View/Open - Hasanuddin University
Transcription
View/Open - Hasanuddin University
PERTAMBAHAN BERAT BADAN SAPI BRAHMAN CROSS (BX) FASE STARTER YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DI PT. BULI (BERDIKARI UNITED LIVESTOCK) KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PADA MUSIM YANG BERBEDA SKRIPSI DHIAN RAMADHANTY I 11110002 PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 i PERTAMBAHAN BERAT BADAN SAPI BRAHMAN CROSS (BX) FASE STARTER YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DI PT. BULI (BERDIKARI UNITED LIVESTOCK) KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PADA MUSIM YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh : DHIAN RAMADHANTY I 11110002 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 ii PERNYATAAN KEASLIAN 1. Yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Dhian Ramadhanty NIM : I 111 10 002 Menyatakan dengan sebenarnya bahwa ; a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya. Makassar, November 2014 TTD Dhian Ramadhanty iii HALAMAN PENGESAHAN Judul Penelitian : Pertambahan Berat Badan Sapi Brahman Cross (Bx) Fase Starter yang Dipelihara Secara Intensif di PT. Buli (Berdikari United Livestock) Kabupaten Sidenreng Rappang Pada Musim yang Berbeda Nama : Dhian Ramadhanty No. Pokok : I 111 10 002 Program Studi : Produksi Ternak Jurusan : Produksi Ternak Fakultas : Peternakan Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh: Pembimbing Utama Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc. NIP. 19641231 198903 1 025 Dekan Fakultas Peternakan Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc. NIP. 19641231 198903 1 025 Pembimbing Anggota Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt. NIP. 19700725 199903 1 001 PLT. Ketua Jurusan Produksi Ternak Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc. NIP. 19640712 198911 2 002 Tanggal Lulus : 24 November 2014 iv ABSTRAK DHIAN RAMADHANTY (I 111 10 002). Pertambahan Berat Badan Sapi Brahman Cross (BX) Fase Starter yang dipelihara Secara Intensif di PT. Buli (Berdikari United Livestock) Kabupaten Sidenreng Rappang Pada Musim yang Berbeda. Dibimbing oleh Sudirman Baco sebagai pembimbing Utama dan Muhammad Yusuf sebagai pembimbing anggota. Pertumbuhan merupakan salah satu performans yang digunakan sebagai petunjuk keberhasilan pemeliharaan sapi potong yang dipengaruhi oleh berbagai aspek antara lain adalah perubahan musim. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh musim terhadap pertambahan berat badan sapi Brahman Cross (BX) fase starter yang dipelihara secara intensif di PT. Buli (Berdikari United Livestock) Kabupaten Sidenreng Rappang. Materi yang digunakan adalah sapi Brahman Cross (BX) umur 4-8 bulan dengan jumlah 51 ekor pada musim hujan dan 37 ekor pada musim kemarau. Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari catatan atau recording Sapi Brahman Cross (BX) di PT. Buli, dan informasi musim diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Parameter yang diamati adalah berat awal penggemukan, berat akhir penggemukan, dan pertambahan berat badan harian sapi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji banding, yaitu uji t-test independent sample. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan berat awal yang diperoleh sebesar 83,78±19,54 kg pada musim kemarau dan 90,19±30,59 kg pada musim hujan. Berat akhir yang diperoleh sebesar 234,05±48,25 kg pada musim kemarau dan 165,11±33,80 kg pada musim hujan. Pertambahan berat badan harian (PBBH) yang diperoleh sebesar 0,55±0,13 kg pada musim kemarau dan 0,45±0,10 kg pada musim hujan. Secara statistik musim berpengaruh sangat nyata terhadap berat akhir dan pertambahan berat badan harian sapi Brahman Cross (P<0,01) dimana berat akhir dan PBBH tertinggi diperoleh pada musim kemarau. Dapat disimpulkan bahwa Musim memberikan pengaruh terhadap pertambahan berat badan sapi Brahman Cross (BX) dan pada musim kemarau menunjukkan PBBH yang lebih tinggi dibandingkan sapi yang dipelihara pada musim hujan. Kata Kunci : Pertambahan Berat Badan, Brahman Cross (BX), Musim v ABSTRACT DHIAN RAMADHANTY (I 111 10 002). The Body Weight Gain of Brahman Cross (BX) during Starter Phase Reared Intensively in PT. Buli (Berdikari United Livestock) Sidenreng Rappang Regency at Different Seasons. Supervised by Sudirman Baco as main supervisor and Muhammad Yusuf as co-supervisor. Growth is one of the performances that are used as an indication of success for raising beef cattle, and it is affected by a variety of aspects such as the change of seasons. This study aimed to determine the effect of season on the body weight gain of Brahman Cross (BX) at starter phase reared intensively in PT. Buli (Berdikari United Livestock) Sidenreng Rappang. The materials used in the study were Brahman Cross (BX); aged 4-8 months. The number of animals used was 51 heads in the rainy season and 37 heads in the dry season. The study was conducted by collecting the secondary data that obtained from recording of individual Brahman Cross (BX) in PT. Buli, and the information of season was obtained from the Meteorology and Geophysics Office. Parameters observed in the present study were initial body weight, final weight, and daily weight gain of the cattle. Data was analyzed using comparative tests; the test of independent sample t-test. The results of this study showed that the average initial weight was 83.78 ± 19.54 kg in the dry season and 90.19 ± 30.59 kg in the rainy season, respectively. Final weight was 234.05 ± 48.25 kg in the dry season and 165.11 ± 33.80 kg in the rainy season. Daily weight gain was 0.55 ± 0.13 kg and 0.45 ± 0.10 kg in the dry season and in the rainy season, respectively. Statistically, season had significant effect (P< 0.01) on the final weight and daily weight gain of Brahman Cross. The final weight and daily weight gain were obtained higher in the dry season. It can be concluded that the season affected the weight gain of Brahman Cross (BX) and dry season had high daily weight gain in comparison to rainy season. Keywords: Daily Weight Gain, Brahman Cross (BX), Season vi KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nya sehingga Tugas Akhir / Skripsi ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Skripsi dengan judul “Pertambahan Berat Badan Sapi Brahman Cross (BX) Fase Starter yang Dipelihara secara Intensif Di PT. Buli (Berdikari United Livestock) Kabupaten Sidenreng Rappang Pada Musim yang Berbeda” Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis hanturkan dengan penuh rasa hormat kepada : 1. Kepada ayahanda tercinta Ir. Mustakim Mattau, MS dan ibunda Ir. Nirmala Made Ali terima kasih atas segala doa, motivasi, dan kasih sayang serta materi yang diberikan kepada penulis. