Volume 18, 2009 - Wahana Visi Indonesia
Transcription
Volume 18, 2009 - Wahana Visi Indonesia
WAHANA VISI INDONESIA mitra World Vision Indonesia Kasih&Peduli Volume 18 / 2009 Pertemuan yang Membahagiakan Dari Desa Turun ke Hati Menyingkirkan Stigma dan Diskriminasi Bersama Meningkatkan Kualitas Hidup Anak Dari Redaksi Sajian Utama Remaja Pelajar Peduli Anak PERTEMUAN hal.3-5 Yang Membahagiakan S AAT ini World Vision Indonesia melalui mitranya Wahana Visi Indonesia mempunyai anak santun sebanyak 84.242 orang di Indonesia. Dari jumlah ini, penyantun dari Indonesia hanya menyantuni 3.000 anak lebih. Selebihnya disantuni oleh para penyantun dari luar negeri. Yang cukup menarik, semakin banyak remaja pelajar kita yang sudi mengulurkan tangan kepada anak-anak yang membutuhkan. Itulah sebabnya maka majalah Kasih & Peduli nomor ini mengambil tema ‘remaja pelajar peduli anak’. DARI DESA hal.12 Turun ke Hati STEPHANY MULAI MENUAI BUAH hal.15 Ketekunannya MENYINGKIRKAN STIGMA Sebagai contoh, di SMU IPEKA Sunter, Jakarta Utara, sudah lebih 30 siswa yang jadi penyantun anak-anak dari keluarga tak mampu di berbagai daerah di Indonesia. Sedangkan SMU ini baru mengenal program penyantunan Wahana Visi sejak April 2008 yang lalu. Di SMU Dian Harapan di Lippo Karawaci, Tangerang, lebih 80 siswa sudah terdaftar sebagai penyantun (sponsor). Mereka menyisihkan sebagian uang saku yang diberikan orangtua. Ini tentu bukanlah pengorbanan yang kecil bagi mereka dalam usia yang masih begitu belia dan belum mempunyai penghasilan sendiri. Belakangan ini ada perkembangan yang cukup menggembirakan di negeri kita. Semakin bertambah jumlah korporasi (perusahaan) yang bersedia memberikan donasi dan kontribusi untuk pemberdayaan keluarga tak mampu serta anak-anak mereka. Semoga semakin banyak hati pribadi-pribadi dan korporasi yang tersentuh untuk membantu sesama yang membutuhkan, sehingga semakin sedikit anak-anak yang putus sekolah karena kurang biaya. Salam, Redaksi hal.28 dan Diskriminasi WAHANA VISI INDONESIA Kasih&Peduli mitra World Vision Diterbitkan oleh Wahana Visi Indonesia bekerjasama dengan World Vision. Pembina Wahana Visi Indonesia Mars. Madya (Purn.) B. Y. Sasmito Dirjo Dr. Nafsiah Mboi, MD, Ped. MPH Rev. DR. Kadarmanto Hardjowasito DR. Frieda Mangunsong, MEd Maria Hartiningsih Drs. Ruddy Koesnadi Rev. Ester M.Ga, M.Si Pengawas Wahana Visi Indonesia Drs. Utomo Josodirdjo Yozua Makes, SH, LL.M, MM Tim Redaksi Jl. Wahid Hasyim No. 31, Jakarta 10340 tel. 62-21 3907818, fax. 62-21 3910514 World Vision Indonesia Cover WAHANA VISI INDONESIA Jl. Wahid Hasyim No. 33 Jakarta 10340 tel. 62-21 31927467, fax. 62-21 3107846 Alfiani Wulandari dan B. Marsudiharjo Fotografer B. Marsudiharjo “Saya Mark, ringkas saja. Cukup satu syllable,” begitu kata Mark Chan Ben Tze, pelajar SMA di Malaysia, setiap kali memperkenalkan diri kepada masyarakat atau murid-murid Sekolah Dasar yang dikunjungi. Volume 18 / 2009 Emilia K. Sitompul, Priscilla Christin John Nelwan, Johnson L. Tobing, Damaris Sarangnga, Abi Hardjatmo, B. Marsudiharjo, Donna Hattu, Joseph Soebroto, Shirley Fransiska, Lukas J. Ginting, Juliarti Sianturi, Hendro Suwito, Sari Estikarini. Korespondensi dan perubahan alamat harap sampaikan ke Pertemuan yang Membahagiakan Anak-anak ADP Banggai. K ATA-KATA dalam Bahasa Melayu yang dia ucapkan, yang kadang-kadang berbeda dengan kata-kata yang biasa digunakan di sini, selalu memancing orang-orang yang mendengarnya tertawa. Mark bersama dua temannya, Kelvin Seoh Jin Wei dan Muhammad Amier Ariffin bin Rosli, ikut dalam rombongan staf World Vision Malaysia dalam kunjungan ke wilayah pelayanan Wahana Visi Indonesia di Singkawang, Kalimantan Barat, Desember lalu. Rombongan dari Malaysia ini ingin melihat langsung pelaksanaan program-program yang didanai para donor dan sponsor dari Malaysia. Karena sebagian staf World Vision Malaysia dan bahkan tiga pelajar ini Mark, Kelvin dan Amier bersama anak-anak SD Malabae di Samalantan Fotografer Johnson L. Tobing 2 Kasih&Peduli Vol.18/2009 Kasih&Peduli Vol.18/2009 3 Anak-anak SD Malabae menyanyi untuk para tamu dari Malaysia “Semula saya berpikir kondisi sekolah-sekolah di Indonesia tidak memprihatinkan. Setelah saya mengunjungi sendiri, saya baru tahu bahwa sekolah-sekolah ini memerlukan perhatian mendesak,” kata Amir. adalah sponsor, mereka menyempatkan diri untuk bertemu dengan anak santunnya. men sebagai hadiah bagi para siswa yang bisa menjawab pertanyaannya. Mark, Kevin, dan Amier, berpatungan menyantuni satu anak bernama Rokky Ramu, siswa sebuah SD Kecamatan Samalantan. Wahana Visi membantu sekolah ini dalam menerapkan pendekatan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM). “Sangat menyenangkan mendapat kesempatan mengajar anak-anak SD. Saya sekarang lebih siap mengajar karena sudah mengalaminya,” kata Mark. Selain didanai oleh para sponsor dan donatur dari dalam negeri, kegiatan Wahana Visi di Singkawang didanai oleh sponsor dan donatur yang menyalurkan bantuan lewat World Vision Malaysia. Bagi Amier, mengunjungi sekolah-sekolah di pedalaman Kalimantan merupakan pengalaman berarti. Amier prihatin menyaksikan beberapa sekolah dasar yang dia kunjungi. Ia akan menceritakan keadaan ini kepada orang-orang di Malaysia agar mereka ikut memperhatikan pendidikan anak di Indonesia. Ketiga pelajar ini adalah pemenang Youth4Youth Campaign, sebuah program di World Vision Malaysia dalam bentuk kompetisi antar remaja yang telah menjadi sponsor World Vision mengenai isuisu pengembangan, seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. “Semula saya berpikir kondisi sekolahsekolah di Indonesia tidak memprihatinkan. Setelah saya mengunjungi sendiri, saya baru tahu bahwa sekolah-sekolah ini memerlukan perhatian mendesak. Rokky Ramu adalah masa depan bangsa,” kata Amier. Masyarakat dan murid-murid sekolah sangat bergembira menyambut tamu-tamu dari negeri tetangga ini. Sebaliknya, para tamu juga sangat senang bisa bertemu anak santun dan melihat program yang didanai donatur dari Malaysia. Ayn Pereira, Project Manager, Promotion and Communications di World Vision Malaysia sangat berbahagia bisa bertemu dengan anak santunnya, Karima Mahrus, meskipun hanya sebentar. “Melihat matanya berbinar-binar dan melihat dia tersenyum benar-benar membahagiakan,” kata Ayn. “Kami mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada para donatur yang akan menghadirkan air di desa kami,” kata Nuryadi, tokoh masyarakat di Parong, kepada para tamu dari Malaysia. Parong adalah salah satu tempat yang dikunjungi para tamu dari Malaysia. Dusun ini terletak di perbukitan yang terisolir dari tempat lain. Meskipun sumber air bersih yang ada di bukit di atas dusun ini dialirkan ke kota Singkawang melewati Parong, masyarakat Parong mengalami kesulitan mengakses air bersih. Selain mengunjungi Parong, rombongan dari Malaysia juga mengunjungi Kampung Kandang, SD Malabae, SD Mendung Terusan, SD Sibale, SD Sepoteng, dan Dusun Aping Buluh. Staf World Vision Malaysia Usharani Evelynn bersama murid SD Malabae 4 Kasih&Peduli Vol.18/2009 Di sekolah-sekolah tersebut ketiga pelajar dari Malaysia mengajar Bahasa Inggris, Geografi, mengajak menyanyi dan main game. Mereka menyiapkan per- Rombongan ini juga menginap satu malam di Aping Buluh. Meskipun hanya tidur di lantai beralaskan tikar dan tidak memakai selimut, mereka sangat menikmati kesempatan itu. Bahkan bagi mereka, kesempatan itu menjadi pengalaman yang tidak terlupakan. Para tamu dari Malaysia bersama guru-guru dan murid SD Sibale Anak-anak SD Malabae gembira kedatangan tamu dari Malaysia Beberapa staf World Vision Malaysia belajar menari tarian adat Kalimantan Barat “Awalnya saya sulit mandi dengan air yang sangat dingin, tidur tanpa tempat tidur dan selimut, tapi kemudian saya bisa melakukannya. Dan begitu nyenyak saya tidur, bunyi ayam berkokok tidak langsung bisa membangunkan saya,” kenang Kerk Ching Wai. Dialog yang dilakukan antara rombongan dari Malaysia dan aparat serta wakil masyarakat sungguh-sungguh menguatkan kedua belah pihak. Meskipun baru pertama kali bertemu, mereka merasa dekat. Mereka memang tidak jauh, karena mereka bertetangga.