Diplomasi perbatasan

Transcription

Diplomasi perbatasan
II, Tgl.- 14
15 Juli
- 14 Agustus
No. 48 TahunNo.
IV, 21,
Tgl. Tahun
15 Oktober
Nopember
2011 2009
Diplomasi
TABLOID
Media Komunikasi dan www.tabloiddiplomasi.org
Interaksi
Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia
Menlu RI :
Memperkuat
Mengenang Seratus Tahun Mohammad Roem
Multilateralisme
Untuk
Kontribusi
Islam
MengatasiDan
Tantangan
Global
Demokrasi
Dalam Membangun
Indonesia
Da’i Bachtiar :
Menyelesaikan Persoalan
TKI di Malaysia Dengan
Kepala Dingin
Diplomasi
Perbatasan
Kebudayaan, Fondasi Untuk
Memperkuat Hubungan
RI - Suriname
Nia Zulkarnaen :
“KING”
Film Bertema Bulutangkis
Pertama di Dunia
771978 917386
ISSN 1978-9173
Email: diplomasi_ri@yahoo.com
9
771978 917386
9
www.tabloiddiplomasi.org
ISSN 1978-9173
Email: diplomasi_ri@yahoo.com
Email: diplomasi_ri@yahoo.com
Festival Kuliner
ASEAN
Departemen Luar Negeri
Republik Indonesia
Diplomasi
TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Daftar Isi
>4
Fokus utama
Memperkuat Multilateralisme
Untuk Mengatasi Tantangan Global
>6
Fokus
Wilayah Perbatasan NKRI
>7
Fokus
Diperlukan Strategi Nasional Untuk Pengembangan
Kawasan Perbatasan
>8
Fokus
Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi Kawasan
Perbatasan
>9
>
> 12
bingkai
> 13
bingkai
> 19
lensa
> 20
sosok
> 22
kilas
Fokus
Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan
10
Fokus
Mengembangkan Kawasan Perbatasan
Dengan Pendekatan Kesejahteraan
> 11
Festival Kuliner
Peringatan Hari Batik Nasional Kedua
Pasca Reformasi, Image Indonesia
Di Mata Dunia Semakin Baik
Rachmat Budiman
Diplomat Pengemar Seni Dan Olah
Raga
Seminar Nasional Competitive
Advantage I :
“Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam
Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN
2015”
fokus
Pengembangan Konsep Kota Mandiri
Perbatasan Sesuai Potensi Kawasan
Membekali Diplomat
Dengan Pengetahuan Intelijen
22
K
I
L
A
S
Diplomasi
Teras
Diplomasi
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
memiliki perbatasan dengan beberapa negara. Dalam
konteks kontinen NKRI berbatasan dengan tiga negara
(Malaysia, PNG, Timor Leste), sedangkan dalam konteks
maritim berbatasan dengan sepuluh negara (India,
Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau,
Australia, Timor Leste dan PNG). Kawasan perbatasan
kontinen tersebar di tiga pulau, empat propinsi dan 15
kabupaten/kota yang masing-masing wilayah memiliki
karakteristik kawasan perbatasan berbeda-beda. Demikian
pula negara tetangga yang berbatasan dengan NKRI,
memiliki karakteristik sosial, ekonomi, politik dan budaya
yang berbeda.
Kawasan-kawasan perbatasan maritim NKRI
umumnya berupa pulau-pulau terluar yang berjumlah
92 pulau, dan beberapa di antaranya adalah pulau-pulau
kecil yang hingga kini masih perlu ditata dan dikelola
lebih intensif. Beberapa faktor seperti kondisi geografis,
rendahnya kualitas SDM, dan terbatasnya infrastruktur,
telah menyebabkan kawasan perbatasan yang memiliki
potensi sumber daya alam cukup besar namun menjadi
daerah tertinggal.
Mengingat pentingnya kawasan perbatasan sebagai
beranda negara, maka kebijakan pembangunan dalam
RPJM 2010-2014 di arahkan untuk memantapkan
penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM,
membangun kemampuan iptek, dan memperkuat daya
saing perekonomian. Untuk daerah tertinggal hal tersebut
dilakukan dalam bentuk percepatan pembangunan
daerah tertinggal dengan meningkatkan pengembangan
perekonomian daerah dan kualitas sumber daya manusia
yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan
infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar.
Tercatat bahwa 27 Kabupaten/Kota di wilayah
perbatasan masih terkebelakang, meliputi sarana dan
prasarana fisik yang belum memadai, kesejahteraan
masyarakatnya yang masih jauh dibawah standar serta
ekonomi yang nyaris stagnan, sehingga menyebabkan
wilayah perbatasan umumnya terisolasi.
Dalam rangka nasionalisme dan pemerataan
pembangunan serta menjaga keutuhan dan integritas
bangsa, percepatan pembangunan di kawasan perbatasan
tidak bisa ditawar dan perlu direalisasikan secara sungguhsungguh dan terprogram. Untuk itu diperlukan kerjasama
yang harmonis segenap jajaran baik pemerintah dan
masyarakat serta pengusaha untuk menjadikan wilayah
perbatasan menjadi beranda depan negara.
Kawasan perbatasan memiliki sisi historis dari
perkembangan batas wilayah NKRI sedangkan pengelolaan
pembangunan kawasan perbatasan memiliki lima
aspek penting, yaitu aspek strategis, sosio-kultural,
sosio-ekonomis, koordinasi dan geografis. Terkait hal
ini Indonesia memiliki 11 prioritas nasional dalam RPJM
Nasional 2010-2014 dan merumuskan lima langkah
strategis pembangunan perbatasan, yaitu: Kebijakan
fiskal bagi daerah-daerah perbatasan,
Peningkatan kualitas sumber daya
manusia, Tata kelola sumber daya
alam, Harmonisasi dan sinkronisasi
kebijakan Pusat dan Daerah (termasuk
antara provinsi dan kabupaten serta
antar kabupaten), dan kerjasama
stakeholders.
Pada Sidang Majelis Umum PBB Ke-66 tanggal
26 September 2011, Indonesia menekankan bahwa
seyogyanya harus dapat dipastikan bahwa semua negara
dapat maju ke depan sebagai bangsa-bangsa secara
bersama (PBB) - dalam mengatasi dan mengantisipasi
berbagai tantangan ke depan - dalam mentransformasi
tantangan menjadi peluang. Kesempatan bagi
bangsa-bangsa untuk menjalin kemitraan yang saling
menguntungkan, yang dilandasi oleh prinsip-prinsip
Piagam PBB.
Kesempatan untuk mendorong tata kelola hubungan
internasional yang baru: hubungan yang mengedepankan
semangat kemitraan yang mengedepankan upaya
saling menjembatani, dan negara-negara yang secara
agresif mendorong berbagai upaya perdamaian dan
pembangunan. Kemitraan Global merupakan kunci
utama untuk mengatasi tantangan pembangungan dan
mencapai tujuan–tujuan pembangunan Milenium.
Indonesia menggarisbawahi dua butir dasar dalam
kaitan ini, yaitu perlunya memperkuat multilateralisme
untuk mengatasi tantangan global yang baru dan yang
akan muncul, dan untuk mengidentifikasi kesempatankesempatan baru melalui reformasi PBB. Reformasi
merupakan kunci dan satu-satunya jalan untuk membuat
PBB tetap relevan, dan satu-satunya jalan untuk dapat
memastikan multilateralisme akan berkembang.
Melalui reformasi PBB dapat dipastikan bahwa proses
pengambilan keputusan menjadi lebih efektif, transparan
dan inklusif.
Kerjasama dan kemitraan antara PBB dan Organisasi
Regional merupakan kunci untuk mengatasi tantangan
global saat ini. Untuk itu perlu adanya sinergi antara
upaya global dan regional berupa peran mediasi dalam
penyelesaian sengketa dan pemecahan konflik secara
damai.
Sementara itu untuk meningkatkan people-to-people
contact diantara negara-negara anggota ASEAN Plus dan
sebagai salah satu upaya Indonesia untuk mewujudkan
people-oriented dan people-centered ASEAN dalam
pembentukan ASEAN Community 2015,Indonesia
menggelar “ASEAN Plus Culinary Festival 2011” di
Jakarta. Festival diharapkan dapat meningkatkan ASEAN
awareness, khususnya pada masyarakat Indonesia, dan
menjadi agenda baru pertukaran budaya.
Terkait penetapan UNESCO terhadap batik Indonesia
sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage
of Humanity, pemerintah Indonesia menetapkan
tanggal 2 Oktober sebagai ‘Hari Batik Nasional’. Bagi
Indonesia, Batik memiliki aspek diplomasi dan hubungan
internasional. Karena sekalipun di banyak negara batik
juga ada, tetapi batik Indonesia betul-betul khas dan
indah, sehingga bangsa-bangsa lain di dunia pasti ingat
Indonesia ketika melihat batik, karena batik identik
dengan Indonesia.[]
Diplomasi
TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Pelindung
Direktur Jenderal Informasi dan
Diplomasi Publik
Pengarah
Direktur Diplomasi Publik
penanggung jawab/Pemimpin Umum
Firdaus, SE. MH
Pemimpin Redaksi
Khariri Ma’mun
Redaktur Pelaksana
Cahyono
dewan redaksi
Fransiska Monika Sitompul
Isak Barry Kafiar
Dila Trianti
Staf Redaksi
Saiful Amin
Arif Hidayat
M. Fauzi Nirwansyah
Dian harja Irana
Tata Letak dan Artistik
Tsabit Latief
Distribusi
Mardhiana S.D.
Suradi Sutarno
Harapan Silitonga
Kontributor
M. Dihar
Staf Diplomasi Publik
Alamat Redaksi
Direktorat Diplomasi Publik, Lt. 12
Kementerian Luar Negeri RI
Jl. Taman Pejambon No.6
Jakarta Pusat
Telp. 021-68663162,
Fax : 021-86860256,
Tabloid Diplomasi dapat didownload di
http://www.tabloiddiplomasi.org
Email : diplomasi_ri@yahoo.com
Diterbitkan oleh
Direktorat Diplomasi Publik
Kementerian Luar Negeri R.I
Sumber Gambar Cover :
Dok. Google
Bagi anda yang ingin mengirim tulisan
atau menyampaikan tanggapan,
informasi, kritik dan saran,
silahkan kirim email:
diplomasi_ri@yahoo.com
Wartawan Tabloid Diplomasi tidak
diperkenankan menerima dana atau
meminta imbalan dalam bentuk apapun
dari narasumber, wartawan Tabloid
Diplomasi dilengkapi kartu pengenal
atau surat keterangan tugas. Apabila
ada pihak mencurigakan sehubungan
dengan aktivitas kewartawanan Tabloid
Diplomasi, segera hubungi redaksi.
Diplomasi
FOKUS UTAMA
”Dukungan
Indonesia
terhadap
kehendak dan
hak-hak rakyat
Palestina untuk
hidup secara
bebas, damai, adil
dan bermartabat
di tanah air
mereka, telah
berlangsung cukup
lama dan tidak
akan berhenti. ”
Dok. Kemlu RI
4
Dr. RM. Marty M. Natalegawa
Menlu RI
Memperkuat Multilateralisme
Untuk Mengatasi Tantangan Global
Dunia kita terus dihadapkan pada
berbagai tantangan, yaitu: dari
ketegangan politik dan militer serta
berbagai konflik – maupun ancaman
dari senjata nuklir; dari ancamanancaman seperti tindakan perompakan
dan terorisme; dari krisis keuangan dan
ekonomi, dan dari kondisi yang terburuk
dan paling mendasar, di berbagai
penjuru dunia yaitu kemiskinan dan
kelaparan yang sangat parah; dari
ancaman kerusakan lingkungan hidup
dan bencana alam, dari ancaman
ketahanan pangan; dan energi; dari
intoleransi dan diskriminasi, dan
rezim-rezim otoriter yang melakukan
penindasan terhadap keinginan
demokrasi dan penghormatan terhadap
hak asasi manusia.
Seyogyanya, kita seharusnya
dapat memastikan bahwa semua
negara dapat maju ke depan sebagai
bangsa-bangsa secara bersama (PBB)
No. 48 Tahun IV
- dalam mengatasi dan mengantisipasi
berbagai tantangan ke depan - dalam
mentransformasi tantangan menjadi
peluang.
Kesempatan bagi bangsa-bangsa
untuk menjalin kemitraan yang saling
menguntungkan, yang dilandasi oleh
prinsip-prinsip Piagam PBB.
Kesempatan untuk mendorong
tata kelola hubungan internasional
yang baru: hubungan yang
mengedepankan semangat kemitraan
daripada konfrontasi; dan hubungan
yang mengedepankan upaya
saling menjembatani, daripada
mengedepankan jurang perbedaan.
Negara-negara yang secara agresif
mendorong berbagai upaya perdamaian
dan pembangunan.
Perdamaian Timur Tengah
Upaya mendorong perdamaian dan
pembangungan di kawasan Timur-
Tengah, kiranya langkah pertama dan
yang utama harus dilakukan adalah
mengkoreksi ketidakadilan sejarah
yang telah dibiarkan berlangsung lama
terhadap rakyat Palestina.
Dukungan Indonesia terhadap
kehendak dan hak-hak rakyat Palestinauntuk hidup secara bebas, damai, adil
dan bermartabat di tanah air mereka,
telah berlangsung cukup lama dan tidak
akan pernah berhenti.
Tentunya, Indonesia sangat
mendukung keinginan Palestina untuk
menjadi negara Anggota penuh PBB.
Keanggotaan tersebut kiranya
konsisten dengan visi solusi dua negara
– yaitu suatu solusi damai, adil dan
komprehensif di Timur-Tengah.
Sungguh, fokus perhatian tinggi
dunia terhadap isu Palestina saat ini,
seharusnya disalurkan melalui cara
yang konstruktif, menuju pencapaian
kemitraan yang inklusif diantara negara
PBB – langkah yang menghasilkan
pemenuhan tanggung jawab sejarah
yang dibebankan kepada PBB.
Penolakan atas hak mendasar rakyat
Palestina selama ini, menjadi semakin
terlihat, dan hal ini bertolak belakang
dengan transformasi demokrasi yang
diharapkan di kawasan Afrika Utara dan
Timur-Tengah.
Sebagaimana halnya negara –
negara lain, Indonesia sangat prihatin
atas kerugian yang dialami dan jatuhnya
korban dari kalangan rakyat sipil yang
tidak bersalah. Pertumpahan darah dan
penggunaan kekerasan harus segera
dihentikan.
Oleh karena itu, pada akhirnya,
suatu solusi politik harus dicapai. Hal
ini berarti bahwa kondisi yang kondusif
bagi rakyat untuk menentukan masa
depan dan nasibnya sendiri harus
didorong.
Seperti untuk Libya, Indonesia
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi
FOKUS UTAMA
mendukung Dewan Nasional Transisi
dalam upayanya untuk mendorong
terciptanya suatu transisi demokratis
dan damai.
Dalam satu atau lebih dekade
sebelumnya, Indonesia, juga telah
mengalami suatu proses perubahan
demokratis yang bergejolak. Saat ini,
sebagai negara demokrasi terbesar
ketiga, Indonesia telah meraih manfaat
dari perubahan demoktratis tersebut.
Untuk itulah, kami meyakini bahwa
pembangunan politik, demokratisasi,
harus menjadi prioritas agenda
kita. Yang memungkinan negaranegara untuk berbagi pelajaran dan
pengalaman dalam perjalanan unik
mereka menuju demokratisasi.
Untuk itulah, Indonesia mengambil
inisiatif meluncurkan Bali Demokrasi
Forum, sebagai satu-satunya fórum
antar-pemerintah untuk berbagi
pengalaman, dan kerja sama, untuk
pembangunan politik di Asia. Sebuah
forum kemitraan yang mendorong
demokrasi.
Kemitraan Global
Kemitraan Global merupakan kunci
utama untuk mengatasi tantangan
pembangungan. Untuk mencapai
tujuan–tujuan pembangunan Milenium.
Untuk mencegah munculnya kembali
kelaparan sebagaimana yang saat ini
kita saksikan di kawasan Tanduk Afrika.
Kita harus secara bersamasama bertindak secara terfokus dan
berkelanjutan untuk memastikan
ketahanan pangan bagi pihak
yang paling rentan. Hal Ini berarti
peningkatan investasi di sektor
pertanian, riset dan pembangunan
dan peningkatan produksi serta
produktivitas.
Upaya mewujudkan Ketahanan
Pangan mensyaratkan kita untuk
mengatasi permasalahan perubahan
iklim. Komunitas internasional wajib
menghasilkan komitmen politis untuk
menghasilkan momentum dalam upaya
mengatasi masalah perubahan iklim.
Momentum menuju rezim perubahan
iklim yang baru pasca 2012.
Konferensi ke-17 negara pihak di
Durban dan KTT Rio+20 di Brazil tahun
depan harus berhasil. Kita tidak perlu
menunggu waktu tersebut. Indonesia
memiliki komitmen untuk pro aktif,
menjadi bagian dari solusi global untuk
perubahan iklim. Melalui program
REDD+, Indonesia menggunakan hutan
alamnya sebagai bagian penting dalam
upaya mitigasi.
Komitmen kita untuk bersama-sama
bermitra dalam mengatasi perubahan
iklim tidak boleh gagal karena ancaman
krisis ekonomi dan finansial global.
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Dok. Kemlu RI
Untuk menghadapi tantangan tersebut,
kita harus mengambil langkah-langkah
yang nyata. Reformasi tata kelola
keuangan ekonomi dan internasional
harus dipercepat.
Penguatan koordinasi kebijakan
ekonomi nasional merupakan hal yang
esensial. Kita harus belajar untuk keluar
dari zona nyaman kita dan mengatasi
permasalahan kritis ini yang kita hadapi
secara bersama-sama.
Emerging economies yang sekarang
berperan sebagai mesin penting
pertumbuhan ekonomi global, memiliki
kesempatan yang lebih besar untuk
berkontribusi dalam mencapai solusi.
Tantangan yang kita hadapi
merupakan tantangan yang besar dan
tidak dapat dihindari. Tetapi kita punya
kesempatan dan kemampuan untuk
mengatasinya. Dan yang terpenting, kita
harus mengubah tantangan-tantangan
menjadi peluang.
Mengingat tantangan-tantangan
tersebut tidak dapat dipecahkan secara
nasional, maka tantangan-tantangan
yang ada seharusnya dapat memotivasi
negara-negara untuk mendorong
kemitraan dan kerjasama di antara
mereka.
Perkenankan saya untuk
menggarisbawahi dua butir dasar dalam
kaitan ini. Pertama, kita perlu untuk
memperkuat multilateralisme untuk
mengatasi tantangan global. Hal itu
berarti peran sentral dari PBB.
Guna mengatasi tantangan
baru dan yang akan muncul, dan
untuk mengidentifikasi kesempatankesempatan baru, reformasi PBB
merupakan kunci. Hal itu merupakan
satu-satunya jalan untuk membuat PBB
tetap relevan. Satu-satunya jalan untuk
dapat memastikan multilateralisme
akan berkembang.
Melalui reformasi kita harus
memastikan PBB dan proses
pengambilan keputusannya menjadi
lebih efektif, transparan dan inklusif.
Kita harus terus senantiasa
memperkuat Majelis Umum, ECOSOC,
badan-badan di bawahnya termasuk
Dewan HAM. Kita harus mendukung
Peace Building Commission (PBC)
sebagaimana PBC menolong negaranegara keluar dari konflik.
Dewan Keamanan harus dapat
merefleksikan situasi dunia saat ini
dengan lebih baik. Dewan Keamanan
harus lebih representatif, transfaran dan
efektif.
Seluruh isu-isu kunci reformasi PBB
harus dibahas sebagai bagian integral
dari paket komprehensif.