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Pembimbing Utama dan Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt. selaku Pembimbing Anggota, atas segala bantuan dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, nasehat dan saransaran sejak awal penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini. 3. Kepada suami saya Armand terima kasih atas segala doa, kasih sayang, dan materi yang diberikan kepada penulis serta motivasi untuk selalu lebih semangat. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc., Ibu Prof. Rr. Sri Rachma A. Bugiwati, M.Sc., Ph.D dan Bapak Dr. Hikmah M. Ali, S.Pt., M.Si selaku vii dosen pembahas yang memberikan saran-saran dan masukan untuk perbaikan dari skripsi ini. 5. Ibu Dr. drh. Dwi Kesuma Sari, drh. Kusumandari Indah Prahesti dan Bapak Dr. Hikmah M. Ali, S.Pt., M.Si selaku Penasehat Akademik yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis. 6. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan, Bapak dan Ibu Wakil Dekan I, II, III dan seluruh Staf Pegawai Fakultas Peternakan, terima kasih atas segala bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswi. 7. Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt sebagai Sekertaris Jurusan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan, dukungan dan bantuannya kepada Penulis serta seluruh Dosen dan Staf Jurusan Produksi Ternak terima kasih atas segala bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswi. 8. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Herry Sonjaya, DEA., DES. sebagai Koordinator Laboratorium Fisiologi Ternak dan tim asisten Fisiologi Ternak terima kasih atas bimbingan, nasehat-nasehat, dan dukungannya kepada Penulis. 9. Semua Dosen-Dosen Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah memberi ilmunya kepada penulis. 10. Kepada rekan-rekan penelitian Nurfitriani, Aldes Alwanto Tandi, Risna, dan Evi Tiara yang telah mencurahkan segenap tenaga dan perhatiannya selama penilitian. 11. Sahabat-sahabat ” PRODUKSI TERNAK” Nurmi, Inna, Uci, Lili, Weny, Rahmi, Cecenk, Ifha, Tenri, Putri, Risna, Linda, Vivi, Maya, Kiki, Evi, viii Alam, Aidil, Ryan, Ichwan, Irsan, Dafid, Aldes, Yogi, Farid, Herman, April, Ibnu, Yafet, Nawir, Sudirman dan Syahril terima kasih atas segala kebaikan dan kebersamaan yang kalian berikan selama penulis kuliah di Fakultas Peternakan. 12. Kepada Sahabat- Sahabat Seperjuangan Uchi, Inna, Nurmi, Tenri, Lili, Cecenk, Rahmi, Risna, dan Vivi terima kasih atas segala cinta, pengorbanan, bantuan, pengertian, canda tawa serta kebersamaan selama ini, waktu yang dilalui sungguh merupakan pengalaman hidup yang berharga dan tak mungkin untuk terlupakan. 13. Kakandaku Cecep Atmo Sugiharto, S.Pt. yang telah meluangkan waktu dan bersedia membantu penulis selama penelitian di PT. BULI. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas waktu dan bantuannya. 14. Kepada Pimpinan PT. Berdikari United Livestock Sidrap beserta para karyawan dan peternaknya yang telah memberi kesempatan kepada Penulis untuk mengadakan penelitian di PT. BULI. 15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih atas bantuannya. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Makassar, November 2014 Dhian Ramadhanty ix DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL ............................................................................. i HALAMAN JUDUL ................................................................................ ii PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iv ABSTRAK ................................................................................................ v ABSTRACK ............................................................................................. vi KATA PENGANTAR .............................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................. x DAFTAR TABEL .................................................................................... xii PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3 Gambaran Umum Sapi Brahman ...................................................... Sejarah Perkembangan Sapi Impor Brahman Cross (BX)................ Pengaruh Lingkungan Terhadap Ternak .......................................... Sistem Pemeliharaan......................................................................... Penggemukan Sapi ........................................................................... 3 4 5 9 10 METODE PENELITIAN ......................................................................... 14 Waktu dan Tempat............................................................................. Materi Penelitian ................................................................................ Sumber Data ...................................................................................... Sistem Pemeliharaan .......................................................................... Parameter yang Diamati .................................................................... Analisis Data ...................................................................................... 14 14 14 14 15 15 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 16 Pertambahan Berat Badan Sapi Brahman Cross (BX) Fase Starter Berdasarkan Musim ........................................................................... 16 x KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 20 Kesimpulan ........................................................................................ Saran .................................................................................................. 20 20 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 21 LAMPIRAN ............................................................................................... 