar Nasional 6 Indonesia (SNI). Selain ketentuan tersebut, boks arsip juga memiliki retensi waktu yang ideal untuk penggunaanya dan harus dilakukan penggantian boks setiap lima tahun sekali. Namun tidak tertutup kemungkinan lebih cepat dari jangka waktu tersebut dilakukan pergantian jika boks arsip rusak yang disebabkan oleh sebagai berikut: 1. Tekanan beban dari atas 2. Kekurangan isi 3. Kelebihan isi 4. Tingginya intensitas akses arsip dalam boks arsip 5. Suhu dan kelembaban udara yang tidak stabil Keamanan arsip dalam boks arsip diperhatikan dengan cara arsip dibungkus terlebih dahulu untuk melindungi fisik arsip dan menjaga kesatuan berkas arsip. Kertas bungkus yang digunakan adalah kertas jenis Samson. Pada kertas pembungkus arsip, sisi bagian kanan atas dituliskan nomor berkas dan kode berkas. Arsip yang telah dibungkus 6 6 kemudian diikat dengan benang kasur agar arsip tidak tercecer dalam boks arsip. Penggantian kertas pembungkus arsip (casing) merupakan kegiatan fokus utama preservasi preventif yang masuk dalam kegiatan penataan sarana simpan depo arsip statis. Selain itu juga dilakukan penggantian label dan nomor boks, laci roll o'pack, dan pembenanah pada DKA (Daftar Khasanah Arsip). b. Pengaturan, Pencatatan Suhu dan Kelembaban Pengaturan suhu dan kelembaban berfungsi untuk mencegah kerusakan arsip d a r i b e r b a g a i f a k t o r. Kelembaban dalam ruangan yang terlalu tinggi, dapat menyebabkan udara menjadi lebih dingin dan arsip menjadi lembab sehingga mudah sobek. Selain itu, kelembaban tinggi dapat menyebabkan tumbuhnya biota seperti jamur dan hama perusak arsip seperti tikus. Sebaliknya jika kelembaban terlalu rendah, udara dalam ruangan menjadi kering dan menyebabkan arsip menjadi kering, rapuh, ruangan berdebu dan arsip cepat hancur. Standar suhu dan kelembaban udara adalah tidak boleh lebih dari 27oC Machmoed Effendhie, dkk, Panduan Pengelolaan Arsip Statis Tekstual, (Yogyakarta: Arsip Universitas Gadjah Mada, t.t), hlm. 23 dan 60%. Alat pendeteksi suhu dan kelembaban serta pengatur suhu yang digunakan Arsip UGM adalah hygrothermometer dan AC (Air Conditioner). c. Pengaturan Cahaya dan Sirkulasi Udara Cahaya matahari yang masuk secara langsung dalam depo arsip dan cahaya tambahan yang berlebihan dapat merusak fisik arsip karena radiasi sinar ultraviolet mempercepat kekeringan kertas. Alat yang digunakan untuk menjaga sirkulasi udara dalam depo arsip adalah blower (exhaust fan) yang dipasang di dinding depo arsip dan dinyalakan selama 24 jam. Selain membantu sirkulasi udara, alat ini juga berfungsi untuk menyaring debu dan mengeluarkannya dari dalam depo arsip, dan menghilangkan dan mencegah bau kertas dalam depo arsip. Blower tersebut juga membantu AC dalam penyaring udara dan mencegah debu melekat pada boks atau rak arsip. Masingmasing depo arsip dipasangkan satu unit blower. d. P e n c e g a h a n H e w a n Perusak Arsip Kelalaian dalam pengontrolan keadaan depo arsip seperti suhu yang relatif dingin menyebabkan kelembaban. Tikus merupakan hewan pengerat yang menyukai tempat yang lembab atau basah. Untuk mengantisipasi serangan tikus tersebut, di records center dan depo statis di Arsip UGM telah menyediakan alat pengusir tikus yang disebut ultrasonic rat repeller. Sistem kerja alat pengusir tikus ini adalah megeluarkan suara gelombang ultrasonic dengan frekuensi 10.00045.000 Hz, serta dapat diatur volume gelombang frekuensinya secara berkala agar tikus tidak kebal atau terbiasa dengan suara gelombang ultrasonik yang dikeluarkan. Untuk mencegah serangan hama lainnya seperti kecoa, kutu buku, silfer fish, dan tumbuhnya jamur dilakukan pencegahan dengan peletakkan kamper atau kapur barus dan silica gel dalam boks arsip, drawing tube atau tabung penyimpanan arsip kartografi, dan rak/ almari arsip. Fungsi kamper adalah mengeluarkan bau untuk mengusir hama yang diberikan tiga bulan sekali 7 sebanyak 3-5 butir di dalam boks arsip dan drawing tube pada arsip kartografi. Pemberian silica gel berfungsi untuk menyerap kadar air yang ada dalam boks arsip dan drawing tube pada arsip kartografi. e. Pembersihan Lingkungan Debu dapat merusak fisik arsip. Jika tidak dilakukan pembersihan secara berkala dapat menyebabkan fisik arsip kotor dan terkikis secara perlahan. Pembersihan debu dalam depo arsip tekstual inaktif dan statis di Arsip UGM dilakukan secara berkala yaitu dua minggu sekali dengan menggunakan alat penyedot debu yang disebut Vacum Cleaner. Penggunaan alat tersebut lebih efektif dari alat pembersih biasa seperti kemoceng karena debu hanya berpindah tempat, tetapi alat Vacum Cleaner menyedot secara langsung debu yang melekat pada arsip maupun boks arsip. 2. Preservasi Kuratif a. Laminasi Arsip Laminasi arsip merupakan kegiatan memperbaiki atau restorasi fisik arsip konvensional yang 8 rusak seperti sobek, pengaruh faktor usia kertas, bagian kertas dimakan serangga, dan sebagainya. Selain memperbaiki fisik arsip, tujuan lain dari laminasi arsip adalah untuk mengawetkan arsip agar tahan lama serta tetap menjaga keutuhan isi dari arsip tersebut. Proses laminasi arsip adalah menambal bagian arsip yang sobek atau rusak menggunakan lem MC dan kertas tisu jepang pada bagian depan atau belakang arsip agar lebih kuat dan dapat menyatu dengan sempurna. Alat dan bahan yang digunakan adalah cutter, spatula, pinset, kuas, spons, gunting, sendok/ takaran, penggaris, rakel timbangan, kain strimin, blender, spray, plastik p o l y s t e r, c u t t i n g m a t , mangkuk, air suling/ aquades, alat pengepres, meja, kursi, kaca, rak pengering, kipas, tisu jepang, lem MC (methyl cellulosa), dan Magnesium carbonate (MgCO3). b. Enkapsulasi Arsip Enkapsulasi merupakan kegiatan perawatan arsip dengan menggunakan pelindung untuk menghindari dari kerusakan yang bersifat fisik, dengan teknik setiap lembar arsip dilapisi oleh dua lembar plastik polyster dengan bantuan double tape. Kegiatan enkapsulasi merupakan kegiatan yang dilakukan secara manual dan prosesnya sangat mudah dan cepat. Tujuan enkapsulasi adalah hanya melindungi fisik arsip, tidak ada unsur lain untuk memperbaiki fisik arsip. Alat dan bahan yang digunakan adalah gunting, cutter, cutting mat, plastik polyster film, double tape lebar 0.5cm, pemberat, dan penggaris besi. c. Reproduksi Arsip Reproduksi arsip merupakan perawatan arsip dengan cara melakukan penciptaan ulang arsip dalam bentuk media lain. Di Arsip UGM, reproduksi arsip yang dilakukan adalah digitalisasi arsip dengan cara scanning arsip. Digitalisasi arsip adalah pemindaian arsip dari bentuk hard file ke dalam bentuk soft file dengan menggunakan sistem operasi komputer. Fungsi dari digitalisasi ini adalah sebagai back up data untuk pencarian arsip melalui komputer tanpa harus mencari di depo arsip statis. Selain itu, memudahkan pencarian kembali jika terjadi kerusakan atau kehilangan fisik arsip yang asli. Pada Arsip UGM terdapat tiga jenis scanner yang digunakan yaitu Canon Lide 35, HP Scanjet N8420, dan Plustek OpticPro A320. Kesimpulan Perlindungan dan pencegahan kerusakan terhadap fisik dan isi arsip merupakan program untuk pemeliharaan dan perlindungan arsip atau disebut preservasi. Program ini dilakukan sebagai usaha untuk memperpanjang usia simpan arsip dan melestarikan fisik arsip yang masih utuh agar informasi yang terekam dalam media konvensional dapat tetap terjaga dan dapat dibaca. Ditinjau dari teori manajemen preservasi arsip, preservasi arsip di Arsip UGM sudah terlaksana dengan baik dan tersistem. Prasarana dan sarana yang ada dan yang digunakan di Arsip UGM sudah mendukung pelaksanaan kegiatan preservasi sesuai kebutuhan dan kondisi arsip yang tersedia di Arsip UGM. Kendala yang dihadapi adalah pengadaan tisu Jepang yang belum dapat membeli sendiri secara langsung dari Jepang karena keterbatasan anggaran sehingga pembelian dengan cara kolektif melalui ANRI serta peralatan restorasi yang terkadang rusak. 9 DAFTAR PUSTAKA Agus Sugiarto, dkk. Manajemen Kearsipan Modern. Yogyakarta: Gava Media. 2005. Modul. Preservasi Arsip Statis. Arsip Nasional Republik Indonesia, t.t. Basir Bartos. Manajemen Kearsipan. Jakarta: Bumi Aksara. 1989. Undang-undang RI Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Machmoed Effendhie, Panduan Pengelolaan Arsip Statis Tekstual. Yogyakarta: Arsip Universitas Gadjah Mada. 2011. 10 ARSIPARIS: ANTARA REALITA DAN HARAPAN 1 Kurniatun Abstracts Archivist is a person who has competence in the field of archives. Archivist is one profession that has not been popular in the community. The existence of the archive for a country is very important because it is an important asset records state. Therefore, archivists must increase its capability in records management and archival information services to the users archive. Keywords: archives, archivists I. Pendahuluan A. Latar Belakang Seorang anak TK berkata kepada ibunya yang berprofesi sebagai arsiparis, setelah di sekolah ditanya tentang profesi orang tua masing-masing siswa: “Bu, Ibu guru gak tau arsiparis itu apa?” Gambaran tersebut menunjukkan bahwa profesi arsiparis belum banyak dikenal oleh masyarakat, bahkan dari kalangan akademik pun masih ada yang belum mengetahui profesi arsiparis. Dengan kata lain profesi arsiparis belum populer di masyarakat. Di lembaga pemerintahan, banyak yang menganggap bahwa profesi arsiparis merupakan profesi buangan. Mau tidak mau kenyataan dan anggapan ini 1 masih hidup dan berkembang di lembaga-lembaga pemerintah. Otomatis hal ini berpengaruh terhadap psikologis pegawai yang ditempatkan atau dimutasi ke unit kearsipan. Oleh karena merasa sebagai “orang buangan”, etos kerjanya pun menurun. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap pengelolaan arsip yang kurang maksimal. Hasilnya tentu saja bisa ditebak, arsip sulit ditemukan saat dibutuhkan. Kasus “Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan” dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah salah satu akibat dari masih buruknya sistem kearsipan di Indonesia. Kejadian tersebut seharusnya menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia, khususnya arsiparis dan praktisi kearsipan untuk lebih memiliki kesadaran akan arti penting arsip. Arsiparis Arsip UGM 11 Kurang populernya bidang kearsipan di masyarakat ini bisa dilihat dari beberapa gejala yang muncul yaitu: 1. Rendahnya pemahaman tentang arsip dan bidang kearsipan 2. Kurangnya pemahaman tentang sistem pengelolaan arsip 3. Rendahnya penguasaan sumber daya manusia (SDM) kearsipan terhadap teori kearsipan 4. R e n d a h n y a m o t i v a s i berprestasi dari SDM kearsipan 5. Rendahnya komitmen SDM kearsipan terhadap profesi (Burhanudin, 2013: 42). Arsip saat ini bukan hanya sebagai bagian dari manajemen administrasi dan perkantoran bagi suatu instansi atau lembaga, tetapi lebih dari itu, arsip merupakan salah satu sumber informasi penting. Segala bidang kehidupan senantiasa membutuhkan arsip. Oleh karena itu, kepedulian terhadap arsip harus selalu ditingkatkan. Sosialisasi terhadap arti penting arsip harus ditingkatkan, termasuk juga dengan pembinaan terhadap arsiparis karena arsiparislah yang bersentuhan langsung dengan arsip. Tu g a s d a n k e w a j i b a n arsiparis dalam pengelolaan arsip 12 tidak semudah yang dibayangkan. Bayangan pengelolaan arsip hanyalah “sekedar menata arsip dengan rapi dalam suatu almari atau rak arsip” dan saat dibutuhkan hanya dengan mengambilnya. Oleh karena itu, perlu ada pembinaan bagi arsiparis agar pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang kearsipan meningkat dan dapat mengikuti perkembangan ilmu kearsipan itu sendiri. Namun, pada kenyataannya tidaklah semudah itu, banyak kendala dan hambatan yang dihadapi arsiparis. Berdasarkan pemahaman terhadap uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: ”Bagaimanakah peran arsiparis dalam pengelolaan arsip dan informasi, serta realita yang terjadi di seputar profesi arsiparis?” B. Landasan Teori Penulis menggunakan beberapa definisi sebagai landasan teori dalam penulisan artikel ini. Beberapa definisi tersebut adalah: 1. Pekerjaan adalah barang apa yang dilakukan (diperbuat, dikerjakan, dsb); tugas kewajiban; hasil bekerja; perbuatan: begitulah ~ nya sehari-hari, memelihara tanaman dan menata taman; (2) pencaharian; yang dijadikan pokok penghidupan; sesuatu yg dilakukan untuk mendapat nafkah: ia sedang berusaha mencari ~; (3) hal bekerjanya sesuatu: berkat ~ mesin baru, hasilnya sangat memuaskan. (http://kamusbahasaindonesia.or g/pekerjaan#ixzz2yw5fReIi) 2. Profesi adalah pekerjaan yang memenuhi syarat tertentu serta pengertian yang khusus (Sulistyo Basuki, 2003: 353). Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb.) tertentu. (http://kamusbahasaindonesia.or g/profesi#ixzz2yw6uDFek). Apabila dua pengertian tersebut digabungkan dapat diambil kesimpulan bahwa profesi merupakan bidang pekerjaan yang khusus dengan persyaratan pendidikan dan ketrampilan tertentu. 3. P r o f e s i o n a l a d a l a h ( 1 ) bersangkutan dengan profesi; (2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya: ia seorang juru masak --; (3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan amatir): pertandingan tinju (http://kamusbahasaindonesia.or g/profesional#ixzz2yw9Xd3KZ) Seorang profesional adalah seseorang yang menawarkan jasa atau layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pro fesional). Dengan demikian dapat diketahui bahwa karyawan yang profesional merupakan seorang karyawan yang bertugas sesuai dengan profesinya sesuai juklak (petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis) yang dibebankan kepadanya dan mendapatkan gaji sebagai imbalannya. 4. M a n a j e m e n s u m b e r d a y a manusia, disingkat MSDM adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia - bukan mesin - dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian MSDM menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi, dll.(http://id.wikipedia.org/wiki/ Manajemen_sumber_daya_man usia). Jadi sumber daya manusia atau yang biasa disingkat menjadi SDM merupakan sesuatu yang 13 terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di sekitarnya untuk mencapai kesejahteraan dalam kehidupan. 5. Arsiparis adalah seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kearsipan yang diperoleh melalui pendidikan formal dan/ atau pendidikan dan pelatihan kearsipan serta mempunyai fungsi, tugas, dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan kearsipan (Pasal 1 ayat 10, Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan). II. Pembahasan A. Mengelola Arsip Sebagai sebuah profesi, arsiparis mempunyai kewajiban atau rincian tugas yang harus dikerjakan. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, pasal 17 menyebutkan bahwa kewajiban unit kearsipan pada pencipta arsip meliputi: pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah di lingkungannya; pengolahan arsip dan penyajian arsip menjadi informasi; pemusnahan arsip di lingkungan lembaganya; penyerahan arsip statis oleh pimpinan pencipta arsip kepada lembaga kearsipan; dan pembinaan dan 14 pengevaluasian dalam rangka penyelenggaraan kearsipan di lingkungannya. Sedangkan unit kearsipan pada lembaga negara memiliki tugas: melaksanakan pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah di lingkungannya; mengolah arsip dan menyajikan arsip menjadi informasi dalam kerangka SKN (Sistem Kearsipan Nasional) dan SIKN (Sistem Informasi Kearsipan Nasional); melaksanakan pemusnahan arsip di lingkungan lembaganya; mempersiapkan penyerahan arsip statis oleh pimpinan pencipta arsip kepada ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia); dan melaksanakan pembinaan dan evaluasi dalam rangka penyelenggaraan kearsipan di lingkungannya. Dengan demikian tugas arsiparis sama dengan uraian tugas atau kewajiban unit pengolah, unit kearsipan dan atau lembaga kearsipan, yaitu pengelolaan arsip sejak penciptaan sampai dengan penyusutan arsip. Sedangkan untuk kearsipan di lingkungan perguruan tinggi diatur pada Pasal 27, UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yang menyebutkan: (1) Arsip perguruan tinggi adalah lembaga kearsipan perguruan tinggi; (2) Perguruan tinggi negeri wajib membentuk arsip perguruan tinggi; (3) P e m b e n t u k a n a r s i p perguruan tinggi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (4) Arsip perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pengelolaan arsip statis yang diterima dari: a. s a t u a n k e r j a d i lingkungan perguruan tinggi; dan b. civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi. Dari pasal 27 tersebut dapat diketahui bahwa tugas pengelolaan arsip, khususnya arsip statis menjadi kewajiban lembaga arsip perguruan tinggi. Oleh karena itu, arsiparis yang ditugaskan di arsip perguruan tinggi lebih banyak bertugas mengelola arsip statis. Selain bertugas mengelola arsip statis, arsip perguruan tinggi – sebagaimana disebutkan dalam pasal 28 UU No. 43 Tahun 2009 juga berkewajiban melaksanakan: a. pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun yang berasal dari satuan kerja dan sivitas akademika di lingkungan perguruan tinggi; dan b. p e m b i n a a n k e a r s i p a n d i lingkungan perguruan tinggi yang bersangkutan. Sedangkan pengelolaan arsip dinamis menjadi tanggung jawab unit pencipta arsip. Hal ini sesuai dengan pasal 30 Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU No. 43 Tahun 2009. Tugas arsiparis yang lebih rinci dapat dilihat dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/3/M.PAN/ 3/2009 tentang Jabatan Fungsional Arsiparis dan Angka Kreditnya. Pasal 4 peraturan itu menyebutkan bahwa tugas pokok arsiparis adalah melaksanakan kegiatan pengelolaan arsip dan pembinaan kearsipan. Untuk memudahkan penilaian kinerja arsiparis, dari dua kegiatan pokok tersebut diuraikan lagi menjadi lima unsur kegiatan, yaitu: pendidikan, pengelolaan arsip, pembinaan kearsipan, pengembangan profesi dan kegiatan penunjang tugas arsiparis. Tu g a s - t u g a s a r s i p a r i s y a n g memberikan angka kredit dapat dilihat dalam tabel berikut: 15 Tabel Jumlah Rincian Tugas Arsiparis No 1 Tingkat / Jabatan Arsiparis Pelaksana 15 2 Arsiparis Pelaksana Lanjutan 26 3 Arsiparis Penyelia 23 Arsiparis Pertama 14 5 Arsiparis Muda 16 6 Arsiparis Madya 19 7 Arsiparis Utama 10 4 Terampil Banyaknya Rincian Tugas Keahlian Sumber: PER/3/M.PAN/3/2009. Untuk informasi yang lebih jelas tentang rincian tugas arsiparis dapat dilihat pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/3/M.PAN/3/2009 tentang Jabatan Fungsional Arsiparis dan Angka Kreditnya. Selain tugas yang tertera dalam keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara tersebut tentu arsiparis masih mempunyai tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan masingmasing sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi. B. Mengelola Informasi Selain menata fisik arsip, arsiparis juga berkewajiban mengolah informasi yang terdapat di dalam arsip. Informasi arsip harus diolah agar sewaktu waktu user/ 16 pengguna membutuhkan arsip, arsiparis dapat menyajikan arsip yang dimaksud oleh pengguna dengan cepat dan tepat. Apabila dikaitkan dengan keterbukaan informasi publik, arsiparis berkewajiban untuk mengolah dan menyajikan informasi kepada pengguna. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pasal 4 Undang-Undang ini menyebutkan: (1) Setiap orang berhak memperoleh informasi publik sesuai dengan ketentuan undang-undang ini, (2) Setiap orang berhak: a. Melihat dan mengetahui informasi publik b. M e n g h a d i r i p e r t e m u a n publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh informasi publik c. M e n d a p a t k a n s a l i n a n informasi publik melalui permohonan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini, dan/ atau d. Menyebarluaskan informasi publik sesuai peraturan perundang-undangan (3) Setiap pemohon informasi publik berhak mengajukan permintaan informasi publik disertai alasan permintaan tersebut (4) Setiap pemohon informasi publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh informasi publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. Dengan berlakunya UndangUndang No. 14 Tahun 2008 mau tidak mau arsiparis harus selalu meningkatkan kemampuan dalam pengelolaan arsip dan pelayanan informasi kearsipan kepada pengguna arsip. Arsip harus diolah sedemikan rupa sesuai dengan kaidah-kaidah kearsipan sehingga mudah diakses apabila sewaktu-waktu dibutuhkan oleh pengguna. Hal ini juga sesuai dengan Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 Pasal 17 ayat (1) huruf b yang menyebutkan bahwa unit kearsipan pada pencipta arsip memiliki fungsi: pengolahan arsip dan penyajian arsip menjadi informasi. C. Kesejahteraan Berbicara mengenai tugas dan kewajiban tentu tidak dapat dilepaskan dari imbalan atau gaji. Selain mendapatkan gaji setiap bulannya, arsiparis sebagai jabatan fungsional juga mempunyai tunjangan jabatan fungsional. Apabila dibandingkan dengan beberapa jabatan fungsional yang ada di l i n g k u n g a n p e rg u r u a n t i n g g i (pustakawan dan laboran), arsiparis mempunyai tunjangan jabatan yang paling rendah. Hal ini bisa dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel Tunjangan Jabatan Fungsional Tingkat/Jabatan No 1 Terampil Pelaksana Arsiparis Pustakawan Laboran Rp 240.000,00 Rp 350.000,00 Rp 360.000,00 2 Pelaksana Lanjutan Rp 265.000,00 Rp 420.000,00 Rp 480.000,00 3 Penyelia Rp 350.000,00 Rp 700.000,00 Rp 780.000,00 Pertama Rp 275.000,00 Rp 520.000,00 Rp 540.000,00 5 Muda Rp 375.000,00 Rp 800.000,00 Rp 960.000,00 6 Madya Rp 500.000,00 Rp 1.100.000,00 Rp 1.260.000,00 7 Utama Rp 700.000,00 Rp 1.300.000,00 - 4 Ahli Sumber: Peraturan Presiden RI Nomor 46 Tahun 2007; Peraturan Presiden RI Nomor 71 Tahun 2013 dan Peraturan Presiden RI Nomor 21 Tahun 2013. 