*(K&P) Beberapa staf World Vision Malaysia bersama anak-anak SD Malabae Kasih&Peduli Vol.18/2009 5 musim kering. Setiap hari ibu-ibu dan anak-anak berjalan kaki menuruni perbukitan terjal hanya untuk mendapatkan seember air bersih. Inspirasi *** Keluarga Amalo yang tinggal di Desa Onatali tengah berduka atas meninggalnya sang bunda. Mulai dari hari meninggalnya hingga pada upacara penguburan, keluarga ini telah menyembelih lebih dari empat ekor sapi dan 12 ekor babi. Jumlah ternak yang akan disembelih terus bertambah karena selepas upacara penguburan masih ada upacara mete-mete atau makan minum untuk memperingati tiga hari, sembilan hari, hingga 40 hari kematian nenek Amalo. Yohanes Ndolu (tengah) bersama sejumlah maneleo yang telah bertekad menerima dan menjalankan reformasi budaya di wilayah masing-masing. Reformasi Budaya Teks dan foto Johnson L. Tobing Adat budaya merupakan kekayaan bangsa yang patut dilestarikan. Meskipun demikian, jika salah menafsirkan arti adat budaya, manusia bisa dibelenggunya. Contohnya, adat budaya yang berkembang di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. O RANG Rote mempunyai kebiasaan melakukan pesta pora yang memboroskan uang. Acara hura-hura ini terjadi pada upacara kematian atau perkawinan. Pada saat upacara ini berlangsung, puluhan sapi atau kerbau disembelih setiap hari selama berhari-hari. Pesta itu meninggalkan utang yang tidak sedikit, bisa puluhan, bahkan bisa ratusan juta rupiah banyaknya. Jika kebiasaan ini terus dilakukan, para putra dan putri daerah ini akan terus menjadi generasi pembayar utang. Kabupaten Rote Ndao terletak di ujung paling selatan wilayah Indonesia, tepatnya di sebelah barat daya Kupang, dengan luas wilayah 1.300 km persegi. Kota Ba’a adalah ibu kota kabupaten ini. Kota ini merupakan pusat ekonomi, perdagangan, dan pemerintahan bagi 106.000 penduduk, yang tersebar di delapan wilayah kecamatan. Kondisi alam di wilayah ini kering dan gersang. Hujan hanya turun selama tiga hingga empat bulan dalam setahun. Potensi alam yang dapat digarap di sini terbatas pada pertanian dan peternakan. Beban kehidupan masyarakat terasa semakin berat pada saat 6 Kasih&Peduli Vol.18/2009 Pesta yang dilakukan oleh keluarga Amalo ini masih tergolong kecil bila dibandingkan dengan upacara serupa yang dilakukan oleh banyak keluarga lain. Setiap keluarga Rote yang masih terikat pada adat biasanya memiliki buku utang. Di dalam buku ini tertulis semua jenis utang yang harus dilunasi. Biasanya utang itu berupa kerbau atau sapi, babi, dan hewan ternak lainnya. Kalau utang ini belum terbayar di masa hidupnya, maka buku utang ini akan diwariskan ke anak-cucunya hingga utang ini lunas. “Dia hanya hidup di dalam utang, bayar utang, pikir utang, dan akhirnya dia tidak bisa menyekolahkan anak dengan baik…,” kata Yohanes Ndolu, seorang putra asli Rote. Sejak dulu di dadanya terus bergemuruh panggilan untuk membawa perubahan bagi masyarakat Rote yang sangat dicintainya. “Tapi kalau anaknya bersekolah dan memerlukan uang, itu sulit (bagi orangtua) menjual salah satu hewan peliharaan untuk menunjang pendidikan anaknya,” tambah Yohanes, yang juga seorang staf lapangan World Vision. World Vision Indonesia tentu saja tidak menutup mata melihat kenyataan ini. Melalui kerja sama dengan Wahana Visi Indonesia akhir-akhir ini telah dilakukan terobosan baru, yaitu secara bertahap menyederhanakan penerapan adat budaya di sana. Yohannes Ndolu menjadi ujung tombak dari proses perjalanan program ini. Saat yang tepat untuk merealisasikan panggilan itu, tatkala Yohannes Reformasi budaya menggerakkan masyarakat untuk bekerja lebih optimal menuju perubahan. Ndolu terpilih menjadi seorang maneleo atau raja adat di Rote Ndao. Langkah pertama ia lakukan adalah mensosialisasikan reformasi adat budaya di tengah kaumnya. Dia ingin agar kaumnya ini menjadi model yang hidup bagi nusak-nusak atau wilayah-wilayah lain. Setelah nusak yang dipimpinnya menerima gagasan Yohanes, ia mensosialisasikan gagasan ini kepada para maneleo yang lain yang tinggal di nusak-nusak yang berbeda. “Kita sudah sepakat untuk melakukan penyederhanaan (dalam upacara adat). Kita tidak akan melakukan pesta pora yang berlebihan lagi,” kata Yohanes. Reformasi adat dan budaya ini memang tidak bertujuan meniadakan adat budaya itu, tetapi hanya sekadar menyederhanakan tata-caranya yang panjang dan boros. Dengan demikian, masyarakat Rote mendapat peluang yang lebih baik untuk mempersiapkan masa depannya.*(K&P) Kasih&Peduli Vol.18/2009 7 Seputar Anak Ahimsa Sidharta Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri dan UNICEF meluncurkan ‘Rencana Strategis (Renstra) 2011 Semua Anak Indonesia Tercatat Kelahirannya’ di Jakarta 12 Desember lalu. D IREKTUR Pencatatan Sipil H. Budiman, M.Si secara simbolis menyerahkan Renstra 2011 kepada Evi Mardianto sebagai perwakilan PKK, perwakilan Pemda DKI Jakarta, dr. Surjadi Soeparman, MPH sebagai perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, dan Direktur Nasional World Vision Indonesia Ir. Trihadi, MBA sebagai perwakilan lembaga internasional. Rencana Strategis 2011: Semua Anak Indonesia Tercatat Kelahirannya Asteria T. Aritonang Administrasi Kependudukan. Evi Mardianto, yang juga istri Menteri Dalam Negeri, menyatakan dukungan PKK terhadap Dalam kata sambutannya, Child Renstra ini. Protection Section Head UNICEF, Jasmina Byrne, mengatakan bahwa Visi Renstra adalah “2011 Semua sampai dengan tahun 2005, 60 Anak Indonesia Tercatat”, dengan persen anak balita Indonesia tidak misi “meningkatkan kualitas pentercatat kelahirannya. Padahal catatan kelahiran serta mengempencatatan kelahiran merupakan bangkan peran serta masyarakat hak anak, sebagai salah satu dalam mendukung sistem penperangkat perlindungan anak, dan catatan kelahiran.” Dalam Renstra besar peranannya dalam peren- terdapat 11 (sebelas) Program canaan, pembuatan kebijakan, Utama, dan 5 (lima) Program dan penyusunan anggaran baik di Pendukung, yang kesemuanya ditingkat daerah maupun nasional. harapkan dapat berkontribusi bagi pencapaian visi, dengan catatan Renstra 2011 Semua Anak bahwa prioritas sampai tahun Indonesia Tercatat Kelahirannya 2011 lebih kepada anak balita. merupakan kelanjutan dari amanat UUD 1945, khususnya pasal-pasal World Vision sepanjang tahun terkait Perlindungan Anak, UU anggaran 2008 telah melakukan No. 23/2002 tentang Perlindungan banyak kegiatan dalam mendukung Anak, dan UU No. 23/2006 tentang Renstra 2011 ini, antara lain melalui 8 Kasih&Peduli Vol.18/2009 Makna Air bagi Kehidupan Risna Teks dan foto B. Marsudiharjo Risnawati (13) mempunyai lebih banyak waktu untuk dirinya sendiri setelah air bersih masuk ke rumahnya. Dulu, sebelum berangkat ke sekolah, dia harus berjalan sekitar satu kilometer untuk mengambil air dari anak sungai terdekat. Air sungai ini tidak begitu bersih, dan akibatnya dia sering terlambat ke sekolah. W AHANA Visi Indonesia membantu masyarakat di Aping Buluh, Kecamatan Pasti Jaya di Kalimantan Barat, untuk membangun pipa air dari sebuah mata air di bukit ke desa ini, tempat tinggal seratus keluarga, termasuk keluarga Risna. pemetaan enam komponen sistem dan workshop hasil pemetaan di 18 kabupaten/kota: Kota Pontianak, Pontianak, Landak, Sanggau, Sekadau, Singkawang, Bengkayang, Sambas, Poso, Banggai, Ternate, Halmahera Utara, Flores Timur, Kota Jayapura, Keerom, Jayawijaya, Tolikara, dan Merauke. Air bersih merupakan masalah besar bagi kebanyakan penduduk di daerah Pasti Jaya dan daerah lainnya di Kabupaten Singkawang dan Bengkayang. Banyak penduduk yang harus menggali sumur yang sangat dalam atau mengambil air dari sungai terdekat. Tetapi, kualitas airnya tidak bagus. World Vision juga telah melakukan pelatihan bidan, sekretaris desa, tokoh agama/masyarakat di Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura, yang mendukung rencana ini. Studi banding ke Kabupaten Sikka yang menjadi pilot percontohan nasional juga telah dilakukan oleh beberapa kabupaten. Selama empat tahun terakhir, Wahana Visi telah membantu lebih dari 8.000 orang di dua kabupaten ini agar bisa mendapat akses yang lebih baik terhadap air bersih. Tersedianya air bersih di desa mengurangi beban anakanak dan memberikan kesempatan yang lebih baik bagi mereka untuk belajar. Sampai dengan September 2011, World Vision Canada secara khusus mendukung proyek Universal Birth Registration di empat Regio: Kalbar, Sulmal, Papua, dan NTT.*(K&P) “Kami bersyukur atas air bersih ini. Saya tidak perlu lagi menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk mengambil air,” kata Risna. “Saya tidak pernah lagi terlambat ke sekolah sekarang,” tambahnya. Risna mengatakan sekarang keluarganya bisa mencuci pakaian dan piring di rumah. “Itu membuat hidup kami jauh lebih enak.” Risna adalah anak sulung dari empat anak pasangan Herenimus Giyot (36) dan Rosalina Ramonti (33). Rosalina adalah tamatan SMP dan Herenimus drop out ketika sekolah di SMA. Risna mempunyai dua adik perem- puan, Mela Paskalia (11) dan Eny Poniyem (4), dan satu adik lakilaki, Kisin Aristo (8). Kisin dan Eny adalah anak sponsor World Vision. Herenimus bekerja sebagai buruh harian, yang biasanya pulang ke rumah setelah satu atau dua minggu bekerja di tempat lain. Oleh karena pekerjaannya yang berat secara fisik, walaupun umurnya relatif masih muda, namun kesehatannya tidak begitu baik. bersambung ke hal. 10 Dari kiri ke kanan: Risna, Eny Poniyem, dan Kisin Aristo Kasih&Peduli Vol.18/2009 9 Seputar Anak Inkiriwang Kagumi Wahana Pena Emas Endang Sr & Andries Kooswinanto AYA kagum, ternyata ada proses pembelajaran yang sangat terpadu,” kata Bupati Inkiriwang pada acara peresmian salah satu sarana pendidikan usia dini yang dikenal dengan nama Wahana Pena Emas (WPE) bulan November lalu. bukan sekadar TK atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) biasa yang hanya menjadi sarana bermain sambil belajar. Beliau kagum karena dalam proses belajar di WPE terdapat proses analisis, proses stimulasi potensi anak dan deteksi terhadap kesehatan dan tumbuh kembang anak melalui Bupati Poso melihat bahwa WPE Posyandu. Jika terdapat anak Rosalina membantu suaminya dengan mengumpulkan sisa-sisa getah karet yang ditinggalkan oleh pemiliknya, kaleng-kaleng bekas, dan botol plastik bekas. Walaupun sangat sibuk membantu suami, dia masih bisa menyisihkan waktu untuk mengikuti kegiatan Posyandu. Dari Posyandu itu dia mendapat banyak pelajaran berharga untuk mengasuh anakanaknya. Dengan bantuan ADP Singkawang, saat ini masyarakat di Aping Buluh sedang membuat bangunan yang lebih baik untuk kegiatan Posyandu. Walaupun miskin, keluarga ini bertekad agar anakanak mereka bisa mendapat pendidikan yang baik. “Kami tidak mau melihat anak kami putus sekolah. Mereka pintar dan berbakat,” ujar Rosalina.