Volume 18, 2009 - Wahana Visi Indonesia

Transcription

Volume 18, 2009 - Wahana Visi Indonesia
WAHANA VISI INDONESIA
mitra World Vision
Indonesia
Kasih&Peduli
Volume 18 / 2009
Pertemuan yang
Membahagiakan
Dari Desa
Turun ke Hati
Menyingkirkan
Stigma
dan Diskriminasi
Bersama Meningkatkan Kualitas Hidup Anak
Dari Redaksi
Sajian Utama
Remaja Pelajar
Peduli Anak
PERTEMUAN
hal.3-5 Yang Membahagiakan
S
AAT ini World Vision Indonesia melalui mitranya Wahana
Visi Indonesia mempunyai anak santun sebanyak 84.242
orang di Indonesia. Dari jumlah ini, penyantun dari Indonesia
hanya menyantuni 3.000 anak lebih. Selebihnya disantuni oleh
para penyantun dari luar negeri.
Yang cukup menarik, semakin banyak remaja pelajar kita yang
sudi mengulurkan tangan kepada anak-anak yang membutuhkan.
Itulah sebabnya maka majalah Kasih & Peduli nomor ini
mengambil tema ‘remaja pelajar peduli anak’.
DARI DESA
hal.12
Turun ke Hati
STEPHANY MULAI MENUAI BUAH
hal.15
Ketekunannya
MENYINGKIRKAN STIGMA
Sebagai contoh, di SMU IPEKA Sunter, Jakarta Utara, sudah
lebih 30 siswa yang jadi penyantun anak-anak dari keluarga tak
mampu di berbagai daerah di Indonesia. Sedangkan SMU ini baru
mengenal program penyantunan Wahana Visi sejak April 2008
yang lalu. Di SMU Dian Harapan di Lippo Karawaci, Tangerang,
lebih 80 siswa sudah terdaftar sebagai penyantun (sponsor).
Mereka menyisihkan sebagian uang saku yang diberikan
orangtua. Ini tentu bukanlah pengorbanan yang kecil bagi mereka
dalam usia yang masih begitu belia dan belum mempunyai
penghasilan sendiri.
Belakangan ini ada perkembangan yang cukup menggembirakan
di negeri kita. Semakin bertambah jumlah korporasi (perusahaan)
yang bersedia memberikan donasi dan kontribusi untuk
pemberdayaan keluarga tak mampu serta anak-anak mereka.
Semoga semakin banyak hati pribadi-pribadi dan korporasi
yang tersentuh untuk membantu sesama yang membutuhkan,
sehingga semakin sedikit anak-anak yang putus sekolah karena
kurang biaya.
Salam,
Redaksi
hal.28
dan
Diskriminasi
WAHANA VISI INDONESIA
Kasih&Peduli
mitra World Vision
Diterbitkan oleh Wahana Visi Indonesia
bekerjasama dengan World Vision.
Pembina Wahana Visi Indonesia
Mars. Madya (Purn.) B. Y. Sasmito Dirjo
Dr. Nafsiah Mboi, MD, Ped. MPH
Rev. DR. Kadarmanto Hardjowasito
DR. Frieda Mangunsong, MEd
Maria Hartiningsih
Drs. Ruddy Koesnadi
Rev. Ester M.Ga, M.Si
Pengawas Wahana Visi Indonesia
Drs. Utomo Josodirdjo
Yozua Makes, SH, LL.M, MM
Tim Redaksi
Jl. Wahid Hasyim No. 31, Jakarta 10340
tel. 62-21 3907818, fax. 62-21 3910514
World Vision Indonesia
Cover
WAHANA VISI INDONESIA
Jl. Wahid Hasyim No. 33 Jakarta 10340
tel. 62-21 31927467, fax. 62-21 3107846
Alfiani Wulandari dan B. Marsudiharjo
Fotografer B. Marsudiharjo
“Saya Mark, ringkas saja. Cukup satu syllable,” begitu kata
Mark Chan Ben Tze, pelajar
SMA di Malaysia, setiap kali
memperkenalkan diri kepada
masyarakat atau murid-murid
Sekolah Dasar yang dikunjungi.
Volume 18 / 2009
Emilia K. Sitompul, Priscilla Christin
John Nelwan, Johnson L. Tobing,
Damaris Sarangnga, Abi Hardjatmo,
B. Marsudiharjo, Donna Hattu,
Joseph Soebroto, Shirley Fransiska,
Lukas J. Ginting, Juliarti Sianturi,
Hendro Suwito, Sari Estikarini.
Korespondensi dan perubahan alamat
harap sampaikan ke
Pertemuan
yang Membahagiakan
Anak-anak ADP Banggai.
K
ATA-KATA dalam Bahasa Melayu yang dia
ucapkan, yang kadang-kadang berbeda dengan
kata-kata yang biasa digunakan di sini, selalu
memancing orang-orang yang mendengarnya tertawa.
Mark bersama dua temannya, Kelvin Seoh Jin Wei
dan Muhammad Amier Ariffin bin Rosli, ikut dalam
rombongan staf World Vision Malaysia dalam
kunjungan ke wilayah pelayanan Wahana Visi
Indonesia di Singkawang, Kalimantan Barat,
Desember lalu.
Rombongan dari Malaysia ini ingin melihat langsung pelaksanaan program-program yang didanai para donor dan sponsor dari Malaysia.
Karena sebagian staf World Vision Malaysia dan bahkan tiga pelajar ini
Mark, Kelvin dan Amier bersama
anak-anak SD Malabae di Samalantan
Fotografer
Johnson L. Tobing
2
Kasih&Peduli Vol.18/2009
Kasih&Peduli Vol.18/2009
3
Anak-anak SD Malabae menyanyi
untuk para tamu dari Malaysia
“Semula saya berpikir
kondisi sekolah-sekolah di Indonesia
tidak memprihatinkan. Setelah saya
mengunjungi sendiri, saya baru tahu
bahwa sekolah-sekolah ini memerlukan
perhatian mendesak,” kata Amir.
adalah sponsor, mereka menyempatkan diri untuk
bertemu dengan anak santunnya.
men sebagai hadiah bagi para siswa yang bisa menjawab pertanyaannya.
Mark, Kevin, dan Amier, berpatungan menyantuni
satu anak bernama Rokky Ramu, siswa sebuah SD
Kecamatan Samalantan. Wahana Visi membantu
sekolah ini dalam menerapkan pendekatan
Pembelajaran
Aktif,
Kreatif,
Efektif,
dan
Menyenangkan (PAKEM).
“Sangat menyenangkan mendapat kesempatan
mengajar anak-anak SD. Saya sekarang lebih siap
mengajar karena sudah mengalaminya,” kata Mark.
Selain didanai oleh para sponsor dan donatur dari
dalam negeri, kegiatan Wahana Visi di Singkawang
didanai oleh sponsor dan donatur yang menyalurkan
bantuan lewat World Vision Malaysia.
Bagi Amier, mengunjungi sekolah-sekolah di pedalaman Kalimantan merupakan pengalaman berarti.
Amier prihatin menyaksikan beberapa sekolah dasar yang dia kunjungi. Ia akan menceritakan keadaan ini kepada orang-orang di
Malaysia agar mereka ikut memperhatikan
pendidikan anak di Indonesia.
Ketiga pelajar ini adalah pemenang Youth4Youth
Campaign, sebuah program di World Vision
Malaysia dalam bentuk kompetisi antar remaja yang
telah menjadi sponsor World Vision mengenai isuisu pengembangan, seperti pendidikan, kesehatan,
dan lain-lain.
“Semula saya berpikir kondisi sekolahsekolah di Indonesia tidak memprihatinkan.
Setelah saya mengunjungi sendiri, saya baru
tahu bahwa sekolah-sekolah ini memerlukan
perhatian mendesak. Rokky Ramu adalah
masa depan bangsa,” kata Amier.
Masyarakat dan murid-murid sekolah sangat
bergembira menyambut tamu-tamu dari negeri
tetangga ini. Sebaliknya, para tamu juga sangat
senang bisa bertemu anak santun dan melihat
program yang didanai donatur dari Malaysia.
Ayn Pereira, Project Manager, Promotion
and Communications di World Vision
Malaysia sangat berbahagia bisa bertemu dengan
anak santunnya, Karima Mahrus, meskipun hanya
sebentar. “Melihat matanya berbinar-binar dan
melihat dia tersenyum benar-benar membahagiakan,”
kata Ayn.
“Kami mengucapkan terima kasih tak terhingga
kepada para donatur yang akan menghadirkan air
di desa kami,” kata Nuryadi, tokoh masyarakat di
Parong, kepada para tamu dari Malaysia.
Parong adalah salah satu tempat yang dikunjungi para
tamu dari Malaysia. Dusun ini terletak di perbukitan
yang terisolir dari tempat lain. Meskipun sumber air
bersih yang ada di bukit di atas dusun ini dialirkan
ke kota Singkawang melewati Parong, masyarakat
Parong mengalami kesulitan mengakses air bersih.
Selain mengunjungi Parong, rombongan dari Malaysia
juga mengunjungi Kampung Kandang, SD Malabae,
SD Mendung Terusan, SD Sibale, SD Sepoteng, dan
Dusun Aping Buluh.
Staf World Vision Malaysia Usharani
Evelynn bersama murid SD Malabae
4
Kasih&Peduli Vol.18/2009
Di sekolah-sekolah tersebut ketiga pelajar dari Malaysia mengajar Bahasa Inggris, Geografi, mengajak
menyanyi dan main game. Mereka menyiapkan per-
Rombongan ini juga menginap satu malam di Aping
Buluh. Meskipun hanya tidur di lantai beralaskan tikar
dan tidak memakai selimut, mereka sangat menikmati
kesempatan itu. Bahkan bagi mereka, kesempatan
itu menjadi pengalaman yang tidak terlupakan.
Para tamu dari Malaysia bersama
guru-guru dan murid SD Sibale
Anak-anak SD Malabae gembira
kedatangan tamu dari Malaysia
Beberapa staf World Vision Malaysia belajar
menari tarian adat Kalimantan Barat
“Awalnya saya sulit mandi dengan air yang
sangat dingin, tidur tanpa tempat tidur dan
selimut, tapi kemudian saya bisa melakukannya.
Dan begitu nyenyak saya tidur, bunyi ayam
berkokok tidak langsung bisa membangunkan
saya,” kenang Kerk Ching Wai.
Dialog yang dilakukan antara rombongan dari
Malaysia dan aparat serta wakil masyarakat
sungguh-sungguh menguatkan kedua belah
pihak. Meskipun baru pertama kali bertemu,
mereka merasa dekat. Mereka memang tidak
jauh, karena mereka bertetangga.*(K&P)
Beberapa staf World Vision Malaysia
bersama anak-anak SD Malabae
Kasih&Peduli Vol.18/2009
5
musim kering. Setiap hari ibu-ibu dan anak-anak
berjalan kaki menuruni perbukitan terjal hanya untuk
mendapatkan seember air bersih.