17 Menurut penulis rendahnya tunjangan arsiparis jika dibandingkan dengan pustakawan dan laboran kemungkinan disebabkan: 1. Masih rendahnya pengakuan pemerintah terhadap tingkat profesionalitas arsiparis 2. Jika dibandingkan layanan arsip (khususnya arsip statis) dengan layanan perpustakaan, layanan arsip rendah. Hal ini dikarenakan belum banyak yang mengetahui tentang arsip sehingga pengguna arsip pun masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan perpustakaan 3. Jika dibandingkan dengan laboran, tugas laboran lebih beresiko karena laboran melakukan kontak langsung dengan berbagai zat kimia, yang bisa menimbulkan efek tertentu terhadap kesehatan. Dengan demikian, apabila tunjangan arsiparis paling rendah jika dibandingkan dengan pustakawan dan laboran dapat dimaklumi oleh para arsiparis. D. Peningkatan Kualitas Sebagai SDM yang profesional, arsiparis harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat meningkatkan kompetensi dan profesionalitasnya dalam bidang kearsipan. Hal ini sesuai dengan Pasal 30 UU No. 43 Tahun 2009, yang menyebutkan tentang pengembangan SDM, dalam hal ini pengembangan 18 arsiparis tentunya. Pasal 30 menyebutkan: (1) Pengembangan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e terdiri atas arsiparis dan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan profesionalitas di bidang kearsipan. (2) Lembaga kearsipan nasional melaksanakan pembinaan dan pengembangan arsiparis melalui upaya: a. pengadaan arsiparis; b. pengembangan kompetensi dan keprofesionalan arsiparis melalui penyelenggaraan, pengaturan, serta pengawasan pendidikan dan pelatihan kearsipan; c. p e n g a t u r a n p e r a n d a n kedudukan hukum arsiparis; dan d. p e n y e d i a a n j a m i n a n kesehatan dan tunjangan profesi untuk sumber daya kearsipan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan hukum, kewenangan, kompetensi, pendidikan dan pelatihan arsiparis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sebagai lembaga kearsipan berbentuk lembaga pemerintah non kementerian yang melaksanakan tugas negara di bidang kearsipan yang berkedudukan di ibukota negara, mempunyai kewajiban untuk mempertinggi mutu penyelenggaraan kearsipan nasional dengan melakukan penelitian, pengembangan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kearsipan. Hal ini sesuai dengan Ayat (1) Pasal 8 UU No. 43 Tahun 2009 yaitu pembinaan kearsipan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dilaksanakan oleh lembaga kearsipan nasional terhadap pencipta arsip tingkat pusat dan daerah, lembaga kearsipan daerah provinsi, lembaga kearsipan daerah kabupaten/ kota, dan lembaga kearsipan perguruan tinggi. Masalah pembinaan kearsipan ini diatur secara mendalam dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2012 pada Bab III tentang Pembinaan Kearsipan dari pasal 9 sampai 28. Pasal 17 (1) peraturan ini menyebutkan ANRI sebagai penyelenggara kearsipan nasional menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan (diklat) kearsipan. Diklat kearsipan bertujuan untuk: a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan semangat pengabdian untuk dapat melaksanakan tugas jabatan di bidang kearsipan; b. menciptakan sumber daya manusia kearsipan yang memenuhi persyaratan kompetensi di bidang kearsipan; dan c. menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas di bidang kearsipan. Hal ini sesuai dengan PP No. 28 Tahun 2012 pasal 18. Subtansi kearsipan juga sudah menjadi kurikulum wajib dalam diklat kepemimpinan seperti yang tercantum dalam pasal 23 PP No. 28 Tahun 2012. Adapun jenis diklat kearsipan yang diselenggarakan oleh ANRI pada tahun 2014 adalah seperti yang tertera dalam tabel berikut: Tabel Jadwal Pendidikan dan Pelatihan Kearsipan Tahun 2014 Arsip Nasional Republik Indonesia No Jenis Diklat Tanggal*) Lokasi 1 Pengangkatan Arsiparis Tingkat Ahli 17 Februari 21 Maret 2 Penjenjangan Arsiparis Tingkat Terampil ke Arsiparis Tingkat Ahli Pengelolaan Arsip Dinamis 20 - 30 April Pusdiklat Kearsipan Bogor Pusdiklat Kearsipan Bogor Pusdiklat Kearsipan Bogor Pusdiklat Kearsipan Bogor Pusdiklat Kearsipan Bogor 3 4 Penyusunan Instrumen Pengelolaan Arsip 5 Pengangkatan Arsiparis Tingkat Terampil 3 s 4 - 10 Mei 18 - 24 Mei 1 Juni - 1 Juli Sumber Pendanaan Rupiah Murni Tarif PNBP PP 42/2005**) (RP) - Rupiah Murni - PNBP 2.500.000 Rupiah Murni - Rupiah Murni - 19 No Jenis Diklat Tanggal*) Lokasi 5 Pengangkatan Arsiparis Tingkat Terampil 1 Juni - 1 Juli 6 Pengelolaan Arsip Aktif 7 Pengelolaan Arsip Inaktif 8 Penyusutan Arsip 9 Pengelolaan Arsip Statis 10 Akuisisi dan Pengolahan Arsip Statis 13 - 17 Oktober 11 Pengelolaan Arsip Berbasis TIK 19 - 25 Oktober Pusdiklat Kearsipan Bogor Pusdiklat Kearsipan Bogor Pusdiklat Kearsipan Bogor Pusdiklat Kearsipan Bogor Pusdiklat Kearsipan Bogor Pusdiklat Kearsipan Bogor Pusdiklat Kearsipan Bogor 24 - 30 Agustus 31 Agustus - 6 September 22 - 26 September 28 September - 4 Oktober Sumber Pendanaan Rupiah Murni Tarif PNBP PP 42/2005**) (RP) - PNBP 2.500.000 PNBP 2.500.000 PNBP 1.750.000 PNBP 2.500.000 PNBP 2.000.000 PNBP 2.500.000 Keterangan: * ) Tanggal penyelenggaraan dapat berubah sesuai kebutuhan ** ) Tarif tidak termasuk biaya akomodasi dan konsumsi ** ) Pada saat jadwal ditetapkan sedang berlangsung proses perubahan PP No. 42 Tahun 2005 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada ANRI. Tarif dan durasi diklat akan disesuaikan apabila PP terbaru telah berlaku. Sumber: http://anri.go.id/assets/download/Info_diklat_2014.pdf Apabila dicermati dari jenis dan jumlah diklat yang ditujukan bagi arsiparis di seluruh Indonesia tentu jumlah diklat tersebut dirasakan masih kurang. Dengan kata lain, arsiparis harus melalui atau menunggu antrian yang cukup panjang untuk bisa mengikuti diklat. Sedikitnya jumlah dan jenis diklat bagi arsiparis tentu berpengaruh juga pada kemampuan dan keterampilan arsiparis, yang cenderung kurang berkembang, terkecuali bagi arsiparis yang aktif belajar mandiri untuk meningkatkan kemampuannya. 20 E. Pelanggaran dan Hukuman Administratif Setelah bicara mengenai imbalan atau tunjangan, tentu ada pula sanksi atau hukuman bagi yang melanggar peraturan. Pasal 78-80 UU No. 43 Tahun 2009 menyebutkan tentang sanksi administratif bagi pejabat atau pelaksana (pelaksana dalam hal ini arsiparis dan petugas pengelola arsip) yang melanggar ketentuan perundangan yang berlaku. Sanksi administratif yang disebutkan dalam pasal-pasal tersebut adalah sanksi administratif berupa teguran tertulis, penundaaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun, penundaaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun dan administratif berupa pembebasan dari jabatan. Sedangkan pada pasal 81-88 UU No. 43 Tahun 2009 menyebutkan tentang ketentuan pidana. Pasal-pasal itu menyebutkan hukuman yang mengancam bagi yang melakukan pelanggaran. Adapun secara ringkas tentang jenis dan ancaman hukuman pelanggaran yang disebutkan dalam pasal 81-88 dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel Jenis Pelanggaran dan Ancaman Hukuman Berdasarkan Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 Pasal Hal Pelanggaran Pasal 81 Sengaja menguasai dan/atau memiliki arsip negara Pasal 82 Sengaja menyediakan arsip dinamis kepada pengguna arsip yang tidak berhak Sengaja tidak menjaga keutuhan, keamanan dan keselamatan arsip negara yang terjaga untuk kepentingan negara Sengaja tidak melaksanakan pemberkasan dan pelaporan Sengaja tidak menjaga kerahasiaan arsip tertutup Pasal 83 Pasal 84 Pasal 85 Pasal 86 Pasal 87 Pasal 88 Sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur yang benar Memperjualbelikan atau menyerahkan arsip yang memiliki nilai guna kesejarahan kepada pihak lain di luar yang telah ditentukan Pihak ketiga yang tidak menyerahkan arsip yang tercipta dari kegiatan yang dibiayai dengan anggaran negara Ancaman Penjara (tahun) 5 (lima) 3 (tiga) 1 (satu) 10 (sepuluh) 5 (lima) 10 (sepuluh) 10 (sepuluh) 5 (lima) Ancaman Denda Rp. 250.000.000,00(dua ratus lima puluh juta rupiah Rp. 125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta rupiah). Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Sumber: UU No. 43 Tahun 2009 Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa pelanggaran hukum dalam bidang arsip cukup berat sanksinya. Hal tersebut bisa berdampak positif dan negatif. Menurut penulis, dampak positif yang bisa diambil adalah para pejabat, arsiparis dan petugas pengelola arsip akan lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya terhadap arsip sehingga akan bekerja sebaik mungkin dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan pelanggaran hukum. Sedangkan dampak negatif yang kemungkinan timbul adalah orang/ pegawai makin enggan menjadi arsiparis atau petugas pengelola arsip karena ada ancaman hukuman yang cukup berat tersebut. Salah satu contoh tindak pidana dalam bidang kearsipan adalah kasus 21 penghilangan arsip oleh salah seorang pejabat di Kabupaten Bantul dengan hukuman 1 (satu) tahun penjara. III. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan Arsiparis merupakan salah satu profesi yang belum populer di masyarakat. Namun demikian, dengan adanya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, arsiparis dituntut untuk lebih profesional lagi dalam melaksanakan tugasnya dalam pengelolaan arsip, pengelolaan informasi arsip, dan layanan arsip. Hal ini dikaitkan dengan keberadaan arsip bagi suatu negara amatlah penting karena arsip merupakan aset penting milik negara. B. Saran Untuk memberikan semangat kepada penulis secara pribadi sebagai seorang arsiparis dan kepada arsiparis lainnya, agar profesi arsiparis mendapat pengakuan di masyarakat, harus dimulai dari diri sendiri untuk lebih mencintai dan menghargai profesi yang disandang. Agar profesi arsiparis mendapat pengakuan di masyarakat, hendaknya arsiparis berusaha untuk meningkatkan: 1. Kemampuan teknis dalam pengelolaan arsip dari tahap 22 penciptaan hingga penyusutan, termasuk juga dalam hal pelayanan yang baik kepada pengguna arsip. 2. Pemahaman terhadap teori kearsipan agar bisa mengikuti perkembangan kearsipan yang sedang terjadi. 3. Kemantapan kepribadian sebagai arsiparis agar bisa memenuhi tugas dan kewajiban sebagai seorang arsiparis sesuai dengan tuntutan profesi. DAFTAR PUSTAKA Burhanudin Dwi Rokhmatun, Profesi Kearsipan, Memahami Profesi Kearsipan, Karakteristik & Syarat, Ketrampilan & Pengetahuan, Kompetensi, dan Kode Etik Arsiparis, Yogyakarta: Panduan dan Prodi Kearsipan Sekolah Vokasi UGM, 2013. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/3/M.PAN/3/2009 tentang Jabatan Fungsional Arsiparis dan Angka Kreditnya. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Arsiparis. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pustakawan. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pranata Laboratorium Pendidikan. Sulistyo Basuki, Pengantar Manajemen Arsip Dinamis, Jakarta: Gramedia, 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan “Pekerjaan, Profesi, dan P r o f e s s i o n a l ” , http://kamusbahasaindonesia.org / diakses tanggal 15 April 2014. “Sumber Daya Manusia”, http://id.wikipedia.org/wiki/ Manajemen_sumber_daya_man usia, diakses tanggal 28 April 2014. “ P r o f e s i o n a l ” , http://id.wikipedia.org/wiki/Prof esional, diakses tanggal 28 April 2014. Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Putusan Nomor. 6/Pid.Sus/2011/PN BTL, http://putusan.mahkamahagung. go.id., diakses tanggal 28 April 2014. 23 ARSIP DAN DEMOKRASI Peran Kearsipan dalam Penyelenggaraan Pemilu Musliichah1 Abstract Election is one way of realizing democracy. Elections in Indonesia still has many problems. Some of these cases complain about the list of people who have the right to contest elections, the alleged manipulation of recapitulation, and at least a track record of candidates to be selected. A related problem voter list, the recapitulation of the sound, and the track record of the candidate associated with the archive. The problem shows the population data archive management related elections and not good. Good record-keeping will make a good election. These problems need to be investigated the cause and then find a solution. Keywords: democracy, elections, archives I. 