*(K&P) Anak-anak di Samalantan menikmati air bersih. 10 Kasih&Peduli Vol.18/2009 yang kurang semangat mengikuti pelajaran, bisa langsung dideteksi dan ditangani melalui Posyandu. Selain itu, kepedulian masyarakat sangat tinggi terlihat dalam proses pembangunan dan pengasuh WPE yang dipilih dari masyarakat. Guru dan pengasuh bisa bekerja dalam satu atap melaksanakan proses . . . Saya tidak perlu lagi menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk mengambil air,” kata Risna. WV/Donna Hattu S “ WV/Donna Hattu Bupati Poso Piet Inkiriwang menyatakan kekagumannya terhadap upaya terpadu dalam memajukan pendidikan anak, khususnya anak usia dini, di wilayahnya yang dilakukan oleh masyarakat dengan dukungan Wahana Visi Indonesia melalui Area Development Program (ADP) Poso. Suasana kelas salah satu WPE di Poso pendidikan tanpa ada kesenjangan. Hal itu terjadi karena adanya pemahaman tentang pentingnya pendidikan, hal yang sulit ditemui di TK formal maupun PAUD. Melalui kegiatan WPE telah terjadi pengorganisasian masyarakat secara terpadu yang bermuara pada meningkatnya kepedulian terhadap pentingnya pendidikan usia dini, baik di kalangan masyarakat, gereja, pemerintah, maupun DPRD. masyarakat, termasuk orangtua anak, dihasilkan peta potensi budaya berupa tarian, nyanyian, lagu, dan permainan yang semuanya bisa digali dari budaya lokal. Alat peraga edukatif dibuat dari bahan alami yang bisa dijumpai di sekitar desa. WPE merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat untuk peduli pendidikan. Melalui WPE anak di bawah 5 tahun mendapatkan rangsangan lima potensinya, yaitu afeksi, kognisi, pancaindra, mental, dan motoriknya. WPE di wilayah layanan Wahana Visi di Poso terdapat di empat kecamatan. Pada pelatihan pengasuh diberikan pemahaman tentang pentingnya stimulasi potensi anak sejak dini, syarat-syarat utama sebagai pengasuh, peran dan fungsi pengasuh, bagaimana mereka harus bisa bersatu dengan TK yang sudah ada, beradaptasi dengan anak dan guru TK yang ada, bagaimana membuat modul, mempersiapkan bahan ajar, membuat alat peraga edukatif (APE) dari bahan lokal sampai kreativitas membuat cerita dengan APE sebagai bahan ajar pendukung anak. Dari hasil melibatkan Selain itu, juga diadakan pelatihan guru TK. Materi yang diberikan pemetaan yang semua elemen Dua peserta Wahana Pena Emas adalah pemahaman bagaimana sebaiknya pendidikan anak di usia TK, manfaat merangsang potensi anak sejak dini, bagaimana guru harus mulai peka, dan bagaimana menganalisa perkembangan dan potensi anak. Manfaat merangsang potensi anak sejak dini sangat berguna untuk mendeteksi jika anak mempunyai kekurangan. Caranya melalui berbagai nyanyian, tarian, lagu dan pemantauan gizi melalui Posyandu. Apabila ditemukan anak tidak bereaksi saat diberi stimulus, guru akan segera menangani kasus ini. Dari semua kegiatan yang telah dilaksanakan di atas, saat pembangunan sarana sekolah dan insentif pengasuh saat ini sudah ada kerja sama dengan pihak gereja, pemerintah desa, dan dukungan dari dinas pendidikan dan pengajaran (Dikjar) dan DPRD.*(K&P) Kasih&Peduli Vol.18/2009 11 Tali Kasih Tak Kenal, Maka Tak Sayang Farianty Gunawan, salah satu peserta Kunjungan Penyantun ke Singkawang, 26-29 Maret. U WV/ Sri Wienantusih NGKAPAN ini dibuktikan ketika saya mengikuti Sponsor Visit ke Singkawang, Kalimantan Barat, 26-29 Maret 2009. Sekarang saya bangga menjadi bagian dari Wahana Visi Indonesia. Kunjungan penyantun Wahana Visi Indonesia rutin diadakan setiap tahun. Pada tanggal 26-29 Maret lalu, para penyantun mendapat kesempatan bertemu langsung dengan anak-anak santunnya di Singkawang, Kalimantan Barat. Dari Desa Turun ke Hati Beatrice Mertadiwangsa Saya mengetahui Wahana Visi ketika saya mengantar anak-anak saya menonton operette di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Setelah saya memutuskan menyantuni anak, saya terkesan dengan cara Wahana Visi dalam berkomunikasi. Informasi mengenai anak santun selalu tersedia. Tetapi, saya tidak tahu bagaimana cara kerja (penyaluran donasi) Wahana Visi di lapangan. Ajakan Wahana Visi untuk mengunjungi anak santun bagaikan pintu bagi saya untuk mengetahui siapa dan apa Wa- Perjalanan dilanjutkan ke SDN Polongan untuk menghadiri peresmian gedung perpustakaan baru, hasil donasi GML (perusahaan di bidang jasa konsultasi dan training manajemen), serta mengunjungi PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Tabitha. Di sini beberapa penyantun bertemu dengan anak santunnya yang didatangkan dari desa-desa sekitar. Sesuai jadwal, malam itu peserta bermalam di Dusun Sabah yang belum terjangkau listrik. Dengan semangat peserta berjalan kaki sejauh 2 km. Keakraban tercipta antara peserta kunjungan dan masyarakat. Perasaan haru dan gembira menyatu dalam acara demi acara yang dipersembahkan warga. 12 Kasih&Peduli Vol.18/2009 Pada hari ketiga para penyantun mengunjungi Desa Sakek. Peserta membagikan kelambu berobat bagi siswa-siswa SDN Sakek. Di desa ini, beberapa penyantun sempat bertemu dengan anak santunnya. Pembagian kelambu ini kemudian dilakukan juga di Desa Aping Buluh. Malam terakhir di Singkawang ditutup dengan makan malam bersama. Berbagai kesan dan cerita mengalir lancar dari hati setiap peserta. Kegembiraan dapat bertemu anak santun, kebanggaan menjadi bagian dari Wahana Visi Indonesia, keharuan mendengar perjuangan hidup anak santun dan masyarakat, semuanya membuat peserta bersyukur atas nikmat hidup yang mereka rasakan.*(K&P) – Ronald – g hasil “Senang bisa melihat langsun Visi.” ana Wah ta nya an pekerja – Velly – “Pertama ikut deg-degan karena belum mengenal orang-orang dan Singkawang. Namun setelah sampai dan mengalami, langsung merasa puas. Anak-anak haus pengetahuan, Wahana Visi memberi kan jawabannya.” – Theresia – Rangkaian kunjungan ini diakhiri dengan kunjungan ke Desa Sijangkung. Di sini beberapa penyantun dipertemukan dengan anak santunnya. Dari Hati ke Hati Pertemuan dengan anak santun saya (Ayu Asari Hartono) memberikan gambaran bagi saya, betapa masyarakat di sana membutuhkan uluran tangan untuk keluar dari lingkaran kehidupan tidak produktif yang selama ini membelenggu mereka.*(K&P) a Visi, "Sangat bangga melihat PAKEM. Kalau tidak ada Wahan mungkin tidak akan terlaksana. Semoga pendidikan anakanak bisa menjadi lebih baik dengan ini.” – Sri Hastuti – “Sama sekali tidak menyesal ikut walaupun awalnya hanya karena diajak istri. Saya banyak dibukakan dari kunjungan ini karena bisa mengalami langsung kehidupan masyarakat di pedalaman Singkawang.” n dan majalah. Namun setelah “Selama ini saya hanya dapat informasi dari lapora dan saya bangga menjadi rkan tersalu an bantu yakin di mengunjungi, langsung menja t diakui di masyarakat.” sanga Visi a Wahan bagian dari Wahana Visi Indonesia karena – Shinta Luis – “Kesaksian penduduk setempat membuat saya merasa bangga bisa diterima menjadi bagian dari Wahana Visi dan tidak menyesa memilih menyantuni lewat Wahana Visi!” – Suwardi Luis – WV/ Beatrice Mertadiwangsa K Melalui perjalanan ke Singkawang, saya mengerti bagaimana seorang anak santun dapat menjadi saluran berkat bagi masyarakat mereka. Staf Wahana Visi di lapangan bekerja sebagai ujung tombak. Mereka mendata dan mengirimkan informasi tentang anak santun. Mereka bekerja keras sebagai pendamping anak, sehingga donasi dari para sponsor bisa tersalurkan dengan baik. Testimonial BOX Dari Desa ke Desa UNJUNGAN pertama dilakukan ke SDN 14 Mendung Terusan. Di sini peserta diberi kesempatan untuk ambil bagian dalam praktek mengajar PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). PAKEM adalah suatu pola pembelajaran di mana kegiatan belajar dibuat menyenangkan dan interaktif. hana Visi bagi Indonesia, khususnya Kalimantan Barat. “ Yang paling berkesan buat saya adalah saat-saat menginap di Dusun Sabah. Untuk selanjutnya saya siap mendukung – Inri – acara Wahana Visi!” “Saya terharu ketika melihat anak-anak di Sabah dan Polongan bernyanyi” – Nuel – melayani di masyarakat, “ Terima kasih pada staf Wahana Visi yang sudah bulan tidak ada arti setiap 0,100.00 Rp. busi saya jadi merasa kontri lapangan..” apa-apa dibandingkan yang dilakukan staf di – Liony Sagita – Kasih&Peduli Vol.18/2009 13 Sosok Selly Doga: Membangun Pemerintahan Bersih dan Transparan Teks dan foto Hendro Suwito Awalnya memang ‘kecelakaan’, tetapi dengan komitmen tinggi dan kerja keras, Selly Doga mulai menunjukkan kualitasnya sebagai seorang perempuan pemimpin yang sangat patut didukung, dihormati, dan disayangi. T “ IDAK pernah terbayang saya akan menjadi kepala distrik,” ujar Selly dalam perbincangan di rumahnya di Pikhe, desa kecil di luar kota Wamena. Sebelum diangkat sebagai kepala distrik (kecamatan), Selly adalah pegawai negeri sipil yang bekerja sebagai guru SMP di Wamena. Suatu hari, dia diminta menjadi pemandu acara sebuah perhelatan yang diadakan oleh bupati Jayawijaya, David Hubby. 