Inspirasi
***
Keluarga Amalo yang tinggal di Desa Onatali tengah
berduka atas meninggalnya sang bunda. Mulai dari
hari meninggalnya hingga pada upacara penguburan,
keluarga ini telah menyembelih lebih dari empat
ekor sapi dan 12 ekor babi.
Jumlah ternak yang akan disembelih terus bertambah
karena selepas upacara penguburan masih ada
upacara mete-mete atau makan minum untuk
memperingati tiga hari, sembilan hari, hingga 40 hari
kematian nenek Amalo.
Yohanes Ndolu (tengah) bersama sejumlah maneleo yang telah bertekad menerima dan
menjalankan reformasi budaya di wilayah masing-masing.
Reformasi Budaya
Teks dan foto Johnson L. Tobing
Adat budaya merupakan
kekayaan bangsa yang
patut dilestarikan.
Meskipun demikian,
jika salah menafsirkan
arti adat budaya,
manusia bisa
dibelenggunya.
Contohnya, adat budaya
yang berkembang
di Pulau Rote, Nusa
Tenggara Timur.
O
RANG Rote mempunyai kebiasaan melakukan pesta
pora yang memboroskan uang. Acara hura-hura ini
terjadi pada upacara kematian atau perkawinan. Pada
saat upacara ini berlangsung, puluhan sapi atau kerbau disembelih
setiap hari selama berhari-hari.
Pesta itu meninggalkan utang yang tidak sedikit, bisa puluhan,
bahkan bisa ratusan juta rupiah banyaknya. Jika kebiasaan ini terus
dilakukan, para putra dan putri daerah ini akan terus menjadi
generasi pembayar utang.
Kabupaten Rote Ndao terletak di ujung paling selatan wilayah
Indonesia, tepatnya di sebelah barat daya Kupang, dengan luas
wilayah 1.300 km persegi. Kota Ba’a adalah ibu kota kabupaten
ini. Kota ini merupakan pusat ekonomi, perdagangan, dan
pemerintahan bagi 106.000 penduduk, yang tersebar di delapan
wilayah kecamatan.
Kondisi alam di wilayah ini kering dan gersang. Hujan hanya turun
selama tiga hingga empat bulan dalam setahun. Potensi alam yang
dapat digarap di sini terbatas pada pertanian dan peternakan.
Beban kehidupan masyarakat terasa semakin berat pada saat
6
Kasih&Peduli Vol.18/2009
Pesta yang dilakukan oleh keluarga Amalo ini masih
tergolong kecil bila dibandingkan dengan upacara
serupa yang dilakukan oleh banyak keluarga lain.
Setiap keluarga Rote yang masih terikat pada adat
biasanya memiliki buku utang. Di dalam buku ini
tertulis semua jenis utang yang harus dilunasi.
Biasanya utang itu berupa kerbau atau sapi, babi,
dan hewan ternak lainnya. Kalau utang ini belum
terbayar di masa hidupnya, maka buku utang ini akan
diwariskan ke anak-cucunya hingga utang ini lunas.
“Dia hanya hidup di dalam utang, bayar utang, pikir
utang, dan akhirnya dia tidak bisa menyekolahkan
anak dengan baik…,” kata Yohanes Ndolu, seorang
putra asli Rote. Sejak dulu di dadanya terus
bergemuruh panggilan untuk membawa perubahan
bagi masyarakat Rote yang sangat dicintainya.
“Tapi kalau anaknya bersekolah dan memerlukan
uang, itu sulit (bagi orangtua) menjual salah satu
hewan peliharaan untuk menunjang pendidikan
anaknya,” tambah Yohanes, yang juga seorang staf
lapangan World Vision.
World Vision Indonesia tentu saja tidak menutup
mata melihat kenyataan ini. Melalui kerja sama
dengan Wahana Visi Indonesia akhir-akhir ini telah
dilakukan terobosan baru, yaitu secara bertahap
menyederhanakan penerapan adat budaya di sana.
Yohannes Ndolu menjadi ujung tombak dari proses
perjalanan program ini. Saat yang tepat untuk
merealisasikan panggilan itu, tatkala Yohannes
Reformasi budaya menggerakkan masyarakat
untuk bekerja lebih optimal
menuju perubahan.
Ndolu terpilih menjadi seorang maneleo atau raja
adat di Rote Ndao.
Langkah pertama ia lakukan adalah mensosialisasikan
reformasi adat budaya di tengah kaumnya. Dia ingin
agar kaumnya ini menjadi model yang hidup bagi
nusak-nusak atau wilayah-wilayah lain. Setelah nusak
yang dipimpinnya menerima gagasan Yohanes, ia
mensosialisasikan gagasan ini kepada para maneleo
yang lain yang tinggal di nusak-nusak yang berbeda.
“Kita sudah sepakat untuk melakukan penyederhanaan (dalam upacara adat). Kita tidak akan
melakukan pesta pora yang berlebihan lagi,”
kata Yohanes.
Reformasi adat dan budaya ini memang tidak
bertujuan meniadakan adat budaya itu, tetapi
hanya sekadar menyederhanakan tata-caranya yang
panjang dan boros. Dengan demikian, masyarakat
Rote mendapat peluang yang lebih baik untuk
mempersiapkan masa depannya.*(K&P)
Kasih&Peduli Vol.18/2009
7
Seputar Anak
Ahimsa Sidharta
Direktorat Jenderal
Administrasi Kependudukan
Departemen Dalam Negeri
dan UNICEF meluncurkan
‘Rencana Strategis
(Renstra) 2011 Semua
Anak Indonesia Tercatat
Kelahirannya’
di Jakarta 12 Desember lalu.
D
IREKTUR Pencatatan Sipil
H. Budiman, M.Si secara
simbolis
menyerahkan
Renstra 2011 kepada Evi Mardianto sebagai perwakilan PKK,
perwakilan Pemda DKI Jakarta,
dr. Surjadi Soeparman, MPH
sebagai perwakilan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan RI, dan
Direktur Nasional World Vision
Indonesia Ir. Trihadi, MBA sebagai
perwakilan lembaga internasional.
Rencana Strategis 2011:
Semua Anak Indonesia
Tercatat Kelahirannya
Asteria T. Aritonang
Administrasi Kependudukan.
Evi Mardianto, yang juga istri
Menteri Dalam Negeri, menyatakan dukungan PKK terhadap
Dalam kata sambutannya, Child Renstra ini.
Protection Section Head UNICEF,
Jasmina Byrne, mengatakan bahwa Visi Renstra adalah “2011 Semua
sampai dengan tahun 2005, 60 Anak Indonesia Tercatat”, dengan
persen anak balita Indonesia tidak misi “meningkatkan kualitas pentercatat kelahirannya. Padahal catatan kelahiran serta mengempencatatan kelahiran merupakan bangkan peran serta masyarakat
hak anak, sebagai salah satu dalam mendukung sistem penperangkat perlindungan anak, dan catatan kelahiran.” Dalam Renstra
besar peranannya dalam peren- terdapat 11 (sebelas) Program
canaan, pembuatan kebijakan, Utama, dan 5 (lima) Program
dan penyusunan anggaran baik di Pendukung, yang kesemuanya ditingkat daerah maupun nasional. harapkan dapat berkontribusi bagi
pencapaian visi, dengan catatan
Renstra 2011 Semua Anak bahwa prioritas sampai tahun
Indonesia Tercatat Kelahirannya 2011 lebih kepada anak balita.
merupakan kelanjutan dari amanat
UUD 1945, khususnya pasal-pasal World Vision sepanjang tahun
terkait Perlindungan Anak, UU anggaran 2008 telah melakukan
No. 23/2002 tentang Perlindungan banyak kegiatan dalam mendukung
Anak, dan UU No. 23/2006 tentang Renstra 2011 ini, antara lain melalui
8
Kasih&Peduli Vol.18/2009
Makna Air bagi Kehidupan Risna
Teks dan foto B. Marsudiharjo
Risnawati (13) mempunyai lebih banyak waktu untuk dirinya sendiri setelah air bersih
masuk ke rumahnya. Dulu, sebelum berangkat ke sekolah, dia harus berjalan sekitar
satu kilometer untuk mengambil air dari anak sungai terdekat. Air sungai ini tidak
begitu bersih, dan akibatnya dia sering terlambat ke sekolah.
W
AHANA Visi Indonesia
membantu masyarakat
di Aping Buluh, Kecamatan Pasti Jaya di Kalimantan
Barat, untuk membangun pipa air
dari sebuah mata air di bukit ke
desa ini, tempat tinggal seratus
keluarga, termasuk keluarga Risna.
pemetaan enam komponen sistem
dan workshop hasil pemetaan di
18 kabupaten/kota: Kota Pontianak, Pontianak, Landak, Sanggau,
Sekadau, Singkawang, Bengkayang,
Sambas, Poso, Banggai, Ternate,
Halmahera Utara, Flores Timur,
Kota Jayapura, Keerom, Jayawijaya,
Tolikara, dan Merauke.
Air bersih merupakan masalah
besar bagi kebanyakan penduduk
di daerah Pasti Jaya dan daerah
lainnya di Kabupaten Singkawang
dan Bengkayang. Banyak penduduk yang harus menggali sumur
yang sangat dalam atau mengambil air dari sungai terdekat.
Tetapi, kualitas airnya tidak bagus.
World Vision juga telah melakukan pelatihan bidan, sekretaris
desa, tokoh agama/masyarakat di
Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura, yang mendukung rencana ini.
Studi banding ke Kabupaten Sikka
yang menjadi pilot percontohan
nasional juga telah dilakukan oleh
beberapa kabupaten.
Selama empat tahun terakhir,
Wahana Visi telah membantu
lebih dari 8.000 orang di dua
kabupaten ini agar bisa mendapat
akses yang lebih baik terhadap
air bersih. Tersedianya air bersih
di desa mengurangi beban anakanak dan memberikan kesempatan
yang lebih baik bagi mereka
untuk belajar.
Sampai dengan September 2011,
World Vision Canada secara
khusus mendukung proyek Universal Birth Registration di empat
Regio: Kalbar, Sulmal, Papua, dan
NTT.*(K&P)
“Kami bersyukur atas air bersih
ini. Saya tidak perlu lagi menghabiskan banyak waktu dan tenaga
untuk mengambil air,” kata Risna.
“Saya tidak pernah lagi terlambat
ke sekolah sekarang,” tambahnya.
Risna mengatakan sekarang keluarganya bisa mencuci pakaian
dan piring di rumah. “Itu membuat hidup kami jauh lebih enak.”
Risna adalah anak sulung dari
empat anak pasangan Herenimus Giyot (36) dan Rosalina
Ramonti (33). Rosalina adalah
tamatan SMP dan Herenimus
drop out ketika sekolah di SMA.
Risna mempunyai dua adik perem-
puan, Mela Paskalia (11) dan Eny
Poniyem (4), dan satu adik lakilaki, Kisin Aristo (8). Kisin dan Eny
adalah anak sponsor World Vision.