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanggal 9 April 2014 yang lalu, Indonesia telah menggelar pesta demokrasi yaitu pemilihan umum (pemilu). Agenda lima tahunan ini digelar untuk memilih para wakil rakyat yang akan menjadi bagian penting bahkan mungkin terpenting dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pesta demokrasi berikutnya digelar pada tanggal 9 Juli 2014 untuk memilih orang nomor satu dan nomor dua di Indonesia yakni Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Peristiwa besar yang rutin digelar ini ternyata masih terdapat banyak kekurangan. Setahun sebelum pesta digelar, Arsiparis Arsip UGM 24 berbagai masalah muncul, seperti tidak beresnya Daftar Pemilih Tetap (DPT). Ketidakberesan DPT ini merupakan sebuah masalah yang sangat fundamental karena menyangkut hak asasi manusia (HAM). Jika ada masyarakat yang mempunyai hak pilih tetapi tidak terdaftar maka negara telah melakukan pelanggaran HAM. Atau s e b a l i k n y a , a d a penggelembungan atau manipulasi DPT, maka ini juga merupakan kejahatan/ korupsi politik. Selain DPT ada juga kasus manipulasi penghitungan suara. Jenis pemilu sangat beragam, mulai dari pemilu legislatif, pemilu presiden dan wakil presiden, maupun pemilihan kepala daerah (pilkada) untuk memilih kepala daerah tingkat kabupaten maupun propinsi. Oleh karena itu, manajemen penyelenggaraan pemilu harus ditingkatkan kualitasnya. Penyelenggaraan pemilu di Indonesia dilakukan oleh penyelenggara pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Penyelenggaraan pemilu di negeri ini masih perlu pembenahan, masih banyak kekurangan dan pelanggaran. Diberitakan bahwa sejak Januari hingga Desember 2013, ada 577 kasus yang diadukan. Jumlah kasus pengaduan pada 2013 itu meningkat dibandingkan 2012 lalu, yang hanya 99 kasus (www.tempo.com). Melihat jumlah pelanggaran maupun kekurangan yang terjadi dalam pemilu terus meningkat, maka harus segera diperbaiki dan jangan sampai terulang kembali. Penyelenggaraan pemilu yang telah lalu serta berbagai kasus pelanggaran maupun kekurangan yang terjadi harus menjadi pembelajaran bagi penyelenggara pemilu maupun masyarakat. Penyebab kekurangan maupun pelanggaran tersebut bisa berasal dari penyelenggara pemilu atau masyarakat, atau bahkan dari kedua belah pihak. Masalah DPT yang tidak akurat dan manipulasi rekapitulasi hasil suara menarik perhatian karena kasus ini selalu berulang. Oleh karena itu perlu dikaji apakah ada kaitan antara kasus tersebut dengan kearsipan negara kita serta sejauh mana peran kearsipan dalam mendorong proses demokrasi dalam hal ini pemilu. B. Landasan Teori Arsip menurut UndangUndang (UU) No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan adalah rekaman kegiatan dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sedangkan penyelenggaraan kearsipan adalah keseluruhan kegiatan meliputi kebijakan, pembinaan kearsipan, dan pengelolaan arsip dalam suatu sistem kearsipan nasional yang didukung oleh sumber daya manusia, prasarana dan sarana, serta sumber daya lainnya. Tu j u a n p e n y e l e n g g a r a a n kearsipan diantaranya adalah menjamin keselamatan aset 25 nasional dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan, serta keamanan sebagai identitas dan jati diri bangsa. Demokrasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai: 1. bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; 2. gagasan atau pandangan hidup yangg mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Arti lain dari demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Dalam Wikipedia dijabarkan bahwa demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Demokrasi menjadi salah satu sistem politik yang paling banyak dianut oleh negara-negara di dunia. Namun demikian, implementasi demokrasi di setiap negara bisa berbeda-beda. Negara yang menganut 26 demokrasi biasanya ditandai dengan adanya partai politik, pemilu, organisasi kemasyarakatan, dan media massa. Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokratis menurut Miriam Budiardjo (2008) adalah: a. Perlindungan konstitusional; b. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak; c. Pemilihan umum yang bebas; d. K e b e b a s a n u n t u k menyatakan pendapat; e. Kebebasan untuk berserikat/ berorganisasi dan beroposisi; dan f. P e n d i d i k a n kewarganegaraan. Menurut UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggara pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis. Antara arsip dan demokrasi memiliki hubungan yang erat. Dalam deklarasi universal tentang kearsipan yang diadopsi oleh Majelis Umum Dewan Kearsipan Internasional di Oslo pada September 2010 dan disahkan dalam Sidang Umum UNESCO di Paris pada November 2011 dinyatakan bahwa arsip merupakan sumber informasi yang sah dalam mendukung kegiatan administrasi yang akuntabel dan transparan. Arsip memainkan peranan penting dalam pengembangan masyarakat dengan cara menjaga dan membantu memori individu dan kolektif. Keterbukaan akses arsip memperkaya pengetahuan mengenai masyarakat, mendorong demokrasi, melindungi hak warganegara, dan meningkatkan kualitas hidup. II. PEMBAHASAN A. Pesta Demokrasi dan Permasalahannya Demokrasi secara singkat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Hal ini artinya pemegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat dan rakyat memiliki kewenangan atau hak dalam menentukan pemerintahan. Hal ini sangat erat kaitannya dengan HAM di bidang politik. Salah satu bentuk pelanggaran HAM terkait politik adalah kekerasan yang dilakukan pemerintah terhadap hak pilih di dalam pemilu yang secara asasi dimiliki oleh setiap warga negara. Memilih yang secara konstitusional merupakan “hak” dalam praktiknya lebih diperlakukan sebagai “kewajiban” dan kewajiban itu harus disalurkan kepada organisasi politik tertentu. Kondisi ini dapat dilihat dari munculnya iklan, slogan, dan fatwa para tokoh agama dan tokoh masyarakat. Ditengarai bahwa tokoh agama dan tokoh masyarakat ini dipolitisasi karena mereka dipaksa untuk mengeluarkan fatwa bahwa memilih itu hukumnya wajib, sedangkan tidak memilih atau menjadi golongan putih (golput) itu hukumnya haram. Dampaknya terjadi peristiwa yang terbalik dari yang seharusnya, yaitu angka pemberi suara dalam pemilu yang besar merupakan akibat dari mobilisasi massa bukan partisipasi. Dalam pemilu seharusnya yang terjadi adalah partisipasi masyarakat dalam pesta demokrasi, bukan mobilisasi massa dalam pesta demokrasi. Pergeseran konsep pemilu dari partisipasi aktif menjadi mobilisasi tentu ada sebabnya. Salah satu sebab adalah apatisme 27 dan kebingungan masyarakat. Ketika masyarakat tidak lagi percaya atau bingung dalam menentukan pilihan maka yang terjadi adalah keengganan untuk menggunakan hak pilihnya. Disatu sisi, pemerintah lebih menitikberatkan kesuksesan pemilu dari kuantitas/ jumlah masyarakat yang menggunakan hak pilihnya meski kurang/ tidak berkualitas. Untuk menekan angka golput, pemerintah melakukan segala cara. Untuk meningkatkan jumlah penggunaan hak pilih diantaranya dengan mobilisasi massa. Kondisi saat ini, hubungan warga (pemilih) dengan politisi (yang dipilih) ditandai oleh lemahnya kapasitas politik kedua belah pihak. Hubungan yang lemah inilah salah satu penyebab rendahnya minat pemilih untuk memilih. Hubungan kedua pihak yang lemah ini terjadi bukan tanpa sebab. Meskipun di permukaan terlihat antusiasme pemungutan suara pada pemilu tinggi, namun penggunaan hak suara tersebut tidak diikuti kecerdasan dalam memilih. Kebanyakan pemilih tidak mengetahui bagaimana meminta akuntabilitas politisi yang mereka pilih. Para pemilih juga tidak memiliki cukup pengetahuan untuk membuat penilaian tentang politisi yang baik karena kurangnya informasi tentang 28 sistem politik baru dan track record para politisi tersebut. Artinya pemilih kurang mengenal calon-calon yang ditawarkan untuk dipilih dan kurang mengetahui visi misinya sehingga mereka tidak bisa mengambil keputusan yang tepat untuk menggunakan hak pilihnya. B. Keterbatasan Informasi Menghambat Demokrasi Pemilu bukanlah hal baru di I n d o n e s i a , w a k t u penyelenggaraan pemilu juga merupakan sesuatu yang pasti yakni tiap lima tahun sekali. Namun demikian terkesan bahwa pemerintah selalu tidak siap sebagai penyelenggara perhelatan akbar ini. Hal ini terbukti dari selalu adanya masalah/ kesalahan yang sama pada setiap pemilu. Semestinya bangsa ini, khususnya pemerintah bisa mengambil pelajaran dari kesalahan masa lalu dan berbenah untuk tidak jatuh pada lubang yang sama. Pada masa pra pemilu kita dihadapkan pada maraknya kasus DPT. Beberapa masalah terkait DPT antara lain ada penduduk yang memiliki hak pilih tidak terdaftar dalam DPT atau sebaliknya ada penduduk yang belum memiliki hak pilih terdaftar pada DPT, dan ada nama yang terdaftar dalam DPT tetapi nama/ orang tersebut tidak ada/ sudah meninggal dunia. Masalah DPT ini menjadi hal penting karena DPT memiliki posisi strategis/ kunci dalam pelaksanaan pemilu. Ditengarai pula bahwa DPT ini juga menjadi celah permainan praktik kecurangan/ korupsi dalam pemilu. Tidak beresnya DPT bisa terjadi karena dua unsur yakni unsur kesengajaan dan unsur tidak sengaja. Unsur kesengajaan terjadi pada pembuatan DPT yang memang sengaja dimanipulasi untuk kepentingan kelompok/ oknum tertentu seperti penggelembungan suara. S e d a n g k a n u n s u r ketidaksengajaan terjadi pada kesalahan pendataan dalam penyusunan DPT karena informasi/ data kependudukan yang tidak valid/ akurat. Apapun unsur yang melatarbelakangi ketidakberesan DPT, semuanya adalah hal yang melanggar HAM dan merugikan baik perseorangan, kelompok, maupun negara. Unsur ketidaksengajaan dalam kesalahan penetapan DPT sudah jelas penyebabnya yaitu informasi/ data kependudukan yang tidak akurat dan valid. Kesalahan penetapan DPT karena unsur kesengajaan (praktik kecurangan oknum tertentu) memungkinkan untuk dilakukan juga disebabkan oleh lemahnya sistem informasi kependudukan kita. Lemahnya sistem informasi kependudukan memungkikan p i h a k y a n g t i d a k bertanggungjawab untuk melakukan manipulasi data. Jika sistem informasi kependudukan kita handal maka kecurangan yang dilakukan sekecil apapun dapat segera terdeteksi dan dicegah. Bahkan dapat menutup peluang untuk dilakukan menipulasi dan kecurangan. Salah satu indikator kesuksesan pemilu diukur dari tingkat partispasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya pada pemilu. Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat (angka golput rendah) maka pemilu dianggap semakin sukses. Namun demikian, faktanya golput menjadi masalah serius dalam penyelenggaraan demokrasi di negeri ini karena angka golput cukup tinggi. Tingginya angka golput secara tidak langsung menunjukkan tingginya apatisme masyarakat pada sistem penyelenggaraan pemerintahan dan demokrasi di negara ini. Ada beberapa faktor penyebab tingginya angka golput, salah satunya adalah faktor ideologis. Masyarakat apatis terhadap penyelenggaraan demokrasi dan pilihan-pilihan yang ditawarkan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya 29 untuk menekan tingginya angka golput, semua media massa mempropaganda masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu. Namun kenyataannya, semua upaya itu tidak mampu menyelesaikan permasalahan golput. Golput menjadi sebuah trend tersendiri dalam pesta demokrasi. Diluar faktor teknis yang mengakibatkan seseorang golput (tidak terdaftar dalam DPT atau tidak adanya kesempatan untuk menyalurkan hak pilih), sebenarnya ada faktor mendasar yang lebih sulit untuk diberantas/ diobati, yakni faktor ideologis. Hal ini biasanya dipicu sikap apatisme masyarakat. Dua hal yang dapat memicu munculnya apatisme ini, yaitu buruknya sistem pemerintahan sebagai penyelenggara pemilu dan kebingungan masyarakat dalam menentukan pilihan. Meskipun sudah memiliki hak pilih dan dapat menggunakan hak pilihnya tetapi mereka tidak tahu mau diberikan kepada siapa suara mereka atau tidak tahu harus memilih yang mana. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan mereka terhadap calon-calon yang dapat mereka pilih. Mereka tidak mau dikatakan “membeli kucing dalam karung” atau memilih seseorang yang tidak jelas asalusul serta rekam jejaknya. 