14 Kasih&Peduli Vol.18/2009 Saat David pidato, dia menerangkan akan ada pemekaran wilayah dan ada enam distrik baru. Dia berharap lima distrik dipimpin oleh laki-laki dan satu distrik oleh perempuan. Saat itu juga, mungkin karena terkesan melihat cara Selly memimpin acara, David langsung menunjuk Selly sebagai calon kepala distrik. Tak lama kemudian, pada tanggal 24 Oktober 2005, Selly – yang saat itu baru 27 tahun usia-nya -- resmi diangkat sebagai kepala distrik Ilugua. Daerah yang semula masuk wilayah Kabupaten Jayawijaya ini sekarang masuk wilayah Kabupaten Mamberamo Tengah. “Tiga hari penuh saya bingung apa yang akan saya lakukan sebagai kepala distrik,” kenang Selly. “Untunglah saya ingat pengalaman saat bekerja sebagai fasilitator pengembangan bersama World Vision. Itu akhirnya yang saya terapkan di lapangan.” Selly juga anak santun World Vision ketika masih sekolah di SMP dan SMA. Dia kemudian kuliah di STKIP di Wamena, lalu melanjut- kan studi bidang Matematika hingga meraih Sarjana-1 di Universitas Cenderawasih di Abepura tahun 2001. “World Vision masih membantu sebagian biaya kuliah, bahkan saat wisuda juga masih dibantu,” kata Selly. Sebelum kuliah ke Uncen, Selly sempat bekerja bersama World Vision selama satu tahun di Wamena. Setelah lulus S-1, dia kembali bergabung bersama World Vision di Wamena dan bertugas sebagai fasilitator pengembangan di Area Development Program Kurulu. Dua tahun kemudian, dia menjadi pegawai negeri sipil dengan menjadi guru SMP. Buah Ketekunan Stephany Teks dan foto B. Marsudiharjo Hari Selasa, tanggal 5 Agustus 2008 merupakan hari yang sangat istimewa bagi Stephany Tudaan (19). Apa yang dilakukan hari itu akan terekam baik-baik dalam ingatannya. H ARI itu, Stephany menempuh perjalanan ribuan kilometer dari kampung halamannya di Kecamatan Lamala, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, menuju kampusnya Universitas Pelita Harapan (UPH), di Lippo Karawaci, Tangerang, Banten. Bersama tujuh teman dari Kabupaten Banggai, Stephany memenangkan kesempatan untuk mendapat beasiswa dari universitas swasta ternama di dekat Jakarta itu. Keluarga Stephany melepaskan kepergiannya hingga di Bandara Luwuk. Istri Leo Wandikbo ini mencoba merintis tugas sebagai kepala distrik dengan penuh pengabdian. “Saya menerapkan pemerintahan yang transparan agar tidak terjadi konflik di masyarakat,” ujar Selly. Stephany sangat gembira mendapat kesempatan ini karena dari 150 peserta tes, hanya 8, termasuk dirinya, yang lulus. Meskipun demikian, ada perasaan takut dalam diri Stephany saat meninggalkan Banggai. Semoga Selly terus menjaga integritas dan kebersamaan dengan masyarakat Ilugua sehingga mereka makin menikmati kehidupan yang lebih sejahtera pada tahuntahun mendatang.*(K&P) Berbeda dengan pengalamannya tiga tahun lalu ketika harus meninggalkan Lamala untuk belajar di SMA Negeri 3 di Luwuk, ibukota Kabupaten Banggai, kali ini Stephany harus belajar di tempat Stephany berdiri di latar depan asramanya yang sangat jauh dari tempat ting- akademiknya telah menonjol. gal orangtuanya. Sebagai mahasiswi penerima beaRasa takut berangsur-angsur be- siswa untuk program S1, Stepharubah menjadi rasa syukur ketika ny mendapat pembebasan uang ia mulai menginjakkan kaki di ling- pangkal, uang kuliah, buku dan kungan kampus dan ketika mera- stationary, biaya tinggal di asrama sakan keramahan teman-teman dan makanan sehari-hari bernilai ratusan juta rupiah. baru dan para pembimbingnya. “Wow, saya tidak pernah membayangkan bisa tinggal di tempat semewah ini,” Stephany mengenang hari pertamanya di lingkungan UPH. Kesempatan yang didapat Stephany ini tidak datang tiba-tiba. Ia telah jauh-jauh hari menyiapkannya. Sejak SD, Stephany telah menunjukkan ketekunan dalam belajar sehingga tidak mengherankan jika kemampuan “Wow, saya tidak pernah membayangkan bisa tinggal di tempat semewah ini,” Stephany mengenang Stephany adalah anak pertama pasangan Jhoni Tudaan (42) dan Angrince Isimu (40). Adiknya, Stefi Gracella Tudaan (13), saat ini duduk di kelas 1 SMP. Stefi menjadi anak santun juga. Tahun 2003, Stephany mendapat kesempatan ikut forum anak nasional di Jakarta waktu masih belajar di SMP. Ketika masih menjadi anak santun, Stephany menjalin hubungan dengan sponsornya yang bernama Ed dan Delores Smith lewat surat. “Ketika terjadi gempa besar di Banggai tahun 2000, penyantun saya mengirimkan bantuan uang untuk memperbaiki rumah yang rusak,” kenang Stephany.*(K&P) Kasih&Peduli Vol.18/2009 15 Sosok M Para Penyantun dari SMU K ORNELIUS A.S.G, Mira, dan Gabriel N.S. Pical baru kelas 1 SMU Dian Harapan di Lippo Karawaci, Tangerang. Mereka belum punya penghasilan, kecuali uang saku dari orangtua. Meskipun berhak menghabiskan uang sakunya, mereka memilih menyisihkan sebagian untuk hal-hal yang sangat mulia. Kornelius WV/ Shirley Fransiska Gaby WV/ Shirley Fransiska Sejak kelas 1 SMP, para pelajar SMU Dian Harapan di Lippo Karawaci Tangerang ini telah berpartisipasi dalam program sponsorship Wahana Visi Indonesia. Saat ini ada 80 lebih sponsor dari SMU ini. Mereka memutuskan menjadi penyantun ketika Wahana Visi memperkenalkan programnya ke sekolah mereka. Kornelius menjadi penyantun Mella Rosa, Mira menjadi penyantun Hermandi dan Gaby, panggilan Gabriel, menjadi penyantun Bernadus. “Waktu itu Wahana Visi ke sini dan memutar film. Ya, ampun mereka (anak-anak pedalaman yang dilayani Wahana Visi) susah untuk sekolah. Apa susahnya aku bantu,” kata Gaby yang suka main sepak bola ini. “Melihat film itu, saya tidak bisa membayangkan bagaimana anak-anak cari air, jalan kaki lima kilometer. Di rumah, saya tinggal buka kran. Maka saya tergerak untuk membantu,” kata Kornel yang sudah terbiasa menabung dari kecil. Sylvia S ylvia Ferancia, Eriko Yap, dan Maria Helen Litta hanyalah sebagian dari para penyantun dari SMU IPEKA Sunter, Jakarta Utara. Di SMU IPEKA saat ini ada sekitar 30-an penyantun. “Saya tertarik menjadi penyantun setelah Wahana Visi melakukan presentasi di sekolah kami April tahun lalu,” kata Sylvia dari SMU IPEKA Sunter, Jakarta Utara. Anak santun Sylvia ada di Maro, Papua. “Saya senang bisa membantu orang susah di daerah pedalaman. Saya merasa ada kepuasan tersendiri karena bisa membantu,” kata Sylvia. P “ M endengarkan penjelasan tim dari Wahana “ Visi, saya langsung tertarik,” kata Mira yang awalnya berpatungan dengan temannya untuk menyantuni anak. “Sekarang saya sendirian menjadi penyantun.” Mira 16 Kasih&Peduli Vol.18/2009 WV/ Helen Rikumahu WV/ Shirley Fransiska “Saya pernah beberapa bulan tidak bayar, lalu saya pikir-pikir, apa susahnya menyisihkan sebulan Rp 100.000. Lalu saya semangat lagi,” kata Mira. “Saya berharap dia (anak santun) tidak sekedar mengejar nilai-nilai sekolah, tetapi mempunyai karakter yang baik dan bisa membahagiakan orangtuanya,” kata Mira yang ingin menyantuni sampai anak santunya lulus SMU. “Kerinduan ini timbul karena saya sendiri dulu merasa bahwa biaya sekolah sangat berat. Waktu kami masih sekolah, ayah sudah meninggal. Ibu menghidupi kami hanya dari uang pensiun ayah,” kata Maria mengenang masa lalunya. Eriko WV/ Helen Rikumahu Tiga penyantun dari SMU Dian Harapan bersama guru pendamping. “Melalui Wahana Visi saya bisa mewujudkan impian tersebut. Saya mempunyai cita-cita untuk mengubah nasib anak santun saya,” kata Maria, yang sering juga dipanggil Litta ini. WV/ Helen Rikumahu B. Marsudiharjo & Lukas Ginting WV/ Shirley Fransiska aria Helena Litta, seorang guru yang masih berusia muda di SMU IPEKA, sudah lama memang mempunyai kerinduan untuk mempunyai anak asuh. Namun, kerinduan itu belum terwujud, karena dia tidak tahu bagaimana caranya. Litta ada awalnya, saya jadi penyantun karena dipaksa teman,“ kata Eriko, rekan Sylvia di SMU IPEKA. “Tetapi kemudian saya sangat gembira bisa menjadi penyantun dari Wahana Visi Indonesia. Malah akan menyesal bila tidak bergabung dari pertama kali,“ tambah Eriko, yang menurut kepala sekolahnya, Pak Ronald, sangat ahli dalam komputer ini. Eriko mempunyai seorang anak santun di Singkawang, Kalimantan Barat, yang sekarang duduk di kelas 3 SD “Tetapi saya percaya, dengan memberi, maka kita akan menerima berkat, bahkan melimpah,“ kata Eriko memberi alasan untuk tetap jadi penyantun.