Herenimus bekerja sebagai buruh
harian, yang biasanya pulang ke rumah setelah satu atau dua minggu
bekerja di tempat lain. Oleh karena pekerjaannya yang berat secara
fisik, walaupun umurnya relatif
masih muda, namun kesehatannya
tidak begitu baik.
bersambung ke hal. 10
Dari kiri ke kanan: Risna, Eny Poniyem, dan Kisin Aristo
Kasih&Peduli Vol.18/2009
9
Seputar Anak
Inkiriwang Kagumi Wahana Pena Emas
Endang Sr & Andries Kooswinanto
AYA kagum, ternyata
ada proses pembelajaran
yang sangat terpadu,”
kata Bupati Inkiriwang pada acara
peresmian salah satu sarana
pendidikan usia dini yang dikenal
dengan nama Wahana Pena Emas
(WPE) bulan November lalu.
bukan sekadar TK atau Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) biasa yang
hanya menjadi sarana bermain
sambil belajar. Beliau kagum
karena dalam proses belajar di
WPE terdapat proses analisis,
proses stimulasi potensi anak dan
deteksi terhadap kesehatan dan
tumbuh kembang anak melalui
Bupati Poso melihat bahwa WPE Posyandu. Jika terdapat anak
Rosalina membantu suaminya dengan mengumpulkan sisa-sisa getah karet yang ditinggalkan oleh pemiliknya, kaleng-kaleng bekas, dan botol plastik bekas.
Walaupun sangat sibuk membantu suami, dia masih
bisa menyisihkan waktu untuk mengikuti kegiatan Posyandu. Dari Posyandu itu dia mendapat
banyak pelajaran berharga untuk mengasuh anakanaknya. Dengan bantuan ADP Singkawang, saat
ini masyarakat di Aping Buluh sedang membuat
bangunan yang lebih baik untuk kegiatan Posyandu.
Walaupun miskin, keluarga ini bertekad agar anakanak mereka bisa mendapat pendidikan yang baik.
“Kami tidak mau melihat anak kami putus sekolah.
Mereka pintar dan berbakat,” ujar Rosalina.*(K&P)
Anak-anak di Samalantan
menikmati air bersih.
10
Kasih&Peduli Vol.18/2009
yang kurang semangat mengikuti
pelajaran, bisa langsung dideteksi
dan ditangani melalui Posyandu.
Selain itu, kepedulian masyarakat
sangat tinggi terlihat dalam proses
pembangunan dan pengasuh WPE
yang dipilih dari masyarakat. Guru
dan pengasuh bisa bekerja dalam
satu atap melaksanakan proses
. . . Saya tidak perlu lagi
menghabiskan banyak waktu dan
tenaga untuk mengambil air,”
kata Risna.
WV/Donna Hattu
S
“
WV/Donna Hattu
Bupati Poso Piet Inkiriwang menyatakan kekagumannya terhadap upaya terpadu
dalam memajukan pendidikan anak, khususnya anak usia dini, di wilayahnya yang
dilakukan oleh masyarakat dengan dukungan Wahana Visi Indonesia melalui Area
Development Program (ADP) Poso.
Suasana kelas salah satu WPE di Poso
pendidikan tanpa ada kesenjangan.
Hal itu terjadi karena adanya
pemahaman tentang pentingnya
pendidikan, hal yang sulit ditemui
di TK formal maupun PAUD.
Melalui kegiatan WPE telah terjadi pengorganisasian masyarakat
secara terpadu yang bermuara
pada meningkatnya kepedulian
terhadap pentingnya pendidikan usia dini, baik di kalangan
masyarakat, gereja, pemerintah,
maupun DPRD.
masyarakat, termasuk orangtua
anak, dihasilkan peta potensi
budaya berupa tarian, nyanyian,
lagu, dan permainan yang
semuanya bisa digali dari budaya
lokal. Alat peraga edukatif dibuat
dari bahan alami yang bisa dijumpai
di sekitar desa.
WPE merupakan salah satu
bentuk pemberdayaan masyarakat
untuk
peduli
pendidikan.
Melalui WPE anak di bawah 5
tahun mendapatkan rangsangan
lima potensinya, yaitu afeksi,
kognisi, pancaindra, mental, dan
motoriknya. WPE di wilayah
layanan Wahana Visi di Poso
terdapat di empat kecamatan.
Pada pelatihan pengasuh diberikan
pemahaman tentang pentingnya
stimulasi potensi anak sejak
dini, syarat-syarat utama sebagai
pengasuh, peran dan fungsi
pengasuh, bagaimana mereka
harus bisa bersatu dengan TK
yang sudah ada, beradaptasi
dengan anak dan guru TK yang
ada, bagaimana membuat modul,
mempersiapkan
bahan
ajar,
membuat alat peraga edukatif
(APE) dari bahan lokal sampai
kreativitas
membuat
cerita
dengan APE sebagai bahan ajar
pendukung anak.
Dari hasil
melibatkan
Selain itu, juga diadakan pelatihan
guru TK. Materi yang diberikan
pemetaan yang
semua
elemen
Dua peserta
Wahana Pena Emas
adalah pemahaman bagaimana
sebaiknya pendidikan anak di usia
TK, manfaat merangsang potensi
anak sejak dini, bagaimana guru
harus mulai peka, dan bagaimana
menganalisa perkembangan dan
potensi anak.
Manfaat merangsang potensi anak
sejak dini sangat berguna untuk
mendeteksi jika anak mempunyai
kekurangan. Caranya melalui berbagai nyanyian, tarian, lagu dan
pemantauan gizi melalui Posyandu.
Apabila ditemukan anak tidak
bereaksi saat diberi stimulus, guru
akan segera menangani kasus ini.
Dari semua kegiatan yang telah
dilaksanakan di atas, saat pembangunan sarana sekolah dan insentif pengasuh saat ini sudah ada
kerja sama dengan pihak gereja,
pemerintah desa, dan dukungan dari dinas pendidikan dan pengajaran (Dikjar) dan DPRD.*(K&P)
Kasih&Peduli Vol.18/2009
11
Tali Kasih
Tak Kenal,
Maka Tak Sayang
Farianty Gunawan,
salah satu peserta Kunjungan Penyantun ke Singkawang, 26-29 Maret.
U
WV/ Sri Wienantusih
NGKAPAN ini dibuktikan ketika saya mengikuti Sponsor Visit ke Singkawang, Kalimantan Barat, 26-29 Maret 2009. Sekarang saya
bangga menjadi bagian dari Wahana Visi Indonesia.
Kunjungan penyantun Wahana Visi Indonesia rutin
diadakan setiap tahun. Pada tanggal 26-29 Maret
lalu, para penyantun mendapat kesempatan bertemu langsung dengan anak-anak santunnya di
Singkawang, Kalimantan Barat.
Dari Desa
Turun ke Hati
Beatrice Mertadiwangsa
Saya mengetahui Wahana Visi ketika saya mengantar
anak-anak saya menonton operette di Taman Ismail
Marzuki Jakarta. Setelah saya memutuskan menyantuni anak, saya terkesan dengan cara Wahana Visi
dalam berkomunikasi. Informasi mengenai anak santun selalu tersedia.
Tetapi, saya tidak tahu bagaimana cara kerja (penyaluran donasi) Wahana Visi di lapangan. Ajakan Wahana Visi untuk mengunjungi anak santun bagaikan
pintu bagi saya untuk mengetahui siapa dan apa Wa-
Perjalanan dilanjutkan ke SDN Polongan untuk
menghadiri peresmian gedung perpustakaan baru,
hasil donasi GML (perusahaan di bidang jasa konsultasi dan training manajemen), serta mengunjungi
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Tabitha. Di sini
beberapa penyantun bertemu dengan anak santunnya yang didatangkan dari desa-desa sekitar.
Sesuai jadwal, malam itu peserta bermalam di Dusun
Sabah yang belum terjangkau listrik. Dengan semangat peserta berjalan kaki sejauh 2 km. Keakraban
tercipta antara peserta kunjungan dan masyarakat.
Perasaan haru dan gembira menyatu dalam acara
demi acara yang dipersembahkan warga.
12
Kasih&Peduli Vol.18/2009
Pada hari ketiga para penyantun mengunjungi Desa
Sakek. Peserta membagikan kelambu berobat bagi
siswa-siswa SDN Sakek. Di desa ini, beberapa penyantun sempat bertemu dengan anak santunnya.
Pembagian kelambu ini kemudian dilakukan juga di
Desa Aping Buluh.
Malam terakhir di Singkawang ditutup dengan makan
malam bersama. Berbagai kesan dan cerita mengalir
lancar dari hati setiap peserta. Kegembiraan dapat
bertemu anak santun, kebanggaan menjadi bagian
dari Wahana Visi Indonesia, keharuan mendengar
perjuangan hidup anak santun dan masyarakat, semuanya membuat peserta bersyukur atas nikmat
hidup yang mereka rasakan.*(K&P)
– Ronald –
g hasil
“Senang bisa melihat langsun
Visi.”
ana
Wah
ta
nya
an
pekerja
– Velly –
“Pertama ikut deg-degan karena
belum mengenal orang-orang dan Singkawang. Namun setelah sampai
dan mengalami,
langsung merasa puas. Anak-anak haus pengetahuan, Wahana Visi memberi
kan jawabannya.”
– Theresia –
Rangkaian kunjungan ini diakhiri dengan kunjungan
ke Desa Sijangkung. Di sini beberapa penyantun
dipertemukan dengan anak santunnya.
Dari Hati ke Hati
Pertemuan dengan anak santun saya (Ayu Asari
Hartono) memberikan gambaran bagi saya, betapa
masyarakat di sana membutuhkan uluran tangan untuk keluar dari lingkaran kehidupan tidak produktif
yang selama ini membelenggu mereka.*(K&P)
a Visi,
"Sangat bangga melihat PAKEM. Kalau tidak ada Wahan
mungkin tidak akan terlaksana. Semoga pendidikan anakanak bisa menjadi lebih baik dengan ini.”
– Sri Hastuti –
“Sama sekali tidak menyesal ikut walaupun awalnya hanya karena diajak istri.
Saya banyak dibukakan dari kunjungan ini karena bisa mengalami langsung
kehidupan masyarakat di pedalaman Singkawang.”
n dan majalah. Namun setelah
“Selama ini saya hanya dapat informasi dari lapora
dan saya bangga menjadi
rkan
tersalu
an
bantu
yakin
di
mengunjungi, langsung menja
t diakui di masyarakat.”
sanga
Visi
a
Wahan
bagian dari Wahana Visi Indonesia karena
– Shinta Luis –
“Kesaksian penduduk setempat membuat saya merasa bangga bisa diterima menjadi
bagian dari Wahana Visi dan tidak menyesa memilih menyantuni lewat Wahana Visi!”
– Suwardi Luis –
WV/ Beatrice Mertadiwangsa
K
Melalui perjalanan ke Singkawang, saya mengerti bagaimana seorang anak santun dapat menjadi saluran
berkat bagi masyarakat mereka. Staf Wahana Visi
di lapangan bekerja sebagai ujung tombak. Mereka
mendata dan mengirimkan informasi tentang anak
santun. Mereka bekerja keras sebagai pendamping
anak, sehingga donasi dari para sponsor bisa tersalurkan dengan baik.