30 Ketidaktahuan ini membuat orang akhirnya memilih golput. Minimnya informasi tentang calon yang ditawarkan untuk dipilih disebabkan oleh tidak tersedianya data/ catatan yang akurat tentang rekam jejak/ perjalanan hidup calon tersebut. Data/ rekaman kegiatan yang paling akurat tentu saja arsip. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran dan budaya berkearsipan tingkat individu di lingkungan masyarakat masih kurang. Apabila seseorang menerapkan budaya kearsipan yang baik dalam kehidupannya baik dalam konteks pribadi maupun berorganisasi maka dia dengan mudah dapat menggambarkan siapa dirinya secara obyektif berdasarkan arsip tentang dirinya tersebut. Arsiparsip tentang dirinya dapat diolah menjadi sumber referensi untuk mempublikasikan dan mempromosikan dirinya supaya dipilih. Setelah proses pemilihan/ pencoblosan, masalah pemilu masih saja muncul. Konflik antar calon legislatif dan partai marak terjadi akibat adanya kesalahan rekapitulasi suara. Lagi-lagi muncul pertanyaan, kenapa terjadi kesalahan rekapitulasi? Jawabnya pun ada dua sebab yaitu disengaja dan tidak disengaja. Faktor ketidaksengajaan mungkin saja terjadi karena keterbatasan petugas pemilu sehingga mungkin terjadi kesalahan dalam penghitungan maupun pencatatan. Faktor kesengajaan rentan terjadi karena adanya oknum tidak bertanggungjawab yang berambisi untuk menang dengan menghalalkan segala cara. Kesalahan ini diminimalisir dengan menempatkan para saksi dari partai politik di tiap-tiap tempat penghitungan suara ( T P S ) . P a d a s a a t penyelenggaraan pemilu, dokumen terkait pemilu menjadi sesuatu yang sangat vital sehingga arsip-arsip terkait penyelenggaraan pemilu khususnya terkait DPT, kartu suara, berita acara dan rekapitulasi suara masuk dalam kategori arsip vital. Untuk itu diperlukan pengurusan/ mail handling yang tepat. Dari masalah pemilu yakni DPT, tingginya angka golput, dan manipulasi hasil suara, jika dicermati ada satu kesamaan akar penyebab yaitu informasi. Kasus DPT terjadi karena ketidakberesan dalam informasi data kependudukan. Kasus manipulasi hasil penghitungan suara pemilu karena ada permainan informasi dalam penghitungan dan atau pelaporan hasil penghitungan. Sedangkan dalam kasus tingginya angka golput ada masalah minimnya informasi tentang track record para calon terpilih. C. Arsip Mendorong Demokrasi Kasus di atas jika dikaitkan dalam konteks kearsipan maka menunjukkan adanya ketidaktertiban arsip atau budaya berkearsipan yang rendah di pemerintah dan masyarakat. Apabila arsip kependudukan tertib maka tidak akan muncul kasus DPT, apabila proses “penciptaan/ produksi” dan pengurusan/ mail handling kartu suara/ arsip pemilu sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) dan didukung dengan arsip-arsip pemilu yang akuntabel maka manipulasi hasil suara dapat diminimalkan bahkan bisa dihindari. Demikian juga apabila arsip-arsip tentang rekaman kegiatan/ biografi para politisi lengkap dan disajikan secara murni tanpa rekayasa atau penambahan opini untuk pencitraan, maka masyarakat akan memiliki informasi yang lengkap dan tepat untuk mengenal para calon yang akan mereka pilih sehingga mereka dapat menentukan pilihan dengan tepat. Dunia internasional menyepakati makna/ kedudukan arsip. Arsip merekam keputusan, tindakan, dan memori. Arsip merupakan warisan yang unik dan tidak tergantikan melintasi 31 satu generasi ke generasi berikutnya. Arsip dikelola sejak penciptaan untuk melestarikan nilai guna dan peruntukannya. Arsip merupakan sumber informasi yang sah dalam mendukung kegiatan administrasi yang akuntabel dan transparan. Arsip memainkan peran penting dalam pengembangan masyarakat dengan cara menjaga dan membantu memori individu dan kolektif. Keterbukaan akses arsip memperkaya pengetahuan kita mengenai masyarakat, mendorong demokrasi, melindungi hak warga Negara, dan meningkatkan kualitas hidup. Kata-kata mendorong demokrasi, melindungi hak warga negara, dan meningkatkan kualitas hidup sangat tepat untuk menggambarkan peran/ kedudukan arsip dalam demokrasi khususnya pemilu. Untuk mendukung hal tersebut, dunia internasional mengakui kualitas keunikan arsip sebagai bukti kegiatan administrasi, budaya, dan intelektual, serta sebagai refleksi dari evolusi masyarakat. Selain itu juga mengakui arti pentingnya arsip untuk mendukung efisiensi kegiatan, akuntabilitas dan transparansi untuk melindungi h a k w a rg a n e g a r a , u n t u k membangun memori individu dan kolektif, untuk memahami 32 masa lalu, serta untuk mendokumentasikan masa kini sebagai pedoman kegiatan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, masyarakat internasional sepakat untuk saling bekerja sama agar: - kebijakan dan peraturan perundang-undangan kearsipan nasional ditetapkan dan dilaksanakan; pengelolaan arsip dievaluasi dan dilaksanakan secara kompeten oleh seluruh lembaga, baik pemerintah maupun swasta, yang menciptakan; - menggunakan arsip dalam pelaksanaan kegiatannya; serta sumber daya yang memadai dialokasikan untuk mendukung pengelolaan arsip yang baik, termasuk mendayagunakan tenaga profesional yang terlatih; - arsip dikelola dan dilestarikan dengan cara yang dapat menjamin autentisitas, reliabilitas, integritas, dan kegunaannya; - arsip tersedia untuk diakses oleh setiap orang, dengan tetap menghormati peraturan perundang-undangan yang terkait dan hak-hak individu, pencipta, pemilik, serta pengguna; dan - arsip digunakan untuk membantu peningkatan tanggung jawab kewarganegaraan. Kesepakatan pemaknaan tentang arsip, pengakuan peran/ kedudukan arsip, serta komitmen terhadap arsip tersebut di atas telah dideklarasikan dalam Deklarasi Universal tentang Kearsipan di Oslo September 2010. D. Pengelolaan Arsip Pemilu Penyelenggaraan pemilu perlu dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagaimana diatur dalam pasal 22 E UndangUndang Dasar (UUD) 1945 dan UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Pertanggungjawaban tersebut dilaksanakan sesuai dengan asas keterbukaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 UU No. 15 Tahun 2011. Oleh karena itu, arsip/ dokumen terkait penyelenggaraan pemilu perlu diselamatkan sesuai dengan pasal 43 UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Dalam rangka penyelamatan arsip pemilu tersebut, perlu dilakukan pengelolaan arsip pemilu dengan mengakselerasikan fungsi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggaran pemilu dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sebagai p e n a n g g u n g j a w a b penyelenggara kearsipan nasional. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, KPU dan ANRI bersepakat dan berkomitmen untuk menyelamatkan arsip-arsip pemilu dengan membuat Surat Edaran Bersama antara KPU dan ANRI Nomor 05/KB/KPU TAHUN 2012 dan Nomor 2 Ta h u n 2 0 1 2 t e n t a n g Penyelamatan Arsip/ Dokumen Pemilihan Umum. Surat edaran tersebut berisi tentang kebijakan atau pedoman dalam pengelolaan arsip pemilu yang meliputi : - Kebijakan penyelamatan, - Jenis arsip pemilu dan kriteria arsip statis, - Prosedur penyelamatan arsip permanen, - Prosedur pemusnahan arsip, - Prosedur penyimpanan arsip dinamis, - Pengaksesan, - Bimbingan teknis, supervisi dan monitoring, serta - Evaluasi dan pelaporan. Menindaklanjuti surat edaran bersama tersebut serta untuk mendorong implementasi di lapangan, KPU mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Jadwal Retensi Arsip (JRA) Substantif dan Fasilitatif Non Kepegawaian dan Non Keuangan Komisi Pemilihan Umum. JRA tersebut dibahas dalam rapat pleno KPU tanggal 33 31 Januari 2013. Selanjutnya rancangan JRA tersebut telah mendapatkan persetujuan dari ANRI dengan surat No. P. J R A / 6 9 / 2 0 1 3 t a n g g a l 5 September 2013. Setelah mendapatkan persetujuan ANRI, JRA tersebut ditetapkan oleh Ketua KPU dengan Peraturan KPU No. 18 Tahun 2013 pada tanggal 23 September 2013. Peraturan KPU tentang JRA ini tidak hanya mengikat KPU sebagai penyelenggara pemilu, tetapi juga mengikat lembaga kearsipan baik tingkat nasional (ANRI) maupun lembaga kearsipan daerah baik tingkat kabupaten maupun propinsi. Dalam peraturan tersebut diatur mengenai jeni-jenis arsip pemilu, umur simpannya, nasib akhir arsip tersebut (musnah/ permanen/ dinilai kembali), serta kewenangan lembaga pengelola/ penyimpannya. Keberadaan surat edaran bersama KPU dan ANRI tahun 2012 tentang penyelamatan arsip/ dokumen pemilu dan peraturan KPU nomor 18 tahun 2013 menunjukkan komitmen pemerintah dalam menegakkan demokrasi. Dalam perspektif kearsipan, terlihat bahwa dalam upaya mendorong dan menegakkan demokrasi, arsip memiliki peran yang sangat strategis. Menyadari hal tersebut, 34 maka pemerintah dalam hal ini KPU sebagai penyelenggara pemilu serta ANRI sebagai penyelenggara kearsipan nasional, merumuskan dan melaksanakan kebijakan terkait penyelematan arsip pemilu. III. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kasus-kasus pemilu yang dikupas di atas, penyelenggaraan demokrasi tidak hanya terbatas pada arsip pemilu tetapi juga budaya kearsipan secara menyeluruh baik dalam lingkup individu maupun pemerintah. Apabila budaya berkearsipan ini dapat digalakkan dengan baik dan tertib arsip dapat diwujudkan di setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara maka permasalahanpermasalahan dalam penyelenggaraan pemilu dapat diatasi. Selain itu kualitas pesta demokrasi yang menjadi tonggak bersejarah dalam menjalankan kehidupan negara ini dapat terwujud. Dengan demikian disadari bahwa arsip memiliki peranan penting dalam m e n d o r o n g d a n menyelenggarakan demokrasi. Adanya peraturan pemerintah terkait arsip pemilu menunjukkan kesadaran, perhatian, dan komitmen pemerintah bahwa arsip itu penting dalam penyelenggaraan pemilu sehingga perlu dilakukan pengelolaan dengan baik. B. Saran Mempelajari dari catatan penyelenggaraan pemilu yang telah diselenggarakan diperlukan kesadaran dan komitmen dari semua pihak khususnya pemerintah sebagai penyelenggara pemilu dan masyarakat sebagai peserta pemilu untuk bersama-sama mengevaluasi dan melakukan pembenahan. Kasus DPT yang selalu berulang dan terkait dengan kependudukan diperlukan pendataan ulang database kependudukan oleh pemerintah/ lembaga yang berwenang dan masyarakat harus tertib melakukan pendaftaran kependudukannya. Pengawasan pada proses penciptaan arsiparsip pemilu (pencoblosan, penghitungan, dan rekapitulasi surat suara) harus dilakukan dengan sistem yang mampu menjaga otentisitas. Selanjutnya pengurusan arsip-arsip pemilu tersebut harus dilakukan dengan sistem dan pengawasan yang sangat ketat untuk menghindari kebocoran atau kehilangan arsip vital pemilu tersebut. Setelah penyelenggaraan pemilu selesai, arsip-arsip pemilu harus diselamatkan sebagai akuntabilitas penyelenggaraan pemilu, bagian dari memori kolektif bangsa sekaligus sebagai sumber referensi dalam penyelenggaraan pemilu selanjutnya, serta sebagai sumber pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang politik. Oleh karena itu, Surat Edaran Bersama antara KPU dan ANRI Nomor 05/KB/KPU Tahun 2012 dan Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyelamatan Arsip/ Dokumen Pemilihan Umum serta Peraturan KPU No. 18 Tahun 2013 tentang JRA Arsip Substantif dan Fasilitatif Non Kepegawaian dan Non Keuangan KPU perlu disosialisasikan secara gencar di lingkungan KPU maupun masyarakat luas supaya dapat diimplementasikan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Jadwal Retensi Arsip Substantif dan Fasilitatif Non Kepegawaian dan Non Keuangan Komisi Pemilihan Umum. Surat Edaran Bersama KPU dan ANRI Nomor 05/KB/KPU TAHUN 2012 dan Nomor 2 Ta h u n 2 0 1 2 t e n t a n g 35 Penyelamatan Arsip/ Dokumen Pemilihan Umum. http://id.wikipedia.org/wiki/Demokr asi diakses tanggal 2 Juli 2014 Miriam, Budiardjo, “Dasar-Dasar Ilmu Politik”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008. http://kbbi.web.id/demokrasi diakses tanggal 2 Juli 2014 UGM, 1998, Demokratisasi Politik: Sumbangan Pikiran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: Kanisius. 