*(K&P) Kasih&Peduli Vol.18/2009 17 WV/Priscilla Christin Dok. KPMG C ORPORATE Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan saat ini tengah marak diperbincangkan di Indonesia. Banyak perusahaan di Indonesia berlomba-lomba melakukan aktivitas CSR. menyambut baik peluang untuk bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang ada. Kerja sama dilakukan dalam berbagai bentuk, baik melalui donasi program maupun kegiatan sosial langsung di masyarakat binaan Wahana Visi. Tanpa melihat pro kontra yang ada di balik peraturan pemerintah tentang kewajiban perusahaan untuk melaksanakan kegiatan CSR, Wahana Visi Indonesia Berikut ini adalah beberapa contoh dukungan perusahaan-perusahaan terhadap Wahana Visi, melalui program CSR: KPMG Bergerak di bidang jasa akuntan publik, KPMG banyak mendukung Wahana Visi lewat kegiatan CSR mereka. Salah satu kegiatan yang pernah dilakukan adalah di tahun 2008, ketika seluruh staf dan pimpinan KPMG di Jakarta, yang berjumlah lebih dari 400 orang, terjun langsung dalam kelompok-kelompok kecil untuk melakukan berbagai aktivitas sosial di beberapa wilayah tempat tinggal masyarakat layanan Wahana Visi. Kegiatan yang dilakukan bermacam-macam dan meliputi bidang kesehatan, pendidikan serta pengembangan Kelompok pembudidayaan jamur ekonomi masyarakat. Antara lain pembangunan perpustakaan untuk anak-anak, pelatihan pembudidayaan jamur, dan penyediaan alat-alat Posyandu. Semua kegiatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan berdasarkan penelitian serta wawancara dengan masyarakat setempat yang dilakukan sebelumnya. Selain kegiatan sosial satu hari tersebut, KPMG juga memberikan training tentang pembukuan bagi pegawai pemerintahan dan LSM-LSM lokal di Nias. LEGO Sebagai salah satu perusahaan mainan anak-anak terbesar, LEGO memiliki kepedulian dan keprihatinan pada kondisi anak-anak di pedalaman yang minim sarana bermain. Keprihatinan ini kemudian direalisasikan dalam bentuk pemberian sejumlah besar mainan anak-anak. Dan untuk proses pendistribusian, LEGO memilih untuk bekerja-sama dengan Wahana Visi, yang kemudian menyalurkan mainan-mainan tersebut ke daerah-daerah yang memang minim sarana bermain, seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur. Kardus-kardus berisi mainan Selain itu, LEGO dalam program “LEGO City” yang bertemdari LEGO pat di Senayan City, juga memberikan kesempatan bagi Wahana Visi untuk membuka booth guna mensosialisasikan program-program Wahana Visi selama acara berlangsung. Dari kesempatan ini, sekitar 100 anak-anak di Maro dan Singkawang dapat tersantuni. Melalui usahanya, LEGO tidak hanya membawa kebahagiaan bagi anak-anak, namun juga telah membantu mewujudkan kehidupan anak-anak Indonesia yang lebih baik. 18 Kasih&Peduli Vol.18/2009 GML Perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultasi dan training manajemen ini sudah banyak memberikan kontribusi untuk mendukung pelayanan Wahana Visi, baik pembekalan ilmu bagi staf Wahana Visi, lewat training yang diberikan, sampai penyediaan fasilitas bagi masyarakat di lapangan. Salah satunya adalah pembangunan sarana perpustakaan di Singkawang. Perpustakaan yang diresmikan Maret 2009 ini disambut gembira oleh anak-anak dan masyarakat di Singkawang. Perpustakaan ini sekaligus menjadi pelepas dahaga bagi anak-anak di Singkawang yang Gedung perpustakaan baru haus membaca, karena selama ini di desa mereka fasilitas buku bacaan sangat terbatas. Pusat Perbelanjaan / MAL Sebagai tempat rekreasi, mal merupakan tempat berkumpulnya mayoritas penduduk di perkotaan. Oleh karenanya dalam usaha mensosialisasikan identitas dan juga program-programnya, Wahana Visi Indonesia telah bekerja sama dengan beberapa mal terkemuka di Jakarta. Mal yang telah mendukung Wahana Visi, di antaranya Senayan City, Mal Kelapa Gading, Mal Taman Anggrek dan Mal Puri Indah. Booth di Mal Taman Anggrek Dukungan yang diberikan adalah dengan menyediakan area bagi Wahana Visi untuk membuka booth selama jangka waktu tertentu guna mensosialisasikan program. Beberapa mal bahkan mendukung langsung pemenuhan hak anak, seperti Mal Kelapa Gading yang memberikan kesempatan bagi anakanak binaan Wahana Visi Indonesia untuk menampilkan pertunjukan seni di panggung utama mereka dan Senayan City yang mendukung Pekan Asi Sedunia yang diselenggarakan oleh Wahana Visi. Diharapkan melalui kegiatan-kegiatan ini, semakin banyak anakanak terpenuhi haknya dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Booth di Senayan City Selain perusahaan-perusahaan di atas, perusahaan retail seperti Game Spot, Izzue, Ranch Market juga berpartisipasi dalam program kepedulian untuk masyarakat Indonesia. Pelanggan mereka pun turut serta mendukung program melalui pembelian yang dihargai dengan nominal tertentu untuk mendukung kehi- dupan anak-anak di bidang pendidikan dan kesehatan. Sungguh suatu itikad untuk berbagi harus terus dibina dan dikembangkan. Jika kepedulian itu tidak dimulai dari diri sendiri, bagaimana mungkin masyarakat yang akan kita bantu dapat hidup lebih baik?*(K&P) Mari adakan perubahan untuk anak-anak Indonesia.... Kasih&Peduli Vol.18/2009 19 WV/Supriadi Saman Beatrice Mertadiwangsa WV/Beatrice Mertadiwangsa Bersama Meningkatkan Kualitas Hidup Anak Nokia Tidak adanya toilet di SDN Rantau, Singkawang menyebabkan proses belajar-mengajar tidak maksimal. Anak-anak harus menumpang di rumah-rumah penduduk yang bermukim di sekitar sekolah apabila ingin ke toilet. Kondisi ini akhirnya berakhir, ketika Nokia dalam salah satu program CSR-nya bersedia mendukung program pembangunan toilet di SDN Rantau. Dengan dana yang disumbangkan oleh Nokia, masyarakat bahu-membahu membangun toilet sehingga pada bulan Anak-anak mengantri toilet baru Januari 2009, toilet sudah bisa digunakan. Kini proses belajar-mengajar di SDN Rantau dapat berjalan lebih maksimal. Anak-anak tidak perlu lagi berjalan jauh apabila membutuhkan toilet. Terima kasih Nokia, karena telah membantu mewujudkan kehidupan anak-anak Singkawang menuju ke arah yang lebih baik. WV/Beatrice Mertadiwangsa Sosok Sinergi Sinergi Kegigihan Nia Mulai Menghasilkan Buah Sukarja A. Majid Teks dan foto Paulus Suhartoyo Dua puluh lima tahun berlalu dan kelincikelinci di Pirime terus menopang kehidupan masyarakat, dan bahkan telah mengantar ratusan anak-anak untuk mengejar cita-citanya setinggi mungkin. A NTARA tahun 1983 hingga 1987, World Vision Indonesia membagikan kelinci kepada kelompok-kelompok binaan di desa-desa di Pirime, kota kecil di Pegunungan Jayawijaya, Provinsi Papua. Masing-masing keluarga dibagi satu atau dua pasang saja. Tujuan utama saat itu adalah agar keluarga-keluarga setempat, yang umumnya sangat jarang makan daging, mendapat sumber makanan tambahan bergizi. 20 Kasih&Peduli Vol.18/2009 World Vision juga membagikan lagi kelincikelinci ke wilayah Pirime pada tahun 1990-an hingga program dilanjutkan dengan pendekatan Area Development Program (ADP) saat ini. Tujuannya adalah memperbanyak jumlah keluarga yang mengembangkan kelinci. gram pengembangan masyarakat terpadu World Vision di daerah ini. Mengingat jumlah peternak dan jumlah kelinci makin banyak, daerah Pirime dan sekitarnya sekarang menjadi sentra peternakan kelinci yang sangat dikenal di Jayawijaya. Saat dikunjungi November lalu, ratusan keluarga di daerah ini beternak kelinci dan masing-masing mempunyai 100 hingga 200 ekor di kandang dekat rumah mereka. ”Yang sekolah tinggi sekarang bukan hanya anak laki-laki, tetapi anak-anak perempuan juga didorong untuk terus sekolah,” kata Pak Octo. Sebagian kelinci-kelinci itu dikonsumsi untuk menambah gizi keluarga. Sebagian lagi dijual untuk menambah penghasilan. Satu ekor kelinci bisa laku sekitar Rp 200.000 hingga Rp 300.000, tergantung besar-kecilnya. ”Bila anak saya memerlukan biaya sekolah, saya tinggal menjual kelinci ke pasar Pirime,” ujar Octo Kogoya, warga Pirime yang juga menjabat sebagai sekretaris Komite Proyek ADP Eruwok, pro- Pak Octo menambahkan bahwa penyuluhan yang dilakukan World Vision telah mendorong masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak setinggi mungkin. Apalagi sekarang mereka punya kemampuan finansial untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Banyak keluarga di Pirime telah mengirim anak-anaknya untuk kuliah ke berbagai daerah dengan sebagian besar pembiayaannya dari ternak kelinci. Selain kelinci, banyak warga yang terus mengembangkan ternak ayam dari ayam-ayam yang dibagikan World Vision selama ini. ”Dulu masyarakat harus berburu tikus hutan untuk dimakan dagingnya. Sekarang, masyarakat tidak perlu lagi mencari tikus,” ujar Pak Umber. Masyarakat dengan mudah mendapat asupan protein dari ayam dan kelinci yang dikembangkan.