Testimonial BOX
Dari Desa ke Desa
UNJUNGAN pertama dilakukan ke SDN
14 Mendung Terusan. Di sini peserta diberi
kesempatan untuk ambil bagian dalam praktek mengajar PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif,
Efektif, dan Menyenangkan). PAKEM adalah suatu
pola pembelajaran di mana kegiatan belajar dibuat
menyenangkan dan interaktif.
hana Visi bagi Indonesia, khususnya Kalimantan Barat.
“ Yang paling berkesan buat saya adalah
saat-saat menginap di Dusun Sabah.
Untuk selanjutnya saya siap mendukung
– Inri –
acara Wahana Visi!”
“Saya terharu ketika melihat anak-anak
di Sabah dan Polongan bernyanyi”
– Nuel –
melayani di masyarakat,
“ Terima kasih pada staf Wahana Visi yang sudah
bulan tidak ada arti
setiap
0,100.00
Rp.
busi
saya jadi merasa kontri
lapangan..”
apa-apa dibandingkan yang dilakukan staf di
– Liony Sagita –
Kasih&Peduli Vol.18/2009
13
Sosok
Selly Doga:
Membangun
Pemerintahan Bersih
dan Transparan
Teks dan foto Hendro Suwito
Awalnya memang
‘kecelakaan’, tetapi
dengan komitmen
tinggi dan kerja
keras, Selly Doga
mulai menunjukkan
kualitasnya sebagai
seorang perempuan
pemimpin yang sangat
patut didukung,
dihormati, dan disayangi.
T
“
IDAK pernah terbayang
saya akan menjadi kepala
distrik,” ujar Selly dalam
perbincangan di rumahnya di Pikhe,
desa kecil di luar kota Wamena.
Sebelum diangkat sebagai kepala
distrik (kecamatan), Selly adalah
pegawai negeri sipil yang bekerja sebagai guru SMP di Wamena.
Suatu hari, dia diminta menjadi
pemandu acara sebuah perhelatan yang diadakan oleh bupati Jayawijaya, David Hubby.
14
Kasih&Peduli Vol.18/2009
Saat David pidato, dia menerangkan akan ada pemekaran
wilayah dan ada enam distrik
baru. Dia berharap lima distrik dipimpin oleh laki-laki dan
satu distrik oleh perempuan.
Saat itu juga, mungkin karena
terkesan melihat cara Selly
memimpin acara, David langsung menunjuk Selly sebagai
calon kepala distrik.
Tak lama kemudian, pada
tanggal 24 Oktober 2005,
Selly – yang saat itu baru
27 tahun usia-nya -- resmi
diangkat sebagai kepala distrik
Ilugua. Daerah yang semula
masuk wilayah Kabupaten
Jayawijaya
ini
sekarang
masuk wilayah Kabupaten
Mamberamo Tengah.
“Tiga hari penuh saya bingung apa
yang akan saya lakukan sebagai
kepala distrik,” kenang Selly.
“Untunglah saya ingat pengalaman
saat bekerja sebagai fasilitator
pengembangan bersama World
Vision. Itu akhirnya yang saya
terapkan di lapangan.”
Selly juga anak santun World Vision ketika masih sekolah di SMP
dan SMA. Dia kemudian kuliah di
STKIP di Wamena, lalu melanjut-
kan studi bidang Matematika hingga meraih Sarjana-1 di Universitas Cenderawasih di Abepura
tahun 2001.
“World Vision masih membantu
sebagian biaya kuliah, bahkan
saat wisuda juga masih dibantu,”
kata Selly.
Sebelum kuliah ke Uncen, Selly
sempat bekerja bersama World
Vision selama satu tahun di
Wamena. Setelah lulus S-1, dia
kembali bergabung bersama World
Vision di Wamena dan bertugas
sebagai fasilitator pengembangan
di Area Development Program
Kurulu. Dua tahun kemudian,
dia menjadi pegawai negeri sipil
dengan menjadi guru SMP.
Buah Ketekunan
Stephany
Teks dan foto B. Marsudiharjo
Hari Selasa, tanggal 5 Agustus 2008 merupakan
hari yang sangat istimewa bagi Stephany Tudaan
(19). Apa yang dilakukan hari itu akan terekam
baik-baik dalam ingatannya.
H
ARI itu, Stephany menempuh perjalanan ribuan
kilometer dari kampung
halamannya di Kecamatan Lamala,
Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, menuju kampusnya Universitas Pelita Harapan (UPH), di Lippo
Karawaci, Tangerang, Banten.
Bersama tujuh teman dari Kabupaten Banggai, Stephany memenangkan kesempatan untuk
mendapat beasiswa dari universitas swasta ternama di dekat Jakarta itu. Keluarga Stephany melepaskan kepergiannya hingga di
Bandara Luwuk.
Istri Leo Wandikbo ini mencoba
merintis tugas sebagai kepala
distrik dengan penuh pengabdian.
“Saya menerapkan pemerintahan
yang transparan agar tidak
terjadi konflik di masyarakat,”
ujar Selly.
Stephany sangat gembira mendapat kesempatan ini karena dari 150
peserta tes, hanya 8, termasuk
dirinya, yang lulus. Meskipun
demikian, ada perasaan takut
dalam
diri
Stephany
saat
meninggalkan Banggai.
Semoga Selly terus menjaga integritas dan kebersamaan dengan
masyarakat Ilugua sehingga mereka makin menikmati kehidupan
yang lebih sejahtera pada tahuntahun mendatang.*(K&P)
Berbeda dengan pengalamannya
tiga tahun lalu ketika harus meninggalkan Lamala untuk belajar
di SMA Negeri 3 di Luwuk, ibukota Kabupaten Banggai, kali ini
Stephany harus belajar di tempat
Stephany berdiri di latar
depan asramanya
yang sangat jauh dari tempat ting- akademiknya telah menonjol.
gal orangtuanya.
Sebagai mahasiswi penerima beaRasa takut berangsur-angsur be- siswa untuk program S1, Stepharubah menjadi rasa syukur ketika ny mendapat pembebasan uang
ia mulai menginjakkan kaki di ling- pangkal, uang kuliah, buku dan
kungan kampus dan ketika mera- stationary, biaya tinggal di asrama
sakan keramahan teman-teman dan makanan sehari-hari bernilai
ratusan juta rupiah.
baru dan para pembimbingnya.
“Wow, saya tidak pernah membayangkan bisa tinggal di tempat
semewah ini,” Stephany mengenang hari pertamanya di lingkungan UPH.
Kesempatan yang didapat Stephany ini tidak datang tiba-tiba.
Ia telah jauh-jauh hari menyiapkannya. Sejak SD, Stephany
telah menunjukkan ketekunan
dalam belajar sehingga tidak
mengherankan jika kemampuan
“Wow, saya tidak pernah
membayangkan bisa
tinggal di tempat
semewah ini,”
Stephany mengenang
Stephany adalah anak pertama
pasangan Jhoni Tudaan (42) dan
Angrince Isimu (40). Adiknya,
Stefi Gracella Tudaan (13), saat ini
duduk di kelas 1 SMP. Stefi menjadi anak santun juga.
Tahun 2003, Stephany mendapat
kesempatan ikut forum anak nasional di Jakarta waktu masih belajar di SMP.
Ketika masih menjadi anak santun,
Stephany menjalin hubungan dengan sponsornya yang bernama Ed
dan Delores Smith lewat surat.
“Ketika terjadi gempa besar di
Banggai tahun 2000, penyantun
saya mengirimkan bantuan uang
untuk memperbaiki rumah yang
rusak,” kenang Stephany.*(K&P)
Kasih&Peduli Vol.18/2009
15
Sosok
M
Para
Penyantun
dari SMU
K
ORNELIUS A.S.G, Mira, dan Gabriel N.S. Pical
baru kelas 1 SMU Dian Harapan di Lippo Karawaci, Tangerang. Mereka belum punya penghasilan, kecuali uang saku dari orangtua. Meskipun
berhak menghabiskan uang sakunya, mereka memilih
menyisihkan sebagian untuk hal-hal yang sangat mulia.
Kornelius
WV/ Shirley Fransiska
Gaby
WV/ Shirley Fransiska
Sejak kelas 1 SMP, para pelajar SMU Dian Harapan
di Lippo Karawaci Tangerang ini telah berpartisipasi
dalam program sponsorship Wahana Visi Indonesia.
Saat ini ada 80 lebih sponsor dari SMU ini.
Mereka memutuskan menjadi penyantun ketika Wahana Visi memperkenalkan programnya ke sekolah
mereka. Kornelius menjadi penyantun Mella Rosa,
Mira menjadi penyantun Hermandi dan Gaby, panggilan Gabriel, menjadi penyantun Bernadus.
“Waktu itu Wahana Visi ke sini dan memutar film. Ya,
ampun mereka (anak-anak pedalaman yang dilayani
Wahana Visi) susah untuk sekolah. Apa susahnya
aku bantu,” kata Gaby yang suka main sepak bola ini.
“Melihat film itu, saya tidak bisa membayangkan bagaimana anak-anak cari air, jalan kaki lima kilometer.
Di rumah, saya tinggal buka kran. Maka saya tergerak
untuk membantu,” kata Kornel yang sudah terbiasa
menabung dari kecil.
Sylvia
S
ylvia Ferancia, Eriko Yap, dan Maria Helen Litta
hanyalah sebagian dari para penyantun dari SMU
IPEKA Sunter, Jakarta Utara. Di SMU IPEKA saat
ini ada sekitar 30-an penyantun.
“Saya tertarik menjadi penyantun setelah Wahana Visi
melakukan presentasi di sekolah kami April tahun lalu,”
kata Sylvia dari SMU IPEKA Sunter, Jakarta Utara. Anak
santun Sylvia ada di Maro, Papua.
“Saya senang bisa membantu orang susah di daerah
pedalaman. Saya merasa ada kepuasan tersendiri karena bisa membantu,” kata Sylvia.
P
“
M
endengarkan penjelasan tim dari Wahana
“
Visi, saya langsung tertarik,” kata Mira yang
awalnya berpatungan dengan temannya
untuk menyantuni anak. “Sekarang saya sendirian
menjadi penyantun.”
Mira
16
Kasih&Peduli Vol.18/2009
WV/ Helen Rikumahu
WV/ Shirley Fransiska
“Saya pernah beberapa bulan tidak bayar, lalu saya
pikir-pikir, apa susahnya menyisihkan sebulan Rp
100.000. Lalu saya semangat lagi,” kata Mira.
“Saya berharap dia (anak santun) tidak sekedar
mengejar nilai-nilai sekolah, tetapi mempunyai karakter yang baik dan bisa membahagiakan orangtuanya,” kata Mira yang ingin menyantuni sampai anak
santunya lulus SMU.
“Kerinduan ini timbul karena saya sendiri
dulu merasa bahwa biaya sekolah sangat berat. Waktu kami masih sekolah, ayah sudah
meninggal. Ibu menghidupi kami hanya dari
uang pensiun ayah,” kata Maria mengenang
masa lalunya.
Eriko
WV/ Helen Rikumahu
Tiga penyantun dari SMU Dian Harapan
bersama guru pendamping.