36 http://pemilu.tempo.co/read/news/20 13/12/19/269538826/Pengaduan -Kecurangan-Pemilu-ke-DKPPMeningkat diakses tanggal 2 Juli 2014 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 TELISIK WAHANA PENGABDIAN MANGUNAN GIRIREJO: Sejarah dan Perkembangannya Zaenudin1 Perguruan Tinggi dan Tridharmanya Salah satu tugas pokok negara sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Wujud pelaksanaan tugas tersebut adalah negara membentuk satuan-satuan pendidikan secara berjenjang. Salah satunya adalah satuan pendidikan tinggi yang merupakan satuan pendidikan lanjutan dari satuan pendidikan menengah atau lanjutan (SMU/SMA/SLTA). Perguruan tinggi sebagai satuan pendidikan tertinggi memikul amanah pendidikan yang biasa disebut dengan istilah tridharma perguruan tinggi. Kata tridharma berasal dari kata “tri” yang berarti tiga dan “dharma” yang berarti kewajiban. Sehingga tridharma perguruan tinggi diartikan sebagai tiga kewajiban lembaga perguruan tinggi. Ketiga tugas perguruan tinggi adalah dharma pendidikan/ pengajaran, dharma penelitian, dan dharma pengabdian p a d a m a s y a r a k a t (www.kamus.ugm.ac.id/jowo.php.) 1 Arsiparis Arsip UGM 50 Proyek Mangunan Girirejo dan Pengabdian Masyarakat Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi juga memikul tiga dharma tersebut. Salah satu dharmanya adalah dharma pengabdian pada masyarakat, dimana untuk melaksanakan kegiatan pengabdian, perguruan tinggi tersebut biasanya dibentuk unit atau lembaga pengabdian masyarakat. UGM juga membentuk lembaga tersebut, yaitu pada tanggal 26 Januari 1960 dengan nama Persatuan Seksi-Seksi Pembangunan Masyarakat (PSPM) UGM, melalui Surat Keputusan Presiden UGM No. 225/SN/I/1960. PSPM UGM didirikan dengan tujuan supaya UGM dapat mengabdikan secara langsung kepada masyarakat hasil-hasil ilmu pengetahuan dan penelitian yang dibina dan ditumbuhkembangkan untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur berdasar Pancasila. Sementara itu tugas PSPM UGM adalah melaksanakan kegiatan pengabdian serta mengkoordinir kegiatan pengabdian pada masyarakat dari fakultas dan badan perlengkapan lain di lingkungan UGM. Adapun sasaran PSPM UGM adalah membantu usaha pembangunan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Salah satu bentuk pelaksanaan dharma pengabdian sebagaimana tercantum dalam tujuan, tugas, dan sasaran di atas, PSPM UGM membentuk daerah binaan. Daerah binaan tersebut ada yang bersifat tidak tetap dan ada yang bersifat tetap. Daerah binaan tidak tetap yang dikelola PSPM UGM tersebar di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Propinsi Jawa Tengah. Sementara daerah binaan tetap yang dikelola PSPM UGM berlokasi di Desa Mangunan dan Desa Girirejo, wilayah Kabupaten Bantul. Sejarah Wahana Pengabdian Mangunan Girirejo Mangunan Girirejo adalah area yang dikelola UGM untuk wahana pembangunan dan pengabdian kepada masyarakat. Area seluas kurang lebih 157 hektar tersebut terletak di dua desa, yaitu: Desa Mangunan Kecamatan Dlingo dan Desa Girirejo Kecamatan Imogiri. Keduanya masuk wilayah Kabupaten Bantul. Secara topografis, lahan di kawasan ini mempunyai ketinggian 70 – 290 m di atas permukaan air laut. Kawasan ini terdiri atas dua igir (pematang yang cekung dan runcing) dengan lembah sempit di bagian tengah yang membujur dari barat ke timur. Panjang lahan kurang lebih 2,25 km dan lebar lahan berkisar antara 0,5 – 1 km. Secara hidro topografis kawasan ini membentuk sebuah catchment area dengan pelepasan air melalui Sungai Sili. Tonggak awal proyek Mangunan Girirejo dimulai dari didirikannya PSPM UGM pada tanggal 1 Januari 1960. Lembaga tersebut dibentuk dengan maksud agar UGM dapat turut serta menyumbangkan dharma baktinya dalam melaksanakan pembangunan semesta masyarakat dengan jalan membaktikan hasil ilmiahnya baik bagi pembangunan masyarakat sendiri maupun yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat bersama-sama. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, PSPM UGM mengadakan pembinaan masyarakat di Desa Mangunan dan Girirejo. Di wilayah kedua desa tersebut terdapat tanah milik Sultan Mataram turun temurun seluas 120 hektar, dimana tanah tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tiga tahun sebelumnya, Fakultas Pertanian dan Fakultas Kehutanan UGM bermaksud mendirikan laboratorium lapangan untuk tujuan pendidikan dan praktek bagi 51 mahasiswa. Tempat yang dipilih dan direncanakan adalah Mangunan Girirejo. Dua fakultas tersebut segera menghubungi pemerintah daerah, Dinas Agraria, serta masyarakat setempat, dan semua pihak menyetujui rencana itu, namun karena tidak ada dana akhirnya pendirian laboratorium tersebut tidak dapat dilaksanakan. Pada tahun 1960, ada tawaran kerjasama dari Departemen Transkopemada, agar PSPM UGM menyelenggarakan pilot project pembangunan masyarakat desa di wilayah Gunungkidul. Mula-mula PSPM UGM ragu-ragu menerima tawaran karena belum mempunyai daerah kerja yang tetap. Namun pada akhirnya, tawaran tersebut jadi dilaksanakan setelah disepakati tersedianya lokasi proyek yaitu tanah milik sultan seluas 120 hektar di wilayah Desa Mangunan dan Desa Girirejo. Setelah lokasi proyek tersedia maka pada tanggal 16 Desember 1960 dilaksanakan penandatanganan naskah kerjasama antara Departemen Transkopemada yang diwakili Bapak Achmadi dan UGM yang diwakili oleh Prof. Dr. M. Sardjito selaku rektor. Menurut perjanjian tersebut kerjasama dilaksanakan dalam jangka lima tahun dan dapat diperpanjang. UGM menunjuk PSPM UGM sebagai pelaksana proyek. 52 Ditengah perjalanan muncul kendala bahwa lahan yang ada tidak mencukupi. Usaha-usaha penambahan lahan segera diupayakan dengan jalan membeli tanah milik penduduk di sekitar lokasi sehingga ada penambahan lahan sekitar 37 hektar. Pembelian tanah dengan jalan pemberian ganti rugi tanah penduduk yang sumber dananya berasal dari D e p a r t e m e n Tr a n s k o p e m e d a . Penambahan lahan tersebut menjadikan luas lokasi proyek Mangunan Girirejo seluruhnya menjadi 157 hektar. Berbagai perizinan yang diperlukan segera diurus, seperti: izin dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Kehutanan, Dinas Agraria, Pemerintah Propinsi DIY, serta penduduk setempat. Pada akhirnya keluarlah sertifikat tanah tersebut atas nama Universitas Gadjah Mada c.q. PSPM UGM dengan status hak pakai. (SK Kepala daerah DIY No. 3/1967, tanggal 7 Januari 1967). Rencana awal setelah penandatanganan naskah kerjasama pada Desember 1960, kegiatan proyek pembinaan akan dimulai pada tahun 1961. Karena berbagai kesulitan terutama masalah dana, maka kegiatan proyek pembangunan masyarakat di Mangunan Girirejo baru dapat dilaksanakan pada tahun 1962. Sampai dengan tanggal 17 November 1990, Kepala Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) UGM bersama lima kepala pusat yang ada di bawah LPM memutuskan untuk mengubah nama “Proyek Mangunan G i r i r e j o ” m e n j a d i “ Wa h a n a Pengabdian Tridharma Mangunan Girirejo LPM UGM”. Perkembangan Wahana Pengabdian Mangunan Girirejo Perkembangan proyek Mangunan Girirejo selanjutnya sangat dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor pertama adalah perkembangan kelembagaan dari PSPM UGM yang menaungi proyek tersebut. Faktor kedua adalah dana, ada tidaknya dana atau siapa yang menjadi penyandang dananya, juga mempengaruhi perkembangan proyek atau wahana pengabdian ini. Perkembangan wahana Mangunan Girirejo selanjutnya akan diuraikan berdasar perkembangan kedua hal tersebut. Pengelolaan Mangunan Girirejo di Bawah PSPM UGM (1960 – 1967) Sebagaimana disinggung dalam tulisan sebelumnya, proyek Mangunan Girirejo diawali dari pembentukan PSPM UGM pada tanggal 26 Januari 1960 melaui SK Presiden UGM No. 225/SN/I/1960. Menjelang akhir tahun 1960, tepatnya tanggal 16 Desember 1960 diadakanlah kerjasama antara 53 Departemen Transkopemada dengan UGM untuk menyelenggarakan proyek penelitian/ percobaan dan percontohan pembangunan masyarakat desa di Mangunan Girirejo. Tugas tersebut oleh UGM dibebankan kepada PSPM UGM. Semula kegiatan direncanakan dilaksanakan pada tahun 1961, namun karena ada kesulitan dalam pencarian dana proyek baru dapat dilaksanakan pada tahun 1962. Kegiatan-kegiatan telah mulai dilaksanakan, mulai dari membuka poliklinik, membangun rumah peternakan, gudang bibit, menggaduhkan kambing, memperbaiki jalan, membuat saluran air, pembrantasan tikus, kursus kader koperasi, serta mengadakan percobaan/penelitian jenis tanaman dan obat-obatan. Pada November 1960 Menteri Koperasi mengadakan kunjungan ke Mangunan Girirejo untuk menyaksikan perkembangan dan memberi amanah kepada segenap masyarakat. Disamping itu pengelola proyek juga mengadakan pameran di Bantul dan Sleman serta mengadakan pemutaran film di Imogiri. Kegiatankegiatan proyek tersebut sempat terhenti, karena pada tahun 1965 D e p a r t e m e n Tr a n s k o p e m a d a dihapuskan, sehingga pelaksanaan perjanjian terhenti pula. Keadaan tanpa dana ini berlangsung hingga tahun 1967. 54 Pengelolaan Mangunan Girirejo di Bawah Biro Pengabdian Masyarakat (Bipemas) UGM (1968 – 1974) Pada tahun 1968, nama PSPM diganti dengan Bipemas, melalui SK Presidium UGM No. 12 a Tahun 1968. Menurut SK tersebut Bipemas merupakan badan perlengkapan UGM yang mempunyai kegiatan khusus dalam rangka tridharma perguruan tinggi. Bipemas berkedudukan sederajat dengan fakultas atau badan perlengkapan UGM lainnya dan langsung bertanggung jawab kepada rektor. Perubahan ini membawa konsekuensi perubahan pada struktur organisasi proyek Mangunan Girirejo. Dahulu proyek tersebut ditangani langsung oleh PSPM, namun sejak terbitnya SK di atas proyek Mangunan Girirejo diserahkan kepada tim yang diketuai o l e h I r. R . M . Te d j o j u w o n o Notohadiprawiro. Kelanjutan kegiatan-kegiatan proyek tersebut sempat terhenti karena kekurangan dana. Langkah selanjutnya adalah tim menyusun Term of Reference (TOR) yang diajukan kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Usaha ini membuahkan hasil karena sejak triwulan terakhir tahun 1968 proyek Mangunan Girirejo dapat berjalan lagi setelah mendapat bantuan dana dari Ditjen Dikti. Kucuran dana tersebut berlangsung sampai dengan tahun 1975. Mangunan Girirejo di Bawah Lembaga Pengembangan Masyarakat (LPM) UGM (1974 – 1980) Perkembangan proyek Mangunan selanjutnya juga dipengaruhi oleh lembaga yang menaunginya. Pada tahun 1974 Rektor UGM mengeluarkan SK No. 20 tahun 1974 tentang Pembentukan Lembaga Pengembangan Masyarakat (LPM) UGM. Dari sisi status dan kedudukan antara Bipemas dan LPM tidak ada bedanya, hanya saja ruang lingkup kerja LPM makin jelas. Ruang lingkup kerja tersebut meliputi: melaksanakan proyekproyek pengembangan masyarakat yang bersifat suplementer (mengisi yang belum diisi pemerintah), atau yang bersifat komplementer (ikut serta bersama pemerintah, atau yang bersifat perintisan (mencoba caracara yang baru atau memperbaiki cara yang lama) yang biasanya didahului dengan survei. Konsekuensi dari pemberlakuan SK tersebut, nama Bipemas diganti dengan LPM. Pada periode ini, tepatnya pada tahun 1976, proyek Mangunan Girirejo mendapat dana dari DIP Pelita UGM, sehingga kegiatannya dapat terus berjalan disamping dari anggaran belanja UGM sendiri sebagaimana ketentuan SK