*(K&P) Dunia Jumriati atau Nia mengenal Mitra Masyarakat Sejahtera (MMS) pada pertengahan tahun 2006 ketika menjadi anggota Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) layanan Wahana Visi Indonesia di Area Development Program (ADP) Cilincing, Jakarta Utara. D ARI perkenalan itu, Nia kemudian terlibat dalam kegiatan MMS. Awalnya, ia menjadi anggota kelompok yang diberi nama Kelompok Pengusaha Kecil (KPK) Harapan Jaya 1. ”Saya ikut meminjam di MMS karena mau pinjam di bank tidak bisa, karena diminta jaminan. Kalau pinjam dari bank keliling, bunganya sangat mahal, bisa sampai 20 persen per hari. Untung ada MMS yang datang menawarkan pinjaman tanpa jaminan dan bunganya kecil,” ujar Nia saat diberi penghargaan sebagai salah satu klien terbaik MMS tahun 2008. Kesibukannya mengajar (menjadi tutor) di KSM serta mengikuti pertemuan dengan MMS tidak menjadikannya lupa akan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang ibu. Istri Warma Muawiyah ini selalu dapat membagi waktu ketika harus meninggalkan urusan rumah tangga untuk mengikuti kegiatankegiatan yang makin menyita waktunya. Setiap Minggu sore, Nia mengajarkan beberapa ilmunya kepada anak-anak layanan ADP Cilincing di sebuah Kelompok Belajar Anak (KBA). Dua minggu WV/B. Marsudiharjo Kelinci Pirime dan Sekolah yang Tak Putus Nia menerima Client Award dari MMS. sekali setiap hari Rabu, Nia hadir untuk melakukan pertemuan dengan MMS sekaligus melakukan cicilan (repayment) atas modal usaha yang dipinjamnya. Sebagai istri dari seorang penjahit pakaian, Nia terhitung orang yang ulet. Penghasilan dari suaminya selalu disisihkan sebagian untuk ditabung di Tabungan BTN Yunior untuk kebutuhan anak sekolah. Sikap kritis sering ia tunjukkan pada saat pertemuan. Ini membuat setiap usul atau pernyataanpernyataannya menjadi bahan pertimbangan anggota lain dalam kelompok maupun di masyarakat. Bahkan kini berkat rekomendasinya mulai November dan Desember 2008 telah terbentuk dua kelompok baru, yaitu KPK Harapan Jaya 7 dan 8 yang jumlah total anggotanya adalah 16 klien. Dengan dasar itu serta beberapa pertimbangan lainnya, Nia dicalonkan untuk menerima Client Award yang dilakukan oleh MMS setiap tahunnya.*(K&P/ Penulis adalah staf Loan Officer MMS unit Cilincing) Kasih&Peduli Vol.18/2009 21 Sinergi Herlina secara reguler mengirimkan uang untuk kebutuhan hidup anaknya. “Uangnya ya dari hasil berjualan jeruk.” Herlina adalah generasi kedua petani jeruk di Bokondini. “Saya masih ingat saat saya masih kecil, bapak saya mendapat bibit jeruk dari Pak Nias.” Yang disebut Pak Nias adalah Jonias Taedini, staf World Vision yang merintis pengembangan jeruk di Bokondini dan sekitarnya pada awal 1980-an. Jeruk Jayawijaya di pasar kota Wamena Sentra Jeruk Jayawijaya Teks dan foto Hendro Suwito Kalau Anda mampir ke pasar utama kota Wamena, rasanya sayang melewatkan tumpukan jeruk-jeruk warna oranye terang yang digelar oleh sejumlah pedagang. Rasanya manis sesuai dengan keindahan kulitnya. D AN kalau Anda sempat berbincang dengan penjualnya, hampir pasti mereka dan jeruknya berasal dari Bokondini, Kelila, atau Eragayam. Tiga desa yang cukup jauh dari Wamena ini memang telah berkembang sebagai sentra jeruk Jayawijaya. Selain jeruk manis, ada juga jeruk peras (disebut juga jeruk sunkis) dan semacam jeruk nipis. Kaum ibu di Wamena adalah para pelanggan yang menyerap pasokan jeruk ini. Untuk ukuran Jakarta, harga yang dipasang sebenarnya jauh lebih mahal. Tiga butir jeruk manis ukuran sedang – lebih kecil dari bola tenis – dijual Rp 10.000. Tetapi, di Wamena, harga ini masih termasuk sangat wajar. Herlina Pagawak (36), yang berasal dari Bokondini, hari itu membawa empat noken -- tas jaring khas Jayawijaya -- jeruk untuk dijual. Dalam perhitungan kasar, setelah dipotong biaya transportasi dan lain-lain, Herlina bisa mendapat keuntungan bersih sekitar Rp 200 hingga Rp 300 ribu dari empat noken jeruk. Dia mempunyai empat anak. Yang paling besar sudah di SMP. “Saya kirim dia ke Surabaya ke rumah ipar saya.” Tujuannya adalah agar Iyon Abami dapat bersekolah di sekolah yang lebih baik kualitasnya dan “agar tidak kena pengaruh negatif”. Memang makin banyak remaja Jayawijaya yang mulai ikut-ikutan mabuk-mabukan. 22 Kasih&Peduli Vol.18/2009 “Waktu itu, ada satu pohon jeruk tua di halaman rumah seorang misionaris di Bokondini,” kenang Jonias. Dia meminta izin untuk melakukan pencangkokan. Demikianlah, bibit-bibit hasil cangkokan ditanam dan dicangkok lagi dan dibagikan kepada masyarakat di Bokondini. Bibit-bibit terus dibagi dan akhirnya menyebar ke Kelila dan Eragayam. Jonias – dan kemudian dilanjutkan tahun 1990-an oleh Koordinator Pelayanan Jayawijaya Roriwo Karetji -- juga mendatangkan bibitbibit jeruk, ayam, kelinci, kambing, dan sapi ke Bokondini dan sekitarnya agar penyebaran bibit makin cepat. Tahun-tahun berlalu, kini sebagian besar masyarakat di tiga wilayah ini telah menggantungkan hidupnya dari jeruk dan dari berbagai ternak mereka. Amandus Binianggelo (57), warga Kelila, punya 40 pohon jeruk di halaman rumahnya. “Ini termasuk sedikit,” ujarnya. “Banyak pen- duduk punya lebih dari 50 bahkan hingga 100 pohon.” Bapak enam anak ini mengatakan hampir semua penduduk Kelila, Bokondini, dan Eragayam sekarang punya kebun jeruk. Empat dari enam anak Amandus kuliah di perguruan tinggi, satu di Manokwari dan tiga di Yogyakarta. Ketika ditemui, satu anaknya sudah lulus sarjana S-1. “Sebagian besar biaya dari hasil penjualan jeruk, sebagian lagi dari kambing dan dari pelayanan sebagai gembala jemaat,” ujar Amandus. Dia mempunyai lebih dari 30 kambing. Seekor kambing ukuran sedang harganya sekitar Rp 1-1,5 juta di Kelila. Amandus merupakan kader angkatan pertama yang dilatih oleh Jonias di Regional Training Center di Bokondini tahun 1980. Banyak keluarga di daerah ini, menurut Amandus, sangat tertolong oleh pelatihan-pelatihan pertanian dan peternakan yang dilakukan World Vision melalui RTC Bokondini. “Banyak sekali masyarakat di daerah ini yang sekarang bisa mengirim anak-anaknya kuliah di Jayapura, Manokwari atau ke Sulawesi dan Jawa karena mempunyai penghasilan cukup besar dari jeruk, kambing, dan usaha lain.” Kalau Anda sedang berbelanja di pasar-pasar Wamena, jangan lupa untuk membeli jeruk-jeruk berkulit oranye terang yang sangat menggoda. Rasanya manis menyegarkan. Dan, pada saat yang sama, Anda ikut membantu membuka peluang lebih luas bagi keluarga-keluarga di Bokondini, Kelila, dan Eragayam untuk mengantar anak-anaknya meraih kehidupan lebih sejahtera dan penuh.*(K&P) Amandus Binianggelo di kebun jeruknya Berkat ternak kambing, anak-anak bisa kuliah di kota-kota besar. Kasih&Peduli Vol.18/2009 23 Kiprah Anak Kiprah Anak Dimas, Si Kecil-kecil Cabe Rawit Lukas Ginting WV/Dokumentasi WV/Dokumentasi Child Participation Workshop Memperdalam Pemahaman tentang Partisipasi Anak Lukas Ginting Workshop ini difasilitasi oleh Aimy Gabriel dari kantor World Vision Asia Pacific, Asteria Aritonang, Pitoyo Susanto, Daru Marhaendy dari World Vision Indonesia dan Amrullah dari PLAN serta Hamid Patilima dari YKAI. Para fasilitator mengajak peserta untuk memahami atau menambah pemahaman mereka tentang partisipasi anak supaya mereka dapat mengintegrasikan partisipasi anak ke dalam penyusunan program atau kegiatan yang melibatkan partisipasi anak. Aimy Gabriel memaparkan bahwa World Vision sangat mendukung partisipasi anak sesuai dengan Konvensi Hak Anak (KHA) PBB. ”Seluruh lingkungan anak harus memampukan anak untuk mencapai potensi yang diberikan Tuhan kepadanya. World Vision juga yakin bahwa partisipasi anak sangat penting untuk pertumbuhan anak,” kata Aimy. ”World Vision aktif mempromosikan dan mendukung partisipasi anak dalam hal-hal yang mempe24 Kasih&Peduli Vol.18/2009 ngaruhi hidupnya dan menegaskan bahwa partisipasi anak merupakan satu bagian utama dari KHA PBB,” Aimy menegaskan. Anak-anak diberi kesempatan untuk berdiskusi tentang partisipasi anak dalam kelompok-kelompok kecil lalu mempresentasikan hasil diskusinya. Dari hasil diskusi tersebut, anak-anak mampu merumuskan definisi partisipasi di bawah ini. Partisipasi anak adalah mengambil bagian sesuai dengan usia dan kemampuan dalam hal berekspresi, menyatakan pikiran, berkumpul dan mendapatkan informasi yang tepat dan terlibat secara bermakna dalam merencanakan, melaksanakan dan memonitoring setiap tahap kegiatan yang berkaitan dengan dirinya atau berdampak pada dirinya sesuai dengan usia dan kematangan anak, demi kepentingan terbaik anak. Anak-anak juga mendapatkan kesempatan untuk menampilkan drama dengan tema partisipasi anak. Dari drama singkat ini dapat dilihat bahwa orangtua berperan dalam hal memberikan informasi yang tepat dalam mendukung anak untuk mengambil keputusan bagi diri si anak. Setelah lebih memahami partisipasi anak, anakanak diberi tugas untuk menyebutkan bentukbentuk partisipasi anak sebanyak-banyaknya, di berbagai lingkungan, baik itu di rumah, sekolah, dan masyarakat.