24 DOKUMENTASI ...................................................................................... 27 RIWAYAT HIDUP ................................................................................... 29 xi DAFTAR TABEL No. Halaman Teks 1. Rataan dan standar deviasi laju pertambahan berat badan sapi Brahman Cross (BX) fase starter berdasarkan musim .............................. 16 xii PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara tropis yang secara geografis memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau serta secara langsung dapat mempengaruhi potensi ketersediaan hijauan pakan. Kondisi daerah tropis yang kurang menguntungkan merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan ternak pada status fisiologis yang berbeda-beda. Kondisi badan ternak merupakan cerminan kondisi ternak terhadap kemampuan biologis termasuk aktivitas produksi dan dapat tampak dengan perubahan laju pertumbuhan berupa tampilan bobot badan. Laju pertumbuhan merupakan salah satu performans yang digunakan sebagai petunjuk keberhasilan pemeliharaan sapi potong. Pertumbuhan dipengaruhi oleh berbagai aspek antara lain adalah perubahan musim (Wijono dkk, 2006) Pada umumnya, sistem pemeliharaan ternak sapi mengandalkan sumber pakan ternak dari rumput alam di lahan penggembalaan alam dengan biaya produksi dan penggunaan tenaga yang relatif murah. Produktivitas ternak sapi dengan sistem ini, berfluktuasi mengikuti perubahan musim (Wirdahayati dkk, 1997). Pada musim hujan produksi hijauan melimpah, ternak mengalami peningkatan bobot badan. Sebaliknya dimusim kemarau, produksi dan kualitas hijauan menurun dengan tajam, sehingga terjadi kehilangan bobot badan dimana penurunannya dapat mencapai 20-25% dari berat badannya pada musim hujan (Bamualim, 1994). Faktor musim menjadi salah satu faktor penentu ketersediaan pakan khususnya hijauan pakan yang dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi ketersediaan hijauan, dan secara periodik selalu terjadi kekurangan selama musim 1 kemarau. Kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas hijauan pakan tidak terjamin sepanjang tahun sehingga menyebabkan ternak tidak dapat berproduksi optimal. Produktivitas ternak ruminansia pada umumnya rendah karena mengkonsumsi pakan dalam jumlah dan kualitas rendah pada musim kemarau (Widiati, 2003). Pengaruh musim berhubungan dengan suhu udara. Pada musim hujan, suhu udara cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan musim kemarau. Sementara pada musim kemarau, suhu udara bisa menjadi panas, dapat mencapai diatas 35oC. Kondisi ini dapat mengganggu metabolisme pada sapi. Ternak sapi memerlukan kondisi lingkungan yang nyaman dengan suhu dan kelembaban yang optimal agar dapat memaksimalkan pertumbuhan berat badan, produksi susu, serta kesehatan reproduksinya. Salah satu jenis sapi yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah sapi Brahman Cross (BX). Sapi Brahman Cross merupakan silangan sapi Brahman dengan sapi Eropa (Minish dan Fox,1979). Tujuan utama dari persilangan ini utamanya adalah menciptakan bangsa sapi potong tropis/subtropis yang mempunyai produktivitas tinggi, namun mempunyai daya tahan terhadap suhu tinggi, caplak, kutu, serta adaptif terhadap lingkungan tropis yang relatif kering. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh musim terhadap pertambahan berat badan sapi Brahman Cross (BX) fase starter yang dipelihara secara intensif di PT. Buli (Berdikari United Livestock). Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi peternak tentang pengaruh musim penghujan dan kemarau terhadap pertambahan berat badan sapi Brahman Cross (BX) fase starter yang ada pada PT. Buli Kabupaten Sidenreng Rappang. 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Sapi Brahman Sapi Brahman berasal dari India dan termasuk dalam golongan sapi Zebu. Sapi ini mulai dibawa ke Amerika Serikat pada tahun 1854 dan dikembangkan di daerah-daerah Louisiana. Kemudian bukan saja berkembang pada daerah-daerah tertentu di Amerika Serikat, tetapi juga di daerah-daerah tropis maupun subtropis (Basya, 2009). Ciri-ciri sapi Brahman mempunyai punuk besar, tanduk, telinga besar dan gelambir yang memanjang berlipat-lipat dari kepala ke dada. Sapi Brahman selama berabad-abad menerima kondisi kekurangan pakan, serangan serangga, parasit, penyakit dan iklim yang ekstrim (Turner, 1981). Bangsa sapi Brahman menurut Blakely and Bade (1992) mempunyai susunan klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum : Chordata, Sub-phylum : Vertebrata, Class : Mamalia, Sub-Class : Eutheria, Ordo : Artiodactyla, Sub-ordo : Ruminantia, Infra-Ordo : Pecora, Family : Bovidae, Genus : Bos, Group : Taurinae, Species : Bos indicus. Karakteristik Sapi Brahman berukuran sedang dengan berat jantan dewasa antara 800 s/d 1100 kg, sedang betina 500-700 kg. Berat pedet yang baru lahir antara 30-35 kg, dan dapat tumbuh cepat dengan berat sapih kompetitif dengan jenis sapi lainnya. Persentase karkas 48,6 s/d 54,2%, dan pertambahan berat harian 0,83 - 1,5 kg (Turner,1981). Sapi Brahman mempunyai sifat pemalu dan cerdas serta dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang bervariasi. Sapi ini suka menerima perlakuan halus dan dapat menjadi liar jika menerima perlakuan kasar. Konsekuensinya 3 penanganan sapi ini harus hati-hati. Tetapi secara keseluruhan sapi Brahman mudah dikendalikan. Sapi Brahman warnanya bervariasi, dari abu-abu muda, merah sampai hitam. Kebanyakan berwarna abu muda dan abu tua. Sapi jantan warnanya lebih tua dari betina dan memiliki warna gelap di daerah leher, bahu dan paha bawah. Sapi Brahman dapat beradaptasi dengan baik terhadap panas, mereka dapat bertahan dari suhu 8–105o F, tanpa ganguan selera makan dan produksi susu (Gunawan dkk, 2008). B. Sejarah Perkembangan Sapi Impor Brahman Cross (BX) Sapi Brahman Cross merupakan silangan sapi Brahman dengan sapi Eropa. Sapi Brahman di Australia secara komersial jarang dikembangkan secara murni dan banyak disilangkan dengan sapi Hereford-Shorthorn (Minish and Fox, 1979). Mulai dikembangkan di stasiun CSIRO’s Tropical Cattle Research Centre Rockhampton Australia, dengan materi dasar sapi Brahman, Hereford dan Shorthorn dengan proporsi darah berturut-turut 50% ; 25% dan 25%, sehingga secara fisik bentuk fenotip dan keistimewaan sapi Brahman Cross cenderung lebih mirip sapi Brahman Amerika karena proporsi genetiknya lebih dominan. Di negeri asalnya, Australia, sapi Brahman Cross umumnya dilepas di padang rumput dan kawin secara alami dengan pejantan sebagai program breedingnya. Dengan manajemen peternakan lepas (grazing) pada padang penggembalaan yang sangat luas, mempunyai kesempatan exercise yang tanpa batas, tanpa tali hidung, dalam kumpulan, dengan pengawinan alami menggunakan pejantan, serta dengan ketersediaan pakan hijauan maupun pakan penguat yang mencukupi secara kuantitatif maupun kualitatif (Turner, 1981). 