diatas. Mangunan Girirejo di Bawah Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) UGM (1980 – 2000) Pada tahun 1980, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1980 tentang PokokPokok Organisasi Universitas/ Institut Negeri. Dalam PP tersebut tidak lagi dikenal nama Lembaga Pengembangan Masyarakat, tetapi diganti dengan nama Lembaga Pengabdian pada Masyarakat. Nama baru tersebut sering disingkat menjadi 55 LPM. Secara singkatan nama baru dan lama tidak berbeda, namun terminologi yang digunakan berbeda, yang lama memakai terminologi pengembangan sedangkan yang baru menggunakan terminologi pengabdian. Dibandingkan dengan periode perkembangan sebelumnya, periode ini termasuk yang paling panjang masanya, dengan demikian perkembangan pada masa ini juga relatif lebih banyak. Pada masa-masa awal periode ini tepatnya pada tahun 1983-1984, proyek Mangunan Girirejo tidak lagi mendapat dana DIP Pelita. Untuk kelangsungan kegiatan, ketua LPM UGM mengalihkan dana pengembangan tanaman Legume ke proyek Mangunan Girirejo. Baru pada tahun anggaran 1985/1986 proyek tersebut kembali mendapat dana DIP pelita, walaupun hanya satu tahun. Program pengencangan ikat pinggang yang digulirkan pemerintah pada tahun anggaran 1986/1987 sampai tahun 1989/1990 membuat proyek Mangunan Girirejo terancam. Akibat program tersebut semua proyek pengembangan masyarakat yang berada di bawah koordinasi LPM UGM, termasuk proyek Mangunan Girirejo dihapuskan. Baru pada tahun anggaran 1990/1991, proyek Mangunan menggeliat lagi setelah mendapat alokasi dana rutin 56 dari dana DPP/SPP UGM. Pada periode ini pula terjadi perubahan nama, dari “Proyek Mangunan G i r i r e j o ” m e n j a d i “ Wa h a n a Pengabdian Tridharma Mangunan Girirejo LPM UGM”. Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat pimpinan LPM UGM dengan lima kepala pusat yang berada di bawah LPM. `Periode ini juga ditandai dengan berubahnya beberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN), salah satunya UGM. Kebijakan baru ini memungkinkan perguruan tinggi yang berubah menjadi PT BHMN mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri, termasuk dalam hal penataan organisasi dan kelembagaannya. Pengaturan kelembagaan yang dilakukan oleh UGM salah satunya adalah menggabungkan Lembaga Penelitian dan Lembaga Pengabdian pada Masyarakat menjadi Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM). Penggabungan tersebut didasarkan pada SK Rektor No. 47/P/SK/HT/2006. Pengelolaan Mangunan Girirejo di Bawah PT Gama Multi Usaha Mandiri (PT. GMUM UGM) (2000 – sekarang) Sejak tanggal 5 September 2000, pengelolaan Wahana Pengabdian Tridharma Mangunan Girirejo diserahterimakan dari LPM UGM kepada PT. GMUM. Penyerahan itu didasarkan pada Surat Keputusan R e k t o r U G M N o . 4357/JO.1/LK.05.01/2000. Perubahan pengelola berakibat pula pada perubahan nama, dari “Wahana Pengabdian Tridharma Mangunan Girirejo LPM UGM” menjadi “Gama Giri Mandiri”. Kebijakan tersebut berpengaruh pada perubahan fokus tujuan atau sasaran. Pada saat berada di bawah LPM, pengelolaan lahan Mangunan Girirejo difokuskan pada aktifitas sosial, penelitian dan pemberdayaan masyarakat. Setelah berada di bawah PT. GMUM, tujuan yang akan dicapai Gama Giri Mandiri adalah optimalisasi pemanfaatan aset UGM untuk mendukung terwujudnya otonomi kampus. P T. G M U M b e r u s a h a mewujudkan amanah tersebut dengan melakukan beberapa aktifitas berbasis agribisnis diantaranya penyulingan minyak kayu putih, pengembangan bumi perkemahan, pengembangan arena wisata, pembibitan tanaman hias, peternakan ayam potong, pembuatan pakan ternak dan pupuk, serta kerajinan. Berbagai fasilitas juga diadakan seperti pendopo, rumah peristirahatan, dan sarana MCK (mandi, cuci, kakus). Bahkan PT. GMUM juga sudah memasang tarif biaya dan melakukan publikasi atau promosi. Sumber: 1. LPM UGM, Konsep Sejarah P e r k e m b a n g a n Wa h a n a Pengabdian Tri Dharma Mangunan Girirejo LPM UGM: 1992. 57 ( K h a z a n a h AS/IP.TG.00/15C) A r s i p 2. Tim Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna LPM UGM, Penanganan SumberS u m b e r A i r d i Wi l a y a h Mangunan Girejo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi DIY: 1998. (Khazanah Arsip AS3/OA.PY.03/75) 3. Laporan Tahunan UGM Tahun Pengajaran 1960/1961. ( K h a z a n a h A r s i p AS/OA.LR.02/10) 4. Laporan Tahunan UGM Tahun Pengajaran 1962/1963. ( K h a z a n a h A r s i p AS/OA.LR.02/13) P o k o k O rg a n i s a s i Universitas/Institut Negeri ( K h a z a n a h A r s i p AS/SC.PM/1.16) 8. SK Rektor UGM No. 20 tahun 1974 tentang Pembentukan Lembaga Pengembangan Masyarakat UGM (Khazanah Arsip AS/OA.SK.05/41) 9. SK Presidium UGM No. 12 a T a h u n 1 9 6 8 T E N TA N G Pembentukan Biro Pengabdian Masyarakat UGM (Khazanah Arsip AS/OA.AK.05/68.10) 10. SK Rektor No. 47/P/SK/HT/2006 tentang Pembentukan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UGM ( K h a z a n a h A r s i p AS/OA.AK.05/06.31) 5. Laporan Tahunan UGM Tahun Pengajaran 1964/1965. ( K h a z a n a h A r s i p AS/OA.LR.02/11) 11. www.gamamulti.com/gama-girimandiri 6. Leaflet Gama Giri Mandiri (Khazanah Arsip AS5/IP.LU/3) 12. www.lppmugm.ac.id/profillppm-ugm/ 7. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1980 tentang Pokok- 13. www.kamus.ugm.ac.id/jowo.php 58 RESENSI BUKU KEARSIPAN DAN SERPIHAN SEJARAH UGM 1 Ahmad Salam Judul : Teori, Praktik Kearsipan, dan Serpihan Sejarah UGM. Sepuluh Tahun Kiprah Arsip UGM Editor : Machmoed Effendhie dan Zaenudin Cetakan : Ke-2 Penerbit : Arsip Universitas Gadjah Mada Tahun : 2014 Halaman : xxii + 532 ISBN : 978-602-71316-0-6 Ada sesuatu yang istimewa di Ulang Tahun ke-10 Arsip Universitas Gadjah Mada (UGM). Sesuatu itu adalah peluncuran sebuah buku hasil karya arsiparis, pengelola arsip dan pemerhati kearsipan di lingkungan UGM. Buku yang di-launching tanggal 11 September 2014 di ruang Seminar Perpustakaan UGM lantai 2 tersebut diberi judul “Teori, Praktik Kearsipan, dan Serpihan Sejarah UGM : Sepuluh Tahun Kiprah Arsip UGM”. Buku ini pada prinsipnya merupakan “daur ulang” dari tulisantulisan yang sebagian besar pernah dimuat di Buletin Khazanah, sebuah penerbitan yang dikelola Arsip UGM. 1 Seluruhnya berjumlah lima puluh tiga judul. Tiga puluh lima judul diambil dari kolom “opini” sementara delapan belas judul diambil dari kolom “telisik” dari buletin tersebut. Topiktopik tersebut dikelompokkan menjadi 4 bab yang didahului oleh persembahan, sesanggeman marang guru, pengantar editor, serta ditutup dengan keterangan naskah dan keterangan penulis. Bab I menghimpun topik-topik yang berisi tentang Teori dan Praktik Kearsipan. Bab ini tersusun dari 10 judul. Di antara topik pada bab ini adalah tulisan Machmoed Effendhie bertitel “Ilmu dan Pendidikan Kearsipan: Sebuah Pengantar”. Arsip, Mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam, UIN Sunan Kalijaga 59 kearsipan, ilmu kearsipan, dan pendidikan kearsipan, yang oleh sebagian orang dianggap “useless and underestimated”, ternyata usianya sudah cukup tua. Praktikpraktik kearsipan sebenarnya sudah dilakukan oleh bangsa-bangsa Mesir dan Mesopotamia. Pada abad ke-16, Ilmu Kearsipan memasuki fase yang oleh Bruno Delmas disebut “Fase Pertama Evolusi Ilmu Kearsipan”, atau meminjam istilah Robert Henri Bautier “Fase Krusial dari Ilmu Kearsipan”. Akhir abad ke-20 dan memasuki abad ke-21 telah lahir cabang ilmu kearsipan Empirical Archival Science dan Normative Archival Science. Kearsipan sebagai ilmu bantu Paleografi, Diplomatika, dan Sejarah lahir pada abad ke-19 dan Pendidikan formal kearsipan pertama lahir pada awal abad ke-20. Satu topik lagi yang masuk dalam bab I adalah tulisan Herman Setyawan berjudul “Preservasi Material Fotografi”. Dalam konteks kearsipan, foto dokumenter merupakan perekaman peristiwa sejarah atau sebagai media ekspresi seni atau sebagai arsip kehidupan sosial dan keluarga dalam bentuk visual. Pelestarian merupakan kegiatan yang harus dilakukan untuk mempertahankan arsip foto baik dari sisi teknis dan intelektual, melalui pengendalian lingkungan, keamanan, penciptaan, penyimpanan, penanganan, dan perencanaan 60 terhadap terjadinya bencana. Bab II memaparkan kajian-kajian terkait Profesi, Peran, dan Kesadaran Kearsipan. Kesadaran Kearsipan perlu digalakkan demi kemajuan bangsa dan negara serta menjaga keutuhan NKRI. Peran arsip dalam mendukung kemajuan tersebut digambarkan oleh Musliichah dalam tulisan yang berjudul “Arsip: Pendeteksi dan Pencegah Korupsi”. Dalam karyanya tersebut ia mengatakan bahwa kejahatan korupsi adalah kejahatan yang sistematis, karena korupsi dilakukan oleh mereka yang memiliki pengetahuan cukup, berpendidikan di atas rata-rata, menguasai informasi yang besar, dan jaringan yang rapi. Arsip sebagai sumber informasi memiliki peran strategis dalam upaya pemberantasan (pembuktian dan pencegahan) korupsi. Oleh karena itu, perlu digalakkan budaya sadar arsip dan budaya tertib arsip untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa bebas korupsi. Selain topik di atas tulisan Zaenudin juga menarik untuk dikedepankan. Dengan judul tulisan “Membangun Budaya Sadar Arsip Demi Menjaga Keutuhan NKRI”, ia mengatakan bahwa arsip adalah aset bangsa yang sangat penting dan tak tergantikan karena di dalamnya terekam data seluruh aspek keutuhan NKRI. Arsip akan menjadi bukti jika aspek-aspek tersebut dipersoalkan pihak lain. Arsip juga akan menjadi pusat memori dan sumber referensi bagi generasi mendatang untuk mengawal keutuhan NKRI. Dengan demikian, budaya sadar arsip merupakan kunci dalam menjaga dan mengawal keutuhan NKRI. Dalam Bab III disajikan kajiankajian tentang praktik kearsiapan di lingkungan lembaga perguruan tinggi, khususnya pengalamanpengalaman yang terjadi di UGM. Melihat begitu pentingnya arsip sebagai hasil dari sebuah proses kegiatan, patut kiranya penataan arsip diefektifkan lagi. Untuk mewujudkan tertib arsip, upaya pembinaan kearsipan sangat dibutuhkan. Arsip UGM sudah mulai berbenah, ini dibuktikan dengan sudah efektifnya penemuan kembali arsip inaktif. Tulisan Fitria Agustina yang berjudul “Efektifitas Pengelolaan Arsip Dinamis Inaktif di Arsip UGM” membuktikan hal itu. Tolok ukur keefektifan dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama, dari segi kecepatan penemuan kembali arsip inaktif yang mencapai nilai 3,20 yang berarti sangat efektif. Walaupun waktu penemuan kembali arsip masih ada yang lebih dari satu hari bahkan sampai satu minggu. Dalam hal ketepatan pelayanan arsip diperoleh nilai 2,70 yang berarti efektif juga. Dari hasil penggabungan kecepatan dan ketepatan arsip diperoleh angka 2,95 yang menunjukkan bahwa pengelolaan arsip inaktif di Arsip UGM sudah efektif. Kedua, Arsip UGM sudah melaksanakan kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pengamanan arsip. Akan tetapi, masih bersifat sederhana karena adanya kendala dalam hal panduan, peralatan, ruang, dan dana. Efektivitas pengelolaan arsip inaktif di Arsip UGM yang dilihat dari dua indikator tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama, sumber daya manusia; kedua, faktor sistem pengelolaan arsip; dan ketiga, faktor sarana prasarana kearsipan. Sementara pentingnya pendampingan atau pembinaan kearsipan dibahas juga pada bab ini. Dalam tulisan yang berjudul “Pendampingan dan Pengembangan Records Center Unit Kerja sebagai Upaya Pembinaan Kearsipan di Lingkungan UGM, Kurniatun menyatakan bahwa pendampingan dan pengembangan pengelolaan arsip masih sangat dibutuhkan, sebab kendala yang dihadapi setiap unit kerja dalam membangun Records Center adalah masalah diseputar SDM, infrastruktur, dan sistem kearsipan yang belum seragam. Selanjutnya Bab IV buku ini mencoba menawarkan rekonstruksi sejarah UGM menggunakan sumber primer yaitu arsip. Dalam ilmu sejarah arsip adalah sumber yang paling peting sebab dalam arsip tersebut peradaban UGM terukir. 