Kedua, Kerjasama dan Kemitraan
antara PBB dan Organisasi Regional
merupakan kunci untuk mengatasi
tantangan global saat ini. Untuk itu
perlu adanya sinergi antara upaya global
dan regional.
Hal ini sungguh terbukti dalam
pemecahan dan pencegahan konflik
yang terkait dengan tema Sidang Majelis
Umum PBB tahun ini: “ Peran mediasi
dalam penyelesaian sengketa dan
pemecahan konflik secara damai”.
Di Asia Tenggara, sebagai Ketua
ASEAN, Indonesia telah bekerja secara
terus menerus untuk mengembangkan
kapasitas kawasan dalam mencegah
dan mengatur konflik potensial dan
memecahkannya. Upaya-upaya
kami telah difokuskan tidak hanya
untuk mengembangkan lebih
lanjut mekanisme pencegahan dan
pemecahan konflik dalam forum ASEAN,
5
tetapi juga dalam mengembangkan
dan menjaga tingkat kenyamanan yang
dibutuhkan diantara negara-negara
ASEAN untuk menyelesaikan konflik
diantara mereka sendiri.
Sebagai hasilnya, Indonesia
berharap bahwa Asia Tenggara
akan tetap menjadi kontributor
bagi keamanan dan perdamaian
internasional; dan juga bagi
pembangunan ekonomi dan
kemakmuran.
Di luar sub kawasan, dilandasi
oleh kehendak yang kuat sebagaimana
yang kami harapkan untuk mencapai
Komunitas ASEAN pada tahun 2015,
ASEAN terus menjadi kekuatan
pendorong dalam mempromosikan
arsitektur regional Asia Pasifik yang
kondusif untuk menjaga stabilitas
dan perdamaian regional. Kondisi
yang memungkinkan negara-negara
di kawasan untuk melaksanakan
pembangunannya tanpa interupsi
adanya perang dan konflik.
Di dalam konteks kawasan saat
ini, Indonesia memandangnya sebagai
suatu kondisi yang ditandai oleh
suatu keseimbangan dinamis. Tidak
terdapat suatu kekuatan dominan
yang mencoba untuk membuat blok
politik dan mengelompokkan kawasan
berdasarkan kelompok-kelompok
geo-politis tertentu. Namun kami
ingin melihatnya sebagai suatu bentuk
hubungan internasional yang baru
dengan penekanan kepada keamanan
bersama, kesejahteraan bersama dan
stabilitas bersama.
Pada bulan November mendatang
di Bali, dengan partisipasi Federasi Rusia
dan AS untuk pertama kalinya, East Asia
Summit akan diselenggarakan sebagai
bagian penting dari arsitektur regional
tersebut.
Sementara meneruskan upaya
pembentukan Komunitas ASEAN dan
terus melanjutkan peran sentralnya
dalam menjaga lingkungan yang
stabil dan damai di Asia Pasifik,
ASEAN menempatkan dirinya dalam
menghadapi tantangan dan visi baru,
yaitu: mengembangkan kohesi yang
lebih kuat dan dasar bersama untuk isuisu global. Sebuah ASEAN yang menjadi
penyumbang bagi pemecahan berbagai
masalah dan tantangan dunia. Hal ini
sejalan dengan tema ASEAN tahun
2011, yaitu “ASEAN Community in a
Global Community of Nations”.
Indonesia tidak akan pernah lelah
dan berhenti mempromosikan prinsipprinsip sebagaimana tercermin dalam
Piagam PBB. Dalam meraih perdamaian.
(Sumber : Pidato Menlu pada Sesi
Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB
Ke-66)
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
6
F O K U S
Wilayah Perbatasan NKRI
Indonesia merupakan negara di
Asia Tenggara yang dilintasi oleh garis
khatulistiwa dan berada di antara dua
benua, yaitu Asia dan Australia serta
berada di antara dua samudra yaitu
Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
Indonesia adalah negara kepulauan
terbesar di dunia yang terdiri dari
17.508 pulau dan dikenal sebagai
kawasan Nusantara (Kepulauan Antara).
Posisi Indonesia terletak pada koordinat
6°LU - 11°08’LS dan dari 95°’BB 141°45’BT.
Wilayah Indonesia terbentang
sepanjang 3.977 mil di antara Samudra
Hindia dan Samudra Pasifik. Luas
daratan Indonesia mencapai 1.922.570
km² sedangkan luas perairannya
mencapai 3.257.483 km². Indonesia
terdiri dari lima pulau besar, yaitu: Jawa
dengan luas 132.107 km², Sumatera
dengan luas 473.606 km², Kalimantan
dengan luas 539.460 km², Sulawesi
dengan luas 189.216 km², dan Papua
dengan luas 421.981 km².
Secara keseluruhan Indonesia juga
memiliki garis pantai terpanjang di
dunia yakni 81.000 km yang merupakan
14% dari garis pantai dunia. Luas laut
Indonesia mencapai 5,8 juta km2, atau
mendekati 70% dari luas keseluruhan
Indonesia. Secara geografis, Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
memiliki batas laut dengan 10 (sepuluh)
negara yakni:
Berbatasan dengan India di ujung
utara Sumatera (Provinsi Nanggroe
Aceh Darusalam, dengan pulau terluar
berupa Pulau Raya, Pulau Rusa, Pulau
Benggala, dan Pulau Rondo);
Berbatasan dengan Malaysia
disepanjang Selat Malaka (Provinsi
Sumatera Utara, Kepulauan Riau,
Kalimantan Barat dan Kalimantan
Timur, dengan pulau terluar berupa
Pulau Berhala di Sumatera Utara, Pulau
Anambas di Provinsi Riau, dan Pulau
Sebatik di Provinsi Kalimantan Timur);
Berbatasan dengan Singapura
disepanjang Selat Philip, dengan pulau
terluar berupa Pulau Nipah (Provinsi
Riau);
Berbatasan dengan Thailand
dibagian Utara Selat Malaka dan Laut
Andaman dengan pulau terluar berupa
Pulau Rondo (Provinsi NAD);
Berbatasan dengan Vietnam
didaerah Laut China Selatan dengan
pulau terluar berupa Pulau Sekatung
(Provinsi Riau Kepulauan);
Berbatasan dengan Philipina di
daerah utara Selat Makasar, dengan
pulau terluar berupa Pulau Marore dan
No. 48 Tahun IV
Dok. indomaritimeinstitute.org
Pulau Miangas (Provinsi Sulawesi Utara);
Berbatasan dengan Republik Palau
di daerah utara Laut Halmahera, dengan
pulau terluar berupa Pulau Fani, Pulau
Fanildo dan Pulau Bras (Provinsi Papua);
Berbatasan dengan Australia
disekitar selatan Pulau Timor dan Pulau
Jawa; Berbatasan dengan Timor Leste
disekitar wilayah Maluku dan NTT
dengan pulau terluar berupa Pulau
Asutubun (Provinsi Maluku), Pulau
Batek (Provinsi NTT), Pulau Wetar
(Provinsi Maluku); dan berbatasan
dengan Papua Nugini disekitar wilayah
Jayapura dan Merauke (tidak memiliki
pulau terluar).
Permasalahan di perbatasan
Indonesia-Singapura adalah berupa
penambangan pasir laut di perairan
sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah
yang berbatasan langsung dengan
Singapura, dan telah berlangsung
sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut
telah mengeruk jutaan ton pasir
setiap hari dan mengakibatkan
kerusakan ekosistem pesisir pantai
yang cukup parah sehingga merusak
mata pencaharian para nelayan yang
menyandarkan hidupnya di laut.
Penambangan pasir laut tersebut
juga mengancam keberadaan sejumlah
pulau kecil seperti Pulau Nipah. Jika
pulau-pulau kecil tersebut tenggelam
akibat penambangan pasir laut yang
dilakukan oleh Singapura tentu
menimbulkan kerugian besar bagi
Indonesia, karena dengan terjadinya
perubahan pada kondisi geografis pantai
akan berdampak pada penentuan batas
maritim dengan Singapura.
Penentuan batas maritim IndonesiaMalaysia di beberapa bagian wilayah
perairan Selat Malaka masih belum
disepakati ke dua negara. Ketidakjelasan
batas maritim tersebut sering
menimbulkan friksi di lapangan antara
petugas lapangan dan nelayan Indonesia
dengan pihak Malaysia.
Demikian pula hal nya dengan
perbatasan darat di Kalimantan,
beberapa titik batas belum tuntas
disepakati oleh kedua belah pihak.
Permasalahan lain antar kedua
negara adalah masalah pelintas
batas, penebangan kayu ilegal, dan
penyelundupan. Forum General Border
Committee (GBC) dan Joint Indonesia
Malaysia Boundary Committee
(JIMBC), merupakan badan formal
bilateral dalam menyelesaikan masalah
perbatasan kedua negara yang dapat
dioptimalkan.
Belum adanya kesepakatan tentang
batas maritim antara Indonesia dengan
Filipina di perairan utara dan selatan
Pulau Miangas, menjadi salah satu
isu yang harus dicermati. Forum Joint
Border Committee (JBC) dan Joint
Commission for Bilateral Cooperation
(JCBC) RI-Filipina yang memiliki
agenda sidang secara berkala dapat
dioptimalkan untuk menjembatani
permasalahan perbatasan kedua negara
secara bilateral.
Perjanjian perbatasan RI-Australia
yang meliputi perjanjian BLK dan ZEE
mengacu pada Perjanjian RI-Australia
yang ditandatangani pada tanggal 14
Maret 1997. Sementara penentuan
batas yang baru antara RI-Australia
di sekitar wilayah Celah Timor perlu
dibicarakan secara trilateral bersama
Timor Leste.
Indonesia dan PNG telah
menyepakati batas-batas wilayah darat
dan maritim. Meskipun demikian,
ada beberapa kendala kultur yang
dapat menyebabkan timbulnya salah
pengertian. Persamaan budaya dan
ikatan kekeluargaan antar penduduk
yang terdapat di kedua sisi perbatasan,
menyebabkan klaim terhadap hak-hak
tradisional dapat berkembang menjadi
masalah kompleks di kemudian hari.
Wilayah perbatasan antara Pulau
Sekatung di Kepulauan Natuna dan
Pulau Condore di Vietnam yang berjarak
tidak lebih dari 245 mil, memiliki
kontur landas kontinen tanpa batas
benua, masih menimbulkan perbedaan
pemahaman di antara ke dua negara.
Pada saat ini kedua belah pihak
sedang melanjutkan perundingan guna
menentukan batas landas kontinen di
kawasan tersebut.
Perbatasan RI-India terletak di
antara pulau Rondo di Aceh dan pulau
Nicobar di India. Batas maritim dengan
BLK yang terletak pada titik-titik
koordinat tertentu di kawasan perairan
Samudera Hindia dan Laut Andaman,
sudah disepakati oleh kedua negara.
Namun permasalahan di antara kedua
negara masih timbul karena sering
terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua
belah pihak, terutama yang dilakukan
para nelayan.
Ditinjau dari segi geografis,
kemungkinan timbulnya masalah
perbatasan antara RI dengan Thailand
tidak begitu kompleks, karena jarak
antara ujung pulau Sumatera dengan
Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah
memiliki perjanjian BLK yang terletak di
dua titik koordinat tertentu di kawasan
perairan Selat Malaka bagian utara
dan Laut Andaman. Penangkapan ikan
oleh nelayan Thailand yang mencapai
wilayah perairan Indonesia, merupakan
masalah keamanan di laut. Di samping
itu, penangkapan ikan oleh nelayan
asing merupakan masalah sosioekonomi karena keberadaan masyarakat
pantai Indonesia.
Sejauh ini RI dan Palau belum
sepakat mengenal batas perairan
ZEE masing-masing yang terletak di
utara Papua. Akibat hal ini, sering
timbul perbedaan pendapat tentang
pelanggaran wilayah yang dilakukan
oleh para nelayan kedua pihak.
Saat ini sejumlah masyarakat Timor
Leste yang berada diperbatasan masih
menggunakan mata uang rupiah,
bahasa Indonesia, serta berinteraksi
secara sosial dan budaya dengan
masyarakat Indonesia. Persamaan
budaya dan ikatan kekeluargaan
antarwarga desa yang terdapat di kedua
sisi perbatasan, dapat menyebabkan
klaim terhadap hak-hak tradisional dan
bisa berkembang menjadi masalah
yang lebih kompleks. Disamping itu,
keberadaan pengungsi Timor Leste
yang masih berada di wilayah Indonesia
dalam jumlah yang cukup besar sangat
berpotensi menjadi permasalahan
perbatasan di kemudian hari. []
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi
F
O
K
U
S
7
Diperlukan Strategi Nasional Untuk
Pengembangan Kawasan Perbatasan
Bentangan kawasan perbatasan antara RI dengan 10 negara
tetangga sangat luas dan tipologinya bervariasi, mulai
dari tipe pedalaman sampai tipe pulau-pulau terluar. Ini
mengakibatkan rentang kendali dan penanganan kawasan
perbatasan menghadapi tantangan dan kendala yang cukup
berat, baik dalam penyediaan sumberdaya dana maupun
manusia.
Di masa lalu ada pendapat umum
bahwa kawasan perbatasan merupakan
sarang pemberontak, harus diamankan,
terbelakang dan kurang menarik bagi
investor. Hal ini mempengaruhi persepsi
penanganan kawasan perbatasan,
sehingga cenderung diposisikan sebagai
kawasan terbelakang dan difungsikan
sebagai sabuk keamanan. Akibatnya
berbagai potensi sumberdaya alam
kurang dikelola, terutama oleh investor
swasta.
Belum adanya kebijakan dan
strategi nasional pengembangan
”Ada tuntutan daerah untuk ikut mengelola kawasan perbatasan seiring dengan
berlakunya desentralisasi dan otonomi daerah. Mereka menuntut pendapatan dari
Pos Pengawas Lintas Batas dapat menjadi salah satu penghasilan bagi pemerintah
daerah. Ada tawaran investasi cukup besar, tetapi terbentur terbatasnya dana
pembangunan sarana dan prasarana yang dapat disediakan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.”
Dok. mik.news.tk
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
kawasan perbatasan yang dapat
dijadikan acuan berbagai program dan
kegiatan, walaupun sudah diamanatkan
dalam GBHN 1999 dan Propenas
2000–2004.
Pendekatan keamanan lebih
menonjol dibanding pendekatan
kesejahteraan, karena tuntutan pada
masa lalu. Saat itu memang banyak
terjadi pemberontakan di sekitar
kawasan perbatasan.
Penanganan perbatasan masih
bersifat parsial dan ad hoc sehingga
tidak optimal. Belum ada koordinasi
antara instansi-instansi terkait di
tingkat daerah dan pusat.
Masyarakat di perbatasan
umumnya miskin akibat dari akumulasi
beberapa faktor, yakni rendahnya
mutu sumberdaya manusia, minimnya
infrastruktur pendukung, rendahnya
produktivitas masyarakat dan belum
optimalnya pemanfaatan sumberdaya
alam. Terdapat perbedaan tingkat
kesejahteraan dengan negara tetangga
tertentu.
Jumlah pintu perbatasan (pos
pemeriksa lintas batas dan pos lintas
batas) masih sangat terbatas, sehingga
mengurangi peluang peningkatan
hubungan sosial
dan ekonomi
antara Indonesia
dengan negara
tetangganya.
Akses darat dan
laut menuju
ke kawasan
perbatasan
sangat kurang
memadai dan
sarana komunikasi
sangat terbatas,
sehingga orientasi
masyarakat
cenderung ke
negara tetangga.
Kondisi ini dapat
menyebabkan
degradasi
nasionalisme
masyarakat
perbatasan.
Sarana
dasar sosial dan
ekonomi sangat
terbatas,akibatnya
penduduk
di kawasan
perbatasan
berupaya mendapatkan pelayanan sosial
dan berusaha memenuhi kebutuhan
ekonominya ke kawasan perbatasan
tetangga.
Belum ada kepastian hukum
bagi pelaku pembangunan, sehingga
tidak ada basis pijakan bagi pelaku
pembangunan di kawasan perbatasan.
Kewenangan penanganan wilayah masih
banyak dikeluarkan instansi pemerintah
di pusat. Lemahnya penegakan
hukum terhadap para pencuri kayu
(illegal logging), penyelundup barang,
‘penjualan manusia’ (trafficking
person), pembajakan dan perompakan,
penyelundupan senjata, penyelundupan
manusia (seperti tenaga kerja, bayi, dan
wanita), maupun pencurian ikan. Terjadi
eksploitasi sumberdaya alam secara tak
terkendali akibat lemahnya penegakan
hukum. Pengelolaan sumberdaya alam
yang belum optimal dan berorientasi
masa depan.
Minimnya sarana dan prasarana
keamanan dan pertahanan
menyebabkan aktivitas aparat
keamanan dan pertahanan di
perbatasan belum optimal. Pengawasan
di sepanjang garis perbatasan kontinen
maupun maritim juga lemah, sehingga
sering terjadi pelanggaran batas negara
oleh masyarakat kedua negara tetangga.
Ada tuntutan daerah untuk ikut
mengelola kawasan perbatasan seiring
dengan berlakunya desentralisasi dan
otonomi daerah. Mereka menuntut
pendapatan dari Pos Pengawas
Lintas Batas dapat menjadi salah satu
penghasilan bagi pemerintah daerah.
Ada tawaran investasi cukup besar,
tetapi terbentur terbatasnya dana
pembangunan sarana dan prasarana
yang dapat disediakan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
Masalah dengan negara tetangga,
antara lain belum jelas dan tegasnya
garis batas kontinen dan maritim;
bagaimana menangani nelayan kedua
negara yang melanggar wilayah negara;
serta terdapat pelintas batas tradisional
akibat hubungan kekerabatan,
kesamaan adat dan budaya kedua
negara.
Masalah pengembangan kawasan
di sepanjang perbatasan, karena
kewenangan pengelolaan dipandang
harus seijin Pemerintah Pusat dan
alokasi anggaran yang sangat terbatas.
(Sumber: Bappenas)
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
8
fokus
Dok. Diplomasi
Mempercepat Pertumbuhan
Ekonomi Kawasan Perbatasan
Ir. Agung Mulyana, M.Sc.
Deputi Bidang Pengelolaan Potensi
Kawasan Perbatasan
Badan
Dok.
DiplikNasional Pengelola Perbatasan
(BNPP).
Cukup banyak permasalahan yang
dihadapi dalam pembangunan kawasan
perbatasan, utamanya adalah langkanya
prasarana dasar yang dibutuhkan untuk
mengembangkan kapasitas sumber
daya alam dan sumber daya manusia di
kawasan perbatasan, seperti prasarana
perhubungan (langkanya dukungan jalan,
jembatan, dermaga dan sebagainya),
jaringan listrik, telekomunikasi, prasarana
pendidikan dan prasarana kesehatan.
Rencana detil tata ruang kawasan
perbatasan yang merupakan penjabaran
dari rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota yang bersangkutan juga
tidak tersedia, sehingga tidak diketahui
secara pasti pembagian zonasi ruang,
arah pemanfaatan ruang dan struktur
pusat-pusat pertumbuhan di kawasan
perbatasan.
Permasalahan lainnya adalah
langkanya investasi/penanaman modal
yang masuk ke kawasan perbatasan untuk
memanfaatkan potensi sumber daya
alam yang melimpah, serta langkanya
sumber daya manusia terdidik dan terlatih
untuk membangun dan mengembangkan
potensi kawasan perbatasan. Ditambah
lagi dengan tingginya angka kemiskinan
dan rendahnya angka indicator indeks
pembangunan manusia di kawasan
perbatasan.
Arah kebijakan dan strategi BNPP
dalam pengelolaan Batas Wilayah
Negara baik di darat maupun di laut
adalah dengan mempercepat upaya
penyelesaian penetapan dan penegasan
Batas Wilayah Negara di darat dan di laut,
serta meningkatkan upaya pengamanan
Batas Wilayah Negara di darat dan di laut,
disamping juga meningkatkan penguatan
kapasitas kelembagaan pengelolaan Batas
Wilayah Negara di darat dan di laut.