“Melalui Wahana Visi saya bisa mewujudkan
impian tersebut. Saya mempunyai cita-cita untuk mengubah nasib anak santun saya,” kata
Maria, yang sering juga dipanggil Litta ini.
WV/ Helen Rikumahu
B. Marsudiharjo & Lukas Ginting
WV/ Shirley Fransiska
aria Helena Litta, seorang guru yang
masih berusia muda di SMU IPEKA,
sudah lama memang mempunyai kerinduan untuk mempunyai anak asuh. Namun,
kerinduan itu belum terwujud, karena dia
tidak tahu bagaimana caranya.
Litta
ada awalnya, saya jadi penyantun karena dipaksa teman,“ kata Eriko, rekan Sylvia di SMU IPEKA.
“Tetapi kemudian saya sangat gembira bisa menjadi penyantun dari Wahana Visi Indonesia. Malah akan menyesal bila tidak bergabung dari pertama kali,“ tambah Eriko,
yang menurut kepala sekolahnya, Pak Ronald, sangat ahli
dalam komputer ini.
Eriko mempunyai seorang anak santun di Singkawang, Kalimantan Barat, yang sekarang duduk di kelas 3 SD
“Tetapi saya percaya, dengan memberi, maka kita akan
menerima berkat, bahkan melimpah,“ kata Eriko memberi
alasan untuk tetap jadi penyantun.*(K&P)
Kasih&Peduli Vol.18/2009
17
WV/Priscilla Christin
Dok. KPMG
C
ORPORATE Social Responsibility (CSR) atau
tanggung jawab sosial perusahaan saat ini
tengah marak diperbincangkan di Indonesia.
Banyak perusahaan di Indonesia berlomba-lomba
melakukan aktivitas CSR.
menyambut baik peluang untuk bekerja sama
dengan perusahaan-perusahaan yang ada. Kerja
sama dilakukan dalam berbagai bentuk, baik melalui
donasi program maupun kegiatan sosial langsung di
masyarakat binaan Wahana Visi.
Tanpa melihat pro kontra yang ada di balik peraturan
pemerintah tentang kewajiban perusahaan untuk
melaksanakan kegiatan CSR, Wahana Visi Indonesia
Berikut ini adalah beberapa contoh dukungan
perusahaan-perusahaan terhadap Wahana Visi,
melalui program CSR:
KPMG
Bergerak di bidang jasa akuntan publik, KPMG banyak
mendukung Wahana Visi lewat kegiatan CSR mereka.
Salah satu kegiatan yang pernah dilakukan adalah di tahun
2008, ketika seluruh staf dan pimpinan KPMG di Jakarta,
yang berjumlah lebih dari 400 orang, terjun langsung dalam
kelompok-kelompok kecil untuk melakukan berbagai aktivitas
sosial di beberapa wilayah tempat tinggal masyarakat layanan
Wahana Visi. Kegiatan yang dilakukan bermacam-macam dan
meliputi bidang kesehatan, pendidikan serta pengembangan
Kelompok pembudidayaan jamur
ekonomi masyarakat. Antara lain pembangunan perpustakaan
untuk anak-anak, pelatihan pembudidayaan jamur, dan
penyediaan alat-alat Posyandu. Semua kegiatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
berdasarkan penelitian serta wawancara dengan masyarakat setempat yang dilakukan sebelumnya.
Selain kegiatan sosial satu hari tersebut, KPMG juga memberikan training tentang pembukuan bagi
pegawai pemerintahan dan LSM-LSM lokal di Nias.
LEGO
Sebagai salah satu perusahaan mainan anak-anak terbesar, LEGO memiliki kepedulian dan keprihatinan pada kondisi anak-anak di pedalaman yang minim sarana bermain. Keprihatinan ini kemudian direalisasikan dalam bentuk pemberian
sejumlah besar mainan anak-anak. Dan untuk proses pendistribusian, LEGO memilih untuk bekerja-sama dengan Wahana Visi, yang kemudian menyalurkan mainan-mainan tersebut
ke daerah-daerah yang memang minim sarana bermain, seperti
Papua dan Nusa Tenggara Timur.
Kardus-kardus berisi mainan
Selain itu, LEGO dalam program “LEGO City” yang bertemdari LEGO
pat di Senayan City, juga memberikan kesempatan bagi Wahana
Visi untuk membuka booth guna mensosialisasikan program-program Wahana Visi selama acara berlangsung. Dari kesempatan ini, sekitar 100 anak-anak di Maro dan Singkawang dapat tersantuni.
Melalui usahanya, LEGO tidak hanya membawa kebahagiaan bagi anak-anak, namun juga telah membantu mewujudkan kehidupan anak-anak Indonesia yang lebih baik.
18
Kasih&Peduli Vol.18/2009
GML
Perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultasi dan training
manajemen ini sudah banyak memberikan kontribusi untuk mendukung
pelayanan Wahana Visi, baik pembekalan ilmu bagi staf Wahana Visi,
lewat training yang diberikan, sampai penyediaan fasilitas bagi masyarakat
di lapangan. Salah satunya adalah pembangunan sarana perpustakaan di
Singkawang.
Perpustakaan yang diresmikan Maret 2009 ini disambut gembira
oleh anak-anak dan masyarakat di Singkawang. Perpustakaan ini
sekaligus menjadi pelepas dahaga bagi anak-anak di Singkawang yang Gedung perpustakaan baru
haus membaca, karena selama ini di desa mereka fasilitas buku bacaan sangat terbatas.
Pusat Perbelanjaan / MAL
Sebagai tempat rekreasi, mal merupakan tempat berkumpulnya
mayoritas penduduk di perkotaan. Oleh karenanya dalam usaha mensosialisasikan identitas dan juga program-programnya, Wahana Visi Indonesia telah bekerja sama dengan beberapa mal terkemuka di Jakarta.
Mal yang telah mendukung Wahana Visi, di antaranya Senayan
City, Mal Kelapa Gading, Mal Taman Anggrek dan Mal Puri Indah. Booth di Mal Taman Anggrek
Dukungan yang diberikan adalah dengan menyediakan area bagi Wahana Visi untuk membuka booth selama jangka waktu tertentu guna
mensosialisasikan program.
Beberapa mal bahkan mendukung langsung pemenuhan hak anak,
seperti Mal Kelapa Gading yang memberikan kesempatan bagi anakanak binaan Wahana Visi Indonesia untuk menampilkan pertunjukan
seni di panggung utama mereka dan Senayan City yang mendukung
Pekan Asi Sedunia yang diselenggarakan oleh Wahana Visi.
Diharapkan melalui kegiatan-kegiatan ini, semakin banyak anakanak terpenuhi haknya dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Booth di Senayan City
Selain perusahaan-perusahaan di atas, perusahaan retail seperti Game Spot, Izzue, Ranch Market juga berpartisipasi dalam program kepedulian untuk masyarakat
Indonesia. Pelanggan mereka pun turut serta mendukung program melalui pembelian yang dihargai
dengan nominal tertentu untuk mendukung kehi-
dupan anak-anak di bidang pendidikan dan kesehatan.
Sungguh suatu itikad untuk berbagi harus terus dibina dan dikembangkan. Jika kepedulian itu tidak dimulai dari diri sendiri, bagaimana mungkin masyarakat
yang akan kita bantu dapat hidup lebih baik?*(K&P)
Mari adakan perubahan untuk anak-anak Indonesia....
Kasih&Peduli Vol.18/2009
19
WV/Supriadi Saman
Beatrice Mertadiwangsa
WV/Beatrice Mertadiwangsa
Bersama Meningkatkan Kualitas Hidup Anak
Nokia
Tidak adanya toilet di SDN Rantau, Singkawang menyebabkan
proses belajar-mengajar tidak maksimal. Anak-anak harus menumpang
di rumah-rumah penduduk yang bermukim di sekitar sekolah apabila
ingin ke toilet.
Kondisi ini akhirnya berakhir, ketika Nokia dalam salah satu
program CSR-nya bersedia mendukung program pembangunan
toilet di SDN Rantau. Dengan dana yang disumbangkan oleh Nokia,
masyarakat bahu-membahu membangun toilet sehingga pada bulan Anak-anak mengantri toilet baru
Januari 2009, toilet sudah bisa digunakan.
Kini proses belajar-mengajar di SDN Rantau dapat berjalan lebih
maksimal. Anak-anak tidak perlu lagi berjalan jauh apabila membutuhkan toilet. Terima kasih Nokia, karena
telah membantu mewujudkan kehidupan anak-anak Singkawang menuju ke arah yang lebih baik.
WV/Beatrice Mertadiwangsa
Sosok
Sinergi
Sinergi
Kegigihan Nia
Mulai Menghasilkan Buah
Sukarja A. Majid
Teks dan foto Paulus Suhartoyo
Dua puluh lima tahun
berlalu dan kelincikelinci di Pirime terus
menopang kehidupan
masyarakat, dan
bahkan telah mengantar
ratusan anak-anak
untuk mengejar
cita-citanya
setinggi mungkin.
A
NTARA tahun 1983
hingga 1987, World Vision
Indonesia membagikan kelinci kepada kelompok-kelompok
binaan di desa-desa di Pirime, kota
kecil di Pegunungan Jayawijaya,
Provinsi Papua. Masing-masing keluarga dibagi satu atau dua pasang
saja. Tujuan utama saat itu adalah
agar keluarga-keluarga setempat,
yang umumnya sangat jarang
makan daging, mendapat sumber
makanan tambahan bergizi.
20
Kasih&Peduli Vol.18/2009
World
Vision
juga
membagikan lagi kelincikelinci ke wilayah Pirime
pada tahun 1990-an hingga program dilanjutkan
dengan pendekatan Area
Development Program
(ADP) saat ini. Tujuannya
adalah memperbanyak
jumlah keluarga yang
mengembangkan kelinci.
gram pengembangan masyarakat
terpadu World Vision di daerah ini.
Mengingat jumlah peternak dan
jumlah kelinci makin banyak, daerah Pirime dan sekitarnya sekarang
menjadi sentra peternakan kelinci
yang sangat dikenal di Jayawijaya.
Saat dikunjungi November lalu,
ratusan keluarga di daerah ini beternak kelinci dan masing-masing
mempunyai 100 hingga 200 ekor di
kandang dekat rumah mereka.
”Yang sekolah tinggi sekarang
bukan hanya anak laki-laki, tetapi
anak-anak perempuan juga didorong untuk terus sekolah,” kata
Pak Octo.
Sebagian
kelinci-kelinci
itu
dikonsumsi untuk menambah
gizi keluarga. Sebagian lagi dijual
untuk menambah penghasilan.
Satu ekor kelinci bisa laku sekitar
Rp 200.000 hingga Rp 300.000,
tergantung besar-kecilnya.
”Bila anak saya memerlukan
biaya sekolah, saya tinggal menjual kelinci ke pasar Pirime,” ujar
Octo Kogoya, warga Pirime yang
juga menjabat sebagai sekretaris
Komite Proyek ADP Eruwok, pro-
Pak Octo menambahkan bahwa penyuluhan yang dilakukan
World Vision telah mendorong
masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak setinggi mungkin.