*(K&P) M ELIHAT perawakannya yang kecil, tidak disangka kalau Dimas, panggilan Dimas Regy Putra Bangsa, sudah duduk di bangku kelas 2 SMP. Dia selalu kelihatan kompak dan ceria bersama teman-temannya yang berperawakan lebih besar dari dia. Kehadirannya selalu membawa atmosfer ceria bagi orang lain, karena dia juga suka melontarkan kata-kata yang lucu dengan ekspresi yang kadang tidak kalah lucunya. Dimas, anak ketiga dari empat bersaudara ini, mendapat manfaat dari kehadiran Wahana Visi. ”Ketika masuk SMP tahun lalu, orangtua saya harus membayar uang muka sebanyak Rp 600.000. Wahana Visi membantu Rp 470.000. Uang sekolah bulanan saya juga seharusnya Rp 107.000 per bulan, tetapi karena adanya bantuan dari Wahana Visi, orangtua saya hanya membayar Rp 31.000 per bulan,” kata Dimas. Selain itu, Dimas juga mendapat manfaat lain yang tidak bisa dinilai dengan uang, yaitu jadi percaya diri, banyak teman, mempunyai kegiatan yang menyenangkan tetapi positif, seperti belajar kelompok, bersama teman ikut aktif dalam perayaan-perayaan hari nasional. Perawakan yang lebih kecil daripada teman-teman sebaya tidak menjadi kendala baginya dalam bergaul. WV/Dokumentasi W ORLD Vision Indonesia memfasilitasi 25 anak dari berbagai wilayah pelayanan dan 55 orang dewasa untuk memperdalam pemahaman mereka tentang partisipasi anak dalam Child Participation Workshop yang diselenggarakan tanggal 4-8 November lalu di Depok, Jawa Barat. Dimas Regy Putra Bangsa dari wilayah pengembangan masyarakat Wahana Visi Indonesia di Cilincing, Jakarta Utara, merupakan salah satu peserta Child Participation workshop. Anak-anak dan para pendamping dari wilayah pelayanan Wahana Visi di seluruh Indonesia ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Dia tidak mempunyai perasaan minder atau malu. “Dulu, sebelum berkenalan dengan Wahana Visi, saya sangat pemalu,” kata Dimas ketika ditanya apakah dia sejak kecil memang sudah bersifat ceria dan PD. Dimas sudah lima tahun berkenalan dengan Wahana Visi. Waktu itu seorang kader mengimbau kepada orangtuanya agar Dimas bergabung dalam kegiatankegiatan Wahana Visi. Dimas telah mendapat penyuluhan tentang bahaya narkoba dan HIV&AIDS. “Yang melakukan penyuluhan waktu itu adalah Cindi,” kata Dimas merujuk pada seorang anggota Sahabat Sumber Informasi (SSI). SSI adalah pendidik sebaya yang telah mendapat sejumlah pelatihan dari Wahana Visi. Dimas memang berperawakan kecil, tetapi kecilkecil cabe rawit. Remaja yang lahir pada tanggal 3 April 1995 ini mempunyai prestasi yang cemerlang di sekolah. Dia menduduki ranking pertama di kelasnya. Ketika ditanya cita-citanya, tanpa ragu Dimas menjawab dengan mantap, “Saya ingin jadi guru komputer, khususnya jadi ahli telematik seperti Roy Surya.”*(K&P) Kasih&Peduli Vol.18/2009 25 Take Action with Wahana Visi Indonesia . . . ! ! ! Merchandise Love& Care Monthly Donation Dengan hanya Rp 3,300 per hari atau Rp 100,000 per bulan, anda telah membuat perubahan dan berkontribusi memberikan kesempatan anak-anak Indonesia melalui program Sponsorship: setiap anak dapat hidup lebih baik melalui pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi yang berdampak kepada keluarga dan masyarakat setempat. Donasi dapat dilakukan melalui debet kartu kredit atau transfer tabungan. KAOS POLO Rp. 80.000,KAOS OBLONG Rp. 50.000,- One Time Donation Anda dapat memberikan satu kali donasi, karena setiap rupiah yang Anda berikan, sangat berarti kepada anak-anak Indonesia. Gift Catalogue Katalog Hadiah (Gift Catalogue) adalah hadiahhadiah berharga untuk kehidupan anak-anak yang lebih baik. Mulai dengan memberikan kelambu atau peralatan sekolah hingga paket pertanian, membantu anak-anak agar suatu saat bisa menolong diri sendiri. Jika Anda ingin berpartisipasi, silakan hubungi (021) 390 7818 atau e-mail ke marketing_idn@wvi.org Dengan membeli salah satu saja dari barang ini, Anda telah berpartisipasi dalam membantu anak-anak yang kurang beruntung. Anda berminat? Silakan hubungi kami melalui telepon KAOS OBLONG ANAK Rp. 50.000,- 021 - 390 7818 e-mail: marketing_idn@wvi.org atau log on www.worldvision.or.id Donasi dapat diberikan melalui debet kartu kredit dan transfer tabungan. PIN Rp. 10.000,- Diameter PIN 5,5 cm Join Our Volunteer Program Mari dukung anak-anak Indonesia dengan meluangkan waktu anda melalui Volunteer Program. Anda dapat mengirimkan data anda seperti nama, alamat, nomor telepon, ke e-mail indonesia_volunteer@wvi.org BOTOL MINUMAN Rp. 35.000,- 26 Kasih&Peduli Vol.18/2009 Kasih&Peduli Vol.18/2009 27 Opini Menyingkirkan Stigma dan Diskriminasi Lukas Ginting Data Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa hanya dalam jangka waktu enam bulan (Januari-Juni 2008), telah terdapat tambahan 1.758 kasus yang terdiri dari 212 kasus infeksi HIV dan 1.546 kasus AIDS. 28 Kasih&Peduli Vol.18/2009 P ENAMBAHAN data tersebut menunjukkan laju penyebaran HIV&AIDS yang cepat. Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai upaya dari berbagai kalangan untuk mengerem laju penyebaran HIV&AIDS. Upaya ini sering kali terhalang oleh adanya stigma dan diskriminasi yang dialami ODHA (orang dengan HIV&AIDS). Padahal, sesungguhnya mereka memerlukan dukungan moril dari orang lain. Namun, karena banyak dari masyarakat belum mendapat informasi yang lengkap dan tepat, ODHA tidak mendapat dukungan yang dibutuhkan. Sebaliknya, mereka menjauhi ODHA karena takut tertular. Stigma adalah cap atau label yang negatif yang diberikan kepada seseorang. Jadi, dalam hal ini memberikan cap yang negatif kepada ODHA. Kemudian, stigma dapat melahirkan diskriminasi. Diskriminasi selanjutnya dapat melahirkan pelanggaran HAM. WV/Dokumentasi ISU HIV&AIDS Mengapa kita memberikan stigma? peribadatan, tempat kerja, atau tempat layanan kesehatan. Stigma dapat lahir karena bekal pemahaman yang dangkal tentang HIV&AIDS. Informasi yang diperoleh tidak benar, sering kali hanya mitos-mitos yang tidak berdasar. Kita melakukan tindakan diskriminatif ketika kita memperlakukan seorang ODHA secara tidak adil berdasarkan prasangka yang tidak benar. Contoh tindakan diskriminatif tersebut ialah: para staf rumah sakit atau penjara menolak memberikan pelayanan kepada ODHA, atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status atau prasangka akan status HIV mereka, keluarga atau masyarakat menolak anggotanya yang diyakini sebagai ODHA. Beberapa di antara mitos tersebut ialah bahwa kita bisa tertular virus ini dari seorang ODHA, bila: bersalaman dengan ODHA; bersentuhan kulit dengan ODHA; menggunakan handuk yang sama dengan ODHA; berbagi segelas air minum dengan ODHA; berenang bersama ODHA; makan sepiring dengan ODHA; duduk berdekatan di kendaraan dengan ODHA, atau kontak sosial lainnya. Ada juga yang menganggap bahwa penyakit ini merupakan kutukan dari Tuhan. Penularan hanya terjadi melalui perilaku berisiko tinggi, seperti hubungan seksual, berganti-ganti pasangan tanpa kondom, atau menggunakan jarum suntik yang sama oleh pemakai narkoba. Virus HIV juga dapat ditularkan dari seorang ibu kepada anak sebelum atau selama kelahiran maupun saat menyusui. Intinya, virus ini bisa menular melalui cairan tubuh segar seperti sperma dan darah. Virus ini pun akan mati hanya dalam waktu satu jam bila berada di tempat terbuka. Tindakan Diskriminatif Stigma dan diskriminasi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Bisa terjadi di tengah keluarga, masyarakat, sekolah, tempat Akibatnya, stigma dan diskriminasi mempersulit ODHA untuk mendapat pelayanan kesehatan dan kemasyarakatan, pekerjaan sebagai sumber kehidupannya, atau akses kepada kehidupan sosial lainnya. Bagaimana cara menghilangkan stigma? Proses menghilangkan stigma dan diskriminasi bukanlah pekerjaan mudah. Dibutuhkan kerja sama dan keuletan dari berbagai pihak. World Vision Indonesia telah mengembangkan upaya-upaya untuk memberikan dukungan bagi ODHA dan keluarganya. Salah satunya adalah dengan memobilisasi lembaga-lembaga keagamaan untuk bersamasama menerapkan program yang dinamakan Saluran Harapan. Saluran Harapan, yang dilaksanakan lewat serangkaian lokakarya, bermaksud memberdayakan tokoh-tokoh agama setempat agar dapat mendorong umatnya untuk memahami dengan benar masalah HIV&AIDS. Tokohtokoh agama diharapkan dapat memainkan peran penting dalam menghentikan stigma dan diskriminasi. Dalam lokakarya Saluran Harapan, disampaikan cara pengembangan sikap positif terhadap ODHA, pemahaman HIV&AIDS dari sudut pandang agama, pembagian informasi terkini mengenai penyebaran dan pencegahan HIV, peningkatan kepedulian masyarakat serta pengupayaan pemulihan secara holistik. Bahkan dalam program ini, ODHA diberikan kesempatan untuk menyampaikan berbagai pengalamannya, mengemukakan tantangan dan harapan mereka. Melalui peran serta ODHA ini, masyarakat diharapkan semakin bisa memahami dan menghargai keberadaan mereka dan mengurangi stigmatisasi serta diskriminasi. Selain itu, remaja juga diberdayakan untuk menyebarluaskan informasi yang benar tentang HIV&AIDS kepada lingkungan sekitar mereka, terutama kalangan seusia mereka. Mereka ini disebut pendidik sebaya. Melalui pemberian informasi yang benar kepada berbagai kalangan, stigma dan diskriminasi dapat diminimalisir. Angin segar dan harapan akan hari esok yang lebih baik pun dapat dirasakan oleh ODHA. Pada akhirnya, laju penyebaran kasus HIV&AIDS kiranya dapat dihambat.