No. 48 Tahun IV
Dalam hal pengelolaan Kawasan
Perbatasan darat dan laut, arah kebijakan
dan strategi BNPP adalah dengan
mempercepat upaya pengamanan
dan pengembangan sarana dan
prasarana CIQS di Pos Lintas Batas
(PLB), mempercepat peningkatan
pertumbuhan ekonomi kawasan
perbatasan, mempercepat peningkatan
kualitas sumber daya manusia di kawasan
perbatasan, dan mempercepat penguatan
kapasitas kelembagaan pembangunan
kawasan perbatasan.
Rencana Kerja BNPP tahun 2012
disusun dengan mengacu pada Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012
yang bertemakan “Percepatan dan
Perluasan Pertumbuhan Ekonomi
yang Inklusif dan Berkeadilan Bagi
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat”,
serta mengimplementasikan Prioritas
Pembangunan Nasional, sesuai dengan
apa yang sudah ditetapkan dalam RPJMN
Tahun 2010-2014, khususnya pada
prioritas pembangunan nasional yang ke10, yaitu: “Daerah Tertinggal, Terdepan,
Terluar dan Pascakonflik”.
Sasaran yang ingin dicapai dalam
pembangunan Kawasan Perbatasan,
antara lain adalah: Terselesaikannya
secara bertahap permasalahan
perbatasan; Tercapainya kemajuan yang
signifikan dalam upaya penyelesaian
segmen batas darat, dengan prioritas
batas negara antara RI-Malaysia dan RITimor Leste; Menurunnya tingkat kejadian
kegiatan illegal secara gradual di seluruh
kawasan perbatasan darat dan laut;
Meningkatnya pendapatan dan akses
masyarakat kepada sarana dan prasarana
dasar, dengan prioritas 39 kecamatan
perbatasan, serta terciptanya keterkaitan
sistem produksi dan distribusi antara
PKSN dengan pusat kegiatan di kecamatan
perbatasan di sekitarnya dalam suatu
sistem kawasan pengembangan ekonomi.
Rencana Program Kegiatan Prioritas
BNPP tahun 2012 terdiri dari: Penegasan
batas wilayah negara baik di darat
maupun di laut, serta peresmian PLB
negara, dimana perundingan dengan
negara tetangga, khususnya penetapan
batas darat, akan kembali di intensifkan
dengan di fasilitasi Kemlu RI;
Penajaman program dan kegiatan
prioritas di masing-masing kecamatan
dan pulau-pulau kecil terluar yang
telah ditetapkan sebagai lokasi prioritas
(Lokpri). BNPP bersama-sama dengan
Bappenas telah menetapkan 111 Lokpri
untuk Pengelolaan Batas Wilayah Negara
dan Kawasan Perbatasan, mulai tahun
2011 sampai dengan 2014;
Pengintegrasian rencana kebutuhan
pengelolaan dan pembangunan batas
wilayah negara dengan kawasan
perbatasan antara Pemda dengan
kementerian/lembaga dalam forum
Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Nasional (Musrenbangnas) untuk
penyusunan rencana aksi;
Pembangunan PLB, baik yang
bersifat internasional maupun
tradisional; Pembangunan berbagai
sarana dan prasarana untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat di perbatasan
negara melalui anggaran dekonsentrasi,
tugas pembantuan dan Dana Alokasi
Khusus BNPP; serta dilibatkannya
kalangan dunia usaha untuk pengelolaan
kawasan perbatasan.
Kawasan perbatasan darat dan laut
yang dimiliki oleh Indonesia sangat luas,
yaitu meliputi 2.004 Km di Kalimantan,
720 Km di Papua, 220 Km di NTT dan
92 pulau-pulau kecil terluar. Dengan
mempertimbangkan kendala (constraints)
terbatasnya kemampuan keuangan
pemerintah, berbeda-bedanya potensi
masing-masing kawasan perbatasan
dan bahwa tidak semua titik di garis
perbatasan perlu dibangun dengan
intensitas, bobot dan waktu yang sama,
disamping juga tidak semua titik di
perbatasan sudah disepakati oleh negara
tetangga, maka perlu dilakukan penetapan
lokasi-lokasi prioritas, baik di kawasan
perbatasan darat maupun laut.
BNPP telah menetapkan 111
kecamatan sebagai Lokpri 2010-2014
berdasarkan penentuan lima kriteria.
Pertama, bahwa Lokpri merupakan
kecamatan di kawasan darat yang
berbatasan langsung dengan negara
tetangga dan atau terdapat exit/
entry point. Kedua, Lokpri merupakan
kecamatan di kawasan laut yang secara
tradisional memiliki interaksi dari sisi
sosial, budaya, maupun ekonomi dengan
penduduk negara tetangga di sebelahnya
yang ditandai dengan adanya exit/entry
point yang disepakati dengan negara
tetangga. Ketiga, Lokpri merupakan
kecamatan yang ditetapkan sebagai
Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN).
Keempat, Lokpri merupakan kecamatan
yang memiliki pulau-pulau kecil terluar
(PPKT). Dan Kelima, adanya pertimbangan
khusus.
111 kecamatan Lokpri yang
ditetapkan BNPP tersebut mencakup
38 kabupaten/kota Wilayah Konsentrasi
Pengembangan (WKP) dan 12 provinsi
Cakupan Wilayah Administrasi (CWA)
dengan rincian; provinsi Kalimantan Barat
(Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang,
Kapuas Hulu), Kalimantan Timur (Kutai
Barat, Malinau, Nunukan), Nusa Tenggara
Timur (Kupang, Timor Timur Utara,
Belu, Rote Ndao, Alor), Papua (Merauke,
Bovendigul, Pegunungan Bintang, Keerom,
Kota Jayapura, Supiori), Nangroe Aceh
Darussalam (Kota Sabang), Sumatera
Utara (Serdang Bedagai), Riau (Rokan
Hilir, Bengkalis, Indragiri Hilir, Kepulauan
Meranti, Kota Dumai), Kepulauan Riau
(Natuna, Kepulauan Anambas, Kota
Batam, Bintan, Karimun), Sulawesi Utara
(Kepulauan Sangihe, Kepulauan Talaud),
Maluku (Maluku Barat Daya, Maluku
Tenggara Barat, Kepulauan Aru), Maluku
Utara (Morotai), dan Papua Barat (Raja
Ampat).
Sebanyak 39 Lokpri sudah masuk
dalam penanganan Tahap Pemantapan,
31 Lokpri dalam Tahap Lanjutan dan
41 Lokpri dalam Tahap Awal. Jika
diklasifikasikan dalam bentuk Lokpri Darat
dan Lokpri Laut, maka untuk Lokpri Darat
28 dalam Tahap Pemantapan, 13 Tahap
Lanjutan dan 27 Tahap Awal. Sedangkan
untuk Lokpri Laut, 11 dalam Tahap
Pemantapan, 18 Tahap Lanjutan dan 14
Tahap Awal.
Pulau-pulau kecil terluar yang
ditetapkan sebagai Lokpri penataan
Kawasan Perbatasan Laut tahun 2012
adalah: pulau Rondo (NAD), Batumandi
(Riau), Senoa (Kepulauan Riau), Sebatik
(Kalimantan Timur), Miangas, Marore
(Sulawesi Utara), Morotai (Maluku Utara),
Wetar Liran, Asutubun Selaru Bantarkusu
(Maluku), dan Alor (NTT).
Dari 111 Lokpri tersebut, ada yang
semata-mata ditetapkan hanya karena
pertimbangan satu aspek saja, yaitu
Pertimbangan Khusus, misalnya karena
pertimbangan aspek pertahanan,
keamanan atau keutuhan NKRI, tapi ada
juga Lokpri yang terpilih karena memenuhi
seluruh aspek atau kriteria pertimbangan.
Namun demikian, dari seluruh Lokpri
yang terpilih, tidak semuanya memiliki
potensi untuk menggerakkan dan
mengembangkan perekonomian wilayah,
baik perekonomian di titik perbatasan
maupun di kawasan hinterland dan
kawasan regional yang luas. Untuk dapat
mengembangkan kawasan perbatasan
dalam konteks pengembangan regional
yang luas, perlu dilakukan pemilihan
Lokpri Pusat Pertumbuhan, yaitu Lokpri
yang memiliki potensi yang kuat untuk
menggerakkan dan mengembangkan
perekonomian kawasan.
Beberapa Lokpri yang memiliki
potensi untuk dikembangkan menjadi
Pusat Pertumbuhan, antara lain
adalah Entikong (Kabupaten Sanggau,
Kalimantan Barat), Aruk (Kabupaten
Sambas, Kalimantan Barat), Pulau Sebatik
(Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur),
Pulau Subi (Kabupaten Kepulauan Natuna,
Kepulauan Riau), Morotai (Kabupaten
Morotai, Maluku Utara), dan Merauke
(Kabupaten Merauke, Papua). []
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi
fokus
9
Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan
Arah kebijakan pembangunan dalam
RPJM 2010-2014 adalah memantapkan
penataan kembali NKRI, meningkatkan
kualitas SDM, membangun kemampuan
iptek, dan memperkuat daya saing
perekonomian. Untuk daerah tertinggal
hal tersebut dilakukan dalam bentuk
percepatan pembangunan daerah
tertinggal dengan meningkatkan
pengembangan perekonomian daerah
dan kualitas sumber daya manusia
yang didukung oleh kelembagaan dan
ketersediaan infrastruktur perekonomian
dan pelayanan dasar.
Sementara strategi pembangunan
daerah tertinggal dalam rancangan
RPJM 2010-2014 adalah berupa:
Pengembangan ekonomi lokal; Penguatan
kelembagaan masyarakat dan Pemda
dalam pengelolaan sumberdaya lokal;
Peningkatan aksesibilitas dari daerah
tertinggal ke sentra-sentra produksi
di pusat pertumbuhan; Peningkatan
pelayanan kesehatan yang berkualitas
dan terjangkau; Peningkatan status gizi
masyarakat; Peningkatan pelayanan
pendidikan yang berkualitas; Peningkatan
keterampilan angkatan kerja; dan
Peningkatan ketersediaan infrastruktur
pendukung aktivitas ekonomi.
Tugas pokok dan fungsi Kementerian
Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT)
sebagaimana diamanatkan oleh UU
No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara, Perpres No.47 Tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara, dan Perpres No.24
Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas
dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi
Eselon I Kementerian Negara, adalah
menjalankan: Perumusan dan penerapan
kebijakan di bidang pembangunan
daerah tertinggal; Koordinasi dan
sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di
bidang pembangunan daerah tertinggal;
Pengelolaan barang milik/kekayaan
negara yang menjadi tanggung jawab
KPDT; dan Pengawasan atas pelaksanaan
tugas di lingkungan KPDT.
Saat ini ada sebanyak 349 kabupaten
dan 91 kota yang termasuk sebagai
daerah tertinggal, dimana sebanyak 39
kabupaten/kota diantaranya berada di
wilayah perbatasan. Dari 39 kabupaten/
kota wilayah perbatasan tersebut,
sebanyak 38 kabupaten/kota memiliki 60
pulau terluar.
KPDT menetapkan sebanyak 183
kabupaten/kota daerah tertinggal
sebagai fokus lokasi, dimana sebanyak 27
kabupaten/kota diantaranya terletak di
kawasan perbatasan, yaitu 15 kabupaten/
kota di kawasan perbatasan darat dan 12
kabupaten/kota di kawasan perbatasan
laut yang memiliki 56 pulau terluar.
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
”Pada level internasional,
permasalahan daerah
perbatasan adalah berupa
kesenjangan prasarana
dan sarana yang terjadi
pada daerah perbatasan di
Indonesia. Jika dibandingkan
dengan negara tetangga,
hal ini dapat menimbulkan
permasalahan politik dan
Hankam.”
Drs. Krisman Manurung, MM.
Asisten Deputi Urusan Daerah
Perbatasan
Deputi Bidang Pengembangan Daerah
Khusus
183 kabupaten/kota tertinggal yang
menjadi fokus lokasi KPDT tersebut
tersebar di 7 wilayah, yaitu: sebanyak 46
kabupaten/kota (25%) berada di wilayah
Sumatera; 9 kabupaten/kota (5%) di
wilayah Jawa dan Bali; 16 kabupaten/
kota (9%) di wilayah Kalimantan; 34
kabupaten/kota (19%) di wilayah
Sulawesi; 28 kabupaten/kota (15%) di
wilayah Nusa Tenggara; 15 kabupaten/
kota (8%) di wilayah Maluku; dan 33
kabupaten/kota (19%) di wilayah Papua.
Sebanyak 128 kabupaten/kota atau
sekitar 70% dari 183 kabupaten/kota
tertinggal yang menjadi fokus lokasi KPDT
berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI),
sedangkan 55 kabupaten/kota (30%)
berada di Kawasan Barat Indonesia (KBI).
Pengertian kawasan perbatasan
negara menurut UU 26/2007 dan PP
26/2008 adalah wilayah kabupaten/kota
yang secara geografis dan demografis
berbatasan langsung dengan negara
tetangga dan atau laut lepas. Sedangkan
menurut UU 43/2008, kawasan
perbatasan negara adalah bagian dari
wilayah negara yang terletak pada sisi
dalam batas wilayah Indonesia dengan
negara lain. Dalam hal batas wilayah
negara di darat, kawasan perbatasan
berada di kecamatan yang berhadapan
langsung dengan negara tetangga.
RPJMN 2010-2014 menggabungkan
kedua pendekatan tersebut sebagai
unit yang saling mengisi, dimana unit
kabupaten/kota perbatasan di arahkan
pada aspek pengembangan ekonomi
yang mencakup wilayah yang lebih luas
dan borderless dengan orientasi sebagai
pusat pertumbuhan wilayah sekitarnya
dan di fokuskan di 26 PKSN (Pusat
Kegiatan Strategis Nasional).
Sementara unit kecamatan
perbatasan di arahkan pada penguatan
sabuk pertahanan, keamanan dan
kesejahteraan masyarakat yang
didukung dengan pengembangan
sarana dan prasarana sosial dasar
serta pemberdayaan masyarakat. Ini di
fokuskan pada kecamatan perbatasan di
38 kabupaten/kota prioritas.
Pada level lokal, permasalahan yang
dihadapi oleh daerah perbatasan adalah
berupa keterisolasian, keterbelakangan,
kemiskinan, mahalnya harga barang
dan jasa, keterbatasan prasarana dan
sarana pelayanan publik (infrastruktur),
rendahnya kualitas SDM pada umumnya,
dan penyebaran penduduk yang tidak
merata.
Sementara pada level nasional,
permasalahan daerah perbatasan adalah
berupa: Kebijakan pemerintah yang
kurang berpihak kepada pembangunan
daerah perbatasan; Tapal batas negara;
Penyelundupan tenaga kerja Indonesia
(TKI); Masih kurangnya personil,
anggaran, prasarana dan sarana, serta
kesejahteraan; Terjadinya perdagangan
lintas batas illegal; Kurangnya akses dan
media komunikasi serta informasi dalam
negeri; Terjadinya proses pemudaran
(degradasi) wawasan kebangsaan; Illegal
logging dan illegal fishing oleh negara
tetangga; serta belum optimalnya
koordinasi lintas sektoral dan lintas
wilayah dalam penanganan wilayah
perbatasan.
Pada level internasional,
permasalahan daerah perbatasan adalah
berupa kesenjangan prasarana dan sarana
yang terjadi pada daerah perbatasan
di Indonesia. Jika dibandingkan
dengan negara tetangga, hal ini dapat
menimbulkan permasalahan politik dan
Hankam. Selanjutnya adalah terjadinya
eksodus WNI ke negara tetangga
dikarenakan hampir seluruh wilayah
kecamatan di perbatasan tidak memiliki
akses jalan menuju ibukota kabupaten.
Masalah lainnya adalah rendahnya daya
saing penduduk setempat dibandingkan
dengan negara tetangga.
Dari 70 kabupaten/kota tertinggal
yang ada di perbatasan, sebanyak 14
kabupaten/kota diantaranya, yaitu
kabupaten/kota Timur Tengah Utara,
Rote Ndao, Sambas, Raja Ampat, Natuna,
Bengkayang, Sanggau, Sintang, Kutai
Barat, Malinau, Nunukan, Kepulauan
Sangihe, Kepulauan Talaud, dan Keeroom
diprioritaskan untuk di entaskan dengan
tingkat intervensi pada 6 (enam) kriteria
utama, yaitu perekonomian, SDM,
infrastruktur, fiskal daerah, aksesibilitas,
dan karakteristik daerah.
Strategi pembangunan kawasan
perbatasan dilakukan dengan
memperhatikan pertumbuhan ekonomi
pada sentra-sentra kawasan perbatasan
yang potensial melalui basis ekonomi
kerakyatan dengan tersedianya
infrastruktur yang memadai; Menciptakan
stabilitas politik yang kondusif
dan konstruktif guna mendukung
pelaksanaan pertumbuhan ekonomi
di kawasan perbatasan; Meletakkan
pemberdayaan masyarakat sebagai
pendekatan utama dengan meningkatkan
peran dan partisipasi masyarakat di
kawasan perbatasan secara nyata; dan
Meningkatkan kinerja manajemen
pembangunan melalui kualitas aparatur
pemerintah, sehingga mampu menjadi
fasilisator pelaksanaan pembangunan
kawasan perbatasan.
Dalam rangka mempercepat
pembangunan kawasan perbatasan,
maka perlu ditetapkan Otorita Kawasan
Perbatasan dan pintu masuk (gate) ke
negara tetangga, yang secara khusus
diatur tersendiri sesuai dengan kondisi
dan potensi wilayah.
Kebijakan pembangunan daerah
perbatasan dimaksudkan untuk
mendorong kebijakan afirmatif tentang
pembiayaan dan pengembangan fiskal
daerah tertinggal, mendorong Tata Kelola
sumber daya alam daerah tertinggal
berbasis komoditas unggulan, mendorong
dan meningkatkan kualitas SDM melalui
program penguatan pendidikan dan
kesehatan masyarakat, merumuskan
arah dan kebijakan pembangunan pusat
dan daerah, serta proaktif melakukan
koordinasi dengan seluruh stakeholder
pembangunan daerah tertinggal.
KPDT merekomendasikan untuk
mengatasi ketertinggalan kabupaten/
kota di perbatasan dengan memfokuskan
pada pengembangan ekonomi wilayah
kabupaten/kota untuk dapat menjadi
produsen hulu/hilir bagi negara tetangga,
dan mendorong optimalisasi potensipotensi kabupaten/kota agar memiliki
nilai tambah menjadi market negara
tetangga, misalnya di bidang pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan,
pariwisata dan lain-lainnya.
BNPP dan KPDT perlu berkoordinasi
dengan kementerian dan lembaga
lainnya dalam rangka penyediaan sarana
dan prasarana, sementara perguruan
tinggi tetap melakukan pendampingan
penelitian terhadap potensi-potensi
untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat kabupaten/kota tertinggal.
Perguruan tinggi juga diharapkan lebih
meningkatkan kesempatan kepada para
pemuda di kabupaten/kota tertinggal
di perbatasan dalam bentuk pemberian
beasiswa.[]
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
10
fokus
Mengembangkan Kawasan Perbatasan
Dengan Pendekatan Kesejahteraan
Berdasarkan berbagai skenario
pengembangan dan berbagai
konsekuensinya, juga mencermati
kondisi lapangan, perkembangan di
dalam negeri dan lingkungan regional,
kemudian setelah dikonsultasikan kepada
berbagai kalangan, maka disepakati visi
pengembangan kawasan perbatasan
antar negara adalah :”Menjadikan
kawasan perbatasan antar negara
sebagai kawasan yang aman, tertib,
menjadi pintu gerbang negara dan
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan, sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
lokal dan menjamin negara kesatuan
Republik Indonesia”.