4 Sapi Brahman Cross mulai diimpor Indonesia (Sulawesi) dari Australia pada tahun 1973. Hasil pengamatan di Sulawesi Selatan menunjukkan persentase beranak 40,91%, Calf crops 42,54%, mortalitas pedet 5,93, mortalitas induk 2,92%, bobot sapih (8-9 bulan) 141,5 Kg (jantan) dan 138,3 Kg betina, pertambahan bobot badan sebelum disapih sebesar 0,38 Kg/ hari (Hardjosubroto, 1984) Pada tahun 1975, sapi Brahman Cross didatangkan ke pulau Sumba dengan tujuan utama untuk memperbaiki mutu genetik sapi Ongole di pulau Sumba. Importasi Brahman Cross dari Australia untuk UPT perbibitan (BPTU Sembawa) dilakukan pada tahun 2000 dan 2001 dalam rangka revitalisasi UPT. Penyebaran di Indonesia dilakukan secara besar-besaran mulai tahun 2006 dalam rangka mendukung program percepatan pencapaian swasembada daging sapi 2010 (Sanjaya, 2012). C. Pengaruh Lingkungan Terhadap Ternak Iklim Faktor lingkungan yang berpengaruh langsung pada kehidupan ternak adalah iklim. Iklim merupakan faktor yang menentukan ciri khas dari seekor ternak. Ternak yang hidup di daerah yang beriklim tropis berbeda dengan ternak yang hidup di daerah subtropis. Namun hal tersebut dapat diatasi misalnya di beberapa negara tropis, Air Condition (AC) digunakan dalam beternak untuk mengendalikan atau menyesuaikan suhu di lingkungan sekitar ternak yang berasal dari daerah subtropis, sehingga ternak tersebut dapat berproduksi dengan normal (Yousef, 1985). 5 Sifat-sifat iklim di daerah tropis seperti yang dialami di negara kita ini tergolong panas dan lembab. Hal ini ditandai dengan kelembapan udara rata-rata di atas 60%, curah hujan rata-rata di atas 1.800 mm/tahun, dan perbedaan antara suhu siang dan malam hari tidak begitu menyolok, sekitar 2-5oC (Sudarmono dan Bambang, 2008). Iklim makro maupun iklim mikro pada suatu tempat dapat berpengaruh langsung terhadap penampilan produktivitas ternak. Pengaruh tidak langsung adalah ketersediaan hijauan pakan ternak yang cepat tua dan menyebabkan tingginya serat kasar, sedangkan pengaruh langsung misalnya terjadinya cekaman panas atau dingin, sehingga ternak menderita cekaman atau ternak merasa tidak nyaman yang berakibat terhadap penurunan konsumsi pakan, produksi (bobot badan) dan reproduksi ternak (Widada dkk, 2013). Suhu dan kelembaban Suhu tinggi bisa menyebabkan konsumsi pakan menurun dan berakibat pada menurunnya laju pertumbuhan dan kemampuan reproduksi. Pada umumnya sapi potong dapat tumbuh optimal di daerah dengan suhu ideal yaitu 17-270C. Tinggi rendahnya curah hujan di suatu lokasi berhubungan erat dengan kondisi temperatur di daerah tersebut. Lokasi ideal untuk penggemukan sapi potong adalah lokasi yang bercurah hujan 800-1.500 mm/tahun. Tingkat kelembaban tinggi (basah) cenderung berhubungan dengan tingginya peluang bagi tumbuh dan berkembangnya parasit dan jamur. Sebaliknya, kelembaban rendah (kering) menyebabkan udara berdebu, yang merupakan pembawa penyakit menular, sekaligus menyebabkan gangguan pernafasan. Kelembaban ideal bagi sapi potong adalah 60 - 80 % (Abidin, 2002). 6 Sapi potong pada umumnya harus dipelihara pada kondisi lingkungan yang nyaman (comfort zone), dengan batas maksimum dan minimum temperatur dan kelembaban lingkungan berada pada thermoneutral zone agar berproduksi dengan optimal. Di luar kondisi ini sapi potong akan mengalami stress. Sapi tergolong ternak berdarah panas (homeoterm) yang berusaha mempertahankan suhu tubuhnya antara 38-39°C (Purwanto, 2004). Prinsip keseimbangan panas yang dilakukan oleh ternak homeoterm adalah panas yang diterima sama dengan panas yang hilang (Swenson, 1970). Stres panas terjadi apabila temperatur lingkungan berubah menjadi lebih tinggi. Pada kondisi ini, toleransi ternak terhadap lingkungan menjadi rendah atau menurun, sehingga ternak mengalami cekaman (Yousef, 1985). Stres panas ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, reproduksi dan laktasi sapi potong dan perah termasuk didalamnya pengaruh terhadap hormonal, produksi dan komposisi susu (Mc Dowell, 1972). Secara tidak langsung, suhu yang tinggi berpengaruh besar terhadap konsumsi pakan yang masuk baik volume maupun porsi nilai gizi yang terkandung di dalamnya. Dalam menghadapi suhu tinggi semacam ini dan pada kondisi persediaan pakan hijauan menjadi kering, umumnya berat badan sapi menurun. Akan tetapi, dalam hal ini sapi-sapi dari india (bos indicus) relatif lebih bisa bertahan, karena adaptasi mereka cukup bagus bila dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi yang berasal dari daerah subtropis (Sudarmono dan Bambang, 2008 ). Pakan yang diberikan pada ternak dalam level yang berbeda akan menyebabkan kondisi fisiologis seperti suhu tubuh (panas tubuh), denyut nadi dan 7 frekuensi nafas akan berbeda akibat perbedaan proses fermentasi atau metabolisme yang terjadi dalam tubuh, perbedaan tersebut akan berpengaruh terhadap respon produksi suatu ternak (McDowell, 1972). Semakin tinggi level pakan yang diberikan, maka energi yang dikonsumsi semakin tinggi yang berakibat pada meningkatnya panas yang diproduksi dari dalam tubuh, akibat tingginya proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh dan ditambah lagi pengaruh panas lingkungan, hal ini dapat menyebabkan ternak mudah mengalami stres. Kondisi tersebut menyebabkan ternak akan selalu berupaya mempertahankan temperatur tubuhnya pada kisaran yang normal, dengan cara melakukan mekanisme termoregulasi (Frandson, 1992). Musim Di negara tropis seperti Indonesia hanya memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan, suhu udara cenderung lebih rendah bila dibandingkan musim kemarau. Sementara pada musim kemarau, suhu udara bisa menjadi panas, dapat mencapai diatas 350C. Kondisi ini dapat mengganggu metabolisme pada sapi. Selain itu, suhu yang tinggi dapat membuat rerumputan atau hijauan menjadi kering. Dengan demikian, penyediaan pakan hijauan untuk sapi akan terganggu (Yulianto dan Saparinto, 2010). Hubungan musim dengan produksi hijauan makanan ternak dan produktivitas ternak, jelas produksi hijauan makanan ternak pada musim hujan baik kuantitas ataupun kualitasnya lebih baik daripada musim kemarau (Putra, 1999). Pengaruh musim juga berhubungan dengan suhu udara. Suhu udara panas atau ingin berpengaruh pada kehidupan dan pertumbuhan ternak. Pada usaha ternak sapi, dapat menyebabkan beberapa gangguan seperti kemampuan 8 reproduksi sapi yang menurun serta pertumbuhan sapi terhambat yang mengakibatkan penimbunan daging di tubuhnya juga berkurang (Yulianto, 2010). D. Pertumbuhan Penampilan seekor ternak adalah hasil dari suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang berkesinambungan tanpa terhenti dalam seluruh hidup ternak tersebut. Pertumbuhan semua hewan pada awalnya lambat dan meningkat kemudian lambat pada saat hewan mendekati dewasa tubuh. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor genetis atau faktor keturunan dan lingkungan seperti iklim dan manajemen pelaksanaan (Sugeng, 2002). Pertumbuhan pada hewan merupakan suatu fenomena universal yang bermula dari sel telur yang telah dibuahi dan berlanjut sampai hewan mencapai dewasa. Pertumbuhan dinyatakan umumnya dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan tiap hari atau per satuan waktu lainnya (Tillman dkk., 1998). Aberle et al., (2001) menyatakan bahwa pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar dan bobot badan yang terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta diberi pakan, minum dan mendapat tempat berlindung yang layak. Untuk mencapai bobot potong yang sama ternak betina membutuhkan waktu dan makanan yang lebih tinggi dibanding jantan. Lawrence dan Fowler (2002) menyatakan bahwa kurva pertumbuhan terdiri dari tiga bagian, yaitu fase percepatan, diikuti fase linier atau pertumbuhan yang sangat cepat dengan waktu yang sangat pendek (dewasa kelamin) dan berakhir 9 pada fase perlambatan yang berangsur-angsur menurun sampai hewan mencapai dewasa tubuh diilustrasikan dengan kurva berbentuk sigmoid. Pertambahan bobot badan dapat dikatakan pertumbuhan dimana merupakan suatu fenomena universal yang sangat kompleks, mulai dari fertilisasi, pembelahan, perbanyakan sel serta differensiasi sel-sel (Maynard et al., 1979). Sonjaya (2008) mengemukakan bahwa terdapat tiga gambaran utama pertumbuhan. Pertama, terdapat proses dasar pertumbuhan satu sel, dalam hal ini termasuk hyperplasia (penggandaan sel), hiperthropi (pembesaran sel), dan pertumbuhan materi non protoplasmic (peletakan lemak, glikogen, plasma darah, tulang rawan dll). E. Sistem Pemeliharaan Sistem pemeliharaan ternak sapi dibagi menjadi tiga, yaitu intensif, ekstensif, dan mixed farming system (sistem pertanian campuran). Pemeliharaan secara intensif dibagi menjadi dua, yaitu (a) sapi di kandangkan secara terus menerus dan (b) sapi di kandangkan pada saat malam hari, kemudian siang hari digembalakan atau disebut semi intensif. Pemeliharaan ternak secara intensif adalah sistem pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and curry. Sistem ini dilakukan karena lahan untuk pemeliharaan secara ekstensif sudah mulai berkurang. Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan sistem ekstensif. Kelemahan terletak pada modal yang dipergunakan lebih tinggi, masalah penyakit dan limbah peternakan (Safitri, 2011). 10 Pada sistem pemeliharaan semi intensif, umumnya ternak dipelihara dengan cara sapi-sapi ditambatkan atau digembalakan di ladang, kebun, atau pekarangan yang rumputnya tumbuh subur pada siang hari. Sore harinya, sapi tersebut dimasukkan ke dalam kandang sederhana dan lantainya dari tanah yang dipadatkan. Pada malam hari, sapi diberi pakan tambahan berupa hijauan. Dapat juga ditambah pakan penguat berupa dedak halus yang dicampur dengan sedikit garam. Dalam hal perawatan, kandang sapi dibersihkan setiap hari atau minimal seminggu sekali. Sementara sistem intensif adalah sapi-sapi dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak. Sapi diberikan pakan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga cepat besar dan gemuk. Kotorannya pun biasa terkumpul dalam satu tempat sehingga mudah dibersihkan dan dimanfaatkan untuk keperluan lain (Haryanti, 2009). F. Penggemukan Sapi Penggemukan menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2007) adalah pemilihan sapi untuk dipelihara dengan tujuan penggemukan, kemudian dijual sebagai sapi potong. Dijelaskan lebih lanjut oleh Murtidjo (1993) bahwa penggemukan ternak sapi sebenarnya merupakan usaha mengubah bentuk protein pakan menjadi protein hasil ternak yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Pemilihan bakalan yang baik menjadi langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan usaha sapi potong. Salah satu tolok ukur penampilan produksi sapi potong adalah pertambahan berat badan harian. Penampilan produksi tersebut merupakan suatu fungsi dari faktor genetik, faktor lingkungan, dan interaksi antara kedua faktor tersebut (Abidin, 2002). Usaha penggemukan sapi pedaging membutuhkan modal utama, yaitu tersedianya bakalan yang 11 memenuhi syarat secara kontinu. Kemampuan peternak memilih dan menyediakan bakalan secara berkelanjutan sangat menentukan laju pertumbuhan dan tingkat keuntungan yang diharapkan. Usaha penggemukan sapi bertujuan mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan bobot sapi yang dipelihara (Stiadi, 2011). Pakan ternak untuk penggemukan sapi merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan produksinya. Pakan yang baik adalah pakan yang mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Protein adalah unsur utama dalam pemeliharaan organ tubuh dan pertumbuhan, karbohidrat berguna sebagai sumber energi yang akan digunakan untuk proses metabolisme, lemak sebagai sumber energi yang membawa vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K), vitamin berfungsi untuk pembentukan organ dan meningkatkan kekebalan tubuh, sedangkan mineral untuk membentuk jaringan tulang dan urat untuk memproduksi dan mengganti mineral dalam tubuh yang hilang (Darmono, 1993). Ada beberapa sistem penggemukan yang digunakan untuk sapi. Pada prinsipnya, perbedaan sistem penggemukan sapi terletak pada teknik pemberian pakan atau ransum, luas lahan yang tersedia, umur dan kondisi sapi yang akan digemukkan, serta lama penggemukan (Basya, 2009). Menurut Nugraha (2012) cara penggemukan sapi secara modern dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip feedlot, yaitu: Sistem dry lot fattening Sistem dry lot fattening yaitu penggemukan sapi dengan memperbanyak pemberian pakan konsentrat. Jumlah pemberian hijauan hanya relatif 12 sedikit sehingga efisiensi penggunaan pakan lebih tinggi. Perbandingan hijauan dan konsentrat berkisar antara 40:60 sampai 20:80. Perbandingan ini didasarkan pada bobot bahan kering (BK). Penggemukan sistem ini dilakukan di dalam kandang. Pakan hijauan dan konsentrat diberikan kepada sapi di dalam kandang. Sistem yang dilakukan adalah pakan harus disediakan sesuai porsi waktu yang tepat. Sistem pasture fattening Sistem penggemukan pasture fattening, yaitu sapi yang digembalakan di padang penggembalaan sepanjang hari. Sistem kombinasi dry lot dan pasture fattening Sistem ini merupakan perpaduan dry lot fattening. Pada sistem ini, bila musim hujan berlimpah maka sapi digembalakan di padang gembalaan dan tidak harus dikandangkan. Sementara pada musim kemarau, sapi dikandangkan dan diberi pakan penuh. Pada siang hari digembalakan di padang penggembalaan, sedangkan pada malam hari sapi dikandangkan dan diberi konsentrat Sistem kereman Sistem ini sebenarnya hampir sama dengan dry lot fattening, yaitu ternak sapi diberi pakan hijauan dan konsentrat serta sapi dikandangkan selama pemeliharaan. Bedanya, sistem kereman lebih banyak dilakukan oleh peternak tradisional dan pemberian pakannya masih tergantung dengan kondisi. Bila musim hujan, sapi diberi banyak pakan hijauan, tetapi bila musim kering sapi lebih banyak diberi pakan konsentrat. 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2014 di PT. Buli (Berdikari United Livestock) Kecamatan Pitu Riase Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Materi Penelitian Materi penelitian ini yaitu sapi Brahman Cross (BX) jantan fase starter umur 4-8 bulan yang dipelihara di PT. Buli. Jumlah ternak yang digunakan 51 ekor pada musim hujan dan 37 ekor pada musim kemarau. Sumber Data Penelitian ini dilakukan melalui pengumpulan data yaitu data sekunder. Data sekunder diperoleh dari catatan atau recording Sapi Brahman Cross (BX) yang telah dikelompokkan oleh petugas pada divisi breeding PT. Buli. Waktu musim hujan dapat diketahui dari bulan Maret dasarian III sampai Juli dasarian III dan musim kemarau dari bulan Agustus dasarian I sampai Maret dasarian II (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2014). Sistem Pemeliharaan Sistem pemeliharaan ternak Sapi Brahman Cross (BX) di PT. Buli pada penelitian ini yaitu ternak yang dipelihara dengan sistem penggemukan (Feedlot) dengan cara dry lot fattening dan diberi pakan berupa rumput gajah, rumput alam, 14 konsentrat, dan jerami. Lama pemeliharaan sapi pada musim hujan 163 hari dan pada musim kemarau 273 hari. Parameter yang Diamati - Berat awal penggemukan - Berat akhir penggemukan - Pertambahan berat badan harian sapi Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji banding, yaitu uji t-test independent sample (Sudjana, 2002), dengan perlakuan perbedaan musim terhadap tingkat pertambahan berat badan harian sapi Brahman Cross (BX) yang dipelihara secara intensif di PT. Buli Kabupaten Sidenreng Rappang, dengan model matematika yang digunakan yaitu: √ S √ Keterangan : x1 x2 S s1 s2 n1 n2 = Rata-rata berat badan sapi Brahman Cross pada musim hujan = Rata-rata berat badan sapi Brahman Cross pada musim kemarau = Simpangan baku rataan kedua jenis musim = Simpangan baku pada musim hujan = Simpangan baku pada musim kemarau = Banyaknya jumlah sapi Brahman Cross pada musim hujan = Banyaknya jumlah sapi Brahman Cross pada musim kemarau 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Berat Badan Sapi Brahman Cross (BX) Fase Starter Pada Musim yang Berbeda Data hasil pengamatan terhadap laju pertambahan berat badan sapi Brahman Cross (BX) dikelompokkan berdasarkan musim selama dipelihara yaitu pemeliharaan pada musim hujan dan pemeliharaan pada musim kemarau disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Rataan dan standar deviasi laju pertambahan berat badan sapi Brahman Cross (BX) fase starter berdasarkan musim Musim Peubah Kemarau Hujan Berat Awal (kg±SD) Berat Akhir (kg±SD) PBBH (kg±SD) 83,78 ± 19,54 234,05a ± 48,25 0,55a ± 0,13 90,19 ± 30,59 165,11b ± 33,80 0,45b ± 0,10 Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan bahwa berat akhir sapi Brahman Cross pada musim kemarau lebih tinggi, yaitu 234,05 ± 48,25 dibandingkan dengan musim hujan hanya 165,11 ± 33,80. Hal ini diduga karena lama pemeliharaan yang berbeda dimana jangka waktu musim kemarau lebih panjang dibandingkan musim hujan di daerah tersebut berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sulawesi Selatan. Rataan pertambahan berat badan harian sapi Brahman Cross fase starter yang dipelihara pada musim kemarau 0,55 ± 0,13 dan pada musim hujan 0,45 ± 0,10. Berdasarkan analisis statistik (Lampiran 3) menunjukkan bahwa musim berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan berat badan harian sapi Brahman Cross (P<0,01) dimana pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan musim hujan. Hal ini diduga karena 16 manajemen pemeliharaan yang dilakukan pada musim kemarau lebih baik dibandingkan pada musim hujan, sehingga pada musim hujan banyak ternak yang diserang penyakit. Resiko sapi terserang penyakit pada awal musim hujan juga sangat tinggi karena kondisi tubuh sapi lemah akibat kekurangan pakan pada musim kemarau. Diare pada sapi juga dapat terjadi karena sapi banyak mengkonsumsi rumput muda dengan kadar air yang tinggi pada awal musim hujan. Selain diare, infeksi cacing juga banyak