61 Sejarah UGM mulai direkontruksi lewat beberapa tulisan dalam buku tersebut seperti yang dipaparkan di bawah ini. Anna Riasmiati menulis tentang sejarah singkat BPA (Balai Pembinaan Administrasi) UGM. Pendirian BPA bermula dari gagasan 4 pihak yaitu: Kementerian Dalam Negeri, Fakultas Sospol UGM, K e p a l a D a e r a h D I Y, d a n International Coorporation Administration (ICA). Gagasan para pihak tersebut bertujuan untuk mendapatkan tenaga-tenaga ahli yang dapat digunakan sebagai penyelenggara pemerintahan. Akhirnya lahirlah Public Administration Program (PAP). Pada 19 April 1960 berdasar Peraturan Senat UGM No. 3 terbentuklah Balai Latihan dan Penyelidikan Tata Usaha Pembangunan Lembaga-lembaga Masyarakat dan Negara (BLPTUPLMN). Dengan lahirnya lembaga baru ini maka PAP dilikuidasi. Setelah berjalan 16 bulan, dirasakan perlunya mengganti nama lembaga yang terlalu panjang. Akhirnya lahirlah nama Balai Pembinaan Administrasi (BPA) menggantikan BLPTUPLMN berdasar Keputusan Rapat Senat 23 Agustus 1961. Sejak berdiri hingga 31 Agustus 1961, BPA berkantor di Bulaksumur Blok H/6, kemudian per 1 September 1961 BPA menempati gedung sendiri di Sekip. Heri Santoso membedah tentang 62 pembangunan Wisma Kagama. Sejarah Kagama dimulai saat konggres I alumni UGM tanggal 18 Desember 1958. Dari konggres tersebut dibentuklah wadah alumni yang diberi nama Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama). Seiring perjalanan Kagama mulai dirasakan pentingnya membangun tempat berkumpul para alumni. Akhirnya pada Munas Kagama III tanggal 5 – 7 Januari 1977 di Surabaya diputuskan pembangunan Wisma Kagama yang akan dilaksanakan 3 tahap. Pembangunan itu berdasar khazanah arsip-arsip Kagama. Pembangunan tahap I dilaksanakan tahun1978 dan berakhir tahun 1979 berupa 5 buah Joglo berukuran 7x7 m. Tahap II dilaksanakan 2 Mei 1987 berupa pembangunan Pendopo berukuran 24x36 m. Pembangunan tahap III dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 1988 berupa guest house berlantai 2 yang berlokasi di sebelah utara membujur dari barat sampai timur. Serpihan sejarah UGM yang lain dipaparkan oleh Ully Isnaeni Effendi dengan judul Pedagang Kaki Lima di UGM. Dalam tulisannya, ia memaparkan usaha-usaha UGM mengelola sektor ini (PKL) dari periode 1980-an sampai dengan 1990-an. Pada 12 Januari 1987, UGM telah membuat los dan menempatkan PKL di tikungan sebelah utara SMP Negeri 2 IKIP. Pada 25 April 1987 UGM meresmikan lapak PKL di depan RS. Sardjito. Selanjutnya pada 14 Januari 1989 dilakukan penyerahan SK Rektor UGM untuk PKL yang bertempat di University Club. Pada kurun 1990-an, UGM juga berkali menertibkan PKL bekerjasama dengan Pemda Sleman maupun RSUP Dr. Sardjito. Tulisan terkait serpihan sejarah pengabdian UGM diuraikan pula oleh Isti Maryatun. Ia memaparkan tentang proyek pembangunan air minum di lereng Merapi. Air adalah kebutuhan yang sangat pokok dalam kehidupan. Namun tidak semua daerah dapat dengan mudah mendapat air. Salah satunya daerah di sekitar Gunung Merapi tepatnya daerah Cangkringan, Pakem, dan Turi di Kabupaten Sleman. Untuk itu Biro Pengabdian Masyarakat UGM bekerjasama dengan Pemda Sleman dan World University Service (WUS) bekerja sama membuat proyek instalasi air bersih dari mata air Bebeng pada tahun 1965. Hasilnya, delapan tahun kemudian tepatnya 1973 air tuk Bebeng berhasil dialirkan ke Desa Kepuharjo, Glagaharjo dan Umbulharjo Kecamatan Cangkringan sehingga kebutuhan dan kehidupan masyarakat 3 desa itu bertambah baik. Sementara Proyek Saluran Air Minum Turgo Kecamatan Pakem dan N g a n d o n g K e c a m a t a n Tu r i dilaksanakan pada tahun 1970 dan diserahterimakan pada 1971. Sebagaimana disinggung editor, waktu yang dimiliki penyusun buku hanya seminggu sebelum masuk cetak. Dengan kerja keras dan kerja sama yang baik akhirnya jadilah buku ini, untuk itu kehadirannya patut diapresiasi. Menghimpun tulisan yang topiknya beragam bukanlah p e k e r j a a n m u d a h . Wa l a u p u n prosesnya terburu-buru, secara sistematika buku ini cukup baik.Topik-topik terkait kajian teori, praktek dan hal ikhwal tentang kearsipan dikelompokkan dalam bab I sampai bab III. Sementara bab IV khusus diperuntukkan bagi topiktopik terkait kajian khazanah arsip atau penelitian sumber arsip untuk merangkai serpihan-serpihan sejarah UGM. Buku yang lahir dalam rangka memperingati dies arsip UGM ke-10 atau Peringatan Lustrum II ini terasa sangat emosional karena bersamaan dengan momentum pergantian Kepala Arsip. Begitu melihat, pembaca langsung menangkap nuansa itu. Sampul buku ini menampilkan foto keluarga besar arsip, begitu dibuka maka akan dijumpai halaman persembahan yang menunjukkan kuatnya ikatan kekeluargaan. Bahkan ada halaman khusus berisi persembahan berupa sebait lagu Jawa yang diperuntukkan bagi pimpinan arsip yang sudah dianggap para staf sebagai guru. Jika di waktu yang akan datang 63 buku akan dicetak dalam jumlah banyak dan diedarkan secara luas, s e b a i k n y a u n s u r- u n s u r y a n g menunjukkan eksklusifitas di atas perlu diganti dengan hal-hal yang sifatnya lebih umum. Kecuali dari itu perbaikan-perbaikan yang terkait dengan teknis penulisan dan tata letak juga perlu dilakukan. Di sana sini masih dijumpai batas kanan dan kiri yang tidak konsisten. Salah ketik, 64 penulisan tebal dan miring juga perlu diedit lagi. Disamping itu, penulisan daftar pustaka juga perlu seragamkan, termasuk beberapa nama penulis yang belum tercantum di bawah judul perlu disisipkan dan diseragamkan bentuk dan letaknya. Arsip dan kearsipan di UGM harus terus ditingkatkan supaya kita tidak pernah lagi kehilangan serpihan sejarah universitas kebanggaan. BERITA Kunjungan di Arsip UGM 1. Staf kearsipan Otoritas Batam melakukan kunjungan ke Arsip UGM pada tanggal 8 September 2014. 2. Seratus peserta Workshop Implementasi Pembentukan Lembaga Kearsipan Perguruan Tinggi Negeri dan Kopertis Regional II yang diselenggarakan oleh Dirjen Dikti Kemdikbud RI melakukan kunjungan ke Arsip UGM pada tanggal 3 Oktober 2014. Kunjungan sebagai rangkaian kegiatan workshop kearsipan yang diikuti oleh unsur pimpinan dan petugas kearsipan dari PTN dan Kopertis Regional II. 3. Dua puluh orang peserta Diklatpim IV Kemdikbud RI melakukan studi banding ke Arsip UGM pada tanggal 19 September 2014. Peserta merupakan pejabat struktural di lingkungan Kemdikbud yang tersebar di perguruan tinggi di Indonesia yang sebelumnya mengikuti Diklatpim IV di Pusbangtendik Kemdikbud Sawangan. 4. L i m a p u l u h l i m a o r a n g mahasiswa kearsipan UNDIP melakukan kunjungan ke Arsip UGM pada tanggal 25 September 2014. 5. Tujuh puluh orang petugas kearsipan dan pustakawan F a k u l t a s Te k n i k U N D I P melakukan studi banding ke Arsip UGM pada tanggal 17 Oktober 2014. Studi banding ini sebagai rangkaian dari Pelatihan Manajemen Arsip Dinamis yang diselenggarakan selama 2 hari di Yogyakarta. Lustrum ke-2 Arsip UGM Dalam rangka Lustrum ke-2 Arsip UGM menyelenggarakan berbagai kegiatan, diantaranya: 1. Seremonial peringatan Lustrum ke-2 Arsip UGM pada tanggal 11 September 2014. 2. Launching dan bedah buku “Teori, Praktik Kearsipan, dan Serpihan Sejarah UGM” sebuah kumpulan karya keluarga besar Arsip UGM, pada tanggal 11 September 2014. 3. Pameran kearsipan dalam acara “Kelas Inspirasi” di Museum P e n d i d i k a n U N Y, 1 2 - 1 4 September 2014. 4. Bimbingan Teknis Penilaian dan Penyusutan Arsip diikuti oleh 60 arsiparis dan petugas kearsipan dari seluruh fakultas dan sekolah, unit kerja di lingkungan kantor pimpinan universitas, serta beberapa pusat studi di 65 lingkungan UGM, dilaksanakan pada tanggal 25 September 2014. Worskhop, Diklat, dan Sertifikasi Arsiparis UGM 1. Wo r k s h o p I m p l e m e n t a s i Pembentukan Lembaga Kearsipan Perguruan Tinggi dan Kopertis oleh DIKTI pada tanggal 17-19 September 2014 bertempat di Hotel Haris Sunset Road Bali, dengan peserta Dra. Tristiana Chandra Dewi Iriani, S.IP., M.Si. dan Kurniatun, S.IP. 2. Sertifikasi Arsiparis Bidang Kompetensi Pengelolaan Arsip Dinamis Tingkat Terampil Angkatan V pada tanggal 6-7 Oktober 2014 di ANRI dengan peserta Sri Lestari, S.I.P., Sigit Sasongko, A.Md., Sri Darwanti, Cilandasari, A.Md., dan Heri Santosa, A.Md., S.ST.Ars. 3. D i k l a t P e n y u s u t a n A r s i p , bertempat di Pusdiklat Kearsipan ANRI pada tanggal 22-26 September 2014 dengan peserta Rustanti, A.M.K.L. 4. Diklat Akusisi dan Pengolahan Arsip Statis (PNBP), bertempat di Pusdiklat Kearsipan ANRI tanggal 12-18 Oktober 2014, dengan peserta Isti Maryatun, A.Md. 5. Kepala Arsip UGM Dra. Tristiana Dewi T.I., S.IP., M.SI. dengan 66 Anna Riasmiati, SE. menghadiri Ekspose Draf Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) tentang Pedoman Pengelolaan Arsip Terjaga dan Pedoman Autentikasi Arsip Statis yang diselenggarakan oleh ANRI di Gedung C ANRI tanggal 12 November 2014. Oral History Programme Arsip UGM Pada tanggal 29-30 September 2014, Arsip UGM melakukan wawancara dengan tokoh Kagama UGM, Drs. K P H . S u m a r g o n o Kusumohadiningrat, bertempat di Jl. Kemang Timur V No. 4A Jakarta Selatan. Kegiatan tersebut sebagai kelanjutan dari oral history programme Arsip UGM. Prestasi Arsiparis Teladan Fitria Agustina, A.Md., S.IP. berhasil menjadi Arsiparis Teladan Tingkat Nasional untuk kategori Arsiparis Tingkat Terampil pada kompetisi Arsiparis Teladan Tingkat Nasional 2014 yang diselenggarakan ANRI pada tanggal 16 Agustus 2014. Fitria mewakili Kemdikbud RI pada kompetisi ini setelah sebelumnya berhasil menjadi terbaik I pada kompetisi Arsiparis Berprestasi Kemdikbud RI 2014 yang dilaksanakan pada tanggal 18-20 Juni 2014 MoU Arsip UGM dan FORSIPAGAMA Arsip UGM menjalin kerjasama dengan Forum Kearsipan Universitas Gadjah Mada (FORSIPAGAMA) di bidang pengembangan kearsipan di lingkungan UGM. Penandatanganan MoU dilakukan pada tanggal 29 September 2014 di Arsip UGM. Pergantian Pimpinan Arsip Universitas Gadjah Mada Berdasarkan SK Rektor UGM Nomor 764/P/SK/HT/2014 tentang Pengangkatan Kepala Arsip UGM mulai 28 Oktober 2014 telah terjadi pergantian pimpinan Arsip UGM. Dra. Tristiana Chandra Dewi Trias Iriani, S.IP., M.Si menggantikan Drs. Machmoed Effendhie, M.Hum sebagai Kepala Arsip UGM. Pelantikan dilaksanakan pada tanggal 10 November 2014 oleh Rektor UGM melalui Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Aset Prof. Dr. Ir. Budi Santoso Wignyosukarto, Dip.HE. Pameran Kearsipan Arsip UGM menyelenggarakan pameran kearsipan pada acara UGM Expo di Grha Sabha Pramana UGM mulai tanggal 17-21 November 2014 dengan tema “Gadjah Mada Fair: Sebuah Refleksi Kearifan Lokal”. 67 68 Penganugerahan Arsiparis Teladan Nasional di ANRI 16 Agustus 2014 Penyerahan potongan tumpeng dari Sekretaris Eksekutif UGM (kanan) kepada Kepala Arsip UGM (kiri) pada acara seremonial lustrum ke 2 Arsip UGM 11 September 2014 Bedah buku pada launching buku Bimbingan Teknis Penilaian dan Penyusutan Arsip “Teori, Praktik Kearsipan, dan Serpihan Sejarah UGM” Arsiparis dan Pengelola Arsip di Lingkungan UGM 11 September 2014 25 September 2014 Tanya Jawab dengan Peserta Workshop Implementasi Pelantikan Pembentukan Lembaga Kearsipan Perguruan Tinggi Negeri Dra. Tristiana Chandra Dewi T.I., S.IP., M.Si dan Kopertis Regional II Dirjen Dikti Kemdikbud RI sebagai Kepala Arsip Universitas Gadjah Mada 3 Oktober 2014 10 November 2014