Untuk mencapai visi yang dicitacitakan di atas, terdapat beberapa misi
yang perlu dilaksanakan oleh para pihak
yang terkait baik pemerintah maupun
swasta yaitu: Mempercepat penyelesaian
garis batas antar negara dengan negara
tetangga sehingga tercipta garis batas
yang jelas dan diakui kedua belah pihak;
Mempercepat pengembangan beberapa
kawasan perbatasan sebagai pusat
pertumbuhan, yang dapat menangkap
peluang kerjasama antar negara, regional
dan internasional, secara selektif sesuai
prioritas;
Meningkatkan penegakan hukum
dan kondisi keamanan yang kondusif
bagi berbagai kegiatan ekonomi, sosial
dan budaya serta meningkatkan sistem
pertahanan perbatasan kontinen
dan laut; Menata dan membuka
keterisolasian dan ketertinggalan
kawasan perbatasan dengan
meningkatkan prasarana dan sarana
perbatasan yang memadai; Mengelola
sumberdaya alam darat dan laut secara
seimbang dan berkelanjutan, bagi
kesejahteraan masyarakat, pendapatan
daerah dan pendapatan Negara; dan
Mengembangkan sistem kerjasama
pembangunan antar Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, antarnegara,
maupun antar pelaku usaha.
Kondisi perbatasan di Indonesia yang
berbeda satu dengan yang lainnya, baik
antara kawasan perbatasan kontinen
dan laut, maupun antar perbatasan
di wilayah daratnya sendiri, sehingga
masing-masing memerlukan kebijakan
khusus dan strategi serta pendekatan
yang berbeda. Namun demikian
diperlukan suatu kebijakan dasar yang
dapat dijadikan sebagai payung seluruh
kebijakan dan strategi yang berlaku
secara nasional untuk seluruh kawasan
perbatasan.
No. 48 Tahun IV
Ikhwanuddin
Staf Ahli Menneg PPN Bidang Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia
dan Kawasan Tertinggal
Dok.Google
Secara umum dalam pengembangan
kawasan perbatasan diperlukan suatu
pola atau kerangka penanganan kawasan
perbatasan yang menyeluruh (holistic),
meliputi berbagai sektor dan kegiatan
pembangunan, serta koordinasi dan
kerjasama yang efektif mulai dari
Pemerintah Pusat sampai ke tingkat
Kabupaten/Kota. Pola penanganan
tersebut dapat dijabarkan melalui
penyusunan kebijakan dari tingkat
makro sampai tingkat mikro dan disusun
berdasarkan proses partisipatif, baik
secara horisontal di pusat maupun
vertikal dengan pemerintah daerah.
Sedangkan jangkauan pelaksanaannya
bersifat strategis sampai dengan
operasional.
Adapun kebijakan umum
pengembangan kawasan perbatasan
antarnegara terdiri dari tujuh kebijakan,
yakni: Menata batas kontinen dan
maritim perbatasan antar negara dalam
rangka menjaga dan mempertahankan
kedaulatan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI); Memberi
perhatian lebih besar kepada kawasan
perbatasan sebagai ‘halaman depan’
negara dan pintu gerbang internasional
bagi kawasan Asia dan Pasifik;
Mengembangkan kawasan perbatasan
dengan pendekatan kesejahteraan dan
keamanan secara serasi;
Mengembangkan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi di kecamatankecamatan yang berbatasan langsung
secara selektif dan bertahap sesuai
prioritas dan kebutuhan; Meningkatkan
perlindungan sumberdaya alam hutan
tropis dan kawasan konservasi, serta
mengembangkan kawasan budidaya
secara produktif bagi kesejahteraan
masyarakat lokal; Meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia (SDM) melalui
pembangunan di bidang pendidikan,
kesehatan, perhubungan dan informasi;
serta Meningkatkan kerjasama
pembangunan di bidang sosial, budaya,
keamanan dan ekonomi dengan negaranegara tetangga.
Kebijakan pengembangan kawasan
perbatasan, baik darat dan laut, perlu
dijabarkan ke dalam strategi umum
yang dilaksanakan melalui upayaupaya: Penyelarasan kegiatan-kegiatan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah melalui anggaran pembangunan
sektoral dan daerah, yang diarahkan bagi
pengembangan kawasan pertumbuhan,
dan pengembangan wilayah terpadu
kawasan perbatasan;
Pembentukan lembaga pengembangan kawasan
perbatasan nasional (BNPP) yang
bertugas menyusun
kebijakan dan
mengkoordinasikan
berbagai kegiatan
pengembangan kawasan perbatasan
di tingkat pusat;
Keberpihakan dan
perhatian yang
lebih besar kepada
sektor-sektor di
pusat terhadap
kawasan perbatasan, dan pemberian dukungan dan
fasilitasi pengembangan kawasan
perbatasan oleh
instansi pusat dan
pihak investor
dalam maupun luar
negeri.
Sedangkan
strategi umum
pengembangan
kawasan perbatasan tersebut adalah
meliputi: Penetapan garis batas
antar negara; Peningkatan sarana
dan prasarana perbatasan melalui
pembangunan pos-pos lintas batas
beserta fasilitas bea cukai, imigrasi,
karantina dan keamanan, serta sarana
dan prasarana fisik lainnya;
Penanggulangan kemiskinan
dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat perbatasan dan pulau-pulau
terluar; Pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan yang telah mendapatkan
respons dari negara tetangga;
Peningkatan kualitas dan pengembangan
pemberdayaan sumberdaya manusia;
Peningkatan kelembagaan pemerintah
dan masyarakat di daerah; Perlindungan
dan konservasi sumberdaya hutan dan
kelautan; Peningkatan aparat keamanan
dan pertahanan di sepanjang perbatasan
dan pulau-pulau
terluar; Peningkatan sosialisasi dan
penyuluhan kehidupan bernegara dan
berbangsa bagi masyarakat perbatasan;
serta Peningkatan kerjasama bilateral di
bidang ekonomi, sosial dan budaya.[]
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi
fokus
11
Pengembangan Konsep Kota Mandiri
Perbatasan Sesuai Potensi Kawasan
Dok. Diplomasi
Dr. Nia Kurniati, SH. MH.
Dosen Fakultas Hukun UNPAD
Kondisi dan potensi kawasan perbatasan
rata-rata memiliki kualitas pendidikan
SDM yang masih relatif rendah, belum
terdayagunakan secara maksimal, dan
belum banyak berperan dan menikmati
hasil pembangunan di perbatasan.
Nilai-nilai kearifan lokal masih
sebagai symbol budaya dan belum
diberdayakan secara optimal serta
belum kondusif terhadap perubahan
atau pembangunan serta tidak mudah
menerima unsur luar (SARA dan
kemajuan teknologi).
Sumber daya alam belum digunakan
untuk kepentingan pembangunan di
kawasan perbatasan melainkan bersifat
eksploratif. Pengembangan potensi
sumber daya alam belum sejalan dengan
pengembangan kawasan perbatasan
secara terpadu dan terencana sesuai
konsep rencana tata ruang nasional.
Sementara itu daya dukung infrastruktur
juga sangat rendah.
Namun adanya keinginan masyarakat
perbatasan untuk lebih maju dan
berkembang agar dapat menikmati
pembangunan seperti masyarakat di
kawasan lainnya, merupakan sebuah
peluang. Demikian juga dengan potensi
kawasan, sumber daya alam, dan sumber
daya manusia di perbatasan yang masih
belum dimanfaatkan secara optimal.
Upaya perubahan sosial masyarakat
perbatasan untuk lebih mandiri dan
berkembang, serta pengembangan
kawasan perbatasan menjadi beranda
terdepan merupakan tantangan bagi
kita. Demkian pula halnya dengan citacita untuk menghantarkan kawasan
perbatasan untuk bisa ikut berkembang
seperti Kota/Kabupaten lainnya di
Indonesia, serta upaya peningkatan
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
kesejahteraan dan pertumbuhan daya
saing dengan negara tetangga. Disamping
juga bagaimana mengupayakan
pembangunan kawasan perbatasan
tanpa harus dengan merusak lingkungan.
Upaya pembangunan dan
pengembangan kawasan perbatasan
ini didasarkan pada UU No.43 tahun
2009 tentang Wilayah Negara; Perpres
No.12/2010 tentang BNPP; dan
Permendagri No.31/2010 tentang
Organisasi Tata Kerja BNPP. Disamping
itu juga ada Grand Desain Pengelolaan
Perbatasan yang terdiri dari Rencana
Induk dan Rencana Aksi; Program
kerjasama BNPP dengan beberapa
perguruan tinggi (Untan, Unmul, Unhan,
ITB, Unpad, UGM, Undana, Uncen
dan ITS); serta kebijakan pemerintah
tentang Upaya Peningkatan Ketahanan
masyarakat, ekonomi, sosial dan budaya.
Dinamika sosial politik dalam
negeri, dinamika hubungan
internasional dan antar negara yang
berbatasan, serta dampak negatif dari
intervensi dan pengaruh asing akibat
globalisasi serta kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi adalah
merupakan ancaman yang patut di
waspadai dalam pengembangan dan
pembangunan kawasan perbatasan.
Sementara yang menjadi hambatan
dalam upaya pengembangan dan
pembangunan kawasan perbatasan
adalah ketertutupan, keterisoliran dan
keterbatasan wilayah perbatasan itu
sendiri.
Syarat yang perlu dipenuhi untuk
membuka hambatan dalam rangka
mengembangkan kawasan perbatasan
adalah adanya kemauan masyarakat
perbatasan untuk membuka diri
menerima perubahan dengan segala
konsekuensinya. Selanjutnya adanya
pemicu perubahan melalui intervensi
eksternal berupa kebijakan pemerintah
atau imbas perubahan dari wilayah
terdekat yang berbatasan (negara
tetangga yang berbatasan). Kemudian
pemberdayaan potensi kawasan yang
meliputi sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan nilai-nilai kearifan
local dengan “manajemen perubahan
kawasan” secara terencana, terpadu,
terarah dan terprogram.
Upaya percepatan mengembangkan
kawasan perbatasan memerlukan
kesamaan pemahaman bahwa
pengelolaan perbatasan menjadi
tanggung jawab Pemerintah Pusat yang
didukung oleh Pemerintah Daerah serta
para stakeholder dan masyarakat. Adanya
kemauan pemerintah untuk melakukan
perubahan di kawasan perbatasan,
dengan mengelola perbatasan secara
terprogram, terpadu dan terkoordinasi.
Adanya kewenangan yang jelas dan
tegas didukung perangkat kerja dan
pembiayaan yang memadai dengan unit
pelaksana teknis di perbatasan. Adanya
kewenangan lembaga yang mengelola
kawasan perbatasan yang bersifat
‘superbody’ untuk mengkoordinir semua
kementerian/lembaga yang terkait dalam
pengelolaan perbatasan.
Juga diperlukan adanya ‘rumah
program’ berupa grand design rencana
induk dan rencana aksi pengelolaan
perbatasan yang harus dirujuk oleh
semua kementerian/lembaga terkait.
Adanya sinkronisasi/harmonisasi program
dan anggaran untuk pengelolaan
kawasan perbatasan melalui forum
Musrenbang. Reposisi/redefinisi
rencana tata ruang wilayah nasional bagi
pembangunan/pengembangan kawasan
perbatasan. Serta mengasah potensi
‘intan terpendam’ di perbatasan menjadi
lebih bercahaya guna dapat menarik
minat masyarakat local dan luar untuk
berperan serta membangun kawasan
perbatasan.
Hasil guna/output yang diharapkan
dari upaya pengembangan kawasan
perbatasan adalah berlangsungnya
perubahan social masyarakat perbatasan
untuk lebih mandiri dan berkembang
yang setara dengan kemajuan kawasan
lainnya. Terwujudnya pengembangan
kawasan perbatasan menjadi beranda
terdepan Negara. Serta terasahnya ‘intan
terpendam’ di kawasan perbatasan agar
dapat menarik minat masyarakat local
dan luar untuk membangun kawasan
perbatasan.
Sementara daya guna/outcome
yang diharapkan adalah meningkatnya
kesejahteraan masyarakat dan
pertumbuhan daya saing kawasan
perbatasan dengan Negara tetangga.
Meningkatnya ketahanan masyarakat
perbatasan di bidang ideology, politik,
ekonomi, social, budaya, dan pertahanan
keamanan dalam rangka menjaga dan
mempertahankan kedaulatan wilayah
NKRI.
Universitas Padjajaran (UNPAD)
terpanggil mengambil peran bersamasama dengan perguruan tinggi
lainnya untuk membantu pengelolaan
perbatasan melalui pendekatan
konseptual dan implementatif dengan
mengambil fokus dan lokasi kajian
tertentu sebagai implementasi dari Tri
Darma perguruan tinggi.
Penanggung jawab utama
pengelolaan perbatasan berada pada
Pemerintah Pusat dalam rangka
menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI.
Pengelolaan perbatasan perlu dukungan
semua pihak; baik pembuat kebijakan,
instansi terkait, pemerintah daerah,
dunia usaha, dunia pendidikan dan iptek,
media masa, maupun masyarakat di
kawasan perbatasan.
Pengelolaan perbatasan harus
lebih terarah, terpadu, terpogram dan
terkendali yang didukung visi dan misi
yang jelas, grand design dan master plan,
serta rencana aksi dan implementasi.
Pembangunan perbatasan harus
mengutamakan pemberdayaan potensi
kawasan perbatasan yang meliputi unsur
sumber daya manusia, sumber daya
alam, dan unsur nilai-nilai kearifan lokal.
Pengelolaan perbatasan harus dikelola
secara khusus dengan pengaturan dan
pemberian kewenangan yang mampu
menggerakkan dan memberdayakan
semua potensi sumber daya yang ada.
Untuk itu diperlukan peningkatan
kualitas dan kuantitas sumber daya
manusia di kawasan perbatasan melalui
peningkatan pendidikan; penambahan
sumber daya manusia penggerak
pembangunan di kawasan perbatasan;
master plan dalam pengembangan
kawasan secara menyeluruh dan
terpadu yang visioner sesuai dengan
perkembangan keadaan dan kemajuan
teknologi; dukungan kebijakan/
pengaturan khusus dan terpadu
yang diperlukan untuk percepatan
pembangunan kawasan perbatasan.
Perlu ada kemauan dan
pemahaman bersama untuk percepatan
pengembangan kawasan perbatasan
agar tidak ada tumpang tindih kebijakan
dan aturan serta program dari semua
kementerian/lembaga terkait dalam
pengelolaan perbatasan; pembentukan
otorita khusus bagi pengelola teknis
di kawasan perbatasan agar mampu
menggerakkan semua instansi
dan potensi untuk mempercepat
pembangunan di kawasan perbatasan;
pembentukan pusat-pusat perkembangan
ekonomi di kawasan perbatasan.
Perlu pengembangan konsep Kota
Mandiri perbatasan sesuai potensi
kawasan, antara lain kota budaya,
kota pelabuhan, kota transit, kota
pertambangan, kota wisata, kota
tematik, kota perdagangan, kota industri,
airport city dan sebagainya. Membuka
peluang untuk masuknya investasi asing
dan pembukaan lapangan kerja bagi
penduduk lokal dan pendatang.[]
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
12
b i n g kai
Dok. Infomed
r
e
n
i
l
l Ku
a
v
i
t
Fes
N
A
E
S
A
Bekerjasama
dengan PT. Summarecon
Agung Tbk dan Indonesian Chef
Association (ICA), pada tanggal 16
September 2011, Kementerian Luar
Negeri RI menggelar festival kuliner
ASEAN bertajuk “ASEAN Plus Culinary
Festival 2011” di La Piazza, Kelapa
Gading, Jakarta.
Dirjen Kerjasama ASEAN, Djauhari
Oratmangun, mengatakan bahwa
festival kuliner ASEAN 2011 yang
baru pertama kali di selenggarakan
ini diharapkan dapat meningkatkan
people-to-people contact diantara
negara-negara anggota ASEAN
Plus. Hal ini merupakan salah satu
upaya Pemerintah Indonesia untuk
mewujudkan people-oriented dan
people-centered ASEAN dalam
pembentukan ASEAN Community
2015. Disamping itu festival ini juga
No. 48 Tahun IV
diharapkan
dapat meningkatkan
ASEAN awareness, khususnya pada
masyarakat Indonesia.
Melalui pengenalan kuliner khas
tradisional negara-negara ASEAN
Plus kepada masyarakat, Pemerintah
berharap dapat meningkatkan rasa
kebersamaan dan kekompakan diantara
masyarakat ASEAN Plus. Dan tidak
ketinggalan, festival ini diharapkan juga
dapat memberikan suatu economic
benefit bagi para pelaku bisnis kuliner
di Indonesia, demikian diungkapkan
oleh Dirjen KSA, Djauhari Oratmangun.
Sementara itu, Direktur PT
Summarecon Agung Tbk., Soegianto
Nagaria, memaparkan bahwa ASEAN
Plus Culinary Festival 2011 ini dapat
membantu memperkenalkan Kelapa
Gading Jakarta sebagai “Kota Sejuta
Makanan” kepada masyarakat
ASEAN dan menjadi tujuan wisata
kuliner ke depannya. Lebih lanjut
Soegianto menjelaskan bahwa selain
memasyarakatkan
Komunitas ASEAN 2015,
acara ini juga diharapkan bisa menjadi
agenda baru pertukaran budaya melalui
bidang kuliner.
Penyelenggaraan ASEAN Plus
Culinary Festival 2011 mengusung
tema ‘Natural Traditional’, dengan
menampilkan nuansa tropis yang
merupakan ciri khas dari negara-negara
ASEAN. Dekorasi khas tradisional
negara ASEAN mulai terlihat saat
memasuki gerbang pintu utama dan
suasana dibuat layaknya berada di
perkampungan ASEAN dengan gerbang
dan kursi-kursi pengunjung yang
didominasi oleh material bambu serta
kayu. Sementara panggung utama di
desain berupa sebuah Pendopo yang
merupakan ciri khas arsitektur Jawa
Tengah, Indonesia.
Sekitar 27 booth yang terdiri
dari makanan dan minuman khas
di berbagai negara ASEAN Plus
ditampilkan untuk memeriahkan
ASEAN Plus Culinary Festival 2011
ini, diantaranya; Tom yam kung, Pad
Thai, Yam Mamuang (Thailand);
Chicken & Pork Adobo, Bistik Tagalog
(Filipina); Pho bo, Goi Cu On, Ca Pe Sua
Da (Viet Nam); Nyonya Nasi Lemak,
Ambula Juice, Teh Tarik (Malaysia);
Chicken Biryani, Peshawari Chappal
Kebab (Pakistan); dan Okonomiyaki,
Takoyaki (Jepang). Sementara Indonesia
menampilkan Sate Ponorogo, Rujak
Beubeuk,
Kerak Telor
dan berbagai makanan
khas lainnya. Yang juga menambah
keunikan dari penyelenggaraan
festival kuliner ini adalah penggunaan
uang-uangan khas ASEAN sebagai alat
pembayaran.
Selain dapat menikmati cita
rasa aneka masakan khas negaranegara ASEAN Plus, para pengunjung
juga diberikan kesempatan untuk
menambah pengetahuan mengenai
kuliner melalui “Chef Demo”. Acara
ini menghadirkan Presiden ICA, Chef
Henry Alexie Bloem dan beberapa chef
internasional lainnya, seperti Chef Sher
Habib (Pakistan), Chef Pof. Sopheak
dan Chef Seng Komphak (Kamboja),
Chef Andreas Stockowy (Jerman), dan
Chef Oskar Urzelai (Jerman). Tidak
ketinggalan juga ditampilkan celebrity
chef seperti Chef Yongki Gunawan, Chef
Ragil Wibowo, dan Chef Ferry selaku
President’s Chef for Nutrition Food di
Indonesia.