Apalagi sekarang mereka punya
kemampuan finansial untuk membiayai sekolah anak-anaknya.
Banyak keluarga di Pirime telah
mengirim anak-anaknya untuk
kuliah ke berbagai daerah dengan
sebagian besar pembiayaannya
dari ternak kelinci.
Selain kelinci, banyak warga yang
terus mengembangkan ternak
ayam dari ayam-ayam yang dibagikan World Vision selama ini.
”Dulu masyarakat harus berburu
tikus hutan untuk dimakan
dagingnya. Sekarang, masyarakat
tidak perlu lagi mencari tikus,”
ujar Pak Umber. Masyarakat
dengan mudah mendapat asupan
protein dari ayam dan kelinci yang
dikembangkan.*(K&P)
Dunia Jumriati atau Nia mengenal
Mitra Masyarakat Sejahtera (MMS)
pada pertengahan tahun 2006
ketika menjadi anggota Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM)
layanan Wahana Visi Indonesia di
Area Development Program (ADP)
Cilincing, Jakarta Utara.
D
ARI perkenalan itu, Nia kemudian terlibat
dalam kegiatan MMS. Awalnya, ia menjadi
anggota kelompok yang diberi nama
Kelompok Pengusaha Kecil (KPK) Harapan Jaya 1.
”Saya ikut meminjam di MMS karena mau pinjam di
bank tidak bisa, karena diminta jaminan. Kalau pinjam
dari bank keliling, bunganya sangat mahal, bisa sampai
20 persen per hari. Untung ada MMS yang datang
menawarkan pinjaman tanpa jaminan dan bunganya
kecil,” ujar Nia saat diberi penghargaan sebagai salah
satu klien terbaik MMS tahun 2008.
Kesibukannya mengajar (menjadi tutor) di KSM
serta mengikuti pertemuan dengan MMS tidak
menjadikannya lupa akan tugas dan tanggung jawab
sebagai seorang ibu. Istri Warma Muawiyah ini selalu
dapat membagi waktu ketika harus meninggalkan
urusan rumah tangga untuk mengikuti kegiatankegiatan yang makin menyita waktunya.
Setiap Minggu sore, Nia mengajarkan beberapa
ilmunya kepada anak-anak layanan ADP Cilincing di
sebuah Kelompok Belajar Anak (KBA). Dua minggu
WV/B. Marsudiharjo
Kelinci Pirime
dan Sekolah
yang Tak Putus
Nia menerima Client Award
dari MMS.
sekali setiap hari Rabu, Nia hadir untuk melakukan
pertemuan dengan MMS sekaligus melakukan cicilan
(repayment) atas modal usaha yang dipinjamnya.
Sebagai istri dari seorang penjahit pakaian, Nia
terhitung orang yang ulet. Penghasilan dari suaminya
selalu disisihkan sebagian untuk ditabung di Tabungan
BTN Yunior untuk kebutuhan anak sekolah.
Sikap kritis sering ia tunjukkan pada saat pertemuan.
Ini membuat setiap usul atau pernyataanpernyataannya menjadi bahan pertimbangan anggota
lain dalam kelompok maupun di masyarakat. Bahkan
kini berkat rekomendasinya mulai November dan
Desember 2008 telah terbentuk dua kelompok
baru, yaitu KPK Harapan Jaya 7 dan 8 yang jumlah
total anggotanya adalah 16 klien. Dengan dasar itu
serta beberapa pertimbangan lainnya, Nia dicalonkan
untuk menerima Client Award yang dilakukan oleh
MMS setiap tahunnya.*(K&P/ Penulis adalah staf
Loan Officer MMS unit Cilincing)
Kasih&Peduli Vol.18/2009
21
Sinergi
Herlina secara reguler mengirimkan uang untuk kebutuhan hidup
anaknya. “Uangnya ya dari hasil
berjualan jeruk.”
Herlina adalah generasi kedua
petani jeruk di Bokondini. “Saya
masih ingat saat saya masih kecil,
bapak saya mendapat bibit jeruk
dari Pak Nias.”
Yang disebut Pak Nias adalah Jonias Taedini, staf World Vision
yang merintis pengembangan jeruk di Bokondini dan sekitarnya
pada awal 1980-an.
Jeruk Jayawijaya di pasar kota Wamena
Sentra Jeruk Jayawijaya
Teks dan foto Hendro Suwito
Kalau Anda mampir
ke pasar utama
kota Wamena,
rasanya sayang
melewatkan tumpukan jeruk-jeruk
warna oranye terang
yang digelar oleh
sejumlah pedagang.
Rasanya manis
sesuai dengan
keindahan
kulitnya.
D
AN kalau Anda sempat berbincang dengan penjualnya, hampir
pasti mereka dan jeruknya berasal dari Bokondini, Kelila, atau
Eragayam. Tiga desa yang cukup jauh dari Wamena ini memang
telah berkembang sebagai sentra jeruk Jayawijaya.
Selain jeruk manis, ada juga jeruk peras (disebut juga jeruk sunkis) dan
semacam jeruk nipis. Kaum ibu di Wamena adalah para pelanggan yang
menyerap pasokan jeruk ini. Untuk ukuran Jakarta, harga yang dipasang
sebenarnya jauh lebih mahal. Tiga butir jeruk manis ukuran sedang – lebih
kecil dari bola tenis – dijual Rp 10.000. Tetapi, di Wamena, harga ini masih
termasuk sangat wajar.
Herlina Pagawak (36), yang berasal dari Bokondini, hari itu membawa
empat noken -- tas jaring khas Jayawijaya -- jeruk untuk dijual. Dalam perhitungan kasar, setelah dipotong biaya transportasi dan lain-lain, Herlina
bisa mendapat keuntungan bersih sekitar Rp 200 hingga Rp 300 ribu dari
empat noken jeruk.
Dia mempunyai empat anak. Yang paling besar sudah di SMP. “Saya kirim
dia ke Surabaya ke rumah ipar saya.” Tujuannya adalah agar Iyon Abami
dapat bersekolah di sekolah yang lebih baik kualitasnya dan “agar tidak
kena pengaruh negatif”. Memang makin banyak remaja Jayawijaya yang
mulai ikut-ikutan mabuk-mabukan.
22
Kasih&Peduli Vol.18/2009
“Waktu itu, ada satu pohon jeruk
tua di halaman rumah seorang
misionaris di Bokondini,” kenang
Jonias. Dia meminta izin untuk
melakukan pencangkokan.
Demikianlah, bibit-bibit hasil cangkokan ditanam dan dicangkok lagi
dan dibagikan kepada masyarakat
di Bokondini. Bibit-bibit terus
dibagi dan akhirnya menyebar ke
Kelila dan Eragayam.
Jonias – dan kemudian dilanjutkan
tahun 1990-an oleh Koordinator
Pelayanan Jayawijaya Roriwo Karetji -- juga mendatangkan bibitbibit jeruk, ayam, kelinci, kambing, dan sapi ke Bokondini dan
sekitarnya agar penyebaran bibit
makin cepat.
Tahun-tahun berlalu, kini sebagian
besar masyarakat di tiga wilayah
ini telah menggantungkan hidupnya dari jeruk dan dari berbagai
ternak mereka.
Amandus Binianggelo (57), warga
Kelila, punya 40 pohon jeruk di
halaman rumahnya. “Ini termasuk
sedikit,” ujarnya. “Banyak pen-
duduk punya lebih dari 50 bahkan
hingga 100 pohon.”
Bapak enam anak ini mengatakan
hampir semua penduduk Kelila,
Bokondini, dan Eragayam sekarang punya kebun jeruk.
Empat dari enam anak Amandus
kuliah di perguruan tinggi, satu di
Manokwari dan tiga di Yogyakarta. Ketika ditemui, satu anaknya
sudah lulus sarjana S-1.
“Sebagian besar biaya dari hasil
penjualan jeruk, sebagian lagi dari
kambing dan dari pelayanan sebagai gembala jemaat,” ujar Amandus. Dia mempunyai lebih dari 30
kambing. Seekor
kambing ukuran
sedang harganya
sekitar Rp 1-1,5
juta di Kelila.
Amandus merupakan kader angkatan pertama
yang dilatih oleh
Jonias di Regional Training Center di Bokondini tahun 1980.
Banyak keluarga
di daerah ini,
menurut Amandus, sangat tertolong oleh pelatihan-pelatihan
pertanian dan
peternakan yang
dilakukan World
Vision melalui
RTC Bokondini.
“Banyak sekali
masyarakat di
daerah ini yang
sekarang
bisa
mengirim anak-anaknya kuliah di
Jayapura, Manokwari atau ke Sulawesi dan Jawa karena mempunyai penghasilan cukup besar dari
jeruk, kambing, dan usaha lain.”
Kalau Anda sedang berbelanja
di pasar-pasar Wamena, jangan
lupa untuk membeli jeruk-jeruk
berkulit oranye terang yang
sangat menggoda. Rasanya manis
menyegarkan. Dan, pada saat
yang sama, Anda ikut membantu
membuka peluang lebih luas bagi
keluarga-keluarga di Bokondini,
Kelila, dan Eragayam untuk
mengantar anak-anaknya meraih
kehidupan lebih sejahtera dan
penuh.*(K&P)
Amandus Binianggelo di kebun jeruknya
Berkat ternak kambing,
anak-anak bisa kuliah di kota-kota besar.
Kasih&Peduli Vol.18/2009
23
Kiprah Anak
Kiprah Anak
Dimas,
Si Kecil-kecil Cabe Rawit
Lukas Ginting
WV/Dokumentasi
WV/Dokumentasi
Child
Participation
Workshop
Memperdalam Pemahaman tentang Partisipasi Anak
Lukas Ginting
Workshop ini difasilitasi oleh Aimy Gabriel dari
kantor World Vision Asia Pacific, Asteria Aritonang,
Pitoyo Susanto, Daru Marhaendy dari World Vision
Indonesia dan Amrullah dari PLAN serta Hamid
Patilima dari YKAI.
Para fasilitator mengajak peserta untuk memahami
atau menambah pemahaman mereka tentang partisipasi anak supaya mereka dapat mengintegrasikan
partisipasi anak ke dalam penyusunan program atau
kegiatan yang melibatkan partisipasi anak.
Aimy Gabriel memaparkan bahwa World Vision
sangat mendukung partisipasi anak sesuai dengan
Konvensi Hak Anak (KHA) PBB.
”Seluruh lingkungan anak harus memampukan anak
untuk mencapai potensi yang diberikan Tuhan
kepadanya. World Vision juga yakin bahwa partisipasi
anak sangat penting untuk pertumbuhan anak,”
kata Aimy.
”World Vision aktif mempromosikan dan mendukung partisipasi anak dalam hal-hal yang mempe24
Kasih&Peduli Vol.18/2009
ngaruhi hidupnya dan menegaskan bahwa partisipasi
anak merupakan satu bagian utama dari KHA PBB,”
Aimy menegaskan.