*(K&P) Kasih&Peduli Vol.18/2009 29 Cuplikan Peristiwa Pesan Direktur “Di Sidei, sedikitnya 20 orang termasuk lima balita menderita diare,” kata Andreas Moktis, petugas kesehatan di Sidei. “Anak-anak ini sakit karena mereka harus lari ke hutan dan minum air yang tidak bersih.” Gempa susulan masih terus mengguncang kota Manokwari hingga hari World Vision menyalurkan bantuan itu. World Vision menyalurkan bantuan dalam jumlah kecil karena gempa tidak menimbulkan kerusakan besar.*(K&P/Enda Balina) Langkahkan kaki Anda dalam OLE A LAMILAH perjalanan hidup luar biasa dari teman-teman kita yang hidup dengan HIV&AIDS dalam One Life Evolution (OLE). Pameran interaktif yang diselenggarakan World Vision ini akan membuka mata Anda terhadap kesulitan dan tantangan yang dihadapi Orang Dengan HIV&AIDS (ODHA). Sejenak Anda akan meninggalkan kehidupan Anda sendiri dan masuk dalam kehidupan ODHA. Anda tidak hanya akan melihat, mendengar dan mengalami kehidupan ODHA yang sangat berat, tetapi juga merasakan bagaimana harapan dan perjuangan mereka mengatasi kesulitan. OLE akan hadir di 5 lokasi di 3 Kota: Bali, Surabaya dan Jakarta pada 8 Agustus - 1 Desember 2009. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut, hubungi comm_indonesia@wvi.org*(K&P/Sari Estikarini) Satu rumah yang runtuh akibat gempa di Manokwari 30 Kasih&Peduli Vol.18/2009 B EBERAPA tahun lalu, ada sejumlah pompa air bantuan sebuah lembaga kemanusiaan yang rusak dan berkarat di desa-desa di Sumba Timur. Pompa-pompa itu hanya berfungsi beberapa bulan dan kemudian rusak. Di Sumba Barat dan Flores Timur juga ada jaringan pipanisasi air yang dibangun dan tidak berfungsi. W ORLD Vision Indonesia bergabung dengan Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh dan Nias untuk menggelar eksibisi bertema ‘perayaan kemanusiaan’ di Jakarta tanggal 13 dan 14 Februari lalu. BRR adalah badan pemerintah yang mengkoor- Banyak program bantuan tidak berfungsi secara optimal. Kesalahan mendasar di balik kegagalan bantuan itu: lupa membangun kemitraan untuk memastikan program bantuan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat. WV/Juanita Debora W ORLD Vision Indonesia menyalurkan bantuan 100 terpal bagi penduduk Kecamatan Masni dan Sidei di Manokwari, Provinsi Papua, awal Januari lalu. Kedua wilayah yang terletak 120 kilometer dari kota Manokwari itu merupakan wilayah yang paling parah terkena dampak gempa berkekuatan 7,6 skala Richter. Bersama tim penyalur bantuan World Vision, bergabung lima petugas kesehatan Kodam Trikora untuk memberikan bantuan medis kepada masyarakat di Sidei. Pentingnya Bermitra Eksibisi Perayaan Kemanusiaan WV/Enda Balina World Vision Salurkan Bantuan di Manokwari Trihadi Saptoadi Presiden SBY mengunjungi stand WVI. dinir lembaga-lembaga yang menyalurkan bantuan bagi masyarakat Aceh dan Nias yang terkena dampak gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menunjukkan penghargaan kepada para donor, baik dari dalam maupun luar negeri, yang telah memberikan sumbangan dalam menciptakan situasi di Aceh dan Nias kembali normal. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang membuka eksibisi, menyempatkan diri untuk mengunjungi stan World Vision. Presiden mengajak tim dari World Vision untuk berfoto bersama. Pada kesempatan eksibisi itu, World Vision juga ikut terlibat dalam seminar tentang kebencanaan, di mana Direktur Humanitarian and Emergecy Affairs Jimmy Nadapdap menjadi salah satu pembicara.*(K&P/B. Marsudiharjo) Pengembangan masyarakat merupakan pekerjaan yang sangat kompleks dan tidak mungkin dikerjakan sendirian. Menyadari pentingnya prinsip ini, World Vision Indonesia dan mitranya Wahana Visi Indonesia selalu mencoba membangun kemitraan dalam pelaksanaan berbagai program bantuan. Salah satu mitra World Vision yang tidak bisa ditinggalkan dalam setiap kegiatan pengembangan adalah masyarakat itu sendiri. World Vision harus selalu melibatkan masyarakat karena masyarakat adalah pihak yang paling tahu akan kebutuhan mereka sendiri. Ketika akan menghadirkan air bersih di suatu wilayah, misalnya, World Vision harus duduk bersama dengan masyarakat untuk menentukan cara yang paling tepat . Kita tidak bisa langsung begitu saja membangun sumur atau pipanisasi tanpa bertanya dulu kepada penduduk setempat. Bisa saja cara ini sudah pernah dicoba dan gagal, atau mungkin air tanah tidak sehat untuk diminum. Dengan bekerja bersama masyarakat sejak awal, kita tidak perlu membuang waktu dan tenaga dengan sia-sia. Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, dan lembaga-lembaga kemanusiaan lain – termasuk lembaga keagamaan – yang ada di tengah masyarakat merupakan mitra kerja yang sangat penting. Kerja sama yang dijalin World Vision dengan Departemen Sosial, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, Yayasan Pemantau Hak Anak, UNICEF dan PLAN atau Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias adalah contoh kemitraan dan koordinasi yang telah membawa dampak positif bagi masyarakat yang didampingi. Bagaimana dengan jaringan pipa terbengkalai di Sumba Barat? Setelah melakukan dialog intensif dengan masyarakat, jaringan pipanisasi air ini akhirnya ‘dihidupkan kembali’. Dan yang terpenting, mengajak masyarakat membentuk komite pengelolaan air. Akhirnya, air bersih dapat dinikmati ribuan masyarakat di empat desa. Komite air menarik iuran sangat ringan untuk memastikan ada dana untuk memelihara jaringan agar dapat terus berfungsi dengan baik. Melalui kerja sama dan kemitraan yang erat semacam ini terbuka kesempatan luas bagi warga masyarakat yang didampingi untuk diantar menuju tingkat kehidupan yang lebih sejahtera.* Trihadi Saptoadi Direktur Nasional World Vision-Indonesia Kasih&Peduli Vol.18/2009 31 WV/Dok. NRD Ingin Berbagi dengan Sesama? Siapa yang tidak kenal Project Pop? Meski terkenal suka guyon, mereka tidak guyon untuk urusan yang satu ini. Project POP Priscilla Christin “Ya, mereka serius mau mendukung program kepedulian untuk anak-anak lewat Wahana Visi Indonesia.” WV/Priscilla Christin Silakan hubungi: Bagian Donor Acquisition & Marketing WAHANA VISI INDONESIA Jl. Wahid Hasyim no.31 Jakarta 10340, tel. 021 - 3907818; fax. 021 - 3910514, E-mail: marketing_idn@wvi.org; www.worldvision.or.id; Hp: 0811-156041 Kami mengucapkan terima kasih kepada beberapa perusahaan yang sudah demikian setia dalam mendukung pendanaan program-program sosial dan kemanusiaan Wahana Visi Indonesia M EMANG masalah anak dan pendidikan menjadi perhatian enam personil kawula muda kreatif yang bergabung selama 11 tahun dalam group Project Pop. Didukung oleh manajemen yang apik, mereka melakukan tindakan bersama untuk ikut mengatasi tantangan negara ini, yaitu pendidikan lebih baik bagi anak-anak. “Pada saat Tika (salah satu anggota Project Pop) menceritakan program penyantunan anak Wahana Visi, maka kami tertarik dan ingin mendukung gerakan kemanusiaan ini,” ungkap Jeffry sang manajer. ” Kami yakin, langkah kecil yang kami lakukan ini dapat berkontribusi pada upaya perbaikan keadaan anak-anak Indonesia sang penerus bangsa.” Udjo, Yosi, O2n, Gugum, Tika, dan Odie mengatasnamakan Project Pop telah mendukung program penyantunan anak ini sejak 2008. Juliane Aye (11 tahun) dari ADP Singkawang dan Nobertus Thomas Kahol (11 tahun) dari ADP Maro menjadi anak santun mereka dalam program ini. ”Kami percaya, lewat dua anak santun ini, dukungan kami dapat berdampak banyak untuk anak-anak, keluarga, dan masyarakat tempat mereka tinggal.” Generasi penerus bangsa ini, masa depannya harus lebih baik.......
Similar documents
Saya Anak Indonesia - Wahana Visi Indonesia
Dr. Nafsiah Mboi, M.D. Ped., MPH Rev. Dr. Kadarmanto Hardjowasito Dr. Frieda Mangunsong, M.Ed. Maria Hartiningsih Drs. Ruddy Koesnadi Rev. Ester Mariani Ga, M.Si. Pengawas Wahana Visi Indonesia Drs...
More informationBersama Kita Pasti Bisa
bekerja sama dengan World Vision. Pembina Wahana Visi Indonesia Mars. Madya (Purn.) B. Y. Sasmito Dirdjo Dr. Nafsiah Mboi, M.D. Ped., MPH Rev. Dr. Kadarmanto Hardjowasito Dr. Frieda Mangunsong, M.E...
More information