Selama tiga hari pelaksanaan
festival ini, para pengunjung juga
disuguhi berbagai pertunjukan,
diantaranya Art & Culture Performance,
ASEAN character humanoid, dan
live band performance. Melengkapi
kemeriahan penyelenggaraan ASEAN
Plus Culinary Festival 2011 juga turut
dihadirkan para Putri Pariwisata
Indonesia, sehingga menambah
semarak festival kuliner ini. []
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi
”.....di era globalisasi
sekarang ini, di dalam
negeri batik memiliki
pangsa pasar yang besar.
Kreativitas pembatik
dalam menciptakan pola,
desain dan fungsi batik
telah mampu bersaing
dalam pasar nasional
maupun global.”
Dok. Presidensby.info
Ibu Ani membatik di atas payung dengan canting saat menghadiri peringatan Hari Batik
Nasional 2011 di Lapangan Jetayu, Kota Pekalongan, Senin (3/10) siang. Pada saat yang
bersamaan, 1000 pembatik secara serentak juga mengikuti Ibu Ani membatik di atas payung
dengan canting. 1000 orang pembatik tersebut terdiri dari 750 perempuan, 200 pelajar, dan
50 orang seniman.
Peringatan Hari
Batik Nasional
2011
b i n g kai
Batik adalah ekspresi
budaya yang memiliki
makna simbolis yang
unik dan nilai estetika
yang tinggi bagi
masyarakat Indonesia.
Keunikan yang indah itu
merupakan salah satu
pembentuk karakter
bangsa Indonesia yang
membedakan kita dengan
bangsa lain sehingga
dapat menjadi identitas
dan jati diri bangsa.
Demikian dijelaskan Ibu
Ani Bambang Yudhoyono
dalam sambutannya saat
menghadiri peringatan
Hari Batik Nasional 2011
di Lapangan Jetayu, Kota
Pekalongan, Senin (3/10).
Peringatan Hari Batik
Nasional yang digelar di
Kota dengan sejuta motif
batik , 3 – 5 Oktober
2011 berlangsung
sukses. Suksesnya acara
ini, semakin lengkap
dengan hadirnya Ibu
Negara Hj. Ani Yudhoyono
dan Ibu Wakil Presiden
Herawati Budiono di
Kota Pekalongan untuk
membuka kegiatan pada
tanggal 3 Oktober 2011 di
Lapangan Jetayu Kawasan
Simpang Lima Kota
Pekalongan .
Selain itu, hadir
pula para menteri perempuan Kabinet
Indonesia Bersatu, himpunan istri
menteri dan mantan menteri.
Kementerian Luar Negeri dalam
hal ini Direktorat Jenderal Informasi
dan Diplomasi Publik bekerjasama
13
dengan Pemerintah Kota Pekalongan
turut mendukung perhelatan hari batik
nasional ini melalui program Diplomatic
Tour dengan peserta yang terdiri dari
para Duta Besar perempuan dan istri
Duta Besar Negara sahabat. Kegiatan
Diplomatic Tour tersebut dapat lebih
memperkenalkan Batik di mata dunia
internasional khususnya keluarga besar
diplomat Negara-negara sahabat.
Dalam rangkaian hari batik nasional
ini, diselenggarakan parade membatik
1.000 payung yang dilakukan oleh 1.000
pembatik terdiri dari 750 perajin batik,
200 pelajar dan 50 seniman. Kegiatan
membatik diatas paying dengan
berbagai corak dan motif tersebut
tercatat dalam rekor MURI.
Sebagaimana diungkapkan
Manajer MURI Sri Widayati disela -sela
peringatan Hari Batik Nasional 2011.
“Kami dari MURI mencatat parade 1.000
payung yang dibatik dengan aneka
motif dan warna masuk dalam kategori
payung terbanyak. Karenanya, kami
secara resmi mencatat parade ini dalam
rekor MURI ke 5106,” jelas Sri.
Batik juga memegang peran yang
penting dalam perekonomian Indonesia
sebagai salah satu penopang kekuatan
ekonomi rakyat. Industri batik telah
menyerap tenaga kerja yang sangat
besar, dari proses pembuatannya
hingga pemasarannya. Bahkan di
era globalisasi sekarang ini, di dalam
negeri batik memiliki pangsa pasar
yang besar. Kreativitas pembatik dalam
menciptakan pola, desain dan fungsi
batik telah mampu bersaing dalam
pasar nasional maupun global.
Peringatan Hari Batik Nasional 2011
diharapkan dapat menggairahkan
kembali industri batik bagi Kota
Pekalongan pada khususnya dan
Indonesia pada umumnya.[]
Dok. Presidensby.info
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Ibu Ani dan Ibu Herawati melihat proses pewarnaan kain batik di Museum Batik Nasional,
Pekalongan, Senin (310) siang. (fotoanungpresidensby.info)
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
14
fokus
Universitas Tanjungpura Mendorong
Pembangunan Wilayah Perbatasan
Prof. Dr. Eddy Suratman
Guru Besar FE Untan, Kalbar.
Dok. Diplomasi
Berdasarkan data dari Kementerian
PDT, seluruh kabupaten perbatasan
di Kalimantan Barat, yaitu Sambas,
Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan
Kapuas Hulu, semuanya termasuk
kategori tertinggal. Dari 1.866 jumlah
desa/kelurahan, sebanyak 1.255 atau
64,25% nya termasuk kategori desa/
kelurahan tertinggal. Dengan demikian
hanya 667 (35,74%) saja desa/kelurahan
yang tidak tertinggal. Sedangkan khusus
untuk kawasan perbatasan, seluruh
desa/kelurahan atau sebanyak 747 desa/
kelurahan masuk kategori tertinggal.
Ini Nampak dari pertumbuhan ekonomi
Kalimantan Barat selama periode
2003-2010 yang selalu lebih rendah dari
pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebagai daerah tertinggal,
kawasan perbatasan memang kurang
mendapatkan perhatian pemerintah,
dan cenderung hanya dijadikan
sebagai sabuk keamanan (security
belt). Beberapa kawasan perbatasan
memang sulit dijangkau karena kendala
geografis. Disamping itu juga terjadi
inkonsistensi antara perencanaan dengan
pelaksanaan, dan adanya ketidakjelasan
wewenang dan koordinasi. Namun
dengan adanya BNPP, maka sekarang ini
koordinasinya menjadi lebih baik.
Angka kemiskinan yang tinggi di
kawasan perbatasan juga merupakan
suatu permasalahan, dimana terdapat
sekitar 45% desa miskin dengan jumlah
penduduk miskin sekitar 35%. Prosentase
penduduk miskin di tingkat nasional
pada 2010 mencapai 13,3%, sementara
prosentase penduduk miskin di provinsi
Kalimantan Barat mencapai 9,02%.
Permasalahan lainnya adalah
keterbatasan infrastruktur, lemahnya
No. 48 Tahun IV
penegakan hukum dan belum optimalnya
pemanfaatan sumber daya alam. Padahal
kawasan perbatasan memiliki potensi
sumber daya alam yang cukup besar,
diantaranya tambang emas, hasil hutan,
perkebunan dan perikanan air tawar.
Tambang emas, baik yang
terkandung dalam tanah aluvial maupun
sungai, tersebar hampir di seluruh
aliran sungai di sepanjang kawasan
perbatasan. Potensi hutan yang dapat
diusahakan adalah sekitar 80.000 hektar.
Selain itu di kawasan perbatasan juga
terdapat hutan lindung berupa Taman
Nasional yang sangat berpotensi untuk
dikembangkan sebagai oyek wisata
alam. Kawasan perbatasan juga memiliki
potensi perkebunan berupa coklat,lada,
karet, kelapa sawit dan lain-lainnya
yang sebagian besar di jual ke Serawak.
Sementara potensi perikanan air tawar
juga cukup besar dan memiliki spisies
ikan yang relatif lengkap dan hanya
terdapat di beberapa negara di dunia.
Beberapa faktor yang menyebabkan
kawasan perbatasan yang memiliki
potensi sumber daya alam cukup besar
namun menjadi daerah tertinggal,
adalah; kondisi geografis, rendahnya
kualitas SDM, terbatasnya infrastruktur,
dan merupakan kawasan yang rawan
terjadinya bencana alam dan konflik
sosial, serta penerapan kebijakan
pembangunan yang tidak tepat sasaran.
Tidak tepatnya sasaran kebijakan
pembangunan, antara lain disebabkan
oleh fokus pembangunan nasional
yang cenderung ke Kawasan Barat
Indonesia (KBI), fokus pembangunan
yang cenderung ke daerah perkotaan,
kurangnya keterkaitan kegiatan
pembangunan antar wilayah, serta
terabaikannya pembangunan daerah
perbatasan karena alasan lokasi, jumlah
penduduk, dan anggaran yang minim.
Konsep dan program Universitas
Tanjungpura dalam pengelolaan
perbatasan adalah terus mendorong
dan menagih janji pemerintah untuk
mewujudkan Kawasan Perbatasan
Nasional sebagai “Beranda Depan”.
Upaya tersebut tidak boleh berhenti
hanya pada slogan dan wacana.
Perwujudan itu bisa dilakukan
melalui berbagai upaya, yaitu: dengan
menetapkan Rencana Tata Ruang
Kawasan Perbatasan sebagai bagian
dari Rencana Tata Ruang Nasional yang
bersinergi dengan Tata Ruang Provinsi
dan Kabupaten. Merevitalisasi peran
dan fungsi Badan Nasional Pengelola
Perbatasan (BNPP) dengan memperjelas
lingkup kewenangan pemerintah
pusat, provinsi dan kabupaten, di ikuti
dengan penempatan personil yang lebih
memahami permasalahan pembangunan
kawasan perbatasan.
Upaya lainnya adalah meningkatkan
kualitas sumber daya manusia
terutama melalui pembangunan bidang
pendidikan dan kesehatan, mempercepat
pembangunan infrastruktur,
meningkatkan perlindungan sumber
daya alam dan mengembangkannya
bagi kesejahteraan masyarakat lokal dan
melakukan pendekatan kesejahteraan
dan keamanan secara serasi, terutama
untuk mengurangi angka kemiskinan.
Selanjutnya melakukan upaya
peningkatan kerjasama pembangunan
dengan negara tetangga, melakukan
penegakan hukum, pengembangan
perkebunan berskala besar di sepanjang
perbatasan yang di orientasikan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
di sekitar kawasan perbatasan.
Kemudian mengembangkan
lembaga-lembaga keuangan lokal (bank
dan non-bank) yang diatur secara
profesional, terutama untuk memperkuat
peran mata uang Rupiah dan sekaligus
mengupayakan agar dana dari daerah
perbatasan ini tidak keluar dan dapat
dimanfaatkan secara maksimal untuk
mendorong pembangunan ekonomi
lokal. Selanjutnya mengimplementasikan
secara sungguh-sungguh konsep Border
Development Center (BDC) yang sudah
dikaji dan dirancang dalam waktu yang
cukup lama sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi kawasan.
Kami sudah merancang BDC
sebagai Kawasan Cepat Tumbuh (KCT)
di perbatasan, dimana BDC merupakan
sebuah pusat pengembangan yang
berfungsi sebagai Pusat Pertumbuhan
Ekonomi dan Pusat Pemberdayaan
Masyarakat lokal. Sebagai Pusat
Pertumbuhan Ekonomi, BDC berfungsi
sebagai sentra produksi, distribusi,
koleksi dan stabilisasi harga barang
dan jasa. Sebagai Pusat Pemberdayaan
Masyarakat, BDC berfungsi sebagai pusat
pengembangan kapabilitas masyarakat.
Sebagai Kawasan Cepat Tumbuh,
BDC merupakan sentra pertanian
lahan basah (padi) dan pertanian
lahan kering (sayur-sayuran); sentra
industri pengolahan berbasis pertanian
tanaman pangan dan perkebunan;
sentra perkebunan skala besar dan
skala rakyat (karet, kelapa sawit, lada
dan lain-lainnya); serta sentra hutan
produksi tetap, hutan produksi terbatas,
hutan dikonversi, dan hutan rakyat.
Sedangkan sebagai Pusat Pemberdayaan
Masyarakat, BDC merupakan sentra Balai
Latihan Kerja (BLK), pelatihan bisnis,
pendidikan khusus, promosi produk
UKM, dan bantuan/pembinaan teknis.
Dalam hal ini jaringan BDC meliputi
Kawasan Industri, Kawasan Pariwisata,
Kawasan Sentra Produksi, Kawasan
Andalan, Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu, Kawasan Industri,
Kawasan Bisnis, Kawasan pemukiman,
Kawasan Agropolitan, dan BDC lainnya di
Kalimantan Barat.
Tugas Universitas Tanjungpura
(Untan) dalam mendukung pengelolaan
potensi kawasan perbatasan adalah
telah dan terus mengimplementasikan
Tridharma Perguruan Tinggi di kawasan
perbatasan dalam bentuk; Membantu
meningkatkan kualitas masyarakat
perbatasan melalui kesempatan
melanjutkan pendidikan ke Untan;
Membantu menyediakan konsep dan
rekomendasi kebijakan untuk mengatasi
permasalahan di kawasan perbatasan
melalui kegiatan penelitian; Membantu
masyarakat perbatasan dengan saran
praktis terkait dengan upaya perbaikan
taraf kehidupan mereka sehari-hari
melalui kegiatan pengabdian masyarakat.
Beberapa kegiatan yang dilakukan
Untan di kawasan perbatasan, antara lain
adalah; Memberikan peluang kuliah lebih
besar bagi calon mahasiswa yang berasal
dari kawasan perbatasan; Memberikan
beasiswa penuh kuliah di Untan bagi
mahasiswa dari kabupaten perbatasan
(untuk tahun ajara 2010-2011 ada 200
mahasiswa); KKN Mahasiswa secara
rutin; Pembukaan konsentrasi kajian
perbatasan di S2 Fisip sejak 2003 dan
kajian ekonomi perbatasan di S2 Ilmu
Ekonomi sejak 2009; Membentuk Pusat
Penelitian Kawasan Perbatasan (P2KP);
Pengabdian kepada masyarakat berupa
pemberantasan buta huruf oleh FKIP
selama beberapa tahun, Lokakarya
dan pendampingan masyarakat oleh
mahasiswa S2 Ilmu Hukum; Seminar,
workshop, dan lokakarya tentang
perbatasan (lebih dari dua kali dalam
setahun); Penelitian tesis mahasiswa S1
dan S2: Pendampingan oleh beberapa
UKM dan dosen setiap tahun; dan
Penelitian.[]
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi
fokus
15
Mengadopsi “Teori Laron” untuk
Mengembangkan Wilayah Perbatasan
Seperti daerah lain di Indonesia,
wilayah perbatasan juga mengandung
potensi sumber daya alam yang
melimpah baik di darat maupun
di lautnya, namun keberadaan
potensi tersebut belum dikelola dan
dimanfaatkan secara optimal, bahkan
sentuhan pembangunan di wilayah
perbatasan masih minim sehingga
kondisi wilayah perbatasan saat ini
sangat memprihatinkan layaknya
beranda belakang rumah yang tidak
terurus.
Mengembangkan ekonomi
wilayah perbatasan tidak bisa hanya
mengandalkan konsep dan strategi
konvensional dan rata-rata, diperlukan
kiat dan konsep yang inovatif dan
spektakuler dengan pola fikir out of
the box, dengan modal kehandalan
dan pengalaman mengelola potensi
ditengah minimnya sumber daya
menjadi potensi yang unggul dan
menguntungkan, serta kemampuan
intuisi bisnis dalam menangkap peluang
yang tersembunyi menjadi peluang
yang terang benderang, para pengusaha
nasional yang tergabung di KADIN dapat
memberi kontribusi yang nyata dalam
mendorong percepatan pembangunan
di perbatasan.
Sebagaimana yang sudah diyakini
dan dibuktikan dalam sejarah bahwa
kesejahteraan suatu bangsa tidak
terlepas dari peran pokok dan kiprah
pengusahanya sebagai tulang punggung
dan pelaku ekonomi, karena dari kiprah
pengusahalah akan dapat tercipta
percepatan pembangunan ekonomi
berupa penyediaan lapangan kerja,
peningkatan pendapatan negara dan
pajak sebagai sumber devisa negara
disamping kesejahteraan masyarakat
dapat ditingkatkan dari lapangan
kerja yang disediakan oleh pengusaha
tersebut.
Langkah Badan Nasional Pengelola
Perbatasan (BNPP) menggandeng KADIN
untuk bersama-sama mengembangkan
dan membangun wilayah perbatasan
yang ditandai dengan ditandatanganinya
kesepakatan bersama pada 20 Januari
2011 adalah langkah yang cerdas dan
tepat.
Peran KADIN dalam
mengembangkan dan membangun
wilayah perbatasan secara dasar telah
disepakati bersama yang tertuang dalam
pasal 2 kesepakatan bersama antara
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Muhammad Solikin
Ketua Komite Tetap Bidang Investasi
Wilayah Tengah KADIN Indonesia
KADIN dan BNPP, yaitu: Identifikasi
dan pemetaan potensi kawasan
perbatasan; Pengkajian kebijakan
dan pengembangan ekonomi bisnis;
Pembangunan dan pemanfaatan
potensi sumber daya alam berbasis
kelestarian lingkungan; Pengkajian
dan penerapan sistim informasi
bisnis dan pengembangan sistim
informasi manajemen perijinan yang
berbasis teknologi e-government; dan
Peningkatan kapasitas sumber daya
manusia di kawasan perbatasan.
Untuk mengembangkan wilayah
perbatasan, KADIN mengusulkan
memakai dan mengadopsi “teori
laron” dimana laron akan berbondongbondong tanpa di komando mencari
dan menuju cahaya di manapun berada.
Jadi dalam mengembangkan wilayah
perbatasan perlu diciptakan cahaya
yang merupakan daya tarik agar orang
mau datang dan tinggal, serta berusaha
dan berinvestasi di wilayah perbatasan
dengan suka rela dan motivasi tinggi.
Dalam hal ini KADIN sedang
melakukan kajian dan pendalaman
untuk kepentingan tersebut dengan
membentuk ‘Tim Percepatan
Pembangunan Ekonomi Wilayah
Perbatasan’ sebagai langkah
awal. Strategi yang diwacanakan
KADIN adalah berupa; Pokok kerja
pengembangan ekonomi; Sasaran
sektor kegiatan ekonomi; dan Program
pembangunan dalam mendukung
pengembangan ekonomi wilayah
perbatasan.
Pokok kerja pengembangan
ekonomi wilayah perbatasan adalah
berupa; Mapping dan identifikasi
potensi; Zonanisasi dan distribusi
potensi; Studi dan kajian potensi;
Perumusan dan penetapan stimulus
dan daya tarik investasi; Pemasaran dan
penggalangan investor; Pelaksanaan
dan pengelolaan investasi. Sedangkan
sasaran sektor kegiatan ekonomi
yang akan di kembangkan di wilayah
perbatasan adalah sektor Agriculture
(primer), Manufacture (sekunder), dan
Service (tertier).
Sektor Agriculture adalah
membudidayakan sumber daya
alam secara langsung tanpa proses
Dok. Google
pengolahan. Yang termasuk dalam
sektor ini adalah; usaha pertanian;
usaha penangkapan dan budidaya
ikan; usaha perkebunan dan
kehutanan; usaha peternakan; usaha
pertambangan; dan pariwisata.
Sektor Manufacture adalah kegiatan
ekonomi yang mengolah sumber daya
alam menjadi bahan setengah jadi
atau bahan jadi. Yang termasuk dalam
sektor ini adalah; industri, kelistrikan,
air bersih, dan bangunan. Sedangkan
sektor Service adalah kegiatan ekonomi
yang tidak menghasilkan barang akan
tetapi menghasilkan jasa. Yang termasuk
dalam sektor ini adalah; perdagangan,
pengangkutan, keuangan dan jasa-jasa
lainnya.