Anak-anak diberi kesempatan untuk berdiskusi
tentang partisipasi anak dalam kelompok-kelompok
kecil lalu mempresentasikan hasil diskusinya. Dari
hasil diskusi tersebut, anak-anak mampu merumuskan
definisi partisipasi di bawah ini.
Partisipasi anak adalah mengambil bagian sesuai dengan usia dan kemampuan dalam hal berekspresi,
menyatakan pikiran, berkumpul dan mendapatkan informasi yang tepat dan terlibat secara bermakna dalam merencanakan, melaksanakan dan memonitoring
setiap tahap kegiatan yang berkaitan dengan dirinya
atau berdampak pada dirinya sesuai dengan usia dan
kematangan anak, demi kepentingan terbaik anak.
Anak-anak juga mendapatkan kesempatan untuk
menampilkan drama dengan tema partisipasi anak.
Dari drama singkat ini dapat dilihat bahwa orangtua
berperan dalam hal memberikan informasi yang tepat
dalam mendukung anak untuk mengambil keputusan
bagi diri si anak.
Setelah lebih memahami partisipasi anak, anakanak diberi tugas untuk menyebutkan bentukbentuk partisipasi anak sebanyak-banyaknya, di
berbagai lingkungan, baik itu di rumah, sekolah, dan
masyarakat.*(K&P)
M
ELIHAT perawakannya yang kecil, tidak disangka kalau Dimas, panggilan Dimas Regy
Putra Bangsa, sudah duduk di bangku kelas
2 SMP. Dia selalu kelihatan kompak dan ceria bersama teman-temannya yang berperawakan lebih besar dari dia. Kehadirannya selalu membawa atmosfer
ceria bagi orang lain, karena dia juga suka melontarkan kata-kata yang lucu dengan ekspresi yang kadang
tidak kalah lucunya.
Dimas, anak ketiga dari empat bersaudara ini, mendapat manfaat dari kehadiran Wahana Visi. ”Ketika
masuk SMP tahun lalu, orangtua saya harus membayar uang muka sebanyak Rp 600.000. Wahana Visi
membantu Rp 470.000. Uang sekolah bulanan saya
juga seharusnya Rp 107.000 per bulan, tetapi karena adanya bantuan dari Wahana Visi, orangtua saya
hanya membayar Rp 31.000 per bulan,” kata Dimas.
Selain itu, Dimas juga mendapat manfaat lain yang
tidak bisa dinilai dengan uang, yaitu jadi percaya
diri, banyak teman, mempunyai kegiatan yang menyenangkan tetapi positif, seperti belajar kelompok,
bersama teman ikut aktif dalam perayaan-perayaan
hari nasional.
Perawakan yang lebih kecil daripada teman-teman
sebaya tidak menjadi kendala baginya dalam bergaul.
WV/Dokumentasi
W
ORLD Vision Indonesia memfasilitasi 25
anak dari berbagai wilayah pelayanan dan
55 orang dewasa untuk memperdalam
pemahaman mereka tentang partisipasi anak dalam
Child Participation Workshop yang diselenggarakan
tanggal 4-8 November lalu di Depok, Jawa Barat.
Dimas Regy Putra Bangsa dari wilayah pengembangan masyarakat
Wahana Visi Indonesia di Cilincing, Jakarta Utara, merupakan
salah satu peserta Child Participation workshop. Anak-anak dan
para pendamping dari wilayah pelayanan Wahana Visi di seluruh
Indonesia ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini.
Dia tidak mempunyai perasaan minder atau malu.
“Dulu, sebelum berkenalan dengan Wahana Visi, saya
sangat pemalu,” kata Dimas ketika ditanya apakah
dia sejak kecil memang sudah bersifat ceria dan PD.
Dimas sudah lima tahun berkenalan dengan Wahana
Visi. Waktu itu seorang kader mengimbau kepada
orangtuanya agar Dimas bergabung dalam kegiatankegiatan Wahana Visi.
Dimas telah mendapat penyuluhan tentang
bahaya narkoba dan HIV&AIDS. “Yang melakukan
penyuluhan waktu itu adalah Cindi,” kata Dimas
merujuk pada seorang anggota Sahabat Sumber
Informasi (SSI). SSI adalah pendidik sebaya yang telah
mendapat sejumlah pelatihan dari Wahana Visi.
Dimas memang berperawakan kecil, tetapi kecilkecil cabe rawit. Remaja yang lahir pada tanggal 3
April 1995 ini mempunyai prestasi yang cemerlang
di sekolah. Dia menduduki ranking pertama di
kelasnya. Ketika ditanya cita-citanya, tanpa ragu
Dimas menjawab dengan mantap, “Saya ingin jadi
guru komputer, khususnya jadi ahli telematik seperti
Roy Surya.”*(K&P)
Kasih&Peduli Vol.18/2009
25
Take Action with
Wahana Visi Indonesia . . . ! ! !
Merchandise
Love& Care
Monthly Donation
Dengan hanya Rp 3,300 per hari atau Rp 100,000 per bulan, anda telah
membuat perubahan dan berkontribusi memberikan kesempatan anak-anak
Indonesia melalui program Sponsorship: setiap anak dapat hidup lebih baik melalui
pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi yang berdampak kepada
keluarga dan masyarakat setempat. Donasi dapat dilakukan melalui debet kartu
kredit atau transfer tabungan.
KAOS POLO
Rp. 80.000,KAOS OBLONG
Rp. 50.000,-
One Time Donation
Anda dapat memberikan satu kali donasi, karena setiap rupiah yang Anda
berikan, sangat berarti kepada anak-anak Indonesia.
Gift Catalogue
Katalog Hadiah (Gift Catalogue) adalah hadiahhadiah berharga untuk kehidupan anak-anak
yang lebih baik. Mulai dengan memberikan
kelambu atau peralatan sekolah hingga paket
pertanian, membantu anak-anak agar suatu saat
bisa menolong diri sendiri.
Jika Anda ingin berpartisipasi, silakan hubungi
(021) 390 7818 atau
e-mail ke marketing_idn@wvi.org
Dengan membeli
salah satu saja dari barang ini,
Anda telah berpartisipasi
dalam membantu anak-anak
yang kurang beruntung.
Anda berminat?
Silakan hubungi kami melalui telepon
KAOS OBLONG ANAK
Rp. 50.000,-
021 - 390 7818
e-mail: marketing_idn@wvi.org
atau log on
www.worldvision.or.id
Donasi dapat diberikan melalui debet
kartu kredit dan transfer tabungan.
PIN
Rp. 10.000,-
Diameter PIN 5,5 cm
Join Our Volunteer Program
Mari dukung anak-anak Indonesia dengan meluangkan waktu anda melalui
Volunteer Program. Anda dapat mengirimkan data anda seperti nama,
alamat, nomor telepon, ke e-mail indonesia_volunteer@wvi.org
BOTOL MINUMAN
Rp. 35.000,-
26
Kasih&Peduli Vol.18/2009
Kasih&Peduli Vol.18/2009
27
Opini
Menyingkirkan
Stigma
dan
Diskriminasi
Lukas Ginting
Data Departemen
Kesehatan
menunjukkan
bahwa hanya dalam
jangka waktu enam
bulan (Januari-Juni
2008), telah terdapat
tambahan 1.758 kasus
yang terdiri dari 212
kasus infeksi HIV dan
1.546 kasus AIDS.
28
Kasih&Peduli Vol.18/2009
P
ENAMBAHAN data tersebut menunjukkan laju penyebaran
HIV&AIDS yang cepat. Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai
upaya dari berbagai kalangan untuk mengerem laju penyebaran
HIV&AIDS.
Upaya ini sering kali terhalang oleh adanya stigma dan diskriminasi
yang dialami ODHA (orang dengan HIV&AIDS). Padahal, sesungguhnya
mereka memerlukan dukungan moril dari orang lain.
Namun, karena banyak dari masyarakat belum mendapat informasi yang
lengkap dan tepat, ODHA tidak mendapat dukungan yang dibutuhkan.
Sebaliknya, mereka menjauhi ODHA karena takut tertular.
Stigma adalah cap atau label yang negatif yang diberikan kepada
seseorang. Jadi, dalam hal ini memberikan cap yang negatif kepada
ODHA. Kemudian, stigma dapat melahirkan diskriminasi. Diskriminasi
selanjutnya dapat melahirkan pelanggaran HAM.
WV/Dokumentasi
ISU HIV&AIDS
Mengapa kita memberikan
stigma?
peribadatan, tempat kerja, atau
tempat layanan kesehatan.
Stigma dapat lahir karena bekal
pemahaman yang dangkal tentang
HIV&AIDS.
Informasi
yang
diperoleh tidak benar, sering
kali hanya mitos-mitos yang
tidak berdasar.
Kita melakukan tindakan diskriminatif ketika kita memperlakukan seorang ODHA secara
tidak adil berdasarkan prasangka
yang tidak benar. Contoh
tindakan diskriminatif tersebut
ialah: para staf rumah sakit atau
penjara menolak memberikan
pelayanan
kepada
ODHA,
atasan yang memberhentikan
pegawainya berdasarkan status
atau prasangka akan status
HIV mereka, keluarga atau
masyarakat menolak anggotanya
yang diyakini sebagai ODHA.
Beberapa di antara mitos tersebut
ialah bahwa kita bisa tertular
virus ini dari seorang ODHA,
bila: bersalaman dengan ODHA;
bersentuhan kulit dengan ODHA;
menggunakan handuk yang sama
dengan ODHA; berbagi segelas
air minum dengan ODHA;
berenang
bersama
ODHA;
makan sepiring dengan ODHA;
duduk berdekatan di kendaraan
dengan ODHA, atau kontak
sosial lainnya. Ada juga yang
menganggap bahwa penyakit ini
merupakan kutukan dari Tuhan.
Penularan hanya terjadi melalui
perilaku berisiko tinggi, seperti
hubungan seksual, berganti-ganti
pasangan tanpa kondom, atau
menggunakan jarum suntik yang
sama oleh pemakai narkoba. Virus
HIV juga dapat ditularkan dari
seorang ibu kepada anak sebelum
atau selama kelahiran maupun
saat menyusui. Intinya, virus ini
bisa menular melalui cairan tubuh
segar seperti sperma dan darah.
Virus ini pun akan mati hanya
dalam waktu satu jam bila berada
di tempat terbuka.
Tindakan Diskriminatif
Stigma dan diskriminasi dapat
terjadi di mana saja dan kapan saja.
Bisa terjadi di tengah keluarga,
masyarakat, sekolah, tempat
Akibatnya, stigma dan diskriminasi
mempersulit
ODHA
untuk
mendapat pelayanan kesehatan
dan kemasyarakatan, pekerjaan
sebagai sumber kehidupannya,
atau akses kepada kehidupan
sosial lainnya.
Bagaimana cara
menghilangkan stigma?
Proses menghilangkan stigma dan
diskriminasi bukanlah pekerjaan
mudah. Dibutuhkan kerja sama
dan keuletan dari berbagai pihak.
World Vision Indonesia telah
mengembangkan
upaya-upaya
untuk memberikan dukungan
bagi ODHA dan keluarganya.