terjadi pada musim hujan karena kondisi sekitar kandang yang becek dan penularan melalui pakan hijauan. Ternak sapi yang kesehatannya terganggu akan menyebabkan menurunnya kemampuan ternak tersebut mengkonsumsi pakan, sehingga proses penggemukan sapi akan terhambat. Konsumsi pakan pada musim kemarau juga mungkin lebih tinggi daripada saat musim hujan karena pada musim kemarau kadar air pada hijauan rendah sehingga konsumsi bahan kering lebih tinggi pada musim kemarau dibandingkan pada musim hujan karena kadar air pada rumput saat musim hujan tinggi. Sapi juga diberikan pakan penguat, yaitu konsentrat dengan persentase 70% konsentrat dan 30% hijauan. Banyaknya konsentrat yang diberikan dapat meningkatkan daya cerna terhadap bahan kering. Hal ini sesuai dengan pendapat Orskov dan McDonald (1979) bahwa Peningkatan daya cerna bahan kering ransum akibat bertambahnya jumlah pemberian konsentrat disebabkan karena konsentrat mempunyai nilai kecernaan yang tinggi dalam saluran pencernaan ternak ruminansia. Konsentrat merupakan bahan pakan yang kaya akan zat-zat makanan terutama protein dan energi, memiliki kadar serat kasar yang rendah sehingga kecernaannya dalam saluran pencernaan cukup tinggi. 17 Selain itu, meskipun pada musim kemarau pakan hijauan kurang namun sapi tetap diberikan pakan berupa jerami, urea, fermentasi ubi dan legum sehingga meskipun jerami merupakan bahan pakan berkualitas rendah namun dengan adanya pakan tambahan berupa urea, fermentasi ubi, dan legum, sapi tetap dapat memenuhi kebutuhan zat-zat gizi yang diperlukannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdullah (2008) bahwa Jerami padi merupakan bahan pakan herbivora yang tergolong bahan pakan yang berkualitas rendah antara lain Karena dinding selnya tersusun oleh sellulosa, hemiselulosa, lignin dan silica. Dalam pemanfaatan jerami padi dibutuhkan suplementasi bahan yang berkualitas kemudian diolah agar nilai gizinya dapat ditingkatkan serta dapat meningkatkan bobot badan hewan ternak. Selain faktor pakan, genetik juga diduga menjadi faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan sapi Brahman Cross. Meskipun pada musim kemarau sapi akan kekurangan pakan dan suhu meningkat namun karena keunggulan sapi Brahman Cross yang tahan terhadap lingkungan ekstrim dan penyakit sehingga sapi tersebut bisa tumbuh dengan baik pada musim kemarau tanpa gangguan selera makan. Sapi Brahman Cross juga berasal dari bangsa sapi Zebu yang merupakan tipe sapi daerah tropis. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunawan, dkk (2008) bahwa Sapi Brahman dapat beradaptasi dengan baik terhadap panas, mereka dapat bertahan dari suhu 8 - 105 F, tanpa ganguan selera makan dan produksi susu. Sapi Brahman banyak dikawinkan dengan sapi Eropa dan dikenal dengan Brahman Cross. Model yang diterapkan dalam pelaksanaan pengembangan sapi Brahman Cross (BX) adalah menghasilkan ternak sapi yang 18 memiliki pertumbuhan baik dan tahan terhadap iklim tropis serta tahan terhadap penyakit/hama penyebab penyakit, kutu, dan tungau (Mulyanto, 2013). Penelitian yang dilakukan Wijono, dkk., (2006) dengan menggunakan Sapi Peranakan Ongole muda menunjukkan hasil yang berbeda dimana Laju pertumbuhan setelah disapih sampai dengan umur setahun memberikan pertumbuhan yang baik pada saat musim penghujan. Hal ini mungkin disebabkan karena jenis dan genetik ternak yang berbeda, kondisi lingkungan yang berbeda, serta lama pemeliharaan pada masing-masing musim yang berbeda. 19 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Musim memberikan pengaruh terhadap pertambahan berat badan sapi Brahman Cross (BX) yang dipelihara di PT. Buli Kabupaten Sidenreng Rappang. Sapi yang dipelihara pada musim kemarau menunjukkan PBBH yang lebih tinggi dibandingkan sapi yang dipelihara pada musim hujan diduga dipengaruhi oleh kadar bahan kering pada pakan, lama pemeliharaan, serta genetik ternak. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai bagaimana pengaruh musim terhadap pertambahan berat badan sapi Brahman Cross (BX) dengan manajemen yang lebih baik serta penimbangan berat badan secara berkala. 20 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, 2008. Pembuatan Jerami Padi Amoniasi Sebagai Sumber Pakan Ternak Potensial di Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba, Program Penerapan IPTEKS. Aberle, E. D. Forest, J. C. Gerrard, D. E. Mills, E. W. Hedrick, H. B. Judge, M. D and Merkel, R. A. 2001. Principles of Meat Science. Iowa: Kendall/Hunt Pub. Company. Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2014. Format Pelayanan Jasa Informasi Klimatologi Informasi Unsur Iklim Bulanan. Sulawesi Selatan. Bamualim, A. 1994. Usaha peternakan sapi di Nusa Tenggara Timur. Pros. Seminar Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Peternakan dan Aplikasi Paket Teknologi Pertanian. Sub-Balai Penelitian Ternak Lili/ Balai Informasi Pertanian, Noelbaki, Kupang. 1–3 Pebruari 1994. Blakely J, Bade DH. 1992. Ilmu Peternakan. Edisi Ke-empat. Terjemahan B.Srigandono. UGM-Press, Yogyakarta. Basya, S. 2009. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta. Darmono, 1993. Tata Laksana Usaha Sapi Kareman. Kanisius. Yogyakarta. Direktorat Jendral Peternakan. 2007. Pedoman Budidaya Ternak Sapi Potong Yang Baik. Direktorat Peternakan. Jakarta. Hal 10. Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Diterjemahkan oleh: Srigandono, B. dan K. Praseno. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gunawan, Abubakar, G.T. Prambudi, D. Nista, A. Purwadi, K. Karim, A. Karnaen, W. Ediyati, P. Djajadiredja, dan P.P. Putro. 2008. Petunjuk Pemeliharaan Sapi Brahman Cross. BPTU Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Hardjosubroto, W., 1984. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. P. T. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Haryanti, N. W. 2009. Kualitas pakan dan kecukupan nutrisi sapi Simental di peternakan Mitra Tani Andini, Kelurahan Gunung Pati Kota Semarang. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro. Semarang. Lawrence, W.G. and V.R, Fowler. 2002. Growth of Farm Animals. 2nd Ed. CABI Publishing. London. 21 Maynard, L.A., J . K. Loosli, H. F . Hintz and R.G . Warner . 1979 . Animal Nutrition . l td Ed . Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd . New Delhi. Mc Dowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climates. W.H. Freeman and Company, San Fransisco. Minish, G. L. and D. G. Fox, 1979. Beef Production and Management. Reston Publishing Co., Inc. A Prentice-Hall Co., Reston, Virginia. Mulyanto, A. 2013. Jenis-jenis sapi. www.agusmulyanto.com. Diakses tanggal 24 Agustus 2014 Murtidjo, B.A., 1993. Beternak Sapi Potong, Kanisius. Yogyakarta. Hal 28, 34 dan 96. Nugraha, RI. 2012. Mengenal Manajemen Pakan Sistem Penggemukan Sapi. Orskov, E.R., and McDonald, I., 1979. The Estimation of Protein Degradability in the Rumen from Incubation Measurements Weighted According to Rate of Passage. J. of Agricultural Science, Cambridge, 92 : 499 – 503. Purwanto, B. 2004. Biometeorologi Ternak. http//www.gfm-ipb.net/kuliah/ biomet/Biometeorologi_ Ternak.htm. Putra, S. 1999. Peningkatan performa sapi Bali melalui perbaikan mutu pakan dan suplementasi seng asetat. Disertasi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Safitri, T. 2011. Penerapan good breeding practices sapi potong di PT. Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sanjaya. 2012. Sapi Brahman. http://www.situs-peternakan.com/2012/11/sapibrahman.html. Diakses tanggal 02 November 2014 Sonjaya, H. 2008. Bahan Ajar Fisiologi Ternak Dasar. Fakultas Peternakan Universitas Hasanudin, Makassar. Stiadi, D. 2011. Memilih bakalan sapi untuk digemukkan. Balai Penyuluhan Pertanian, Kecamatan Sukra. Sudarmono A.S, dan Y. Bambang Sugeng. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta. Sudjana. 2002. Metode Statistika. Tarsito. Bandung. Sugeng, B. 2002. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta. Swenson, M.J. 1970. Dukes’ Physiologis of Domestic Animals. Vail-Ballou Press. United States. Amerika. 22 Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusuma, dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Turner, H.N. 1981. Animal genetic resources. Int. Goat and Sheep Res. 1(4):243. Widada A.S., W. Busono, dan H. Nugroho. 2013. Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Nilai HTC (Heat Tolerance Coefficient) pada Sapi Peranakan Limousin (Limpo) Betina Dara Sebelum dan Sesudah Diberi Konsentrat. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Widiati, R. 2003. Analisis Linier Programming Usaha Ternak Sapi Potong dalam Sistem Rumah Tangga Tani Berdasarkan Tipologi Wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi S3. Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. Wijono W.D., Mariyono, dan E.Romjali. 2006. Pengaruh Musim Terhadap Pertumbuhan Sapi Potong Peranakan Ongole Muda Di Loka Penelitian Sapi Potong. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pasuruan 2006. Wirdahayati R.B., C. Liem, A. Pohan, J. Nulik, P. Th. Fernandez, Asnah Dan A. Bamualim. 1997. Pengkajian Teknologi Usaha Pertanian Berbasis Sapi Potong Di Nusa Tenggara Timur. Dalam Pertemuan Pra-Raker Badan Litbang Pertanian Ii. Manado Tanggal 3–4 Maret 1997. Yousef, M.K. 1985. Stress Physiology in Livestock. Vol. 1 : Basic Principles. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. Yulianto P., dan C. Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta. 23 LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis Uji Banding (T-Test) Berat Awal Sapi Brahman Cross (BX) Fase Starter yang Dipelihara secara Intensif di PT. Buli Pada Musim yang Berbeda T-TEST GROUPS=MUSIM(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=B.AWAL /CRITERIA=CI(.95). [DataSet0] Group Statistics MUSIM B.AWAL N Mean Std. Deviation Std. Error Mean HUJAN 51 90.1961 30.59413 4.28404 KEMARAU 37 83.7838 19.54643 3.21341 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Std. Error F B.AWAL Equal variances assumed Equal variances not Sig. 9.280 t .003 df Sig. (2-tailed) Mean Difference Difference Lower Upper 1.119 86 .266 6.41229 5.73032 -4.97920 17.80379 1.197 84.805 .234 6.41229 5.35528 -4.23578 17.06037 assumed 24 Lampiran 2. Analisis Uji Banding (T-Test) Berat Akhir Sapi Brahman Cross (BX) Fase Starter yang Dipelihara secara Intensif di PT. Buli Pada Musim yang Berbeda T-TEST GROUPS=MUSIM(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=B.AKHIR /CRITERIA=CI(.95). [DataSet0] Group Statistics MUSIM B.AKHIR N Mean Std. Deviation Std. Error Mean HUJAN 51 165.1176 33.80157 4.73317 KEMARAU 37 234.0541 48.25278 7.93271 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Std. Error F B.AKHIR Equal variances assumed Equal variances not Sig. 1.714 t .194 df Sig. (2-tailed) Mean Difference Difference Lower Upper -7.885 86 .000 -68.93641 8.74247 -86.31587 -51.55694 -7.463 60.660 .000 -68.93641 9.23746 -87.40995 -50.46286 assumed 25 Lampiran 3. Analisis Uji Banding (T-Test) Pertambahan Berat Badan Harian (PBBH) Sapi Brahman Cross (BX) Fase Starter yang Dipelihara secara Intensif di PT. Buli Pada Musim yang Berbeda T-TEST GROUPS=MUSIM(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=PBBH /CRITERIA=CI(.95). [DataSet0] Group Statistics MUSIM PBBH N Mean Std. Deviation Std. Error Mean HUJAN 51 .4596 .10513 .01472 KEMARAU 37 .5595 .13172 .02165 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Std. Error F PBBH Equal variances assumed Equal variances not Sig. 2.208 t .141 df Sig. (2-tailed) Mean Difference Difference Lower Upper -3.952 86 .000 -.09985 .02527 -.15008 -.04963 -3.813 66.705 .000 -.09985 .02618 -.15212 -.04758 assumed 26 DOKUMENTASI 27 28 RIWAYAT HIDUP Dhian Ramadhanty (I 11110 002), lahir di Ujung Pandang pada tanggal 12 Maret 1992. Anak Pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ir. Mustakim Mattau, MS. dan Ir. Nirmala Made Ali. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Inpres Unhas Tamalanrea Makassar pada tahun 2004, kemudian melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 12 Makassar dan selesai pada tahun 2007, dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 21 Makassar dan selesai pada tahun 2010. Penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur JPPB dan diterima di Fakultas Peternakan, jurusan Produksi Ternak. Selama kuliah penulis menjadi asisten di Laboratorium Fisiologi Ternak dan Laboratorium Ilmu Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan Unhas. 29 33