Untuk di wilayah perbatasan, sektor
yang didahulukan adalah sektor usaha
yang banyak menyerap tenaga kerja
agar mendorong tumbuhnya komunitas
penduduk yang tinggal di wilayah
perbatasan sehingga akan berdampak
pada munculnya pertumbuhan aktifitas
ekonomi.
Mengingat pembangunan wilayah
perbatasan memiliki manfaat yang
fundamental, tidak hanya menyangkut
pemerataan pembangunan melainkan
juga menyangkut harga diri dan
integritas bangsa serta kedaulatan
negara, sehingga
pembangunan wilayah
perbatasan hendaknya
di klasifikasikan sebagai
wilayah prioritas.
Untuk itu KADIN
mengusulkan agar
strategi pelaksanaan
pembangunan wilayah
perbatasan terdiri
dari Program Tanggap
Darurat, Program
Rehabilitasi, serta
Program Revitalisasi
dan Pengembangan
Ekonomi.
Program Tanggap
Darurat merupakan
program yang
cepat dan segera
dilaksanakan karena
menyangkut aspek
dasar kehidupan, yaitu
meliputi: Perbaikan
jalan akses utama yang
putus dan rusak parah;
Penyediaan sarana air
bersih; Penanggulangan kelaparan dan
gizi buruk; serta Pembangunan dan
penyediaan sarana kesehatan dasar.
Program Rehabilitasi dimaksudkan
untuk melakukan pembenahan dan
peningkatan kualitas sarana dan
prasarana masyarakat, diantaranya
berupa: Renovasi dan atau relokasi
rumah tinggal penduduk; Perbaikan
dan pemenuhan kelengkapan sarana
pendidikan; Perbaikan dan pemenuhan
kelengkapan sarana dan prasarana
kesehatan; serta Rehabilitasi pasar dan
sarana ibadah.
Sedangkan dalam Program
Revitalisasi dan Pengembangan
Ekonomi, bentuk-bentuk kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan
adalah berupa: Pembangunan
infrastruktur ekonomi; Pembangunan
kawasan sentra produksi; serta
Pembangunan perkantoran dan pusat
pelayanan bisnis.
KADIN meyakini bahwa dengan
rasa nasionalisme dan juga dukungan
semua pihak, terutama Pemerintah,
upaya untuk menjadikan wilayah
perbatasan sebagai beranda depan
yang penuh keunggulan dan kaya nilai
tambah, dapat direalisasikan secara
nyata.[]
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
16
S O R O T
Diplomasi Perbatasan
Indonesia berbatasan dengan sepuluh
negara, tiga diantaranya adalah
berupa batas wilayah darat. Kawasan
perbatasan merupakan bagian dalam
dari garis batas wilayah, dimana dalam
hal ini wilayah darat itu berada di
kecamatan. Karena itu pembangunanpembangunan di kawasan perbatasan
idealnya adalah dilakukan di seluruh
perbatasan, tetapi bagaimanapun
juga pembangunan itu berkaitan
dengan manusia, maka tentu saja yang
diutamakan adalah pembangunan di
wilayah daratan yang berada di tingkat
kecamatan.
Prioritasnya ada di tiga wilayah
perbatasan, yaitu perbatasan RI-PNG,
RI-Timor Leste dan RI-Malaysia. Wilayah
yang mempunyai titik-titik paling tinggi
di dalam konteks hubungan komunitas
antara masing-masing negara, maka
disitulah yang kira-kira perlu mendapat
perhatian sehingga masyarakat yang
berada di perbatasan itu kemudian
tidak merasa menjadi lebih buruk dari
masyarakat yang berada di wilayah
negara lain.
Daerah perbatasan yang
mempunyai hubungan lansung dengan
komunitas masyarakat negara lain
itulah yang perlu diperhatikan, namun
selain itu seluruh wilayah perbatasan
juga yang harus diperhatikan, idealnya
begitu. Perbatasan-perbatasan di
pulau-pulau yang tidak berpenghuni
juga harus diperhatikan, jangan sampai
kemudian pulau-pulau itu tidak ter
‘openi’.
Dalam masalah perbatasan
ada tiga aspek utama yang harus
diperhatikan, yaitu aspek masalah
penetapannya, masalah pengelolaannya
dan masalah pengamanannya. Pada
aspek penetapan, dalam hal negara
kita berhadapan dengan negara
tetangga, kita tidak bisa menetapkannya
secara unilateral melainkan harus
ditetapkan berdasarkan perundingan
karena ketentuan hukum nasional kita
menyatakan demikian.
Di UU 43 terlihat dengan jelas
dalam penjelasan pasal 6, dimana
dalam hal negara yang berhadapan
atau berdampinga, maka kita harus
menetapkan batas garis perbatasan
dengan perundingan. Peraturan hukum
internasional, dalam hal ini UNCLOS,
juga menyatakan demikian, dimana kita
tidak dapat menetapkan garis batas
secara unilateral.
Tetapi untuk wilayah yang tidak
berhadapan atau berdampingan
dengan negara lain, misalnya Sumatera
bagian bawah yang berhadapan
Dok. isakayoga04.blogspot.com
No. 48 Tahun IV
dengan Samudera Hindia dan tidak ada
negara lainnya, maka disitu kita dapat
menetapkan garis batas sesuai dengan
ketentuan yang dimungkinkan. Misalnya
untuk ZEE kita bisa menetapkan sampai
200 mil, demikian juga dengan Batas
Landas Kontinen itu bisa kita tetapkan
sendiri, namun demikian harus ada
dasarnya.
Tetapi kalau di wilayah seperti Selat
Malaka, Selat Singapura, Laut China
Selatan dan lain-lainnya dimana negara
lain juga mempunyai hak sesuai dengan
hukum internasional, maka hal itu harus
kita hargai dan disitulah pentingnya
sebuah perundingan.
Secara kasar, pengelolaan wilayah
perbatasan itu baru bisa muncul
setelah batasnya ditetapkan, ini
berkaitan dengan bentuk pengelolaan
seperti apa yang harus dikembangkan.
Namun demikian bukan berarti bahwa
pengelolaan kawasan perbatasan itu
baru bisa dilakukan setelah ditetapkan
garisnya, selama penetapan garis
itu belum ada, dan sejauh apa yang
menjadi concern kita, maka kita harus
memberikan perhatian karena hal itu
juga akan memperkuat didalam proses
perundingan.
Tetapi bahwa kita dengan negara
tetangga harus mempunyai suatu
pemahaman dimana masing-masing
negara mempunyai kewenangan, dan
oleh karena ini merupakan perbatasan
darat maka kita harus sangat hatihati mengingat ini berkaitan langsung
dengan keberadaan masyarakat di
wilayah perbatasan. Hal ini bukan
berati bahwa di wilayah perbatasan
laut kita tidak perlu berhati-hati, tetapi
ini menyangkut keberadaan langsung
masyarakat yang ada di wilayah
perbatasan darat, jadi ini harus menjadi
perhatian yang lebih besar.
Kalau di laut, kita bisa menetapkan
titik-titik koordinat tanpa ada
masyarakat yang terganggu dalam
konteks keseharian hidup mereka. Kalau
di darat ada masyarakat yang hidup di
situ dan ini harus menjadi perhatian
yang seksama.
Dalam hal ini BNPP memiliki
fungsi untuk mengkoordinasikan
seluruh stakeholder yang berkaitan
dan mempunyai kewenangan di dalam
masalah perbatasan. Dalam konteks
Kemlu, Kemlu mempunyai peranan
yang besar dalam aspek penetapan
batas, tetapi dalam konteks pengelolaan
wilayah perbatasan lebih lanjut Kemlu
tidak mempunyai kewenangan yang
Dok. Diplomasi
Rahmat Budiman
Direktur Perjanjian Politik, Keamanan
dan Kewilayahan
KEMLU RI
kuat.
Sesuai dengan ketentuan
UU mengenai pelaksanaannya,
pembangunan dan pengembangan
wilayah perbatasan itu dilaksanakan
oleh instansi teknis terkait. Fungsi BNPP
adalah jangan sampai masing-masing
instansi terkait mengajukan rencana
pembangunan untuk kemakmuran
masyarakat di wilayah perbatasan dalam
bentuk yang sama sehingga menjadi
tidak efisien.
Program pembangunan dan
pengembangan kawasan perbatasan ini
harus betul-betul terlihat koordinasinya
dan tidak tumpang tindih didalam suatu
kegiatan yang sama yang dilaksanakan
oleh berbagai instansi, inilah yang harus
dikelola dengan baik oleh BNPP.
Pembangunan kawasan perbatasan
ini utamanya adalah di wilayah dimana
ada komunitas yang berdekatan
diantara dua negara, misalnya dengan
Timor Leste dimana penentuan garis
batasnya memang belum selesai,
memang sudah ada agreement tetapi
belum seluruhnya dan masih ada empat
segmen yang masih harus diselesaikan.
Dengan PNG relatif sudah selesai, hanya
tinggal masalah pos perbatasan dan
segala macamnya.
Dengan Malaysia memang masih
ada persoalan, meskipun sudah ada
perjanjian 1891 mengenai perbatasan,
tetapi kemudian apa yang ada di kertas
dengan yang kita lihat di lapangan
faktanya berbeda. Bahwa ternyata
di lapangan itu masih ada beberapa
persoalan yang perlu dibicarakan
dengan Malaysia yaitu apa yang disebut
dengan outsanding border problem.
Konteksnya di sini adalah adanya
perbedaan penafsiran dari masingmasing pihak, dimana kita menganggap
masih ada 10 OBP sementara
Malaysia hanya menganggap 9 OBP,
dan itu menjadi suatu hal yang harus
dibicarakan dengan mereka.[]
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi
S O R O T
17
Perlu Perubahan Paradigma
Dalam Mengelola Perbatasan RI-PNG
Drs. Andreas Sitepu, MA.
Dubes RI untuk PNG
Satu hal mendesak yang perlu kita lakukan dalam hal
pengelolaan perbatasan, khususnya perbatasan RI-PNG,
yaitu menyamakan ‘persepsi’. Bagaimana sebetulnya
masyarakat yang berada di kawasan perbatasan dan
bagaimana pengelolaan kawasan perbatasan itu sendiri.
Dalam hal ini mungkin kita bisa merasakan betapa
pentingnya kawasan perbatasan itu, dan kami di Perwakilan
di Moresby melihat bahwa kawasan perbatasan ini sangat
penting, karena ini menyangkut kepentingan nasional
yang sangat hakiki, yaitu bagaimana kita mempertahankan
integritas wilayah NKRI.
Dalam hal perbatasan, mungkin apa
yang kita alami tidak berbeda dengan
negara-negara lainnya, namun demikian
tetap saja ada hal-hal yang berbeda
yang menuntut suatu penanganan yang
berbeda-beda untuk setiap wilayah.
Dalam konteks hubungan RI-PNG, kami
ingin menyampaikan bahwa persoalan
perbatasan RI-PNG ini memang
sangat unik sehingga membutuhkan
penanganan yang unik pula.
Sebagai contoh, infrasturktur
Dok. garudaholidays.eu
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
jalan yang ada di wilayah perbatasan
RI-PNG hanya berjarak beberapa
kilometer saja dan kondisi jalannya
bagus, dilengkapi dengan fasilitas pos
penjagaan dan personil keamanan
untuk mengamankan wilayah
perbatasan, namun jumlahnya sangat
terbatas, sehingga dari berbagai hal,
wilayah perbatasan ini menjadi sangat
riskan terhadap terjadinya berbagai
pelanggaran, mulai dari illegal logging,
penyelundupan hasil hutan dan
Dok. Diplomasi
sebagainya.
Kemudian adanya kesamaan etnis
antara warga PNG dengan masyarakat
RI di Papua, dimana hal ini juga bisa
menjadi suatu hambatan. Hal lainnya
adalah bahwa ada nilai-nilai adat yang
dijunjung tinggi di PNG, utamanya
dalam kepemilikan tanah oleh adat,
yang semuanya itu sudah diatur oleh
Undang-Undang. Mayoritas hal ini juga
ada di wilayah RI, sehingga di kawasan
perbatasan itu banyak sekali orang-
orang warga PNG yang memiliki tanah
di wilayah RI, demikian juga sebaliknya.
Terkadang apa yang mereka miliki di
wilayah RI harus persis sama dengan
apa yang ada di negara mereka.
Selanjutnya adalah perasaan yang
sangat kental dari segi etnis yang
bisa juga menjadi sesuatu yang tidak
menguntungkan bagi kita jika kita tidak
memperhatikan masalah ini. Disamping
itu, PNG merupakan salah satu wilayah
dimana basis kelompok-kelompok
separatis yang ingin memisahkan
diri dari NKRI bersatupadu untuk
memperoleh dukungan.
Hal lainnya adalah besarnya
kepentingan negara-negara maju
yang kuat dari segi ekonomi terhadap
sumber-sumber energi. Sekarang ini
banyak sekali negara-negara maju yang
memberikan perhatian terhadap PNG
dan berupaya untuk menancapkan
pengaruh mereka di PNG. Dalam
kurun waktu yang panjang, kalau kita
tidak mengelola wilayah perbatasan
dengan baik, tentunya hal-hal yang
ditanamkam negara-negara maju di PNG
akan berpengaruh terhadap wilayah
perbatasan kita. Tentunya mereka akan
berupaya untuk menguasai kekayaan
alam yang kita miliki.
Jadi dengan beberapa pandangan
tersebut, maka sangat diharapkan
bahwa kita harus memiliki satu persepsi
yang sama mengenai bagaimana
kita mengelola wilayah perbatasan,
khususnya di perbatasan RI-PNG. Dalam
hal ini kami ingin menunjukkan bahwa
kita perlu memiliki suatu persepsi yang
sama tentang pentingnya hubungan RIPNG. Merupakan kepentingan nasional
kita untuk menjadikan PNG yang
kuat dan sejahtera, sehingga dengan
demikian RI dan PNG dapat bermitra
dalam hal penyelesaian pemasalahan
perbatasan.
Kalau PNG tetap dibiarkan seperti
sekarang ini, lemah dan labil serta tidak
bisa menyelesaikan permasalahan
strategis mereka sendiri, maka PNG
hanya akan menjadi ajang perebutan
kepentingan negara-negara maju dan
tentunya kita tidak ingin ini terjadi.
Kita ingin PNG bisa semakin kuat dan
memiliki kemampuan yang semakin
baik untuk mandiri, dan dalam hal ini
kita bisa melakukan banyak hal, salah
satunya adalah perubahan paradigma.[]
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
18
S O R O T
Wilayah Perbatasan Menjadi Zona
Pengamanan Terhadap Wilayah Indonesia
Eddy Setiabudi
Dubes RI untuk Timor Leste
Dok. Diplomasi
Konsep pemberdayaan masyarakat
lokal di kawasan perbatasan itu
sangat penting, demikian juga halnya
dengan penempatan dan perluasan
pembangunan kawasan perbatasan.
Sebagaimana diketahui bahwa
perkembangan jumlah penduduk di
Timor Leste (TL) saat ini berdasarkan
sensus 2010 berjumlah 1.066.000 orang.
Dibandingkan dengan warga Indonesia
yang berjumlah sekitar 235 juta, bagi TL
ini adalah ‘raksasa’. Kemudian juga luas
wilayah Indonesia yang mencapai jutaan
kilometer, sedangkan luas wilayah TL
hanya 954 km.
Perbandingan besaran luas wilayah
dan jumlah penduduk ini tentunya
sangat berpengaruh bagi warga Timor
Leste dalam konteks melihat kehidupan
mereka dengan Indonesia, termasuk
bagaimana pengelolaan masalah
perbatasan kedua negara. Sejak TL
merdeka, catatan kami menunjukkan
bahwa Indonesia memiliki sekitar
124 milyar Rupiah untuk Program
Pemulihan Ekonomi, bandingkan
dengan TL yang sejak kemerdekaan
mereka pada tahun 2002, hasil dari
No. 48 Tahun IV
dana ekonomi yang mereka tanamkan
kepada warganya dalam waktu sekitar
10 tahun, pada tahun 2010 mencapai
sekitar 6,68 milyar USD. Pada akhir 2011
diproyeksikan mencapai 8,17 milyar
USD dan pada tahun 2012 diproyeksikan
mencapai sekitar 9,69 milyar USD, dan
pada 2014 meningkat mencapai 14,64
milyar USD hanya dalam kurun waktu 10
tahun TL merdeka.
Hasil pembangunan selama 10
tahun TL merdeka, saat ini relatif sudah
bisa menjadikan semacam ‘magnet’
bagi sebagian penduduk Indonesia,
terutama yang masih hidup di bawah
garis kemiskinan. Dalam urusan
kekonsuleran yang baru di berlakukan
di Dili, tercatat bahwa penangkapan
terhadap Warga Negara Indonesia di TL
pada umumnya terkait dengan dugaan
melakukan illegal fishing dan dalam
konteks dugaan trafficking inperson,
khususnya terhadap mereka yang
bekerja di ranah yang remang-remang
atau lampu merah.
Yang perlu diperhatikan, bahwa
di TL sekarang ini sudah mulai
diberlakukan suatu paket ekonomi
berupa Euro Economy, Expatriate
Economy dan Petrolium Economy.
Oleh karena itulah pasca kesenjangan
pembangunan, kawasan Indonesia
Timur bisa merupakan suatu potensi
yang layak bagi Indonesia.
Pelaksanaan pembangunan dan
pengembangan kawasan perbatasan
memang sangat penting, dan dalam
konteks ini kami ingin menekankan,
bahwa dalam membuat perencanaan
dan melakukan pelaksanaan
program apapun pada saat ini
akan berkesempatan untuk bisa
menghasilkan suatu side efeck bagi
setiap pelaksanaan program-program
percepatan dan pengembangan
kawasan perbatasan.
Interaksi negara-negara tetangga
tentu mempunyai kekhususankekhususan yang berbeda antara
satu negara dengan negara lainnya,
khususnya antara RI dengan TL
misalnya. Di wilayah perbatasan RI-TL,
khususnya di wilayah RI, berdasarkan
catatan Pemda NTT ,‘menetap’
beberapa warga yang berasal dari
ex Timor Timur, mereka berjumlah
24.524 KK atau sekitar 104 ribu jiwa
yang perlu mendapatkan perhatian
dari pemerintah TL, karena keberadaan
mereka ini memicu dan mendorong
lajunya pertumbuhan penduduk yang
berada di bawah garis kemiskinan.
Upaya pembangunan dan
pengembangan kawasan perbatasan
RI-TL tentunya tidak dapat dipisahkan
dalam konteks pembangunan antara
Kawasan Indonesia Barat (KIB) dan
Kawasan Indonesia Timur (KIT). Kita
melihat bahwa sekarang ini semakin
banyak pembangunan yang dilakukan
di wilayah Kawasan Indonesia Timur
dibandingkan dengan Kawasan
Indonesia Barat. Dulu pembangunan
yang dilakukan di Timor Timur pada saat
masih menjadi provinsi ke 27 dari NKRI
juga tidak berjalan seimbang.
Maka apabila tidak terjadi
keseimbangan pembangunan ekonomi
dan pemberdayaan sosial budaya
masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan dan pengembangan
wilayah perbatasan, tentu bisa
menimbulkan masalah kembali. Apabila
pemerintah kita hanya memberikan
perhatian khusus kepada ‘warga
baru’, lalu bagaimana dengan warga
lainnya yang betul-betul berasal dari
wilayah setempat. Untuk menangani
keseimbangan terkait masalah
kemiskinan, ekonomi dan sektor lainnya,
kita tidak bisa mengesampingkan
faktor-faktor terkait. Disamping itu,
pembangunan dan pengembangan
wilayah perbatasan seyogyanya juga
memperhatikan pengembangan faktor
kelestarian lingkungan hidup.