Salah satunya adalah dengan
memobilisasi lembaga-lembaga
keagamaan
untuk
bersamasama menerapkan program yang
dinamakan Saluran Harapan.
Saluran Harapan, yang dilaksanakan
lewat serangkaian lokakarya,
bermaksud
memberdayakan
tokoh-tokoh agama setempat
agar dapat mendorong umatnya
untuk memahami dengan benar
masalah HIV&AIDS. Tokohtokoh agama diharapkan dapat
memainkan
peran
penting
dalam menghentikan stigma
dan diskriminasi.
Dalam lokakarya Saluran Harapan,
disampaikan cara pengembangan
sikap positif terhadap ODHA,
pemahaman HIV&AIDS dari
sudut pandang agama, pembagian
informasi
terkini
mengenai
penyebaran dan pencegahan
HIV, peningkatan kepedulian
masyarakat serta pengupayaan
pemulihan secara holistik.
Bahkan dalam program ini,
ODHA diberikan kesempatan
untuk menyampaikan berbagai
pengalamannya, mengemukakan
tantangan dan harapan mereka.
Melalui peran serta ODHA
ini,
masyarakat
diharapkan
semakin bisa memahami dan
menghargai keberadaan mereka
dan mengurangi stigmatisasi
serta diskriminasi.
Selain itu, remaja juga diberdayakan untuk menyebarluaskan
informasi yang benar tentang
HIV&AIDS kepada lingkungan
sekitar
mereka,
terutama
kalangan seusia mereka. Mereka
ini disebut pendidik sebaya.
Melalui pemberian informasi yang
benar kepada berbagai kalangan,
stigma dan diskriminasi dapat
diminimalisir. Angin segar dan
harapan akan hari esok yang
lebih baik pun dapat dirasakan
oleh ODHA. Pada akhirnya, laju
penyebaran kasus HIV&AIDS
kiranya dapat dihambat.*(K&P)
Kasih&Peduli Vol.18/2009
29
Cuplikan Peristiwa
Pesan Direktur
“Di Sidei, sedikitnya 20 orang termasuk lima
balita menderita diare,” kata Andreas Moktis,
petugas kesehatan di Sidei. “Anak-anak ini sakit
karena mereka harus lari ke hutan dan minum air
yang tidak bersih.”
Gempa susulan masih terus mengguncang kota
Manokwari hingga hari World Vision menyalurkan
bantuan itu. World Vision menyalurkan bantuan
dalam jumlah kecil karena gempa tidak menimbulkan
kerusakan besar.*(K&P/Enda Balina)
Langkahkan kaki
Anda dalam OLE
A
LAMILAH perjalanan hidup luar biasa
dari teman-teman kita yang hidup dengan
HIV&AIDS dalam One Life Evolution (OLE).
Pameran interaktif yang diselenggarakan World
Vision ini akan membuka mata Anda terhadap kesulitan dan tantangan yang dihadapi Orang Dengan
HIV&AIDS (ODHA).
Sejenak Anda akan meninggalkan kehidupan Anda sendiri dan masuk dalam kehidupan ODHA. Anda
tidak hanya akan melihat, mendengar dan mengalami kehidupan ODHA yang sangat berat, tetapi
juga merasakan bagaimana harapan dan perjuangan
mereka mengatasi kesulitan.
OLE akan hadir di 5 lokasi di 3 Kota: Bali, Surabaya
dan Jakarta pada 8 Agustus - 1 Desember 2009.
Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut, hubungi
comm_indonesia@wvi.org*(K&P/Sari Estikarini)
Satu rumah yang runtuh akibat
gempa di Manokwari
30
Kasih&Peduli Vol.18/2009
B
EBERAPA tahun lalu, ada sejumlah pompa
air bantuan sebuah lembaga kemanusiaan
yang rusak dan berkarat di desa-desa di
Sumba Timur. Pompa-pompa itu hanya berfungsi beberapa bulan dan kemudian rusak. Di
Sumba Barat dan Flores Timur juga ada jaringan
pipanisasi air yang dibangun dan tidak berfungsi.
W
ORLD Vision Indonesia bergabung
dengan Badan Rekonstruksi dan
Rehabilitasi (BRR) Aceh dan Nias untuk
menggelar eksibisi bertema ‘perayaan kemanusiaan’
di Jakarta tanggal 13 dan 14 Februari lalu.
BRR adalah badan pemerintah yang mengkoor-
Banyak program bantuan tidak berfungsi secara
optimal. Kesalahan mendasar di balik kegagalan
bantuan itu: lupa membangun kemitraan untuk
memastikan program bantuan benar-benar
menjawab kebutuhan masyarakat.
WV/Juanita Debora
W
ORLD Vision Indonesia menyalurkan
bantuan 100 terpal bagi penduduk
Kecamatan Masni dan Sidei di Manokwari,
Provinsi Papua, awal Januari lalu. Kedua wilayah
yang terletak 120 kilometer dari kota Manokwari
itu merupakan wilayah yang paling parah terkena
dampak gempa berkekuatan 7,6 skala Richter.
Bersama tim penyalur bantuan World Vision,
bergabung lima petugas kesehatan Kodam Trikora
untuk memberikan bantuan medis kepada masyarakat
di Sidei.
Pentingnya Bermitra
Eksibisi Perayaan Kemanusiaan
WV/Enda Balina
World Vision Salurkan Bantuan
di Manokwari
Trihadi Saptoadi
Presiden SBY mengunjungi stand WVI.
dinir lembaga-lembaga yang menyalurkan bantuan
bagi masyarakat Aceh dan Nias yang terkena dampak
gempa dan tsunami 26 Desember 2004.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menunjukkan
penghargaan kepada para donor, baik dari dalam
maupun luar negeri, yang telah memberikan
sumbangan dalam menciptakan situasi di Aceh dan
Nias kembali normal.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang
membuka eksibisi, menyempatkan diri untuk
mengunjungi stan World Vision. Presiden mengajak
tim dari World Vision untuk berfoto bersama.
Pada kesempatan eksibisi itu, World Vision juga
ikut terlibat dalam seminar tentang kebencanaan,
di mana Direktur Humanitarian and Emergecy
Affairs Jimmy Nadapdap menjadi salah satu
pembicara.*(K&P/B. Marsudiharjo)
Pengembangan masyarakat merupakan pekerjaan
yang sangat kompleks dan tidak mungkin
dikerjakan sendirian. Menyadari pentingnya
prinsip ini, World Vision Indonesia dan
mitranya Wahana Visi Indonesia selalu mencoba
membangun kemitraan dalam pelaksanaan
berbagai program bantuan.
Salah satu mitra World Vision yang tidak bisa
ditinggalkan dalam setiap kegiatan pengembangan
adalah masyarakat itu sendiri. World Vision
harus selalu melibatkan masyarakat karena
masyarakat adalah pihak yang paling tahu akan
kebutuhan mereka sendiri.
Ketika akan menghadirkan air bersih di suatu
wilayah, misalnya, World Vision harus duduk
bersama dengan masyarakat untuk menentukan
cara yang paling tepat . Kita tidak bisa langsung
begitu saja membangun sumur atau pipanisasi
tanpa bertanya dulu kepada penduduk setempat.
Bisa saja cara ini sudah pernah dicoba dan
gagal, atau mungkin air tanah tidak sehat untuk
diminum. Dengan bekerja bersama masyarakat
sejak awal, kita tidak perlu membuang waktu dan
tenaga dengan sia-sia.
Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
daerah, dan lembaga-lembaga kemanusiaan lain
– termasuk lembaga keagamaan – yang ada di
tengah masyarakat merupakan mitra kerja yang
sangat penting.
Kerja sama yang dijalin World Vision dengan
Departemen Sosial, Yayasan Kesejahteraan
Anak Indonesia, Yayasan Pemantau Hak Anak,
UNICEF dan PLAN atau Badan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Aceh dan Nias adalah contoh
kemitraan dan koordinasi yang telah membawa
dampak positif bagi masyarakat yang didampingi.
Bagaimana dengan jaringan pipa terbengkalai
di Sumba Barat? Setelah melakukan dialog
intensif dengan masyarakat, jaringan pipanisasi
air ini akhirnya ‘dihidupkan kembali’. Dan yang
terpenting, mengajak masyarakat membentuk
komite pengelolaan air.
Akhirnya, air bersih dapat dinikmati ribuan
masyarakat di empat desa. Komite air menarik
iuran sangat ringan untuk memastikan ada dana
untuk memelihara jaringan agar dapat terus
berfungsi dengan baik.
Melalui kerja sama dan kemitraan yang erat
semacam ini terbuka kesempatan luas bagi
warga masyarakat yang didampingi untuk diantar
menuju tingkat kehidupan yang lebih sejahtera.*
Trihadi Saptoadi
Direktur Nasional World Vision-Indonesia
Kasih&Peduli Vol.18/2009
31
WV/Dok. NRD
Ingin Berbagi
dengan Sesama?
Siapa yang tidak kenal Project Pop? Meski terkenal suka guyon, mereka tidak guyon untuk urusan yang satu ini.
Project POP
Priscilla Christin
“Ya, mereka serius mau mendukung program kepedulian untuk anak-anak lewat
Wahana Visi Indonesia.”
WV/Priscilla Christin
Silakan hubungi:
Bagian Donor Acquisition & Marketing
WAHANA VISI INDONESIA
Jl. Wahid Hasyim no.31 Jakarta 10340,
tel. 021 - 3907818; fax. 021 - 3910514,
E-mail: marketing_idn@wvi.org;
www.worldvision.or.id; Hp: 0811-156041
Kami mengucapkan terima kasih kepada
beberapa perusahaan yang sudah
demikian setia dalam mendukung
pendanaan program-program sosial
dan kemanusiaan Wahana Visi Indonesia
M
EMANG masalah anak dan pendidikan menjadi
perhatian enam personil kawula muda kreatif yang
bergabung selama 11 tahun dalam group Project
Pop. Didukung oleh manajemen yang apik, mereka melakukan tindakan bersama untuk ikut mengatasi tantangan negara ini, yaitu pendidikan lebih baik bagi anak-anak.
“Pada saat Tika (salah satu anggota Project Pop) menceritakan
program penyantunan anak Wahana Visi, maka kami
tertarik dan ingin mendukung gerakan kemanusiaan ini,”
ungkap Jeffry sang manajer. ” Kami yakin, langkah kecil yang
kami lakukan ini dapat berkontribusi pada upaya perbaikan
keadaan anak-anak Indonesia sang penerus bangsa.”
Udjo, Yosi, O2n, Gugum, Tika, dan Odie mengatasnamakan
Project Pop telah mendukung program penyantunan anak
ini sejak 2008. Juliane Aye (11 tahun) dari ADP Singkawang
dan Nobertus Thomas Kahol (11 tahun) dari ADP Maro
menjadi anak santun mereka dalam program ini. ”Kami
percaya, lewat dua anak santun ini, dukungan kami
dapat berdampak banyak untuk anak-anak, keluarga, dan
masyarakat tempat mereka tinggal.”
Generasi penerus bangsa ini,
masa depannya harus lebih baik.......