Dalam hal ini kami ingin menggaris
bawahi bahwa pembangunan dan
pengembangan wilayah perbatasan
juga berkontribusi untuk mengamankan
wilayah-wilayah NKRI lainnya. Sehingga
dengan demikian wilayah perbatasan
menjadi zona pengamanan terhadap
wilayah Indonesia. Disamping itu,
pembangunan dan pengembangan
wilayah perbatasan juga berperan besar
terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat di perbatasan.
Pada pertemuan joint border
committe (JBC) ada pemikiran yang
muncul, yaitu apakah kedua belah
pihak, khususnya di Indonesia,
dapat merumuskan dan melakukan
pengaturan semacam special
arrangements sambil menunggu
tuntasnya proses keputusan final
mengenai garis batas kedua negara.
Sebagaimana kita ketahui, secara teknis
perundingan dan pembahasan masalah
perbatasan bisa berlangsung dalam
kurun waktu yang panjang, bisa lima
tahun atau mungkin sepuluh tahun,
sementara tuntutan masyarakat yang
hidup di kawasan perbatasan harus
secepatnya dipenuhi, karena masyarakat
yang menetap di wilayah perbatasan
pada umumnya hidup di bawah garis
kemiskinan karena keterbatasanketerbatasan dan ketergantungan
terhadap lingkungan yang juga terbatas.
Kita berupaya agar hasil akhir
dari perundingan perbatasan bisa
bermanfaat bagi seluruh masyarakat
Indonesia, khususnya bagi mereka yang
berada di wilayah perbatasan untuk
dapat meraih kehidupan yang lebih
baik. Kami mencatat perlunya semacam
review terhadap hasil yang telah dicapai
di perbatasan dimana dalam hal ini
ada suatu kebutuhan yang mendesak
mengenai status kewarganegaraan.
Oleh karena itulah maka percepatan
pembangunan dan pengembangan
ekonomi, pendidikan dan kesehatan
masyarakat di wilayah perbatasan
merupakan upaya yang sangat penting
untuk dilakukan.[]
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi
L E N S A
19
Pasca Reformasi, Image Indonesia
Di Mata Dunia Semakin Baik
Dok. Diplomasi
Image Indonesia di dunia
internasional masih sangat kompleks,
dimana konflik etnis, isu separatisme,
terorisme, dan korupsi, memang
masih menjadi salah satu citra buruk.
Tapi, hal ini juga menjadi ancaman
semua negara, tidak hanya Indonesia.
Memang masih ada kekurangan
dan masalah yang harus dibenahi.
Upaya kita saat ini adalah bagaimana
mengemas pencitraan Indonesia
dengan berbagai sektor, seperti sektor
ekonomi, pendidikan, pariwisata,
dan investasi. Namun di balik hal
tersebut, masyarakat luar negeri juga
sangat mengapresiasi Indonesia, salah
satunya dalam hal penanganan tindak
terorisme. Bagaimana Indonesia
berkomitmen untuk memberantas
dan membawa pelakunya ke
pengadilan.
Sekarang ini metode pencitraan
yang dilakukan adalah melalui
kerjasama luar negeri, misalnya
melalui bidang teknik, dimana
kita memberikan bantuan kepada
beberapa negara. Ini merupakan
citra yang baik, apalagi sekarang ini
Indonesia menjabat sebagai Ketua
ASEAN dan menjadi anggota G20.
Jadi anggapan mengenai citra
Indonesia yang negatif di mata dunia,
tidak sepenuhnya benar. Bahkan pasca
reformasi, image Indonesia di mata
dunia semakin baik. Justru orangorang di dalam negeri kita sendiri
yang seringkali melihatnya dengan
negatif. Orang-orang di luar negeri
justeru sebaliknya, hampir semuanya
menunjukkan ke arah yang positif.
Majalah ‘Economist’ di Inggris
bahkan menyebutkan Indonesia
sebagai ‘The Signing Example’ di Asia
Pasifik. Artinya, meskipun kondisi
ekonomi global sedang sulit namun
pertumbuhan ekonomi Indonesia
terus mengalami pertumbuhan. Selain
itu kita juga masuk menjadi anggota
G20, sebagai Ketua di kawasan ASEAN,
dan lain-lainnya.
Memang masih banyak persoalan
bangsa yang perlu diperbaiki dan
masih menjadi kekurangan bagi
bangsa Indonesia. Namun terlepas
dari semua itu, Indonesia sudah
berada pada jalur yang benar.
Bagaimanapun setiap negara itu pasti
memiliki kelemahan. Di negara-negara
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Barat saja tidak semuanya baik.
Semuanya memerlukan proses dan
bisa jadi tidak sempurna.
Selain melalui upaya diplomasi,
untuk menciptakan pencitraan
yang baik di dunia internasional,
seluruh aset yang dimiliki harus bisa
dimunculkan. Berbagai sektor mulai
dari sektor ekonomi, pariwisata,
investasi, budaya, dan demokrasi
harus dikemas dengan baik untuk
memunculkan hal yang baik di mata
dunia.
Kita harus menggunakan diplomasi
publik yang terbuka dan transparan
serta sesuai dengan realitas. Kita tidak
perlu berbohong atau berpropaganda,
karena publik juga akan menilai
sesuai dengan realitas yang ada.
Bagaimanapun hubungan masyarakat
dan diplomasi publik hanya mampu
memberikan sedikit signifikansi dalam
pembentukan citra bangsa apabila
tidak ada perubahan dalam keadaan
nyata.[]
Andri Hadi
Dirjen IDP
Menlu Tunisia:
Tunisia Belajar dari Reformasi Indonesia
Pemerintah Tunisia mengambil pelajaran dari
proses reformasi di Indonesia. Pengalaman
Indonesia dapat menjadi contoh bahwa
Islam dan demokrasi dapat berjalan seiring.
Pernyataan ini disampaikan Menlu Tunisia
Mouldi Kefi saat menerima kunjungan tiga
anggota Komisi I DPR RI di Tunis (3/10).
Tiga anggota Komisi I DPR RI tersebut
adalah Muhammad Nadjib (PAN), Guntur
Sasono (PD) dan Helmy Fauzy (PDIP). Selain itu,
turut hadir dalam pertemuan dengan Menlu
Kefi, mantan Menlu RI yang juga mantan
Utusan Khusus Presiden Urusan Timur Tengah
Alwi Shihab.
Menlu Kefi melanjutkan bahwa atas
pengalaman Indonesia itu, ia optimis rakyat
Tunisia akan berhasil dalam melalui proses
demokratisasi.
Menlu Kefi juga menekankan kedekatan
hubungan kedua negara, yang telah
berlangsung sejak era pra kemerdekaan
Tunisia. Disampaikannya apresiasi atas
kunjungan anggota Komisi I DPR RI untuk
meningkatkan hubungan dan kerjasama pasca
Revolusi Melati.
Menlu Kefi yang pernah menjadi Dubes
Tunisia di Jakarta menyatakan rencananya
untuk memimpin langsung delegasi Tunisia
dalam Sidang Komisi Bersama ke-10 RI-Tunisia
yang di Indonesia dalam waktu dekat. Kepada Menlu Kefi, Muhammad Najib
menyampaikan undangan DPR RI kepada
Parlemen Tunisia untuk melakukan kunjungan
ke Indonesia. Dikatakannya bahwa mengingat
posisi dan peran penting parlemen dalam
sistem pemerintahan demokratis, DPR
RI berkeinginan untuk terus memajukan
hubungan dengan Parlemen Tunisia.
“Untuk itu DPR RI mengharapkan
kunjungan anggota Parlemen Tunisia yang baru
setelah pemilu yang akan datang,” lanjut Najib. Komisi I DPR RI melakukan kunjungan ke
Tunisia pada 29 September hingga 4 Oktober
2011. “Kunjungan ketiganya ke Tunisia adalah
untuk mengevaluasi pelaksanaan evakuasi WNI
dari Libya ke Tunisia,” demikian dikutip dari
siaran berita KBRI Tunis.
Selain mengevaluasi pelaksanaan evakuasi
dan perlindungan WNI, para anggota Komisi I
DPR RU juga memanfaatkan kunjungan untuk
bertemu dengan dengan sejumlah pejabat
Pemerintah Tunisia.
Melalui kunjungan tersebut, Delegasi
dapat melihat dari dekat perkembangan
kondisi politik Tunisia pasca Revolusi Melati
yang menjatuhkan rejim otoriter Zine El
Abidine Ben Ali.
Delegasi juga melakukan perjalanan
ke perbatasan Tunisia-Libya untuk melihat
dari dekat kondisi kawasan di sekitar pintu
perbatasan Ras Jedir yang merupakan jalur
utama masuknya pengungsi dari Libya ke
Tunisia.
Delegasi juga dapat memantau dari dekat
perkembangan kondisi Libya pasca jatuhnya
Gaddafi dan peralihan kekuasaan ke tangan
pemerintahan transisi NTC..[]
(Sumber: KBRI Tunis/Myz/ed.Yo2k)
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
S osok
No. 48 Tahun IV
Rachmat Budiman
Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan
Diplomat Pengemar Seni
Dan Olah Raga
menuangkan sesuatu yang betul-betul
sudah dipikirkannya, dengan demikian
memberikan suatu tanggung jawab
lebih” paparnya.
Menurutnya, selama ini masyarakat
Indonesia lebih banyak atau cenderung
ke budaya tutur seperti mendongeng
dan bercerita, sehingga timbulah
apa yang disebut sebagai ‘katanya’.
“Dalam konteks budaya, tutur itu
tidak memiliki pegangan yang kuat,
karena bisa saja terjadi perbedaan
penerimaan dan penafsiran jika
komunikasi yang dilakukan pada saat
penuturan itu terjadi hambatan.
Kalau budaya tulis, apa yang kita lihat
itulah yang kita tulis dan kita dapat
menjelaskan apa yang kita maksudkan.
Itu memberikan suatu tuntutan untuk
lebih serius mengungkapkan suatu
pendapat dan lebih bertanggung
jawab dalam mengeluarkan suatu
pendapat” jelasnya. Pak Rahmat
berpandangan bahwa mahasiswa
sebagai kelompok orang yang dianggap
memiliki kemampuan intelektualitas
yang jauh diatas rata-rata, tentunya
harus memperkuat budaya menulis dan
membaca ini.
“Dalam konteks budaya, tutur itu
tidak memiliki pegangan yang kuat,
karena bisa saja terjadi perbedaan
penerimaan dan penafsiran jika
komunikasi yang dilakukan pada
saat penuturan itu terjadi hambatan.
Kalau budaya tulis, apa yang kita
lihat itulah yang kita tulis dan
kita dapat menjelaskan apa yang
kita maksudkan. Itu memberikan
suatu tuntutan untuk lebih serius
mengungkapkan suatu pendapat
dan lebih bertanggung jawab dalam
mengeluarkan suatu pendapat”
ipl
om
asi
berkarya.
Meskipun belum termasuk
dalam kategori kolektor, diplomat
yang memiliki pengalaman 11 tahun
membantu mengelola bisnis kuliner/
catering keluarganya ini mempunyai
cukup banyak bola, sepatu bola, kaus
team sepak bola, raket bulu tangkis,
benda seni dan lukisan dari berbagai
daerah dan negara.
Disamping itu Pak Rahmat juga
senang mengisi waktu berkumpul
bersama keluarga untuk nonton, makan
di resto, melihat pameran, pertunjukan
seni, melukis atau olah raga bersama.
Diplomat yang gemar berkumpul
dengan anak-anak dan remaja ini
mengharapkan agar masyarakat
Indonesia, khususnya generasi muda,
agar menumbuhkan dan menigkatkan
keinginan dan keharusan untuk
membaca dan menulis. “Aktifitas
membaca dan menulis itu akan
meningkatkan suatu kebudayaan
yang lebih bertanggung jawab, karena
dengan menulis biasanya orang
akan melakukan suatu riset dan
k. D
Selama sekitar hampir seperempat
abad mengabdi di Kemlu, diplomat yang
senang dengan masakan tradisional
khas daerah ini mengakui banyak hal
yang berkesan selama menjalankan
tugas sebagai diplomat yang penuh
dengan suka dan duka. “Namun yang
saya rasakan lebih banyak sukanya
dibanding dukanya” ungkap alumnus
Sekdilu Angkatan XII ini.
Menurut diplomat penggemar
art dan sport ini, berdasarkan
nomenklaturnya, Direktorat Perjanjian
Hukum Internasional bidang Politik,
Keamanan, dan Kewilayahan memiliki
fungsi utama untuk memberikan
pandangan-pandangan atau analisaanalisa hukum yang terkait dengan
perjanjian di bidang politik, keamanan,
dan kewilayahan.
“Banyak hal yang saya sukai disini,
terutama adalah suasana kerja yang
penuh dengan rasa kekeluargaan serta
isu yang dihadapi setiap harinya yang
selalu berbeda. Dengan demikian setiap
hari kami dihadapkan pada persoalan
yang berbeda dan memaksa kami untuk
berupaya mengetahui apa isu yang
baru tersebut” jelas Direktur Perjanjian
Politik, Keamanan dan Kewilayahan ini.
“Hal itu membuat suasana kerja
yang tidak monoton. Bagi saya itu
menarik dan menyenangkan serta
sekaligus juga merupakan tantangan
untuk senantiasa siap dalam
menghadapi berbagai hal yang muncul
dan tidak diketahui sebelumnya” jelas
jebolan Fakultas Hukum UI ini.
Pak Rahmat, demikian beliau biasa
disapa, biasanya lebih banyak mengisi
waktu luang berkecimpung dengan
dunia anak-anak dan remaja dalam
bersosialisasi dengan masyarakat,
namun karena kesibukan di kantor,
belakangan ini intensitas tersebut
menjadi agak tertinggal, termasuk
menyalurkan hobbynya yang cukup
banyak dan beragam, diantaranya
musik, akting, dan melukis. Diplomat
yang menguasai berbagai macam
cabang olah raga ini merasa bersyukur
bahwasanya hingga di usianya
yang sekarang ini masih diberikan
karunia oleh Tuhan yang Maha Kuasa
kemampuan untuk bermain sepak bola
sebagai salah satu hobby utamanya.
Untuk olah raga yang lainnya, itu
tergantung dari ajakan yang datang,
apakah itu bela diri, tenis, badminton,
bowling, basket, golf, mendaki gunung
dan lain sebagainya, semua peralatan
olah raga tersebut cukup lengkap
dimiliki oleh mantan sutradara teater
yang senang mengundang temantemannya yang memiliki keahlian
di bidang seni untuk berkunjung
kerumahnya dan bersama-sama
Do
20
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi
K
Seminar Nasional Competitive Advantage I
Dok. Diplik
“Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam
Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015”
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Seminar Nasional ini
diselenggarakan pada tanggal 1 Oktober
2015, bertempat di Auditorium Fakultas
Ilmu Kesehatan UNIPDU, Jombang,
Jawa Timur dan diikuti oleh 180 orang
peserta dengan latar belakang yang
beragam, yaitu kalangan musyawarah
L
A
S
21
pimpinan daerah provinsi Jawa Timur,
kalangan pemerintah daerah Kabupaten
Jombang, perwakilan Konsul jenderal
Amerika Serikat di Surabaya, serta
kalangan akademisi dan mahasiswa
berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Duta Besar A.M. Fachir yang
didaulat untuk memberikan opening
speech menyampaikan pentingnya
kontribusi berbagai pihak dalam
menciptakan keamanan dan
kesejahteraan di tingkat dunia. Beliau
juga menegaskan kesiapan Kemlu dalam
memfasilitasi kepentingan stakeholders
terkait dengan pelaksanaan Pasar
Tunggal ASEAN di tahun 2015, dimana
hal tersebut harus diimbangi dengan
kesiapan berbagai pihak khususnya
dalam hal daya saing produk yang
diperdagangkan.
Dalam sesi diskusi panel hadir
3 invited speaker yaitu Kepala
Bidang Ekonomi Badan Perencana
Pembangunan Daerah Kabupaten
Jombang Adi Prasetyo, Dekan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Gajah Mada Prof. Dr. Pratikno, M.Soc,
Sc, dan Wakil Rektor II Bagian Keuangan
dan Administrasi Universitas Airlangga,
Dr. Moh. Nasih, SE, MT.Ak. Bertindak
sebagai moderator dalam sesi ini adalah
Direktur Kerjasama Teknik Kemlu RI Siti
Nugraha Mauludiah.
Seminar ini menekankan pentingnya
koordinasi antara kalangan pengusaha
dan pemerintah dalam mempersiapkan
daerah dalam menghadapi Pasar
Tunggal ASEAN 2015. Hasil dari
pelaksanaan seminar ini diharapkan
bisa memberikan kontribusi berarti
bagi pengembangan kesiapan
masyarakat khususnya di daerah dalam
meningkatkan daya saing bangsa untuk
menghadapi Komunitas ASEAN dan
Pasar Tunggal ASEAN di tahun 2015.[]
Dok. Diplik
Kurang dari 4 tahun lagi, tepatnya 2015, kawasan
ASEAN yang terdiri dari sepuluh Negara bakal
menjadi pasar tunggal atau One Market ASEAN.
Konsep pasar tunggal ASEAN didasarkan pada
traktat ASEAN Economic Community (AEC) yang
sudah disepakati oleh semua anggota ASEAN.
Pada 2015 mendatang, pasar di kawasan Asia
Tenggara akan menjadi pasar tunggal yang bersifat
terbuka. Masing-masing negara---menurut traktat
itu---”bebas” melakukan pengembangan dan
penetrasi bisnisnya di negara-negara yang menjadi
anggota ASEAN.
Pasar Tunggal ASEAN pada dasarnya memiliki
empat pilar penting dalam pembentukanya yakni pasar tunggal ASEAN, pengembangan
perekonomian di ASEAN, pemerataan ekonomi, dan
peningkatan daya saing global. Selain menyiapkan
berbagai infrastruktur, juga mewajibkan pemerintah
menyiapkan institusi seperti perbankan.
Sebagai upaya mempersiapkan pasar tunggal
ASEAN 2015, Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik
(IDP), Kementerian Luar Negeri RI bekerjasama
dengan Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum
(UNIPDU) serta Pemerintah Kabupaten Jombang
menggelar Seminar Nasional Competitive
Advantage I , yang mengambil tema “Peningkatan
Daya Saing Daerah dalam Menghadapi Pasar
Tunggal ASEAN 2015”.
I
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
22
kilas
Dubes RI
Pimpin Sidang
Pertama
Komite ASEAN
Abu Dhabi
Sidang pertama Komite ASEAN di Abu Dhabi
(ASEAN Committee in Abu Dhabi/ACAD)
diselenggarakan di KBRI Abu Dhabi tanggal 27
September 2011 dipimpin oleh Dubes RI, M.
Wahid Supriyadi yang secara aklamasi telah
ditunjuk sebagai Ketua ACAD.
ACAD dibentuk pada tanggal 8 Agustus 2011
bertepatan dengan perayaan Hari Jadi ASEAN
ke-40, di KBRI Abu Dhabi. Dalam kesempatan
tersebut para Kepala Perwakilan negara-negara
anggota ASEAN menandatangani Memorandum
of Intent on the establishment of ACAD. Selain
berfungsi untuk mempromosikan kepentingan
ASEAN di UAE, ACAD juga bertujuan untuk
meningkatkan kerjasama antara ASEAN dengan
negara-negara Teluk yang bergabung dalam Gulf
Cooperation Council (GCC) khususnya dengan
United Arab Emirat.
Dalam pertemuan yang dihadiri oleh para
Dubes ASEAN/wakilnya di Abu Dhabi tersebut
telah dibahas upaya-upaya untuk menggalakkan
kebersamaan di kalangan masyarakat
ASEAN di UAE dan kegiatan-kegiatan untuk
memperkenalkan seni budaya ASEAN kepada
masyarakat setempat. Pertemuan kali ini sepakat
untuk menyelenggarakan “ASEAN Night” yang
akan diselenggarakan pada 24 November 2011
bertempat di halaman Wisma Dubes RI Abu
Dhabi. Acara yang baru diselenggarakan pertama
kalinya tersebut nantinya akan menampilkan
berbagai seni budaya/tarian dan makanan
berasal dari negara-negara ASEAN. Pertemuan
memutuskan untuk mengundang para Dubes
asing di UAE, pejabat setempat, dan kalangan
swasta/bisnis. ASEAN Night juga dimaksudkan
sebagai acara perpisahan untuk melepas Dubes
RI yang akan menyelesaikan tugasnya pada 30
Nopember 2011. Pertemuan juga menyepakati
untuk menyusun kegiatan selama satu tahun ke
depan.
Usai pertemuan, Dubes Wahid menyatakan
bahwa keketuaan Indonesia dalam ACAD dan
kepercayaan KBRI menjadi tuan rumah ASEAN
Night merupakan pengakuan terhadap kinerja
KBRI dan masyarakat Indonesia di UAE yang
selama ini telah berhasil menampikan berbagai
acara seni budaya Indonesia. Kedekatan
masyarakat ASEAN di UAE ini diharapkan akan
dapat memberikan kontribusi positif bagi
hubungan ASEAN - GCC.
Saat ini terdapat 7 perwakilan asing negara
ASEAN di Abu Dhabi, yaitu Indonesia, Brunei
Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura,
Thailand, dan Vietnam. Sementara Myanmar,
Kamboja dan Laos belum memiliki kedutaannya
di Abu Dhabi. (Sumber : KBRI Abu Dhabi)
Abu Dhabi, 27 September 2011
No. 48 Tahun IV
Dok. Infomed
Diplomat yang dalam waktu dekat akan bertugas
ke Perwakilan RI diharapkan memiliki pemahaman
yang mendalam serta kemampuan melaksanakan tugas
dan misinya dengan baik sebagai wakil pemerintah,
terutama di tengah globalisasi dan era jejaring sosial yang
memunculkan berbagai tantangan baru bagi kepentingan
nasional.
Salah satu misi utama diplomat selama bertugas
di Perwakilan adalah menyediakan sebanyak mungkin
masukan analisis dan rekomendasi yang dibutuhkan oleh
pemerintah pusat sebagai bahan pembuatan kebijakan.
Karenanya, diplomat dituntut prima sebagai mata dan
telinga pemerintah di negara akreditasi, dengan tetap
correct sesuai praktek-praktek hubungan antarnegara
sesuai aturan hukum internasional.
Di lingkungan korps diplomatik dikenal istilah
“intelijen diplomatik”, yang merupakan metode intelijen
terbuka untuk menunjang aktivitas perwakilan dalam
melaksanakan misi diplomasi di bidang representing,
negotiating, protecting, promoting, dan reporting. Perlu
diingat bahwa sekalipun diplomasi dan intelijen adalah
dua unsur yang tidak terpisahkan, diplomat bukan dan
tidak diharapkan untuk menjadi seorang intel.
Berbekal kesadaran pentingnya membekali para
diplomat dengan pengetahuan intelijen yang tepat guna
dalam mendukung misi diplomasi, Kementerian Luar
Negeri RI melalui Direktorat Keamanan Diplomatik,
Ditjen Informasi dan Diplomasi Publik tahun ini kembali
menyelenggarakan Forum Diskusi Pembekalan Intelijen
bertemakan “Optimalisasi Keahlian Intelijen Para
Pelaksana Diplomasi Indonesia di Tengah Globalisasi
dan Era Jejaring Sosial” di Bandung pada tanggal 29-30
September 2011. Kegiatan tersebut dihadiri sekitar 50
orang peserta mewakili berbagai satuan kerja di Kemlu
serta mengundang 5 (lima) orang narasumber yang
terdiri dari mantan pejabat Kepala Badan Intelijen Negara
(BIN) Jenderal Purn. Dr. A. M. Hendropriyono, SH, MH;
Duta Besar A. M. Fachir (Mantan Duta Besar RI di Mesir);
Brigjen Polisi Drs. Arief W. Sudiutomo (National Central
Bureau Interpol Indonesia); Hatomi, SH (Dit. Intelijen
Keimigrasian, Kemhukham); serta Drs. Hariyadi Wirawan,
MSoc.Sc., PhD (Universitas Indonesia).
Forum diskusi berlangsung dua hari, dengan
mengangkat topik “Peran Intelijen Strategis dalam
Memperkuat Pelaksanaan Diplomasi Indonesia” serta
“Optimalisasi Kegiatan Intelijen Strategis dalam Era
Jejaring Sosial”.
Dari pemaparan para narasumber, dapat menjadi
masukan penting bahwa intelijen diplomatik merupakan
kebutuhan dalam menjalankan misi diplomasi. Tanpa
intelijen, diplomasi akan seperti corpus atau raga
tanpa roh. Seorang diplomat, bertugas mengamankan
kepentingan nasional dengan mengacu pada 4 (empat)
nilai dasar yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka
Membekali
Diplomat
Dengan
Pengetahuan
Intelijen
Tunggal Ika. Karenanya, peran intelijen diplomatik
semaksimal mungkin dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut.
Tantangan era globalisasi dan jejaring sosial adalah
pergeseran hakikat ancaman nasional, sehingga baik
target maupun ancaman keamanan menjadi asimetris.
Diplomat dengan demikian dituntut tanggap terhadap
perubahan eksternalitas yang ada serta mampu selalu
menyesuaikan diri.
Dalam menjalankan misi perwakilan, misalnya,
diplomat akan dihadapkan pada isu transnational
organized crime (TOC) dengan diaspora yang sulit
diidentifikasi. Diperlukan kerjasama lintas instansi di
tingkat nasional maupun internasional, di antaranya
melibatkan Interpol, Ditjen Imigrasi serta Kemlu. Peran
diplomat menjadi penting dalam penanggulangan TOC
karena proses pencarian, penangkapan hingga ekstradisi
utamanya dilakukan melalui jalur diplomatik (formal).
Kerjasama combatting hingga capacity building pada
hakikatnya memerlukan fungsi intelijen yang dilakukan
juga oleh para diplomat di perwakilan.
Intelijen keimigrasian juga salah satu hal yang
mendukung tugas intelijen diplomatik di perwakilan.
Kerjasama Kemlu-Ditjen Imigrasi selama ini telah terbina
lewat forum Clearing House dalam menangkal penetrasi
pihak asing yang dianggap membahayakan kepentingan
nasional dan NKRI. Ke depan, Kemlu dan Ditjen Imigrasi
dapat mengoptimalkan kerjasama yang terbina dengan
telah disahkannya undang-undang keimigrasian yang baru
mengenai pengawasan WNI di luar negeri pada tahun
2011.
Agar selalu prima dalam bertugas, sejak awal
diplomat harus memiliki gambaran yang komprehensif
mengenai kondisi setempat. Dalam situasi apapun,
diplomat diharapkan mampu menawarkan solusi,
termasuk di saat krisis. Dari pengalaman langsung Duta
Besar A. M. Fachir selama pergolakan “Arab Spring”,
dapat ditarik pelajaran bahwa diplomat perlu secara
sistematis memanfaatkan means yang tersedia untuk
mengolah masukan yang tepat ke dalam bentuk platform
kerja mengamankan kepentingan nasional, termasuk
menyiapkan contingency plan dalam memberikan
perlindungan bagi WNI di negara akreditasi.
Salah satu means yang sangat strategis di tengah
arus informasi yang begitu cepat adalah media jejaring
sosial. Namun terdapat dilema kerentanan media jejaring
sosial yang sangat tinggi sehingga dalam pemanfaatannya
hendaknya diplomat selalu memiliki wawasan keamanan
(security horizon) dan kesadaran keamanan (security
awareness). Dengan demikian, misi diplomasi yang
hendak dicapai tidak kontraproduktif dan justru menjadi
sasaran penggalangan. (Sumber : Direktorat Keamanan
Diplomatik)
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Membangun
nasionalisme
masyarakat
perbatasan
Dok. Diplomasi
Vitania Soraya Verawati
Mahasiswa FISIP Unpad, Bandung
Terkait dengan wilayah perbatasan
di Indonesia, kalau kita melihat isu-isu
yang ada sekarang ini, tampaknya
masyarakat di perbatasan lebih
mencintai negara tetangga dibanding
negaranya sendiri, karena mereka
merasa negara tetanggalah yang lebih
memperhatikan dan menolong mereka.
Padahal sebetulnya pemerintah dan
masyarakat Indonesia lainnya juga
memperhatikan masyarakat yang
?
berada di perbatasan namun mereka tidak merasakan itu.
Kalau saya boleh mengutip syair lagu Indonesia Raya
“Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya”,
sebenarnya yang harus kita lakukan terhadap masyarakat di
perbatasan adalah lebih kepada untuk membangun jiwa mereka
agar kedepannya bisa memiliki rasa nasionalisme dan patriotisme
yang lebih tinggi terhadap negara Indonesia.
Jadi saya kira yang perlu dilakukan lebih dulu adalah
membangun jiwa nasionalisme mereka, sehingga dengan
demikian, apapun yang ditawarkan atau diberikan oleh negara
tetangga kepada mereka, mereka akan tetap lebih mencintai
negaranya sendiri. Ini merupakan PR kita bersama, khususnya
para akademisi, untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan
bagaimana perjalanan sejarah bangsa Indonesia dalam meraih
kemerdekaan. Masyarakat harus mengetahui bahwa kemerdekaan
yang kita nikmati sekarang ini tidak dengan mudah diraih oleh
bangsa ini.
Jadi hal ini harus benar-benar ditanamkan di dalam jiwa
masyarakat, terutama sekali kepada anak-anak, mulai dari tingkat
TK, SD, SMP dan SMA, karena dengan begitu rasa nasionalisme
mereka bisa lebih dinampakkan. Jika sudah mahasiswa, mereka
sudah ada yang aktif di partai, LSM dan sebagainya dan sudah
mempunyai kepentingan kelompok dan sebagainya.
Kalau kita lihat di sekolah dasar, pelajaran kewarganegaraan
itu hanya diberikan selama satu jam saja dalam satu minggu, dan
saya rasa itu sangat kurang. Saya kira pelajaran kewarganegaraan
itu harus dimasukkan kedalam segala bentuk pendidikan di
sekolah, entah itu pendidikan bahasa Indonesia, sejarah dan
lain-lainnya. Para guru harus lebih melakukan penetrasi kepada
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
23
apa
kata
mereka
anak didiknya tentang pendidikan moral dan
bela negara, khususnya terhadap masyarakat
di perbatasan karena mereka berdampingan
langsung dengan masyarakat dari negara lain.
Saya kira mungkin saja dilakukan semacam
program bela negara terhadap masyarakat
yang sudah dewasa seperti mahasiswa,
karena mungkin saja mereka sudah lebih
memikirkan kepentingan kelompok daripada
kepentingan negara. Mereka berfikir bahwa
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri
saja sudah susah, jadi mereka pasti akan lebih
memikirkan kepentingannya sendiri. Karena
itu kita perlu membangun rasa patriotisme
mereka, dan ini merupakan PR kita bersama.[]
Nasionalisme di wilayah perbatasan
berbanding sejajar dengan
kesejahteraan
Kalau kita lihat bahwa wilayah
perbatasan kita itu sangat terbelakang,
dimana sampai-sampai tidak ada
jaringan listrik dan akses jalan
yang memadai. Hal ini sangat
memprihatinkan, padahal wilayah
perbatasan itu seharusnya justru lebih
dimajukan, karena wilayah perbatasan
itu merupakan gerbang pertama kita
dengan negara tetangga. Oleh karena
itu, seharusnya wilayah perbatasan itu
dapat dijaga dan ditata dengan sebaikbaiknya.
Untuk itu, saya kira pemerintah
harus lebih banyak melakukan
sosialisasi mengenai perbatasan
terhadap masyarakat, khususnya
masyarakat di perbatasan, agar mereka
lebih mengetahui segala hal yang terkait
dengan perbatasan, misalnya mengenai
letak garis perbatasan dan hal-hal
yang lainnya yang berkaitan dengan
persoalan perbatasan.
Kita harus menjaga dan menata
wilayah perbatasan itu dengan sebaik
mungkin agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak kita inginkan dilakukan
Diplomasi
oleh negara lain. Dalam hal ini tingkat
kesejahteraan masyarakat di wilayah
perbatasan juga harus ditingkatkan agar
mereka bisa hidup lebih makmur dan
bisa hidup setara dengan masyarakat di
negara lain. Sehingga dengan demikian
maka tidak akan ada upaya untuk
membelot ke negara lain.
Seperti kita ketahui, misalnya di
wilayah perbatasan antara RI-Malaysia,
dimana mungkin karena tingkat
kesejahteraannya tidak tercukupi, maka
masyarakat berupaya untuk bekerja dan
mencari nafkah ke Malaysia, padahal
seharusnya mereka bisa mencari
nafkah di Indonesia. Oleh karena itu
maka pemerintah perlu menciptakan
lapangan pekerjaan atau kegiatan yang
dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di perbatasan.
Selain itu pemerintah juga perlu
menanamkan rasa nasionalisme dan
meningkatkan pembangunan ekonomi
masyarakat perbatasan. prioritas
utama yang harus dilakukan oleh
pemerintah di dalam membangun dan
mengembangkan kawasan perbatasan
Asdi
Mahasiswa FIKOM Unpad, Bandung
Dok. Diplomasi
adalah meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di perbatasan itu sendiri.
Kalau kehidupan mereka sudah
sejahtera pasti rasa nasionalisme yang
tinggi akan tumbuh dengan sendirinya,
dan pastinya mereka akan lebih cinta
terhadap bangsa dan negaranya.
Sebagai generasi muda dan sejalan
dengan Tri Dharma perguruan tinggi,
tentunya akan sangat baik jika kita
melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN)
dan kegiatan sosial kemasyarakatan
di wilayah perbatasan yang umumnya
terletak di pelosok. Dengan begitu kita
dapat membantu dan berkontribusi
didalam pembangunan dan
pengembangan wilayah perbatasan,
karena pastinya mereka juga
memerlukan hal-hal baru untuk lebih
memajukan kawasan tempat tinggal
mereka.
No. 48 Tahun IV
No. 21, Tahun
Diplomasi
No. 48 Tahun IV, Tgl. 15 Oktober - 14 Nopember 2011
http://www.tabloiddiplomasi.org
TABLOID
Media
Komunikasi
danInteraksi
Interaksi
Media
Komunikasi
dan
www.tabloiddiplomasi.com
Koleksi batik karya Oscar Lawalata dan Aguste Soesastro,
perancang busana ternama Indonesia, diperagakan pada
fashion show dalam rangkaian resepsi peringatan HUT ke66 RI di Hotel Sheraton, Roma Kamis malam (29/9). Acara
yang juga menggaungkan World Batik Summit yang sedang
berlangsung di Jakarta ini dipadati tamu terutama dari
komunitas mode di Italia.
“Batik berkelas dan elegan berpeluang masuk pasar Italia”,
ujar beberapa tamu yang kagum menyaksikan batik moderen
dan kontemporer yang diperagakan peragawati papan atas
Indonesia. Acara fashion show ini merupakan hasil kerjasama KBRI
Roma, dan Asosiasi Persahabatan Indonesia-Italia, serta Yayasan
Akar Wangi, Yogyakarta dan dengan patronasi Pemda Roma dan
AltaRoma, asosiasi mode papan atas Italia, dimaksudkan untuk
mempromosikan batik berkelas di Roma yang dikenal sebagai
sebagai salah satu kota mode utama di dunia.
Kontribusi Isla
Dan Demokras
Dalam Memban
Indonesia
Da’i Bachtiar :
Menyelesaikan Pers
TKI di Malaysia Den
Kepala Dingin
Kebudayaan, Fondasi
Memperkuat Hubunga
RI - Suriname
Nia Zulkarna
“KIN
Film Bertema Bulutang
Pertama di Du
Tabloid Diplomasi dapat diakses melalui:
http://www.tabloiddiplomasi.org
Bagi Anda yang berminat menyampaikan
tulisan, opini, saran dan kritik silahkan kirim ke:
diplomasi_ri@yahoo.com
Mengenang Seratus Tahun Moham
Dok. KBRI Roma
Batik
Siap
Rambah
Pasar
Mode
Italia
Menlu RI :
Perpaduan yang harmonis antara fashion show dengan
pertunjukan budaya serta penataan ruang pameran, dan
ruang resepsi serta panggung (catwalk) membuat fashion
show ini tampak unik dan mendapat sambutan meriah
dari tamu berjumlah sedikitnya 600 orang dari kalangan
diplomatik, pejabat pemerintah, pengusaha (boutique),
operator pariwisata dan wartawan.
Tamu-tamu yang masuk ke ruang resepsi melalui ruang
pameran langsung disambut dengan pertunjukan musik
gamelan Jawa yang semuanya dimainkan oleh penabuh
gamelan orang Italia di bawah binaan KBRI Vatikan.
“Wow… luar biasa, instrumennya indah, dan suaranya
merdu menyentuh kalbu dan sangat unik” ujar para
tamu sambil mengambil foto para penabuh gamelan.
Yang tidak kalah menariknya adalah, kehadiran Michella
Polselli, penerima beasiswa seni dan budaya yang baru
saja kembali dari Indonesia beberapa bulan lalu. Dengan
pakaian kebayanya, gadis cantik ini duduk di salah satu
pojok promosi batik melakukan demo membatik sambil
menjelaskan proses dan sejarah batik yang dua tahun lalu
diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia.
Kuasa Usaha KBRI Roma, Priyo Iswanto dalam
sambutannya mengatakan, fashion show bertema “Mimpi
Tersembunyi” Ekspresi Kreatif Indonesia melalui Mode,
Tari dan Warisan Budaya” atau “Hidden Dreams” ini
dimaksudkan juga untuk menggemakan World Batik Summit
yang sedang berlangsung di Jakarta dan secara khusus
untuk lebih mengenalkan batik sebagai warisan dunia asal
Indonesia kepada masyarakat Eropa terutama Italia.
Diharapkan pengenalan dan pemahaman seni budaya
Indonesia yang semakin baik oleh masyarakat Italia
dapat semakin mendekatkan hubungan dan kerjasama
antara Italia dan Indonesia. Priyo Iswanto lebih lanjut
menambahkan harapan batik bisa merebut pasar Eropa
khususnya di Italia mengingat batik sangat cocok untuk iklim
panas dan Italia memiliki musim panas yang relatif panjang
antara 4-5 bulan.
Selain menampilkan peragaan busana batik, acara
Hidden Dreams dimeriahkan juga dengan tarian tradisonal
oleh Didik Nini Thowok yang membawakan Tari Dwimuka
dan tampilan tari kontemporer oleh penari kondang Kris
dan Fardian dengan membawakan Tari Tetalu Ning-nong
dan Tari Horeg.
Acara ditutup dengan penampikan musik jazz Indonesia
oleh Murni Group. Sebagaimana tahun lalu, acara Hidden
Dreams ini juga menampilkan fashion show karya perancang
muda dan berbakat dari KOEFIA, sekolah mode ternama
di Italia. Koleksi batik Oscar dan Auguste akan dipamerkan
kembali pada fashion show di Milan pada 4 Oktober 2011
dalam satu rangkaian acara Resepsi HUT ke-66 RI. (Sumber:
KBRI Roma)
Direktorat Diplomasi Publik
Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta 10110
Telepon : 021-3813480
Faksimili : 021-3513094