Mozaik Semau
Transcription
Mozaik Semau
mozaik mozaik semau kehati MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL ii Mozaik Mozaik Semau MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL iii Mozaik Mozaik Semau Penulis : Rio R Bunet; Kontributor tulisan : Dr. Prijo Soetedjo (Yayasan Pandu Lestari), Dwi Pujiyanto (KEHATI), Titik Sri Harini, Yoke Ivony Benggu (UNDANA), Sumino (LPTP - Solo) Editor : Dwi Pujiyanto, Puji Sumedi Lay out : M Syukur. ISBN : 978-979-3598-29-1 Kredit foto : Rio R Bunet, h.5, h.9, h.16, h.18, h.20 , h. 23, h.31, h.34, h.36, h.37, h.50, h.56, h.62, h.80, h.86, h.90, h.93, h.94, h.95, h.99, h.101, h.109, h.111, h.121, h.122, h.127, h.129, h.130, h.132, h.136, h.138, h.141, h.152, h.158; Puji Sumedi : h.iii, h.2, h.3, h.4, 7, h.11, h.13, h.15, h.24, h.25, h.27, h.32, h.33, h.38, h.40, h.41, h.43, h.54, h.106, h.112, h.114, h.125, h.131, h.133, h.135, h.147, h.148, h.151, h.154, h.155; Dwi Pujiyanto : ,h11. 29, h.45, h.49, h.52, h.55, h.58, h.60, h.63, h.64, h.67, h.75, h.77, h.81, h.82, h.83, h.84, h.85, h.88, h.91, h.92 , h.97, h.98, h.105, h.143, h.145; Prijo Soetedjo, : h.28, h.68, h.69, h.71, h. 72, h.73 . Diterbitkan oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia – KEHATI, The Indonesian Biodiversity Foundation – IBF Jl. Bangka VIII No. 3B, Pela Mampang Jakarta 12720, INDONESIA Tel. (62-21) 718 3187 Fax. (62-21) 719 6131 Website : www.kehati.or.id Copyright © Yayasan KEHATI 2011. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL iv Daftar isi Pengantar Mozaik 0 : Pada akhir sebuah perjalanan Mozaik 1 : Gagasan 1 6 13 Mozaik 2 : PRA 16 Mozaik 3 : Pandu Lestari 24 Mozaik 4 : Proposal 30 Mozaik 5 : Semau pulau hantu? 38 Mozaik 6 : Menanam manusia 50 Mozaik 7 : Sekolah lapang 62 Mozaik 8 : Kompor, prototype, dan etos 68 Mozaik 8A : Di puskesmas kami belajar 75 Mozaik 8B : Bertani sambil belajar 86 Mozaik 8C : Menangkap perubahan 99 Mozaik 8D : Membingkai sinergi kampus-kampung 106 Mozaik 9 : Dari Semau menuju dunia 118 Mozaik 9A : Kisah semusim tanam 126 Mozaik 10 : Kesaksian 142 Mozaik 11 : Bertahan di tengah badai 151 Mozaik 12 : Awal dari sebuah akhir perjalanan 155 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL v MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL vi Pengantar Program di Pulau Semau Kabupaten Kupang adalah program kedua di Nusa Tenggara Timur yang pernah didukung oleh KEHATI setelah Sumba Timur, sejak 1999-2002. Program di Semau direncanakan berjalan tiga tahun dari 2004 hingga 2007, dimulai dengan studi penjajagan yang dilakukan Tim UNDANA di dua lokasi yaitu di Pulau Rote dan Pulau Semau. Dalam perjalanannya, Pulau Semau diputuskan dipilih sebagai lokasi program, selain jaraknya yang lebih dekat dari Kupang, juga memperhitungkan kesibukan para penanggungjawab program ini yang sebagian besar adalah staf pengajar di UNDANA. Pada akhirnya dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan dan pengembangan program ke depan maka pengelolaan program dilakukan di bawah kerjasama KEHATI dengan Yayasan Pandu Lestari, yang dibentuk oleh beberapa anggota Tim UNDANA yang memulai kerjasama ini. Pelaksanaan program di Pulau Semau juga menemui beberapa hambatan, selain persoalan teknis, dimana kapasitas Yayasan Pandu Lestari sebagai lembaga baru perlu mendapat bantuan dari lembaga lain, juga ada kendala non teknis seperti pengadaan dan pembinaan staf administrasi yang memerlukan pendampingan intensif dari KEHATI. Selain itu pengelolaan di lapangan juga harus disesuaikan dengan jadwal akademik kampus ataupun upacara adat masyarakat yang semuanya berkontribusi pada penundaan kegiatan yang telah direncanakan. Disisi lain, KEHATI saat itu tengah berbenah. Struktur organisasi dirombak demi efisiensi pengelolaan. Dan yang tak kalah sibuk memakan waktu adalah merampungkan penyusunan RENSTRA KEHATI 2008/2012 ditengah badai krisis moneter yang memuncak pada 2009. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 1 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 2 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 3 Di tengah banyaknya gangguan itu, evaluasi program di Pulau Semau dilakukan untuk menajamkan pengembangan program Semau pada Renstra yang tengah disusun dan memastikan pengembangannya di masa depan. Namun sayangnya hasil evaluasi itu hingga kini tak pernah sampai ke manajemen KEHATI meski kunjungan tim independen telah dilakukan. Karenanya pada Juli 2010 sebuah evaluasi pamungkas dibuat untuk memperoleh gambaran kemajuan program di Semau. Evaluasi ini juga dimaksudkan untuk memulai “mengisi” kebutuhan Knowledge Management sebagaimana telah dimandatkan pada Renstra KEHATI 2008-2012. Boleh jadi laporan evaluasi ini merupakan laporan yang dikemas untuk memenuhi pengembangan pengelolaan pengetahuan di KEHATI. Menulis laporan evaluasi ini dalam kontek pengelolaan pengetahuan direncanakan untuk memenuhi standar dasarnya yaitu merubah “My Knowledge” menjadi “Our Knowlegde”, sehingga bila menuliskannya dalam bentuk laporan seperti biasanya mungkin akan bernasib sama dengan laporan lainnya yang hanya akan memenuhi lemari. Terobosan kali ini mesti diciptakan. Laporan hasil evaluasi ini disajikan dengan merangkum berbagai mozaik yang merangkai hasil pengamatan atas fakta dengan cerita-cerita lain yang tumbuh disekitarnya. Hal-hal diluar lingkup proyek, coba dihadirkan dalam laporan untuk menunjukkan betapa banyak hal dapat dipelajari dan menjadi pembelajaran bagi pembaca terkait penyelenggaraan program kerjasama ini. Pembaca dibiarkan terlibat dalam alur yang memungkinkan menarik pembelajaran sehingga tidak terjebak untuk sekedar memahami hasil laporan berdasarkan pengamatan atas indikator tertentu seperti lazimnya. Meski formulasi penulisannya bukan suatu yang baru dalam dunia tulis menulis, tetapi penyajian laporan yang “tidak lazim” ini diharapkan dapat menarik bagi pembaca karena tidak hanya menyajikan informasi seputar proyek Semau tetapi juga mendapatkan knowledge dari banyak proses yang terjadi dan memberi pengkayaan pada proyek itu sendiri. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 4 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 5 mozaik p 0 ada akhir sebuah perjalanan Lima Belas Agustus 2010, Terms of Reference (TOR) untuk mendokumentasikan program di Pulau Semau terkirim sudah melalui internet. TOR itu berisi rencana untuk melakukan “semacam” evaluasi. Beberapa hari sebelumnya saya telah diminta untuk menuliskan penyelenggaraan program di Pulau Semau yang telah berakhir untuk keperluan pengelolaan pengetahuan di KEHATI. Meski dulu saya terlibat dalam pengelolaan program ini selama kurang lebih setahun, namun kekuatiran menerima tawaran Ibu Anida, Direktur Program KEHATI tetap ada. Saya sudah lebih dari tiga tahun tidak mengikuti berbagai kegiatan konservasi di KEHATI, apalagi perkembangan program di Pulau Semau yang sudah pula berakhir pada 2008. Dalam waktu dekat kunjungan harus direncanakan, mengatur jadwal bertemu dengan mereka yang pernah terlibat pada saat program di Pulau Semau yang sudah tiga tahun berakhir merupakan tantangan tersendiri. Beruntung, pengelola program P. Semau, Dr. Prijo Soetedjo masih berkarya dengan warga Desa Uiboa, melanjutkan program yang pernah dirintisnya bersama KEHATI. Kali ini ia didukung program Global Environment Facility-Small Grant Program untuk pelestarian lontar (Borassus sundaicus bechari). Desa Uiboa tempatnya berkarya kini adalah salah satu desa yang pernah mendapat support dari KEHATI. Harapan untuk menyusuri berbagai pengalaman yang pernah terjadi di P. Semau mulai terbuka. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 6 Lebih dari dari lima tahun lalu saya saat mengunjungi P. Semau, nampaknya tidak terjadi perubahan. Meski ada jeti di dermaga, kapal nelayan tetap merapat di “dermaga alam” yang masih dikelilingi bakau dan berbatu tajam. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 7 Meski laporan akhir yang resmi dikirimkan oleh Yayasan Pandu Lestari telah saya dapatkan di KEHATI, namun belum memberi gambaran apa yang terjadi selama penyelenggaraan program. Dalam laporan tampak sepi data dan informasi ilmiah tentang program. Ia tak berbunyi mendukung perubahan yang terjadi. Hasil evaluasi yang telah ditunggu-tunggu tak dapat diandalkan untuk memberi petunjuk tentang adakah perubahan setelah program ini berjalan tiga tahun dan apa yang terjadi sesudahnya?. Maka, ketika TOR disetujui, segera dipilih rekan kerja yang dapat mendukung misi ini. Sumino, dari Lembaga Pengkajian Teknologi Pedesaan (LPTP) Solo menyatakan kesediaannya mengunjungi P. Semau pada 5 Oktober 2010. Ia terpilih karena pernah mendampingi warga desa membuat rencara strategis, melakukan Participatory Rural Appraisal (PRA) dan memfasilitasi pembentukan kelompok belajar desa pada awal program di P. Semau. Hal itu juga untuk menjaga subyektifitas saya yang pernah menjadi manager program di P. Semau sebelumnya. Kami pun segera terdampar di P. Semau yang nampaknya tidak terjadi perubahan setelah lebih dari lima tahun lalu saya mengunjunginya. Meski ada jeti di dermaga, kapal nelayan tetap merapat di “dermaga alam” yang masih dikelilingi bakau dan berbatu tajam. Kami memulai misi, menjelajahi P Semau menuju Uiboa melewati jalan aspal sepanjang 2 km yang nampak baru saja dibuat. Dari desa Uiboa, kami akan menyibak sebuah perjalanan, menelusuri proses bersama pelaku di dua desa lainnya, Akle dan Utihiuana. Selama tiga hari di Kupang merupakan waktu yang terbatas dan sangat berharga sehingga kami manfaatkan sebaik-baiknya untuk menjumpai sebanyak mungkin orang yang terlibat program ini, mulai dari dosen UNDANA, mahasiswa yang saat ini masih terlibat kegiatan di Semau sampai eks mahasiswa peneliti yang kini sudah berkarya di tempat kerja. Bahkan Dominggus, seorang ketua kelompok belajar dari desa yang saat ini tengah kuliah di Kupang dapat dihadirkan di sela-sela kesibukan kuliah malam di kampus, dengan alasan bahwa informasinya teramat sangat dibutuhkan oleh kami. Malam itu, 7 Oktober 2010, pukul 21:00 WITA di lobby hotel tempat kami menginap, Sumino mewawancarai Dominggus yang baru selesai kuliah malam, dan saya segera menyusulnya setelah menyelesaikan wawancara dengan Titik dan Yoke, dosen UNDANA yang menjadi peserta Sekolah Lapang kala itu. Ketika menuju hotel, di handphone saya menyampaikan pesan bahwa dua eks mahasiswa peneliti UNDANA yang dulu juga terlibat akan datang memenuhi undangan wawancara. Semua upaya yang dicurahkan dalam misi tiga hari itu menjadi bagian dari suatu proses untuk menemukan awal perjalanan yang baru di akhir program. Di sana kami tidak hanya berupaya mendengar sejarah perjalanan, tetapi dengan cermat menyimak cerita-cerita dan perjalanan baru yang tumbuh dari sebuah proses panjang yang telah dimulai oleh segelintir orang di Kupang dan Pulau Semau. Ini adalah suatu proses untuk menemukan awal perjalanan yang baru di akhir program. Karena disanalah kami tidak hanya berupaya mendengar sejarah perjalanan, tetapi dengan cermat menyimak cerita-cerita dan perjalanan baru yang tumbuh dari sebuah proses panjang yang telah dimulai oleh segelintir orang di Kupang dan Pulau Semau. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 8 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 9 Karena harapan dari sebuah proses yang berjalan adalah menemukan peran-peran baru, cerita-cerita sukses yang lahir melalui sebuah proses panjang. Cerita baru diharapkan selalu memberi inspirasi, dan menjadi bagian penting dalam proses pengelola pengetahuan, menjadikan pelajaran berharga di masa depan. Metode evaluasi kali ini sebenarnya tak jauh berbeda dengan kebanyakan lazimnya suatu evaluasi. Sebelum keberangkatan sudah disiapkan questioner dan untuk wawancara semi terstruktur. Selain itu untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan di lapang, disiapkan pula tehnik fasilitasi pada kelompok belajar desa, untuk memudahkan mereka mengingat peristiwa, menceritakannya dan melakukan analisa bersama anggota kelompok. Agar pengungkapan fakta di lapangan lebih jernih dan independen akan digunakan riset kualitatif dan laporan mendalam. Wawancara dengan tujuan menggali dan mengungkap informasi dan fakta dilakukan dengan riset social partisipatif. Wawancara semi terstuktur dilakukan secara berkelompok maupun secara sendiri-sendiri terhadap pelaku sesuai kebutuhan. Penulisan hasil evaluasi akan dilakukan dengan semangat appreciative , yaitu menghargai proses yang telah berjalan, dan tidak untuk mencari kesalahan dan kelemahan, melainkan menempatkan pembelajaran dan memberi apresiasi pada hal-hal inspiratif atas kesuksesan yang ada serta sebaliknya memberi makna secara utuh mengapa suatu proses tidak berjalan sesuai rencana, termasuk memberikan informasi atas berbagai kelemahan yang mungkin ada. Namun yang terjadi di lapangan memang di luar kemampuan perencanaan. Ternyata sulit mencari jadwal bertemu dengan target kelompok yang akan diwawancarai. Berbagai acara adat yang telah dijadwalkan warga sama sekali tak bisa diinterupsi. Juga ada pula penolakan untuk wawancara karena sang ketua kelompok sedang tidak berada di desa, dan ini memerlukan pendekatan tersendiri sehingga memungkinkan pertemuan terus dapat berjalan, meski tak sepenuhnya dapat menggunakan metode yang sudah dirancang sebelumnya. Kesibukan para dosen yang dulu terlibat dalam program ini dan tak bisa berkumpul pada waktu interview disiasati dengan mengundang mereka yang hadir untuk menuliskan kesaksian mereka atas subyek informasi yang ingin didapat. Wawancara jarak jauh dengan telpon, surat elektronik hingga mengatur pertemuan mendadak di Jakarta juga dilakukan demi mendapat sebanyak mungkin informasi dari nara sumber penting dalam program ini. Tak sampai disitu, pelaku kegiatan di kantor KEHATI juga di wawancarai dan diminta menuliskan pengalaman yang diikutinya ketika terlibat dalam proses sekolah lapang. Tak ketinggalan semua laporan dan bahan-bahan terkait dipelajari dan dikonfirmasi kembali pada nara sumber yang relevan dengan sumber data itu. Akhirnya, perlahan dapat diurai kembali apa yang telah terjadi, dan upaya menemukan cerita-cerita baru dapat dituliskan untuk menjadi pembelajaran bagi semua pihak yang berkepentingan, tentu dengan segala keterbatasan yang ada pada kami yang menuliskannya kembali untuk para pembaca. Penulisan hasil evaluasi akan dilakukan dengan semangat appreciative , yang maksudnya adalah menghargai proses yang telah berjalan, dan tidak untuk mencari kesalahan dan kelemahan, melainkan menempatkan pembelajaran dan memberi apresiasi pada hal-hal inspiratif atas kesuksesan yang ada serta memberi makna secara utuh mengapa suatu proses tidak berjalan sesuai rencana, termasuk memberikan informasi atas berbagai kelemahan yang mungkin ada. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 10 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 11 g agasan mozaik 1 Suatu gagasan bisa muncul dari bermacam peristiwa dan cara. Sesuatu yang menginspirasi tumbuhnya suatu gagasan sangat terkait dengan sifat manusia yang curious, yang dianugerahkan pada manusia, mempunyai mekanisme untuk mengelola pengalaman, peristiwa dan pengetahuan yang dimilikinya hingga akhirnya dapat memunculkan gagasan. Gagasan adalah pertautan antara keingintahuan dan kemampuan untuk mewujudkannya. Itulah yang terjadi pada seorang Prijo Soetedjo, dosen Ilmu Tanah Universitas UNDANA, Kupang NTT. Ia sudah lama menjadi langganan KEHATI dalam membantu program-program konservasi sumberdaya hayati, khususnya yang berhubungan dengan aspek perbaikan kesuburan lahan atau pengelolaan sumberdaya lahan milik petani dan masyarakat mitra kerja KEHATI. Sejak 1998, ia telah banyak membantu berbagai program konservasi diberbagai tipe ekosistem seperti di Pulau kecil Nusa Ceningan Bali, dalam pengelolaan pola tanam konservasi. Ia juga melakukan analisa pengelolaan lahan di Desa Saba, Biak untuk memungkinkan masyarakat nelayan memanfaatkan lahan desa untuk bertani. Di Jogjakarta, ia memberikan analisa pola pemanfaatan pekarangan lahan kering, agar petani dapat mengoptimalkan sumberdaya lahan yang tak terlalu subur bagi pertanian berkelanjutan. Sedangkan di Sumba Timur, ia mencoba berbagai konsep pertanian lahan kering, dengan memadukan sistem ternak semi intensif, penggunaan bahan alami dan pengelolaan lahan untuk mensiasati musim kering dan memperbaiki pola bertani membakar padang rumput. Sepanjang perjalanannya mendampingi pengelola program konservasi ekosistem di berbagai wilayah itulah yang membuatnya dikenal luas oleh masyarakat desa, belasan LSM pendamping, dan tentunya oleh pengelola program konservasi di KEHATI. Gayanya yang santai dan humoris meniadakan jarak bagi siapa saja yang tengah bekerja dengannya. Sebaliknya masyarakat di desa hormat pada pak dosen yang bergelar PhD itu karena ia rendah hati dan kerap terjun bersama masyarakat. Ia dikenal punya banyak gagasan yang mudah dimengerti dan dipraktekkan bersama petani dan warga desa, jauh dari kesan seorang ilmuwan yang disiplin pada metode dan cara kerja scientific. Pada suatu siang di Solo, tahun 2002 ketika tengah melakukan assessment pengembangan program bio energi biji jarak (Jatropha curcas) di bengkel Lembaga Pengkajian Teknologi Pedesaan. Program bioenergi saat itu merupakan gagasan baru terdampak eforia program bioenergi yang digaungkan pemerintah. Gagasan pengembangan bioenergi rencananya akan dicangkokkan pada program di Sumba, yang kebetulan di bawah penyelia teknis Dr. Prijo. Namun tidak seperti biasanya, ia terlihat lebih banyak diam. Hari itu mungkin dibenaknya muncul banyak gagasan. Selain paham tentang inovasi teknologi dari pengalamannya berkelana di India, Tibet dan beberapa negara lain, ia paham juga bahwa di Kupang NTT, potensi tanaman jarak , pertanian lahan kering dan iklim kering tipe khas ekosistem semi arid punya potensi untuk dikembangkan program terpadu. Dalam diskusi lanjutan siang itu, ia memberanikan diri bertanya, “Apakah saya bisa melakukannya di NTT?.” MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 12 Pagi itu, di kawasan industri Pulo Gadung, Jakarta, KEHATI memenuhi undangan PT Gikoko Kogyo. Pabrik milik investor Jepang itu bergerak dibidang pengelolaan limbah menjadi energi. Direktur Gikoko, Joseph Hwang tengah mencari mitra kerja untuk mendapatkan limbah organik yang dapat diubah menjadi energi. Ia berencana mengikutsertakan rencana programnya untuk mendapat fasilitas pendanaan dalam mekanisme pembangunan bersih. Setelah berkeliling pabrik, meninjau berbagai fasilitas pengolah limbah yang dimiliki, kesepakatan untuk mempertemukan gagasan itu pun mulai didiskusikan. Mr. Joseph bersemangat menemukan partner kerja di desa nun jauh sebagai bagian dari proyek ujicobanya mengembangkan pembangkit energi dari pembakaran limbah pertanian (insenerator), sekalipun ia belum pernah tahu kondisi dan situasi di sana. Harapannya untuk dapat mengembangkan kerjasama itu segera diungkap-kan pada pertemuan pagi itu. “Kapan saya bisa berkunjung ke NTT ?,” tukasnya dengan tawa ramahnya yang khas. Jadwal pun diatur dan rencana kunjungan ke Kupang telah diagendakan oleh sang sekertaris. Seminggu sebelumnya secara tak sengaja kami bertemu di kantor UNDP Jakarta. Ternyata ada kesamaan gagasan, ingin menyediakan energi dengan mengolah sampah organik menjadi energi non fosil untuk menggerakan perekonomian di desa. Di Kupang NTT, potensi tanaman jarak , pertanian lahan kering dan iklim kering tipe khas ekosistem semi arid punya potensi untuk dikembangkan program terpadu. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 13 Kunjungan ke P. Semau, Kupang NTT waktu itu bermaksud mengidentifikasi kebutuhan kerjasama itu. Tim UNDANA menjembatani kunjungan tersebut dan diskusi dengan masyarakat. Kunjungan setengah hari itu cukup memberikan informasi penting bagi Mr. Joseph. Informasi itu adalah bahwa ia tak mungkin merakit dan merancang infrastruktur alat pembangkit energi panas yang disebut insenerator di desa di Pulau Semau karena tak ada moda transportasi pengangkut alat berat bagian dari komponen-komponen pembangkitnya. Lagi pula saat itu tidak ada dermaga di P. Semau yang dapat dilalui mobil pengangkut. “Sekarang saya baru paham, mengapa Anda meminta saya datang langsung ke sini,” ujar Joseph sejenak ketika ia mendaratkan kakinya di bebatuan karang salah satu sudut pulau itu yang disepakati sebagai “dermaga” untuk menurunkan penumpang dan barang kelontong dari kota. Kunjungan Presiden Direktur PT Gikoko Kogyo itu sendiri memang pembuka pintu menuju jalan yang tak mudah diwujudkan yaitu meramu potensi desa dan mencari teknologi yang memungkinkan dikembangkan di desa. Namun gagasan besar yang sempat didiskusikan di balai desa itu kiranya tak membuahkan hasil menggembirakan. Warga perwakilan desa dan pejabat desa nampaknya kesulitan memahami penuturan Mr. Joseph soal teknologi canggih yang ingin dibangunnya. Sebaliknya Mr. Joseph tak yakin masyarakat bisa memahami bahwa yang ia butuhkan adalah limbah pertanian dalam jenis yang sama dan jumlah yang cukup besar. Apalagi kebiasaan masyarakat adalah membakar limbah pertanian begitu saja di ladang. Meski begitu, kunjungan itu justru telah memicu Dr. Prijo dan kawan dari UNDANA untuk mewujudkan gagasan pengembangan energi alternatif dari sumber hayati di lahan-lahan petani dengan teknologi yang lebih tepat guna. Tim UNDANA semakin yakin bahwa tak mungkin memulai sesuatu di P. Semau dengan gagasan yang besar, bahkan terhitung canggih. Sesuatu yang kemudian disadari bersama bahwa yang lebih diperlukan adalah melihat persoalan dan menawarkan solusi bersama dengan masyarakat untuk membangun harapan yang lebih realistis. Gagasan besar memang terkadang terlalu sulit untuk dilakukan tanpa berpijak pada kenyataan yang ada. Bila diteruskan malah menjadi tidak realistis. Itulah pelajaran penting sore hari dalam perjalanan pulang menuju pelabuhan Tenau, Kupang. Menaklukan kerasnya alam di P. Semau haruslah membangun kapasitas pelakunya, ya masyarakat dan pemerintah desa. Dari merekalah sebenarya sumber gagasan seharusnya berawal. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 14 Pasca kunjungan itu, komunikasi semakin intensif dilakukan Tim UNDANA dengan pengelola program konservasi di KEHATI. Hal pertama adalah bagaimana memulai program di Pulau Semau dan dengan cara seperti apa? Hasil kunjungan sebelumnya memberi sinyal bahwa menaklukan kerasnya alam di P. Semau haruslah membangun kapasitas pelakunya, ya masyarakat dan pemerintah desa. Dari merekalah sebenarnya sumber gagasan itu berawal. Gagasan yang sederhana seringkali tak diperhitungkan, namun justru dari sesuatu yang sederhana itulah didapatkan berbagai kemungkinan pengembangan gagasan yang lebih menantang. Tim UNDANA menyarankan agar dilakukan penilaian lebih detail dan cermat pada tiga desa : Uiboa, Uithiuhana, dan Akle. Bersama wakil-wakil desa, mereka bekerja sama dengan Tim UNDANA dan fasilitator yang telah disiapkan dan tentu memiliki pengalaman melakukan assessment bersama masyarakat. Dari sanalah penggalian gagasan akan dimulai, diformulasikan dan dipetakan potensi, permasalahan dan harapan-harapan yang ingin dicapai. Komunikasi antara Tim UNDANA dengan warga masyarakat melalui tokoh di desa mulai diintensifkan, sambil menunggu rencana lebih lanjut. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 15 PRA mozaik 2 Periode pra proposal merupakan suatu kegiatan studi pendahuluan, penjajagan kebutuhan atau pertemuan perencanaan awal. Semua tahap itu telah dilalui Tim UNDANA. Pekerjaan assessment dilakukan ditengah buruknya cuaca yang mengombang-ambingkan kapal ferri menuju Rote. Bahkan kunjungan ke P. Semau yang hanya tiga puluh menit ditempuh dari Pelabuhan Tenau Kupang pun tidak lepas dari gempuran ombak laut. Artinya musim kala itu sebenarnya bukan waktu yang tepat melakukan perjalanan. P. Rote dan P. Semau sengaja dipilih sebagai alternatif, dan tentu dengan asumsi keduanya mewakili kriteria yang sesuai dengan tema program konservasi, yaitu pulau kecil, bertipe ekosistem semi arid di propinsi NTT yang dipercaya memiliki sumberdaya hayati yang khas. Jadwal studi dan hasil analisa sudah disepakati harus selesai dalam tiga bulan. Terkadang siklus proyek memang tak kenal musim, apalagi bagi calon pengaju proposal penyerahan laporan hasil studi jika terlambat sangatlah tak lazim . MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 16 Tim bertemu dengan warga, berdiskusi dan membicarakan banyak persoalan yang dirasakan warga desa, khususnya terkait ekonomi keluarga dan pembanguan di desa. Waktu yang dihabiskan bermalam-malam bersama warga tak lain adalah upaya mencari akar masalah dan kemungkinan cara mengatasi secara bersama. Laporan Tim UNDANA memaparkan hasil identifikasi kebutuhan, disertai analisa kondisi agroklimat, aktifitas perekonomian, telaah potensi sumberdaya alam dan informasi lainnya tentang P. Semau, dan memilihnya menjadi lokasi program konservasi yang sesuai dengan target yang dicanangkan untuk tahun 2005. Meski analisa kesiapan pemerintah daerah dan duku-ngan masyarakat untuk terlibat dalam program di Rote sangat antusias, namun pertimbangan jarak dan rentang kendali pengelolaan program agak sulit dilakukan. Hal ini terjadi karena pengelolaan program yang dikoordinasi Tim UNDANA yang umumnya anggotanya adalah para dosen memiliki jam mengajar lebih diutamakan, maka agar pendampingan lebih intensif, Semau akhirnya ditetapkan menjadi lokasi program. Tindaklanjut pun segera dimulai. Sebelum proposal disusun, dilakukan pertemuan dengan kelompok masyarakat secara intensif. Pertemuan untuk membuat perencanaan awal menggunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA), guna melakukan penilaian secara partisipatif melibatkan warga desa dan Pemda setempat. Bahan-bahan itu akan menjadi amunisi untuk membuat proposal. PRA dilakukan di tiga desa, Uiboa, Uthihuana, Akle, selama hampir dua minggu. Masing-masing desa secara bergilir dikunjungi oleh Lembaga Pengkajian Teknologi Pedesaan (LPTP) Solo yang mendampingi Tim UNDANA. Pertemuan dengan warga, berdiskusi dan membicarakan banyak persoalan yang dirasakan warga desa, khususnya terkait ekonomi keluarga dan pembanguan di desa. Waktu yang dihabiskan bermalam-malam bersama warga tak lain adalah upaya mencari akar masalah dan kemungkinan cara mengatasi bersama. Pekerjaan itu memang dan kemudian dilanjutkan deng-an pertemuan-pertemuan untuk membentuk kelompok di setiap desa. Masing-masing desa mendapat jatah waktu untuk difasilitasi 2-3 hari sehingga setiap kelompok mampu menuangkan rencana kerjanya secara sistematis. Kelompok di setiap desalah yang kemudian bertanggungjawab atas rancangan kegiatan yang dihasilkannya. Dari pertemuan dua minggu itulah terbentuk dua kelompok dari masing-masing desa. Sebagian besar waktu digunakan untuk berdiskusi, menganalisa permasalahan yang dihadapi, memilah-milah kebutuhan dan keinginan sehingga hanya daftar kebutuhan yang dirasakan perlu dan menyangkut urusan perbaikan sistem bertani dan pengelolaan lahan dan kegiatan terkait lain yang akan diformulasikan dalam proposal. Kunjungan bergilir LPTP-Solo dan Tim UNDANA pada akhirnya telah berhasil meyakinkan warga masyarakat membentuk kelompok. Mereka memilih sendiri nama-nama anggota kelompoknya. Kini masing-masing kelompok tani telah memiliki rencana kerja di desa yang kemudian akan dikemas oleh Tim UNDANA menjadi sebuah proposal yang akan diajukan ke KEHATI. Enam kelompok yang terbentuk, diakhir acara merasa bangga bahwa mereka telah mewakili warga desa berhasil menelurkan rencana kerja meskipun dalam waktu relatif singkat. Hasilnya meski tak sepenuhnya sempurna, cukup membanggakan warga desa dalam kelompok –kelompok itu. Energi dan semangat menyongsong perubahan yang mereka rencanakan itu terlihat dari padatnya acara yang terus diikuti warga hingga larut malam. Tentu saja mereka disiapkan makan malam dan kudapan seadanya untuk mengisi energi yang terlepas seharian berdiskusi. Dalam dua hari itu mereka ternyata dapat menganalisa permasalahan yang dihadapi, mengembangkan rencana sesuai dengan potensi desa yang dimiliki, dan menuliskannya dalam kertas plano berlembar-lembar rencana-rencana mereka tanpa kenal lelah. Peta-peta sederhana ilustratif dari potensi sumberdaya berhasil dibuat untuk memuat informasi penting modal pembangunan desa melalui kegiatan berkelompok nantinya. Lebih dari itu warga masyarakat merasa percaya diri mempresentasikan hasil perencanaan kelompok itu kepada wakil pejabat pemerintahan desa dalam sebuah diskusi kelompok di akhir sesi dua hari itu. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 17 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 18 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 19 Pra persetujuan proposal adalah sebuah masa bernegosiasi, dimana pengaju proposal dan calon pendonor (dalam hal ini KEHATI), menimbang logika perencanaan dengan rumusan jalan keluar yang ditawarkan berikut metode dan tahap kegiatan yang dicanangkan. Negosiasi juga menyangkut telaah siapakah lembaga pelaku yang akan mengkoordinasi dan bertanggungjawab setiap kegiatan dan rancangan yang diajukan. lahan kritis sebagai bahan ajar terintegrasi bagi para mahasiswanya. Dalam rencana kegiatan proposalnya bahkan mengikutsertakan jurusan ilmu gizi untuk membangun kerangka hubungan gizi, ketersediaan pangan dan ketahanan pangan warga desa. Dr. Prijo sebagai penanggungjawab dengan sigap dapat menjelaskan berbagai aspek teknis atas rancangan ke-giatan dalam proposal yang diajukan. Namun pengalaman mendampingi masyarakat secara egaliter, mengelola program berbasis aspirasi masyarakat diakui bukan bidangnya. Di sisi lain metode dan cara kerja sistematis dan terukur menggunakan metode ilmiah menjadi andalan programnya. Hal itu tak lain karena ia dan Tim UNDANA melakukan pengukuran awal dan akhir dari aktifitas pengolahan lahan untuk menunjukkan adanya hasil yang dapat dibuktikan secara ilmiah. Beberapa diantaranya bahkan melibatkan mahasiswa untuk melakukan penelitian bersama petani, sehingga diharapkan ada pembelajaran antara petani dan mahasiswa. Setelah beberapa kali komunikasi melalui surat elektronik, maka jadilah kesepakatan. Untuk menjamin perencanaan dan penguatan kapasitas masyarakat terlaksana dengan baik, dibutuhkan lembaga yang mumpuni dibidangnya, yaitu pertanian dan pemberdayaan petani. Ditunjuklah FIELD (Farmers’ Initiatives for Food Ecological Livelihood and Democracy) yang bermarkas di Jakarta, namun memiliki petani pengajar yang dihasilkan dari berbagai pelatihan dan kemudian diterjunkan kembali ke masyarakat untuk melatih petani lainnya. Sedangkan untuk pengorganisasi program, Tim UNDANA memilih untuk mendirikan lembaga yang menampung minat para dosen yang memiliki perhatian pengembangan kegiatan masyarakat. Hal itu juga untuk memangkas birokrasi kampus yang mensyaratkan semacam institutional fee bagi fakultas dan kampus. Dana amanah yang tak terlalu besar yang dikelola KEHATI tak memungkinkan syarat itu. Tim UNDANA pun memahami dan memilih mendirikan Yayasan Pandu Lestari yang berkomitmen transparan dan amanah mengelola dana hibah itu. Pendekatan itu menarik dan coba dikukuhkan sebagai hubungan kampung dan kampus. Satu hal yang menggelisahkan Doktor ahli ilmu tanah UNDANA itu karena kampusnya tak pernah punya model pengembangan dan pengelolaan sumberdaya MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 20 Tabel 1. Hasil Perencanaan Desa DESA Akle KELOMPOK TANI Nukela PENCANA KELOMPOK BERDASAR PERMASALAHAN DI DESA • Merencanakan usahatani lombok, kacang tanah, dan cara budidaya dalam persiapan bahan tanam, persiapan lahan, pemupukan, pengendalian hayati hama, penyakit, gulma, dan penanganan pasca panen. • Usaha tani tambahan musim panas berupa budidaya rumput laut lebih mefokuskan pada tehnik pemilihan bibit, persiapan bibit, tehnik pembudidayaan, dan pengendalian penyakit ais-ais Uithiuhana Mekarsari • Merencanakan usaha tani lombok, bawang merah dan cara penanganan budidaya dalam persiapan bahan tanam, persiapan lahan, pemupukan, pengendalian hayati hama, penyakit, gulma) dan penanganan pasca panen. • Membutuhkan teknologi mencari sumber air dan mengelola air secara efisien. Sehati • Merencanakan Dael Kollo • Ingin memperbaiki pola pembudidayaan tanaman jagung, ubi, kacang tanah, lombok, dan bawang merah dengan mempelajari & mempraktekan tehnik budidaya, dengan memanfaatkan bahan dasar lokal untuk pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit secara hayati serta tehnik pemupukan dengan mempelajari penentuan dosis, cara dan waktu aplikasi yang tepat dan pengendalian hama dan penyakit. usaha tani jagung, ubikayu, dan lombok dan pengelolaan tanaman jarak yang berinteraksi dengan usahatani yang nantinya digunakan sebagai sumber energi rumah tangga, disamping lontar dan sisa hasil panen. • Ingin mempraktekan budidaya tanaman pangan dan sayuran dari persiapan bibit, lahan, identifikasi hama penyakit, gulma dan cara pengendaliannya, dan pemakaian pupuk yang tepat, serta penanganan pasca panen. • Ingin memperbaiki teknologi penyulingan nira lontar menjadi gasohol sebagai bakar bakar kompor. Kelompok ini juga tertarik untuk memanfaatkan sisa panen dan bahan buangan organik lain sebagai sumber energi pembakaran. • Ingin membudidayakan tanaman jarak dengan pola tanam yang benar serta pengelolaan panen jarak sebagai sumber energi atau bahan organik. • Ingin mempelajari dan mempraktekkan proses penyulingan nira lontar menjadi gasohol dan diolah sebagai bahan bakar kompor. Kelompok ini juga ingin mempelajari pemanfaatan sisa panen sebagai sumber energi bakar. Kampus UNDANA tak pernah punya model pengembangan dan pengelolaan sumberdaya lahan kritis sebagai bahan ajar terintegrasi bagi para mahasiswanya. Sehingga model pendekatan mahasiswa dan warga Pulau Semau adalah pendekatan yang baik dalam hubungan kampung dan kampus. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 21 DESA Uiboa KELOMPOK TANI Karya Nyata Gemilang PENCANA KELOMPOK BERDASAR PERMASALAHAN DI DESA • Ingin memperbaiki pola usaha tani jagung, ubi kayu, dan kacang tanah pada tahun tanam 2007-2008 tentang persiapan bahan tanam, persiapan lahan, pemeliharaan tanaman, dan penanganan pasca panen. • Ingin tahu tehnik pemeliharaan seperti penentuan dosis, penggunaan pupuk, pemilihan jenis pupuk, waktu dan cara aplikasinya. • Ingin tahu pengendalian hama dan penyakit lebih difokuskan pada pemilihan jenis pestisida ramah lingkungan, dosis, cara dan waktu aplikasi yang tepat. • Ingin belajar cara mendapatkan air dengan tehnologi sederhana, mengelola air sesuai kebutuhan tanaman. • Ingin budidaya tanaman jarak, pengolahan sopi menjadi gasohol, pemanfaatan sisa tanaman sebagai bahan bakar, dan pemanfaatan kotoran sapi sebagai biogas untuk kebutuhan energi rumah tangga (kompor). • Ingin memperbaiki dan sekaligus mempraktekan usaha tani jagung, kacang tanah, ubikayu, lombok yang berwawasan lingkungan terutama yang berhubungan dengan pemilihan dan cara aplikasi pupuk dan pestisida serta penanganan pasca panen. • Ingin tahu pemanfaatan tanaman jarak pagar, kotoran sapi, dan sisa hasil panen sebagai sumber energi bakar untuk konsumsi rumah tangga untuk mendukung perbaikan usahatani yang lakukan saat ini. “Memangnya siapa saya ini menghadapi beliau-beliau itu?,” kata Stefanya Tausbelle dengan nada suara minder. Rekannya sang dosen itu hanya tersenyum sambil berkata, “makanya kita ke Jakarta untuk belajar pak.” MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 22 Pendeta yang juga Kepala Desa Uiboa, Stefanya Tausbelle, sudah sehari meninggalkan Pulau Semau, ia bersiap ke Jakarta dan harus menginap di Kupang agar tak tertinggal pesawat menuju Jakarta. Ia terpilih mewakili enam desa untuk mempertanggungjawabkan proposal di hadapan tim penelaah independen di kantor Yayasan KEHATI Jakarta. Seminggu sebelumnya ia bersama dengan ketua kelompok tani dan Tim UNDANA memadukan perencanaan kelompok tani di desa dalam kerangka program bersama. Pagi yang cerah menyambut kedatangan tamu jauh itu. Sebentar saja mereka beristirahat dan menyiapkan bahan dan pikiran sebelum akhirnya terlibat dalam tanya-jawab dengan para penilai independen yang menguji metodologi, cara kerja dan berbagai hal lainnya. Hingga mentari beranjak siang, Kepala Desa Uiboa nampak gugup menghadapi momen dimana sebagai kepala desa ia harus mempertahankan rencana dalam proposalnya di hadapan panelis yang terdiri dari wartawan senior, peneliti senior LIPI dan pejabat dari Departemen Pertanian Pusat. Penelaahan itu berakhir dengan banyak catatan yang harus segera dilakukan revisi sebelum akhirnya diputuskan untuk didanai. Tuntas sudah momen “penyiksaan” bagi dirinya. Ia hanya bisa berkata, “memangnya siapa saya ini menghadapi beliau-beliau itu?” dengan nada suara minder. Rekannya sang dosen itu hanya tersenyum sambil berkata, “makanya kita ke Jakarta untuk belajar pak.” Sore yang hangat menutup pertemuan itu, mengantar mereka kembali ke hotel menyiapkan berbagai perbaikan yang diperlukan. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 23 p mozaik 3 andu lestari Diseberang telpon terdengar suaranya bersemangat. Pak Prijo Dosen Fakultas Pertanian UNDANA mengabarkan bahwa ia telah mengambil keputusan untuk mendirikan sebuah yayasan yang menghimpun civitas akademis UNDANA dari berbagai latar belakang pendidikan yang memiliki minat penelitian dan pengabdian pada masyarakat di Pulau berekosistem kering itu. Diperlukan beberapa hari mengurus pendirian Yayasan dan macam-macam persyaratan administarasi yang harus dipenuhi. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 24 “Kami bukan tak mampu melakukan PRA, tapi pendekatan dan metode yang dibawakan LSM memang lebih luwes dan mudah diterima warga”. Dr. Prijo, dosen UNDANA Seminggu berlalu, ia kembali mengabari staf administrasi KEHATI di Jakarta dan beberapa lembar profil organisasi dan dasar hukum Yayasan itu telah dikirimnya melalui mesin faksimile. PANDU LESTARI namanya. Keputusan itu merupakan pergulatan pengalaman akademis dan pribadinya yang selalu ingin dekat dengan masyarakat dan berbagi ilmu. Pak Prijo tak sendiri, koleganya di UNDANA yang merupakan tim kerja pada tugas-tugas penelitian dan pengabdian di lingkup kampus mendukungnya. Keputusan mendirikan yayasan itu juga untuk melebarkan misi pengabdian yang terikat dengan birokrasi di tempat kerja, bahkan dapat saling mendukung. Motor penggerak Pandu Lestari adalah Dr. Prijo sendiri dan istrinya, Dr. Ida, dibantu kolega sesama dosen kampus UNDANA dari berbagai jurusan dan fakultas. Me-reka yang terhimpun dalam Pandu Lestari ini adalah sekelompok profesi yang ingin memiliki sumbangsih bagi masyarakat. Mereka juga paham, terlibat dalam kegiatan pelestarian alam dan pengembangan masyarakat adalah lebih banyak kerja sosial daripada berharap mendapat tambahan income, bahkan bisa jadi harus merelakan biaya tambahan dari kantong sendiri. Waktu yang akan membuktikan. Di NTT sendiri, sudah banyak lembaga swadaya masyarakat berbasis gerakan keagamaan dengan dukungan dana dari jemaah, LSM “plat merah” sebutan yang menggolongkan anggotanya adalah pekerja instansi pemerintah yang turut mencari sponsor agar dapat terlibat pada proyek-proyek pengembangan masyarakat dan pembangunan pedesaan. Pandu Lestari boleh jadi satu-satunya yayasan yang anggotanya adalah para dosen dan peneliti. Anggota Tim UNDANA yang sejak awal melakukan penjajakan kebutuhan dan penelitian bagi pengembangan program pelestarian alam dan pengembangan masyarakat, langsung didaftar sebagai anggota dan pengurus. Akta pendirian yayasan diurus de-ngan modal pribadi yang dikumpulkan dari anggotanya. Selain itu komitmen bekerja untuk masyarakat adalah modal mereka lainnya. Hubungan dengan kolega di kampus tetap bisa dijalin dan bahkan mendorong otoritas kampus untuk lebih mengamalkan kredo pendidikan tinggi: TRI DARMA PERGURUAN TINGGI, mengabdi pada ilmu, mengabdi pada negara, mengabadi pada masyarakat. Selain kumpulan para dosen pengajar, Pandu Lestari juga merekrut mahasiswa semester akhir dan lulusan sarjana S1 dari kampus untuk turut mendukung program kegiatan mereka. Hal mana bagi para mahasiswa tingkat akhir, tawaran itu adalah kesempatan menimba pengalaman sebelum terjun ke masyarakat menguji ilmu yang di dapat, atau bahkan gemblengan di kawah candradimuka dalam melakukan penelitian berbasis persoalan nyata yang ada di sekitar dan banyak dihadapi para petani dan warga desa. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 25 Meski Pandu Lestari belum banyak memiliki pengalaman pendampingan masyarakat ala LSM lazimnya yang menganut paham partisipatif, gender perspektif dan lain-lainnya, namun strategi dan pendekatan kerja keilmuan dalam berbagai kegiatan merupakan ciri dan kekuatan utama lembaga ini. Dukungan penguasaan ilmu dan fasilitas laboratorium dalam banyak hal amat membantu dalam melakukan analisa, mengkaji metode dan mengukur dampak lebih sistematis. Berbagai keterbatasan yang dimilikinya oleh Yayasan yang baru lahir itu membuat para pegiatnya terbuka untuk bekerjasama dengan berbagai lembaga, termasuk LSM yang mumpuni dalam pendampingan masyarakat dan melakukan perencanaan partisipatif. Hal itu diakui sendiri oleh pendirinya. Dr. Prijo suatu saat mengatakan bahwa, “kami bukan tak mampu melakukan PRA, tapi pendekatan dan metode yang dibawakan LSM memang lebih luwes dan mudah diterima warga”. Hal mana dibuktikan pada perjalanan awal kegiatan di Pulau Semau, Pandu Lestari bermitra dengan Lembaga Pengkajian Teknologi Pedesaan – Solo dan FIELD Jakarta. Namun, kesibukan dan tanggungjawab para anggotanya sebagai pengajar di kampus, seringkali menyulitkan mereka membagi waktu. Namun berbagai terobosan dapat dilakukan untuk menyiasatinya. Berbagai kegiatan ilmiah kemahasiswaan diarahkan dilakukan di Pulau Semau, dan dalam berbagai kesempatan melibatkan mahasiswa melakukan penelitian, atau praktek ekstra kurikuler membuka kesempatan berlatih bagi mahasiswa untuk menjadi pendamping dan fasilitator bagi warga desa. Sejak berdiri tahun 2005, anggota Pandu Lestari tumbuh berganti menandakan terjadi regenerasi. Kelompok awal yang juga merupakan Tim UNDANA terdiri dari dosen, dan mahasiswa serta staf Departemen Kehutanan. Seiring dengan waktu, beberapa anggotanya memilki pekerjaan baru atau mahasiswa yang setelah lulus harus merantau mencari pengalaman di tempat lain. Namun pada periode berikutnya, dukungan dari kolega di kampus turut memperkuat struktur kepengurusan Pandu Lestari. Tabel 2. Regenerasi Yayasan Pandu Lestari No Anggota pandu lestari 2002 latar belakang 1 2 3 4 5 6 7 Prijo Soetedjo Made Tusan Utma Aspardia Jerry Febby Jacko Ida Rahmawati Ilmu Tanah/ Pendiri Sosial Ekonomi Pertanian Ilmu Kesehatan Masyarakat Tidak aktif (sekarang PNS Dinas Peternakan P. Rote Ilmu Administrasi Mahasiswa Pertanian/ fasilitator (sudah tidak/ lulus 2003), Litbang Dinas Kehutanan Kupang No Anggota pandu lestari 2010 latar belakang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Prijo Soetedjo Made Tusan Utma Aspardia Titik Yoke Agnes Simamora Ida Rahmawati Yesayas Maya Vira Ismawan Tallo Diana Dosen Pasca Sarjana Jurusan Ilmu Tanah/ Pendiri Sosial Ekonomi Pertanian Ilmu Kesehatan Masyarakat Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman Doktor bidang Ilmu Tanah Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman Litbang Dinas Kehutanan Kupang Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 26 Biologi Kelautan Ilmu Tanah Delapan tahun kemudian, setelah memulai debut pertamanya melalui kerjasama sama dengan Yayasan KEHATI, melakukan pendampingan dan perbaikan pengelolaan lahan pertanian, Pandu Lestari berhasil mengembangkan sayap dan mendapatkan sumberdaya lain, yaitu dengan diperolehnya kerjasama dengan Yayasan Bina Usaha Lingkungan yang menyalurkan dan menyokong pendanaan dari Global Environment Facility SGP untuk melestarikan sumber daya hayati lokal khususnya pohon lontar di P. Semau. Meskipun nampaknya Prijo Soetedjo terlihat sebagai one man show untuk seluruh koordinasi dan penanggungjawab kegiatan-kegiatan Pandu Lestari, terutama karena ia lebih sering muncul dan dikenal warga masyarakat di Semau, ia tetap meluangkan waktunya untuk membangun kapasitas Yayasan Pandu Lestari. Tak heran ketika kembali dari lapangan, ia masih harus membuat laporan berkala proyek termasuk menjadi supervisi menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan dan lain-lain. Namun ia tidak benar-benar sendiri. Dibantu tunas-tunas muda mahasiswa maupun mantan mahasiswa bimbingannya yang terpanggil membantunya, berbagai kegiatan Pandu Lestari mendapat darah baru dalam melakukan pendampingan masyarakat yang membutuhkan kesinambungan dan ketela-tenan itu. Selain memberikan kesempatan mahasiswa menambah ilmu, umumnya mereka juga menjadi terpanggil jiwa pengabdiannya meneladani sang guru. Bertho yang tengah menyelesaikan penelitiannya di P. Semau misalnya, termotivasi ingin menjadi pendamping dalam pengembangan program berbasis masyarakat setelah semakin aktif membantu Yayasan Pandu Lestari. Oriance, mantan mahasiswi lulusan Fakultas Pertanian sambil menunggu panggilan atas surat lamarannya ke berbagai instansi, selalu menyempatkan diri membantu kegiatan di Semau, khususnya untuk mengadministrasi penggunaan dana dan traksaksi dalam pengelolaan program. Sius, mahasiswa Fakultas Pertanian UNDANA yang sebelumnya tidak pernah tergabung dalam urusan di P. Semau kini menjadi koordinator untuk kegiatan konservasi pohon lontar yang menunjang penelitiannya. Selain dukungan dari mahasiswa dan mantan mahasiswanya, dosen-dosen muda di Kampus juga tertarik untuk terjun ke lapangan, mengenal lebih jauh kerja dengan masyarakat. Ibu Titik dan Yoke, dua dosen muda yang beranjak ke jenjang senior pun masih menyempatkan diri “turun tangan ” ke lapangan terlibat berbagai aktivitas, termasuk membimbing mahasiswa penelitian di Semau dan diskusi-diskusi setelah di luar jam kerja dan tanggungjawab utamanya sebagai staf pengajar memperlihatkan dukungan luar biasa terhadap kiprah Pandu Lestari. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 27 Meski banyak memiliki anggota dengan latarbelakang pendidikan dan keahlian akademik yang boleh dibilang cukup lengkap, Pandu Lestari tidak memiliki staf yang menguasai dan memiliki kemampuan pemberdayaan masyarakat yang lazimnya menggunakan pendekatan egaliter dan mampu menggerakan modal sosial di desa, dan dapat tinggal bersama masyarakat di desa dalam waktu lama untuk terlibat dalam berbagai dinamika yang terjadi di desa. Beruntung, Bertho yang masih mahasiswa dapat mendedikasikan waktunya di desa. Akan lebih baik lagi jika lahir “Bertho” yang lain dalam proses perkembangan kelembagaan Pandu Lestari di masa depan. Tantangan ke depan dalam pengelolaan program memang akan selalu membutuhkan skill baru seperti advokasi atas kebijakan pemerintah daerah, penggalangan sumberdaya dan menjembatani proses-proses pengembangan gagasan dan kemitraan dengan lembaga lainnya. Di sisi lain, Nusa Tenggara Timur membutuhkan lembaga yang memiliki konsep keilmuan seperti Pandu Lestari sehingga teknologi dan ilmu pengetahuan dapat menjadi pendukung berbagai kegiatan di masyarakat, dan dapat mengisi ruang bagi kerja-kerja kemitraan dengan lembaga lokal yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat tani dan pembangunan desa di Provinsi itu. Nusatenggara Timur membutuhkan lembaga yang memiliki konsep keilmuan seperti Yayasan Pandu Lestari sehingga teknologi dan ilmu pengetahuan dapat menjadi mendukung berbagai kegiatan di masyarakat. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 28 Selain dukungan dari mahasiswa dan mantan mahasiswanya, dosen-dosen muda dari UNDANA tertarik untuk terjun ke lapangan, mengenal lebih jauh kerja dengan masyarakat di P. Semau. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 29 mozaik 4 p roposal Dalam bahasa Indonesia, proposal sebenarnya adalah usulan kegiatan. Dalam bahasa aslinya proposal dideskripsikan “ a plan or suggestion, especially the formal or written one, put forward for consideration and discussion by others” menurut oxford american dictionary. Proposal menurut sistematika dan “tradisi administrasi” di KEHATI dan hampir di semua lembaga donor, adalah gagasan, ide yang dituangkan secara tertulis yang harus disertai sistem logika kerangka kerja yang diperinci menjadi kegiatan-kegiatan saling terkait mendukung keluaran dan tujuan yang hendak dicapai. Rincian masing-masing kegiatan haruslah berdimensi 5 W (what, where, who, why, when) dan 1 H (How). Sementara itu latar belakang proposal haruslah memuat problem statement dan jalan keluar yang ditawarkan dan bagaimana semua itu dilakukan dalam tata kelola program, sumberdaya dan waktu seefisien mungkin. Lebih rumit lagi semua asumsi yang menyebabkan program tak berjalan mulus sesuai rencana harus diantisipasi, harus ditampilkan dalam format kerangka kerja logis. Tak ketinggalan adalah rincian kebutuhan dana yang mampu menggambarkan kebutuhan dan disiplin dalam perencanaan dan penggunaan persatuan waktu. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 30 Tak terkecuali, Yayasan Pandu Lestari yang baru saja berdiri harus tunduk pada aturan itu. Meski tergopoh-gopoh memenuhi segala aturan, format dan substansi yang dipersyaratkan, bangunan proposal itu secara umum mulai mewujud. Tahap demi tahap semua bagian disempurnakan, hingga proposal ideal dan siap dikirimkan. Tentu saja ini adalah bagian dari kompromi. Atau lebih tepatnya ejawantah dari pendekatan adaptive management yang dianut KEHATI. Sejak awal, telah diantisipasi, bahwa sebagian rencana kegiatan adalah disusun dan milik kelompok tani di enam desa. Menggabungkan program berbasis masyarakat dengan gagasan sekelas peneliti dan kaum cendikia tentulah tak mudah. Belum lagi formatnya juga harus sesuai format dan formula lembaga donor, pastilah menambah kerepotan. Belum soal minimnya pengalaman melakukan kegiatan pengembangan masyarakat, semuanya dapat diwadahi dengan membuka celah bagi keterlibatan lembaga lain, dan diajukan secara tertulis dan peran masing-masing pihak yang disepakati. Adalah sebuah kredo pemberdayaan yang tepat guna, ditilik bahwa adaptive management harus mampu menghadirkan kompromi bahkan dalam proses penyusunan proposal. Karena menjegal proposal yang didasarkan semata-mata karena faktor ketidaksiapan, minim pengalaman dan kapasitas minimum, bukankah itu awal kegagalan dari proses pemberdayaan itu sendiri?. Kebijakan yang ditempuh KEHATI itu relevan bila dikaitkan dengan fakta bahwa Pandu Lestari adalah lembaga yang baru berdiri. Dan keberanian para pengajar dan peneliti itu mau menceburkan diri dalam program pemberdayaan petani di ekosistem yang kering tanpa imbalan memadai perlu dibantu. Tidak meratanya program pemberdayaan petani baik oleh pemerintah dan lembaga donor yang bahkan sebagian besar alokasi sumber dana untuk NTT dialihkan ke soal urusan HAM, dan pengungsi diperbatasan Timor Timur, memang perlu diberi peluang. Lebih lagi P. Semau adalah pulau kecil yang perlu dipertahankan fungsi fisik, hayati dan potensinya demi memberi kesejahteraan pada penduduknya dan terhindar dari ancaman kekeringan, kerusakandan kepunahan dari fenomena perubahan iklim global. Keberpihakan seperti itu sungguh diperlukan untuk membuka kesempatan bagi sebanyak mungkin pihak berperan dalam pelestarian keanekaragaman hayati. Selebihnya, lets the ball rolling…. Perubahan social-ekonomi masyarakat telah menyeret penduduk P. Semau ke budaya instan serba cepat. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 31 Proposal Yayasan Pandu Lestari secara umum mengetengahkan sebuah konsep ideal pembangun lingkung-an yang memerhatikan daya dukung dan kemampuan menyesuaikan dengan perubahan sosialekonomi dan sosial-budaya masyarakat pengelola. Konsep itu menjadi dasar seluruh gagasan dalam proposal untuk merespon kondisi umum pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan yang kian rusak dan diperparah oleh salah tindak dan kelola masyarakat. Pembukaan hutan dan praktek ladang berpindah dengan tebang bakar tanpa disadari menurunkan kesuburuan lahan. Perubahan sosial-ekonomi masyarakat telah menyeret penduduk P. Semau ke budaya instan serba cepat. Kebutuhan hidup dan tuntutan ekonomi direspon petani dengan menanam komoditi paling cepat laku seperti bawang merah, dan cabai, namun menomorduakan jagung dan biji-bijian lokal yang telah lama menjadi makanan pokok dan lumbung kehidupan desa. Pertumbuhan tanaman di tanah yang relatif kurang subur digenjot pupuk organik yang mengakibatkan tanah mengeras. Salah kaprah berladang dengan membuka hutan dan membakar memperparah kondisi sumberdaya. Demi menjaga kesuburan komoditi tanaman yang laku pasar tadi, tak segan petani menyewa mesin menyedot air tanah tanpa berhitung efisiensi penggunaan air yang terbatas di lahan kering berbatu itu. Akar masalah yang teridentifikasi pada aktivitas penjajagan kebutuhan sebelumnya menguak fakta rendahnya pengetahuan dan kapasitas petani dan nelayan sehingga tak mungkin menjadikan pekerjaan itu sebagai sanding-an mendapat nafkah layak atau setidaknya cukup. Tak berdaya mereka melawan kerasnya alam, dan mensiasati berbagai faktor pembatas untuk meningkatkan taraf hidup selain berdampak pada perekonomian keluarga dan desa, juga mengakibatkan terganggunya fungsi ekologi utamanya sumberdaya lahan yang terus menurun kualitasnya, sehingga hasil tani tak menjanjikan lagi, dan kesejahteraan dari ladang kian menjauh, berkejaran dengan kemiskinan dan angka keluarga kekurangan gizi. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 32 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 33 Proposal Pandu Lestari menyajikan fakta menarik, yaitu berbagai potensi tersembunyi yang siap diubah menjadi senjata ampuh mengatasi berbagai masalah yang dihadapi petani dan nelayan. Ilmu dan transfer pengetahuan melalui pelatihan kepada kelompok tani menjadi jembatan pembuktian berhasilnya pemberdayaan petani sesuai yang direncanakan dalam proposal. Potensi lain yang diungkap adalah ketersediaan bahan organik dari pekarangan, ladang dan hutan yang dapat diolah menjadi pupuk organik dan bio pestisida yang dapat memperbaiki hara tanah dan pengendalian hayati serangan hama penyakit tanaman yang ramah lingkungan. Keanekaragaman hayati lokal seperti jagung, kacang-kacangan kurang mendapat perhatian. Lahan kering yang mudah ditumbuhi jarak pagar (Jatrophacurcas sp) dan pemanfaatan limbah pertanian untuk bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah yang harganya kian tak terjangkau bahkan semakin langka didapat di Pulau Semau. Akhirnya, inti dari kegiatan yang dirancang adalah membekali petani dan sebagian warga yang melaut dengan teknik pengelolaan lahan dan budidaya tanaman, melakukan praktek di lahan sesuai musim tanam dan melakukan penguatan fungsi kelompok tani sebagai wadah belajar dan berbagi pengalaman diantara peserta belajar. Hal baru dalam pendekatan ini adalah dilibatkanya mahasiswa UNDANA dalam penelitian-penelitian terkait persoalan pertanian yang sesuai dengan misi kegiatan di P. Semau. Farmer day, dalam proposal disebutkan sebagai perayaan bersama kelompok tani. Pada farmer day itu anggota kelompok saling menyampaikan hasil pembelajaran sekolah lapang dan memperlihatkan hasil praktek di lahan masing-masing, baik itu lahan kelompok maupun lahan milik sendiri. Beberapa kegiatan tukar informasi dan pengalaman dilakukan oleh petani dan mahasiswa peneliti untuk memperkaya pengalaman sebelum menuju farmer day. Secara keseluruhan keterkaitan antar kegiatan, urutan kegiatan menuju puncak kegiatan dan tujuan kegiatan dapat digambarkan seperti dalam skema dibawah ini. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 34 Tabel 3. Model konsep pengelolaan program MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 35 Inovasi teknologi tepat guna di desa, dipercaya dapat membantu pencapaian kegiatan pemberdayaan masyarakat. Membangun visi perubahan yang lebih baik dikelompok tani membutuhkan dukungan alat dan teknologi untuk memudahkan misi perbaikan dan perubahan dalam cara pandang petani mengelola lahan. Inovasi teknologi tepat guna di desa,dipercaya dapat membantu pencapaian kegiatan pemberdayaan masyarakat. Membangun visi perubahan yang lebih baik dikelompok tani membutuhkan dukungan alat dan teknologi untuk memudahkan misi perbaikan dan perubahan dalam cara pandang petani mengelola lahan, meningkatkan teknik budidaya dan pembibitan di ladang-ladang petani dan di lingkungan desa. Karenanya, kebutuhan itu diletakkan sebagai bagian dari proposal. Ia menempati hirarki ketiga yaitu mengembangkan sistem teknologi tepat guna yang mendukung sistem pertanian, khususnya pengelolaan air dan energi terbarukan. Hirarki pertama, pemberdayaan petani melalui sekolah lapang dan hirarki kedua berupa menguji coba model pengelolaan ekosistem terpadu yang merupakan prasyarat, karena bersifat pengembangan keberdayaan petani dan praktekpraktek ujicoba di lapangan setelah melalui Sekolah Lapang. Keterkaitan masing-masing hirarki digambarkan oleh sebuah skema yang harapannya dapat menjelaskan kontribusi masing-masing kegiatan selain memperlihatkan intervensi program untuk mencapai target yang diharapkan terwujud diakhir program kerjasama di Pulau MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 36 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 37 mozaik 5 Semau pulau hantu? Bila Anda berada di Kupang, tanyalah sesuatu hal tentang Pulau Semau, bisa jadi akan banyak Anda terima jawaban negatif dan hal-hal mengerikan tentang pulau itu. Semau adalah segala sesuatu yang buruk di Kupang. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 38 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 39 Bila Anda berada di Kupang, tanyalah sesuatu hal tentang Pulau Semau, bisa jadi akan banyak Anda terima jawaban negatif dan hal-hal mengerikan tentang pulau itu. Semau adalah segala sesuatu yang buruk di Kupang. Jika ada pertandingan sepak bola dimana salah satu tim bermain buruk, maka orang akan bilang tim lawan pasti menggunakan guna-guna Semau, atau pasti ada pemain asal Semau dalam kesebelasan itu. Tapi itu belum seberapa. Mahasiswa yang tengah mengurus perijinan melakukan penelitian di Pulau Semau dinasehati oleh pejabat di sebuah kantor begini: “mengapa kau memilih Semau, macam tak ada tempat lain saja? “ –orang bilang siapa pergi ke Semau, mereka tak akan pernah kembali. Demikian cerita Oriance dan Bertho mahasiswa peneliti UNDANA. Kepala Desa Uiboa, punya cerita lain lagi. “Banyak pejabat yang menolak ditugaskan disini, mereka umumnya minta pindah sebelum sempat menginjakkan kaki di pulau ini,” ceritanya dengan wajah pilu. Katanya lagi, “Pantas saja desa-desa di sini sulit maju, karena tidak MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 40 pernah ada pejabat yang mau dinas di P. Semau”. Mungkin pembaca kurang percaya dengan fakta ini karena disampaikan oleh pejabat desa di sana. Baiklah, kalo begitu coba buka wikipedia Indonesia akan ditemukan di laman itu tertulus :”Pulau Semau termasuk pemerintahan Kabupaten Kupang, walaupun demikian pulau ini tergolong tertinggal, sepertinya tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah. Dari berbagai pembangunan yang dilakukan pemerintah di Pulau ini, saat ini hanyalah jalan raya beraspal yang baru sekitar 3 km saja di Semau. Informasi lainnya dari berbagai website dengan kata kunci Semau, disebutkan P Bungtilu nama lain pulau itu memiliki potensi wisata karena keelokan alam dan budaya asli penduduknya. Namun begitulah kebanyakan orang mengenal Semau, pulau kecil tempat semua ilmu hitam dan perbuatan mengerikan terjadi. Tempat manusia pembawa sial bermukim, dan tempat yang harus dijauhi karena dapat membawa tulah buruk bagi siapapun. Bagi pejabat pemerintahan desa, hantu itu adalah diskriminasi kebijakan pemerintah propinsi yang tak mampu memajukan pembangunan di Semau. Sejak kanak-kanak hingga menjadi Kepala Desa Uiboa, Sefanya Tausbele tidak pernah merasakan layanan listrik untuk penerangan, dan banyak juga desa lainnya bernasib gelap gulita. Bagi penduduk, yang menghantui mereka adalah ketidakberdayaan melawan kerasnya alam, langkanya air di musim kemarau dan serangan hama yang melenyapkan harapan mendapat rupiah dari sepetak lahan. Kemiskinan serta hutang yang menghantui ketika musim tanam tiba dan belum tentu terbayar ketika gagal panen. Pembaca yang budiman, kemiskinan dan hutang adalah dua jenis hantu yang paling mengerikan di muka bumi ini !. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 41 Bila Anda seorang naturalis, pencinta alam dan avonturis, boleh jadi Anda langsung jatuh cinta pada pemandangan P. Semau. Alasan pertama adalah di pulau itu campur tangan manusia nampaknya sangat terbatas. Keasrian alamnya ditandai dengan keunikan ekosistemnya. Pohon lontar, semak-semak, pohon-pohon tua berjajar di sepanjang jalan yang sebagian besar belum beraspal. Pohon bercabang , beranting lebat dipenuhi buah merah ranum seperti menyambut siapa saja yang datang. Padang rumput berselang seling dengan batu karang adalah kombinasi keindahan bersahaja dan kekerasan alam khas Nusa Tenggara. Sesekali akan terlihat rumah sederhana beratap rumbia, berpapan pelepah lontar dikelilingi pagar batu-batu karang yang disusun rapi tanpa perekat semen, atau kayu dan batang lontar yang disusun membentuk pagar dengan bentuk yang nyaris simetris seperti buatan pandai besi. Kerbau dan sapi yang dilepas liar adalah pemandangan yang lazim di sana. Pemiliknya tak pernah mengurus mereka dan menyiapkan kandang, bahkan sang pemilik tak pernah mau mengaku jumlah ternak yang dimilikinya. Di musim kemarau, warna coklat dan abu-abu akan mendominasi pandangan. Itu tak lain karena semak , ranting dan pohon kayu kehilangan daun. Rumput seperti karpet kusam tertutup debu yang berterbangan dihembus angin dari pantai. Sedangkan ketika musim hujan tiba, pupus hijau daun menambah keindahan lahan dan pekarangan desa. Padi gogo, jagung, sayur dibudidaya memanfaatkan curah hujan yang tidak akan lama tercurah. Itu karena bulan basah lebih pendek dari bulan kering yang panjang. Di beberapa sudut pulau dan desa-desa masih didapati vegetasi pepohonan lebat dan membentuk ekosistem hutan yang mengagumkan. Namun demikian kita dapat saksikan juga pembukaan hutan menjadi ladang untuk menopang kebutuhan pangan dan lahan garapan dari populasi yang terus tumbuh di desa. Namun begitu, apapun yang ada dan tumbuh di Pulau Semau, telah membuat penduduknya bertahan dan membentuk kearifan budaya yang diturunkan dari generasi ke generasi. Interaksi dengan daratan Kupang telah membawa berbagai perubahan sosial budaya dan tentu dengan dampak lainnya termasuk cara-cara yang mempengaruhi warga mengambil keputusan dalam bertani dan mengelola sumberdaya. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 42 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 43 Pembaca yang budiman, bila ingin tahu Tim UNDANA mengekspresikan pandangan mereka dari sudut keilmuwan tentang keunikan alam Pulau Semau, berikut dicuplikan hasil survey yang dituangkan dalam laporan dan proposal mereka sebagai berikut : Pulau Semau sebagai salah satu pulau yang ada di Kabupaten Kupang merupakan salah satu dari lima belas Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Kupang wilayahnya mencakup cukup banyak pulau yaitu sebanyak 27 pulau, dimana diantaranya masih terdapat 8 pulau yang belum memiliki nama. Dari 27 pulau tersebut yang telah dihuni hingga saat ini hanya sebanyak 5 pulau yaitu Pulau Timor, Pulau Sabu, Pulau Raijua, Pulau Semau, dan Pulau Kera. Pulau Semau letaknya yang paling dekat dengan kota Kupang, terletak antara 121o30 Bujur Timur dan 124o11 Bujur Timur, dan antara 9o19 Lintang Selatan dan 10o57 Lintang Selatan. Batas administratif Pulau Semau yaitu sebelah utara berbatasan dengan laut Sawu, sebelah selatan berbatasan dengan selat Pukuafu dan samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan teluk Tenau. Pulau Semau terdiri atas dua kecamatan yaitu Kecamatan Semau dan Kecamatan Semau Selatan. Luas kecamatan Semau adalah 126,11 km2 yang terdiri atas delapan desa yaitu Desa Bokonusan, Otan, Uitao, Huilelot, Uiasa, Hansisi, Batuinan, dan Letbaun.Sedangkan Kecamatan Semau Selatan mempunyai luas 122,55 km2 terdiri atas enam desa yaitu Desa Akle, Uithiutuan, Uithiuhana, Onansila, Naikean dan Uiboa. Secara umum topografi di Pulau Semau relatif datar dan bergelombang, dimana ketinggian dominan berkisar antara 0 - 150 m dan kelerengan dominan berkisar antara 2-15 % (16.700 ha). Pada Tabel 4 tampak bahwa Pulau Semau didominasi daerah dataran rendah sehingga potensi degradasi lahan juga relatif sedang. Iklim di Pulau Semau termasuk daerah dengan iklim tropis dengan jumlah bulan kering lebih panjang dibandingkan bulan basah. Rerata jumlah hujan yang turun selama kurun waktu lima tahun adalah berkisar atara 1819 mm – 2009 mm dengan hari hujan berkisar antara 100 – 133 hari hujan dalam setahun. Litologinya didominasi oleh batuan gamping dan lempung sehingga mempengaruhi tingkat penguapan yang tinggi di areal permukaan lahan. Kondisi kering ini akan semakin nyata pada saat musim kemarau yang panjang. Suhu udara disuatu tempat antara lain disebabkan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut dari permukaan laut dan jarak tempat tersebut dari pantai. Suhu udara di Pulau Semau khususnya dan Kabupaten Kupang umumnya rata-rata siang hari berkisar antara 30,0 sampai dengan 33,7oC, sementara pada malam hari suhu udara berkisar antara 21,2oC sampai dengan 24,3oC. Kelembaban udaranya relatif cukup tinggi dengan rata-rata berkisar antara 69 persen yaitu pada bulan September sampai dengan 91 persen pada bulan Februari. Tingkat penyinaran sangat bervariasi rerata di Pulau Semau dengan bentang lahan relative datar sampai bergelombang mempunyai tingkat penyinaran antara 93 persen pada bulan September dan 40 persen pada bulan Februari (BPS, 2008). Tingkat evapotranspirasi sangat mempengaruhi penguapan sehingga berpengaruh pada ketersediaan air tanah bagi tanaman. Evapotranspirasi rerata di Pulau Semau berkisar antara 4,06 – 5,80 mm per hari. Tingkat penguapan ini termasuk tinggi sehingga tingkat ketersediaan air di Pulau Semau menjadi terbatas terutama pada daerah terbuka. Jenis tanah yang dijumpai di Pulau Semau, yaitu tanah Mediteran, Latosol, Aluvial. Tingkat kejenuhan basa sedang sampai tinggi, kandungan liatnya terbatas terutama liat kaolinit, kemampuan ikat unsur hara cukup tinggi sehingga unsur hara menjadi kurang tersedia.Terdapat tiga jenis batuan utama di Pulau Semau, yaitu batu lempung, bobonaro, dan batu endapan alluvium serta batu gamping coral. Batu lempung bobonaro bersifat kedap air sehingga dapat menampung air permukaan tetapi sulit meresapkan air hujan sehingga air hujan yang ada masuk ke dalam aliran sungai, sedangkan batu endapan alluvium dan batu gamping coral merupakan jenis batuan porous, potensial sebagai penyimpan air bawah tanah. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 44 Tabel 4. Keadaan Topografi Berdasarkan Ketinggian dan Kelerengan di Pulau Semau Ketinggian 0 m – 50 m 50 m – 100 m 100 m – 150 m 150 m – 500 m Jumlah Luas (ha) % terhadap luas Kabupaten Luas (ha) % terhadap luas Kabupaten Luas (ha) % terhadap luas Kabupaten Luas (ha) % terhadap luas Kabupaten Luas (ha) % terhadap luas Kabupaten 19250 2,62 5430 0,74 1410 0,19 410 0,06 26500 3,61 Kelerengan 0%-2% 2 % - 15 % 15 % - 40 % > 40 % Jumlah Luas (ha) % terhadap luas Kabupaten Luas (ha) % terhadap luas Kabupaten Luas (ha) % terhadap luas Kabupaten Luas (ha) % terhadap luas Kabupaten Luas (ha) % terhadap luas Kabupaten 7060 0,94 16700 2,27 2740 0,40 - - 26500 3,61 Sumber : BP DAS, 2003 Sebagian besar lahan di Pulau Semau merupakan kawasan hutan belukar (>60%) dari luas wilayah 248,66 km2 (BPS, 2008), dan sisanya yang digunakan untuk perkebunan/ladang/sawah. Penggunaan lahan kecamatan Semau dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Penggunaan Lahan di Pulau Semau NO Guna Lahan Luas Persentase 1 Kebun 10.73 4.32 2 Tegalan 28.09 11.30 3 Sawah 2.515 1.01 4 Hutan 31.32 12.60 5 Semak belukar 151.225 60.82 6 Rumput 6.78 2.73 7 Pemukiman 18 7.24 Jumlah 248.66 100 Data sekunder yang dianalisa (BPS, 2008) MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 45 Dari Peta Tata Guna Lahan menunjukkan bahwa semak belukar melingkupi hampir seluruh wilayah pulau Semau (Tabel 5.3), sedangkan hutan dengan luasan yang cukup besar hanya terdapat di bagian Tenggara desa Akle (hutan terluas) dan pada wilayah perbatasan antara Desa Uiasa dengan Desa Uitao/calon desa persiapan Duhun serta pada wilayah perbatasan antara Desa Uiasa, Desa Uitao, dan Desa Huilelot. Sedangkan desa-desa yang memiliki luasan hutan yang lebih kecil adalah Desa Uitiuhtuan, Desa Uiboa, Desa Uitiuhana, Desa Bokunusan, serta Desa Huilelot. Tabel 6. Luasan Lahan (Ha) Berdasar Fungsi dan Peruntukan Budidaya, Perkebunan, Hutan Di Pulau Semau. Desa Sawah (tadah hujan) Padi ladang Jagung Ubi jalar Ubi kayu Kacang tanah Kelapa Lontar Hutan rakyat Hutan negara 5 37 33 861 350 50 Akle 30 1 30 Uitiuhtuan 50 1,5 38 2 7 39 29 601 720 30 Uitiuhana 40 1,5 67 4 6 56 31 844 433 12 Onansila 5 2 38 2 6 11 355 *) - 5 35 Naikean Uiboa 31 3 43 Bokonusan 14 1 53 2 9 39,5 46 24 622 683 10 Otan 21 1 43 2 11 60 18 288 113 18 Uitao 29 2 22 1 8 22 23 697 196 100 Huilelot 9 1 25 1 9 28 12 372 200 75 Uiasa 27 2,5 36 2 6 35,5 29 550 49 5 Hansisi 5 3 4 19 468 74 14 23 Sumber: Semau dalam Angka, 2008 Tabel 7. Produksi (ton) Tanaman Budidaya, Perkebunan, Hutan di Pulau Semau Desa Sawah (tadah hujan) Padi ladang Jagung Ubi jalar Ubi kayu Kacang tanah Kelapa Lontar Akle * 1,5 33 - 27 74 * 375 Uitiuhtuan * 2,25 41,8 19 30 78 * 216 Uitiuhana * 2,25 73,7 16 22 104 * 368 Onansila * 3 44,5 - 27 12 * 97 Naikean * 2,5 38,5 - - 62 * - Uiboa * 4,5 47,5 - - 79 * - Bokonusan * 1,5 58,3 11 40 92 * 256 Otan * 1,5 47,3 15 33 120 * 114 Uitao * 3 24,2 12 20 44 * 300 Huilelot * 1,5 27,5 7 26 57 * 121 Uiasa * 2,25 39,6 10 38 74 * 200 Hansisi * 40 8 * 174 Sumber: Semau dalam Angka, 2008 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 46 25,3 Tabel 8. Pemanfaatan Tanaman Pangan dan Sayur yang Dikenal Masyarakat Desa Jenis Tanaman Variasi Jenis Uiboa Jagung Jagung kuning, jagung putih, jagung pulut, jagung non lokal yaitu jagung hibrida (arjuna, pioner, bisma dan lamuru). Padi Padi kaca pulut (ael pulut), padi umur dua bulan (ael bukdua), padi hitam (ael kakalo) Sorgum Sorgum lokal , dengan sebutan jagung rote Kacang-kacangan Kacang tanah (jenis kacang yang paling banyak di budidayakan oleh masyarakat Desa Uiboa), kacang nasi (biji putih, merah, hitam dan bintikbintik) dan kacang hijau. Umbi-umbian Ubi kayu, mae, uwi atau simu, buhu (bui), engan (ubi berbulu). Jenis ubi yang di tanam adalah ubi kayu saja sedangkan jenis yang lain tumbuh alami di hutan dan apabila diperlukan untuk konsumsi ataupun pakan ternak maka masyarakat mengambil di hutan secara bebas. Tetapi ada juga sebagian petani yang membudidayakan mae dan enggan di pekarangan Sayur-sayuran Labu lilin (labu siam), marungga (daun kelor), daun singkong, buah pepaya muda, daun dan bunga pepaya, cabai, bawang merah merupakan jenis sayuran yang ditanam oleh masyarakat desa Uiboa Buah-buahan Pola pengelolaan Pada umumnya ditanam di Dusun Pahlelo, Desa Uiboa karena dusun lain tidak membudidayakan tanaman padi. Jenis sayuran lainnya seperti kangkung, sayur putih, bayam, kol, kacang panjang tidak ditanam di desa dan membeli dari desa Otan dan Uitiuhana Cabai varietas cakra putih dan bawang merah ditanam pada musim kering dengan menyewa lahan di desa sekitar. Mangga (udang, biasa (buahnya bulat dan kecil), mangga golek), pisang (goreng, rote, susu, amerika, liong), semangka, bonteng/ ketimun Meski terdapat pohon lontar, buahnya tidak dimanfaatkan. Biji-bijian Wijen (lena) Ditanam beberapa petani karena kurangnya pengetahuan cara budidaya yaitu tidak ada perlakuan khusus tetapi disebar saja ke lahan kosong tapi sebelumnya dicampur dengan pasir dengan tujuan agar tumbuhnya tidak terlalu rapat. Selain itu, mereka menganggap bahwa wijen mempunyai nilai jual yang rendah. Serat Rumput laut Masyarakat di desa ini budidaya rumput laut di dusun lain Onanbalu dan Akle yang kondisi lautnya memungkinkan kondisi laut di desa ini kurang mendukung untuk budidaya rumput laut MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 47 Pembaca budiman, tidakkah cermatan kita atas pemaparan kondisi geografi dan potensi kekayaan di pulau Semau hasil survei itu mengubah pandangan bahwa Semau adalah pulau hantu yang mengerikan?. Data dan fakta tadi sebaliknya justru menunjukkan betapa kaya dan banyak potensi yang belum termanfaatkan di Pulau itu. Semak belukar lebih dari 60% luas di sana menunggu pemanfaatan yang memberi makna lebih berarti, hutan penyeimbang ekosistem pulau kecil, tegalan dan sawah serta padang rumput memberikan pilihan usaha beragam menjadi lumbung persediaan berbagai pangan. Hutan rakyat yang luasnya lebih dari 2000 ha dan lebih besar dari hutan negara mengukuhkan sistem kepemilikan lahan miliki keluarga dan akses pemanfaat yang berkelanjutan, merupakan tambang kehidupan yang bisa diandalkan lintas generasi dan nampaknya lebih dari cukup menyediakan kebutuhan pangan, papan bagi sekitar 10.000 populasi penduduk di pulau seluas 143,42 km2 ini. Rasanya tidak berlebihan bila survey ini kemudian oleh Tim UNDANA menempatkan Pulau Semau sebagai lokasi strategis dalam program ini seperti sebuah harta zambrud khatulistiwa terpendam yang menggoda untuk ditemukan dan ditampilkan kecantikannya. Pulau Semau ternyata kaya dan memiliki banyak potensi yang belum termanfaatkan. Semak belukar lebih dari 60% luas di sana menunggu pemanfaatan yang memberi makna lebih berarti, hutan penyeimbang ekosistem pulau kecil, tegalan dan sawah dan padang rumput memberikanpilihan usaha beragam menjadi lumbung persediaan berbagai pangan. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 48 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 49 mozaik 6 Menanam Manusia Pelajar dan mahasiswa dipisahkan dari persoalan masyarakat yang sebenarnya. Mereka hanya belajar, belajar, dan belajar… Padahal ketidakadilan terus berlangsung Mereka mengejar ijazah sementara rakyat megap-megap cari sesuap nasi Apakah sekolah macam itu masih ada? (Sekolah itu Candu, Roem Topatimasang, 1983) MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 50 Pepatah bijak mengatakan: “Tanamlah padi dan biji-bijian untuk keluargamu esok, tanamlah pohonpohon untuk anak cucumu kelak. Tanamlah manusia untuk melanjutkan generasimu mendatang.” Menanam manusia adalah menginvestasikan ilmu dan ketrampilan jangka panjang. Dalam kurun waktu generasi ke generasi keahlian manusia akan pengembangan dan penerapan ilmu telah dirasakan buktinya melalui proses pendidikan dan pengajaran selama ini. Itulah langkah awal yang ingin dilakukan Yayasan Pandu Lestari dan KEHATI di Desa Uiboa, Uithiuhana dan Akle, di Kecamatan Semau Selatan. Program sekolah lapang untuk kelompok tani ini bertujuan membuka kesempatan bagi masyarakat yang mewakili desanya untuk mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan tentang pertanian. Benih-benih generasi petani yang memiliki pengetahuan dan keterampilan ini diharapkan bisa tumbuh dan berkembang membawa perubahan dan perbaikan di ladang petani, di kebun-kebun desa dan diteruskan oleh generasi demi generasi. Tidak terlalu berlebihan harapan itu digantungkan, karena kenyataan- nya kebanyakan petani di P. Semau sesungguhnya hanya menjalani saja pekerjaan petani tanpa sempat meluangkan waktu mempelajari apa yang dilakukannya. Sehingga pengetahuan yang ada dari pengalaman petani dan masyarakat itu tidak sepenuhnya berkembang. Ketua kelompok Dalkolo, Yevta mengakui, “Walaupun kita sejak dulu jadi petani, tetapi kita pikir tidak ada orang lain yang tahu pertanian dan berkebun selain kami petani ini. Ternyata ada banyak orang yang memahaminya dan bisa membantu persoalan kami.” Kesan Yevta itu ia ungkapkan dalam wawancana evaluasi atau lima tahun sejak ia dan teman-teman petani mengikuti sekolah lapang yang dikelola FIELD dan Yayasan Pandu Lestari ketika mengawali program pemberdayaan masyarakat di Pulau Semau. Sekolah lapang yang dimaksud adalah sebuah pelatihan sederhana yang dirancang khusus untuk petani. Pengajarnya adalah petani alumni training serupa. Iwan dan Enceng, petani alumnus training dari berbagai proyek FIELD menjadi fasilitator training, didamping Kang Engkoes, Manajer Proyek FIELD yang mengaku profesi utamanya adalah petani. Berbagai kebutuhan menyusun “agenda belajar” bagi kelompok tani disiapkan lebih dulu dengan cermat, sesuai kondisi dan situasi yang ada. Semua kebutuhan Sekolah Lapang itu dipersiapkan melalui serangkaian penelitian yang melibatkan mahasiswa, dosen pengajar di lokasi terpilih yaitu Desa Uiboa, Uitiuhuana, dan Akle beberapa bulan sebelumnya. Kegiatan penelitian itu sendiri memiliki beragam cerita dari para pelakunya. Namun inti dari keputusannya melibatkan civitas akademika dalam penelitian ini tidak lain karena Dr. Prijo sebagai penanggungjawab program ingin menanamkan para mahasiswa pada rancangan penelitian berbasis persoalan nyata yang dihadapi masyarakat. Ia percaya mahasiswa harus punya kepekaan sosial atas subyek penelitiannya, tidak sekedar mendapatkan data dan informasi, tetapi lebih dari itu harapannya adalah ingin menyiapkannya sarjana terampil siap terjun di bidangnya dengan pemahaman luas dan lintas ilmu dan berkontribusi memberi solusi pada setiap masalah yang dihadapi petani. Upaya itu boleh jadi investasi terbaik yang diupayakannya bagi mahasiswa UNDANA. “Walaupun kita sejak dulu jadi petani, tetapi kita pikir tidak ada orang lain yang tahu pertanian dan berkebun selain kami petani ini. Ternyata ada banyak orang yang memahaminya dan bisa membantu persoalan kami” . Yevta, Ketua kelompok Dalkolo MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 51 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 52 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 53 Bertho adalah mahasiswa pertanian UNDANA yang merupakan angkatan kedua yang terlibat dalam proyek Semau, di bawah bimbingan Prijo Soetedjo. Rekannya Orienace, yang sudah lulus atau lebih dulu melakukan penelitian di Semau saat ini membantu kegiatan Pandu Lestari. Dece dan Rosty, adalah mahasiswi Ilmu Kesehatan Masyarakat, “kakak kelas” Oriance dan Bertho yang mengawali kegiatan penelitian mahasiswa di Semau pada tahun ajaran 2006 . Mereka bersama lima rekan lainnya dari Fakultas Pertanian UNDANA: Jacko, Arif, Polce, Oket dan Hildos adalah “generasi pertama” mahasiswa yang sempat merasakan kelas Sekolah Lapang bersama masyarakat dan diakhir masa penelitiannya sempat bergabung dalam kelas Sekolah Lapang yang difasilitasi FIELD. Tujuan penelitian Dece dan Rosty (angkatan 2003) yang merupakan angkatan III di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat adalah melihat hubungan antara ketersediaan pangan dari hasil pertanian pada status gizi dan kesehatan masyarakat. Mereka awalnya juga takut masuk P. Semau karena berbagai mitos negatif yang kerap mereka dengar. Dece ingat, saat memutuskan penelitiannya di P. Semau, orang bilang, “ Orang yang ke sana tidak akan pernah pulang. Tapi karena kami ditawari bantuan dan fasilitas penelitian oleh Pandu Lestari melalui dosen di Kampus, kami jauh lebih tertarik dengan biaya yang ditawarkan Rp. 4,8juta.” Dece dan Rosty ditawari oleh dosen pembimbing, Pak Outma Aspatria dan Lewi Jutomo. Dari Jurusan Ilmu Kesehatan ada tiga orang yang ditawari, tetapi yang seorang mundur karena tidak diijinkan pergi oleh orangtuanya. “Biasanya yang ditawari dalam “project penelitian Semau “ ini adalah mahasiswa yang memiliki prestasi akademik,” kata Rosty yang kini telah bekerja PAM SIMAS salah satu proyek World Bank. Tidak semua mahasiswa dapat terlibat dalam penelitian itu dan harus melalui proses penilaian proposal yang ketat yang dilakukan antara dosen pembimbing dengan penanggungjawab program di Pandu Lestari. Karenanya di Kampus kegiatan penelitian mahasiswa di P. Semau disebut Riset Kompetitif. “Kami dibimbing dan disiapkan untuk lebih memahami persoalan, bukan sekedar melakukan penilitian untuk persyaratan S1 oleh pembimbing kami Dr. Prijo Soetedjo. Dan saya tertarik karena memang diajak oleh Pak Prijo,” kata Bertho. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 54 Dece dan Rosty mengembangkan proposal penelitian didampingi oleh dosen, termasuk menyusun biaya penelitiannya. Dana penelitian yang difasilitasi adalah transportasi, akomodasi dan konsumsi selama satu bulan di desa, dan analisa data lapang biasanya ditanggung separuhnya (50%) melalui program Pandu Lestari. Sebagai kompensasinya, hasil penelitian harus “diseminarkan” di desa dihadapan kelompok tani yang menjadi mitra kerja mahasiswa. Pertanyaan dari masyarakat biasanya menjadi input untuk perbaikan hasil laporan penelitian. Hasil penelitian, disampaikan kepada petani seperti layaknya sebuah seminar di kampus, namun disederhanakan bahasa dan penyampaiannya di depan petani di balai desa. Dece mengisahkan pengalamannya ketika baru saja melakukan penelitian di sebuah desa di “Masyarakat P. Semau terbelakang, padahal dekat dengan ibukota propinsi NTT ini. Kaum ibu dan anak kurang gizi, makanan tidak beragam, kondisi terbatas, sayur dan air minum, paling-paling ikan dan daun kelor saja. Itulah potret di tiga desa yang kami kunjungi.” Semau. Namun dari hasil berinteraksi, mereka menjadi tahu bahwa masyarakat punya beragam cara untuk bertahan hidup, salah satunya melalui pertanian dan itu berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Selama melakukan penelitian bidang kesehatan masyarakat, Dece dan Rosty mengukur indikator kesehatan, yaitu antropometri untuk mengetahui status gizi. Ada dua puluh responden yang mereka cacah dan semuanya berstatus buruk gizi. Mereka menggunakan metodologi yang menjadi standar WHO, dimana pengukuran pada responden didasarkan pada berat badan dan umur. Metode itu juga diadopsi oleh Depkes. Hasil rekaman status gizi tadi lalu dihubungkan dengan analisis ketahanan dan ketersediaan pangan, sehingga mereka harus mendiskusikannya dengan teman-teman mahasiswa dari Fakultas Pertanian yang melakukan penelitian pertanian. Topik diskusi biasanya menyangkut jenis pangan apa saja yang ditanam masyarakat, apa yang dikonsumsi dan yang dijual sebagai komoditi. Dari sana kita tahu bagaimana pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi masyarakat. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 55 Penelitian Dece dan Rosty merupakan variable penelitian, yaitu status gizi hubungannya dengan ketahanan pangan dan ketersediaan pangan. Semuanya berhubungan dengan ketersediaan sumberdaya akam, sumberdaya lahan dan daya bertahan hidup. Kesimpulan hasil penelitian mereka adalah penduduk P. Semau mempunyai bermacam cara untuk bertahan hidup. Oriance dan Bertho, mahasiswa Fakultas Pertanian angkatan 2006 dan 2007 adalah peneliti generasi kedua dan ketiga proyek Semau. Mereka punya kesan lain. “Kami dibimbing dan disiapkan untuk lebih memahami persoalan, bukan sekedar melakukan penilitian untuk persyaratan S1 oleh pembimbing kami Dr. Prijo Soetedjo. Dan saya tertarik karena memang diajak oleh Pak Prijo,” kata Bertho. Ia mengakui tidak banyak mahasiswa yang mau meneliti di P. Semau, karena berbagai mitos buruk tentang Pulau itu. Kebanyakan mahasiswa lebih memilih bidang penelitian dengan “ikut” proyek dosen pembimbingnya yang diperoleh dari Dikti di kampus misalnya. Bertho meneliti soal tehnik irigasi tetes dan pemupukan yang dilarutkan dalam air yang dialirkan dengan tehnik dript irrgation, yang juga dipraktekan atau didemonstrasikan oleh Pandu Lestari di lahan petani untuk komoditi lombok (cabe). Ia terlibat langsung dengan petani, belajar dari petani, juga mempelajari bagaimana efisiensi penggunaan air, tetapi juga hemat tenaga, biaya dan waktu. Rekannya, Oriance, meneliti efesiensi penggunaan air melalui penggunaan mulsa organik dan frekuensi penyiraman atau pemberian air. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian air empat hari sekali memberikan hasil yang lebih bagus. Penelitian dilakukan bersama petani dan mahasiswa, berdiskusi dan melakukan treatment atau perlakuan penelitian bersama. Pendekatan itu mampu membekali mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman dan fenomena nyata di lapangan yang lebih luas, karena didalamnya terdapat berbagai faktor, yaitu diantaranya kemampuan dan kapasitas petani dalam mengatasi atau memahami problem pertanian yang mereka hadapi. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 56 Kegiatan penelitian mahasiswa yang mengawali program akhirnya dapat dilaksanakan dan berhasil melibatkan empat belas mahasiwa, dua diantaranya dari Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, dan lainnya dari Jurusan Budidaya, Sosial Ekonomi, Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Hasil-hasil penelitian mahasiswa menjadi bahan kajian Tim Pandu Lestari dalam menyusun dan menentukan skala prioritas bagi penyelenggaraan Sekolah Lapang bagi petani. Tema-tema belajar akan disesuaikan dengan persoalan yang ada dihadapi masyarakat yang umumnya petani dan sebagian kecil nelayan, khususnya di Desa Akle. Hasil kegiatan riset kompetitif pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di Pulau Semau khususnya di Desa Akle, Uitiuhuana, dan Uiboa menunjukkan bahwa petani di desa pewakil mengelola usahataninya berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki, pertanian mereka sangat tergantung pada kondisi lingkungan. Misalnya dalam mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang tanaman, mereka hanya melihat jenis serangan tersebut berdasarkan pengalaman yang mereka dapatkan dari pengetahuan sebelumnya tanpa melihat lebih detail penyebab serangan yang terjadi, apakah hama atau penyakit. Sehingga kesalahan mengidentifikasikan hama dan penyakit tersebut berpengaruh pada ketidaktepatan usaha pengendalian hama dan penyakit. Hal tersebut diperburuk dengan penggunaan jenis pestisida dan takaran dosis tidak tepat bahkan cenderung berlebihan. Hal ini berakibat kecenderungan meningkatnya kekebalan hama penyakit terhadap penggunaan pestisida tertentu. Hal yang sama terjadi pada penggunaan pupuk. Petani justru terus meningkatkan jumlah penggunaan pupuk untuk meningkatkan produksi tanaman mereka walaupun daya dukung lahan dan komponen ikutan lain sudah menurun. Hal ini berpengaruh pada peningkatan ketergantungan pemakaian pupuk an-organik yang justru akan berdampak buruk pada keseimbangan lingkungan lahan. Pemakaian air untuk usaha tani sayuran cenderung kurang efektif dengan penggunaan air yang berlebihan pada kondisi lingkungan yang justru memerlukan efesiensi penggunaan air. Mereka beranggapan bahwa dengan pemberian air tersebut, tanaman akan tumbuh subur. Semakin menurunnya daya dukung lahan khususnya dan lingkungan pada umumnya berpengaruh pada pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Hasil penelitian mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat menunjukkan bahwa rerata penduduk di desa pewakil tergolong mempunyai nilai gizi buruk dan pendapatan petani yang sangat rendah. Kebutuhan rumah tangga mereka tergantung pada hasil pertanian secara luas (tanaman pangan, perkebunan, perikanan) dan pemenuhan energi keluarga tergantung pada pengumpulan kayu bakar dari hutan serta pembelian minyak tanah yang cenderung memberatkan ekonomi keluarga. Hasil penelitian mahasiswa yang kemudian disosialisasikan ke masyarakat dan ditindaklanjuti dengan Sekolah Lapang cepat difasilitasi dosen-dosen dari Ilmu Hama Penyakit Tanaman, Sosial-ekonomi Pertanian, Ilmu Tanah, Agronomi, dan Kesehatan Masyarakat UNDANA. Mereka mampu memberikan kesegaran dan penambahan wawasan pengelolaan usahatani dengan benar dan pemanfaatan sumberdaya alam sebagai salah satu energi terbarukan. Untuk mendukung model Sekolah Lapang tersebut terutama dalam menyusun kegiatan berikutnya, maka dibentuklah kelompok yang beranggotakan masyarakat yang mewakili kepentingan petani, pedagang, wanita, pemuda, dan pemerintahan. Setiap kelompok terdiri atas 15 orang dan setiap desa dibentuk 2 kelompok. Dengan fasilitasi dari FIELD Jakarta dan Pandu Lestari kelompok-kelompok tersebut berdiskusi untuk merencanakan dan merumuskan kaji tindak perbaikan pengelolaan usaha tani dan penggunaan energi terbarukan berbasis masyarakat melalui bentuk Sekolah Lapang yang akan dibangun pada lahan kelompok. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 57 Di Desa Uiboa, mereka yang terpilih mewakili pemuda, petani di masing-masing kelompok sudah tak sabar menunggu dimulai Sekolah Lapang. Suasana hampir sama juga terjadi di Akle dan Uitiuhuana. Mereka saling bertanya kabar dimulainya Sekolah Lapang dengan saling mengunjungi desa. Namun sebagian besar dari mereka merasa tak percaya diri. Sudah setua ini masih mau belajar, apa mungkin? Sekolah formal saja di dalam kelas tak semua dapat menyelesaikannya, mengapa pula sekarang ada Sekolah Lapang?, begitu kira-kira yang ada dalam benak Marten ketua kelompok Karya Nyata. Di bangunan Puskemas yang belum digunakan itulah mereka tengah mendapat pengarahan tentang agenda Sekolah Lapang dan tujuan-tujuan yang akan dicapai sambil menunggu Tim FIELD dari Jakarta memastikan jadwal keberangkatan mereka ke Kupang. Di Jakarta, Tim FIELD sebelum turun ke lapangan, membahas hasil penelitian mahasiswa yang telah dikemas menjadi skala prioritas pelatihan oleh Tim Pandu Lestari. Semua itu untuk mempelajari situasi dan kondisi guna menyusun strategi pelatihan dan agenda Sekolah Lapang. Kordinasi dilakukan melalui berbagai cara: tatap muka Tim FILED dan KEHATI dilakukan beberapa kali di kantor KEHATI di Jakarta. Kemudian diskusi sambung menyambung melalui email dengan Tim Pandu Lestari berkejarkejaran dengan datangnya musim tanam agar praktek lapangan dapat disesuaikan dengan kegiatan pertanian, berbagai kalender kerja petani, mulai penyiapan lahan, pembibitan, budidaya, pengamatan hama dan penyakit dan mengembangkan kerja kelompok untuk membantu proses pembelajaran bersama. Kesepakatan akhirnya tercapai seiring datangnya musim penghujan memasuki provinsi terkering di Republik ini. Pada musim basah itu, Pandu Lestari dan FIELD telah bersama mengikat itikad saling mendukung. Dalam hitungan proyek masih dimungkinkan membekali kelompok tani sebelum mereka mempraktekan di ladang dan pekarangan. Karenanya koordinasi semakin dimatangkan. Beberapa mahasiswa yang tengah melakukan penelitian diterjunkan mengurus berbagai persiapan. Beberapa dosen diterjunkan untuk mengikuti proses Sekolah Lapang sekaligus berfungsi sebagai narasumber. FIELD akan memulai Sekolah Lapang dengan penyegaran dengan re-assesment guna memastikan rencana yang disusun di atas kertas sesuai dengan cara petani memahami situasi dan permasalahan di ladang pekarangan mereka masing-masing. Pada putaran pertama itu FIELD sepakat mendatangkan dua petani ahli dari Jawa Barat, Iwan dan Enceng, untuk pendampingan praktek lapang, dan Kang Koes melakukan rapid assessment dan pelatihan Trainer of Trainer kepada kelompok tani. Maret 2008, angin yang bertiup mengandung uap air siap dijatuhkan. Hujan sebentar lagi datang, pertanda musim tanam tiba. Orang-orang berkumpul menanamkan harapan di Sekolah Lapang untuk mengubah ladang pekarangan mereka lebih hijau ketika panen tiba. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 58 Tabel 9. Daftar Nama Mahasiswa yang Melakukan Penelitian di Bawah Program Kerjasama Kehati – Pandu Lestari NO NAMA JUDUL PENELITIAN 1. Oscar Antonius Pale Uji Adaptasi dan Kemampuan Konservasi Lahan Beberapa Jenis Rumput Pakan 2. Arip A. Riwu Analisis Kontribusi Usahatani Cabai (Capsicum sp) terhadap Total Pendapatan Usahatani Sayuran di Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang (Akle, Uiboa, Uithiuhana) 3 Oktovianus Ulnang Keragaan Usahatani Padi Ladang di Kecamatan Semau Kabupaten Kupang (Akle, Uiboa, Uithiuhana) 4 Dece Mery Pay Ketahanan Pangan Masyarakat Pulau Dan Faktor Faktor Yang Mempengaruhinya Di Pulau Semau, Kabupaten Kupang (Akle, Uiboa, Uithiuhana) 5 Endang R Nenoliu Studi Keberlanjutan Hidup Pada Masyarakat di Pulau Semau dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya di Pulau Semau, Kabupaten Kupang (Akle, Uiboa, Uithiuhana) 6 Yublina Lay Inventarisasi dan Identifikasi Serangga Penting pada Tanaman Cabai di Desa Akle, Kecamatan Semau 7 Philipus Dos Perkembangan Penyakit Bercak Daun pada Tanaman Kacang Tanah dan Tehnik Pengendalian yang Dilakukan oleh Petani di Desa Uithiuhana, Kecamatan Semau 8 Yohanes P Serang Inventarisasi dan Identifikasi Serangga Hama Penting pada Tanaman Jagung dan Evaluasi Pengendalian yang Dilakukan Petani di Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang (Akle dan Uiboa) 9 Ycobus Meno Aome Inventarisasi dan Identifikasi Hama Penting pada Kacang Tanah serta Tehnik Pengendalian yang Dilakukan Petani di Kecamatan Semau (Uiboa dan Uithiuhana) 10 Agnes A Meomau Aplikasi Pupuk Organik Cair Nitas dan Johar terhadap Perbaikan Kimia Tanah dan Hasil Cabai Rawit di Desa Uithiuhana 11 Berlianb P Fanggidae Aplikasi Pupuk Organik Cair Babonik dan Widuri terhadap Perbaikan Kimia Tanah dan Hasil Cabai Rawit di Desa Uiboa 12 Ester Y Mantolas Efesiensi Penggunaan Air dan Penerapan Irigasi Tetes dan Mulsa pada Tanaman Cabai Merah di Desa Uithiuhana 13 Oriance Ledoh Pengaruh Pemberian Mulsa dan Frequensi Pemberian Air Sistem Irigasi Tetes terhadap Sifat Fisik tanah , Efisiensi penggunaan Air dan Hasil cabai 14 Wilhelmus H R Wona (Berto) Interaksi Irigasi Tetes dan Pupuk Organik Cair Nitas dan Babonik terhadap Kimia Tanah, Efisensi Penggunaan Air dan hasil Cabai di Desa Uiboa MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 59 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 60 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 61 mozaik 7 Sekolah Lapang Sebelum penjajah tiba Nenek moyang kita tak kenal ijazah atau gelar. Sekolah juga tak ada Tapi mereka belajar, belajar segala soal.. Bertani, berladang, mengenal alat-alat penting.. Semua orang guru, semua tempat sekolah. (Sekolah itu Candu, Roem Topatimasang, 1998) MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 62 Sekolah lapangan maksudnya adalah semacam pelatihan, pembekalan ketrampilan dan ilmu pertanian untuk dipraktekkan langsung di ladang, tegalan dan pekarangan kebun. Sekolah Lapang petani ini sudah banyak berkembang di Indonesia, khususnya yang dipelopori oleh Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu. Khusus di P. Semau, sekolah lapang yang juga mengadopsi pendekatan Sekolah Lapang lainnya di Indonesia, disesuaikan oleh LSM bernama FIELD (Farmers’ Initiatives for Food Ecological Livelihood and Democracy). Inti pemberdayaan petani melalui model Sekolah Lapang adalah melakukan transfer ilmu pengetahuan kepada para petani dengan memampukan petani menjadi fasilitator atau pemandu lokal bagi kepentingan petani lainnya. Para pengajar adalah mereka yang telah melalui proses pelatihan Sekolah Lapang berjenjang dan mencapai jenjang pemandu lokal atau pemandu lapang di desa. Jadi ini adalah pembelajaran dari, untuk dan oleh petani. Kelas mereka sebenarnya adalah kebun, pekarangan dan aktivitas di dunia pertanian yang merujuk pada kata lapang. Sementara spirit sekolah lebih dekat dengan arti sebenarnya dari kata Schola (Latin) yaitu waktu luang yang secara khusus digunakan untuk belajar. Ya, di Sekolah Lapang di Semau itu, anggota kelompok tani yang mewakili desanya memang harus meluangkan waktunya untuk mengikuti pelatihan dan praktek yang dipandu oleh FIELD. Pada tahap awal Sekolah Lapang memberikan pelatihan Training of Trainers (ToT) dipandu dua orang fasilitator dari FIELD selama enam bulan . Dalam ToT itu akan dijaring calon petani pemandu lokal untuk dilatih dalam Sekolah Lapang pertanian selain juga akan dilakukan Sustainable Livelihood Analysis yang mendiskusikan segala kebutuhan pengembangan program terkait masalah pertanian setempat dan menjadi fokus dalam pelatihan Sekolah Lapang yang akan dilaksanakan secara bertahap selama dua bulan. Telah diceritakan sebelumnya, bagaimana Pandu Lestari dan FIELD saling mengikat itikad dan kerjasama dimana KEHATI memposisikan diri sebagai penjembatan hubungan dan kerjasama itu. FIELD telah melakukan analisis dari hasil studi yang didapat dari Tim UNDANA, Pandu Lestari dan para mahasiswa yang berkontribusi melakukan penelitian di desa. Seluruh hasil-hasil penelitian itu telah dipelajari dan dirumuskan dalam pendekatan dan strategi oleh FIELD. Kepada Yayasan Pandu Lestari, FIELD menuangkan strategi dan pendekatan yang dibawanya ke desa untuk melatih kelompok tani dari tiga desa terpilih. Pandu Lestari pun dapat menerima strategi dan pendekatan yang ditawarkan, maka jadilah kesepakat itu seperti ini: MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 63 Sekolah Lapang difasilitasi jaringan FIELD yang akan memulai program Sekolah Lapang dengan training ToT untuk petani lokal wakil dari kelompok dari desa-desa pewakil. Selain itu forum ini juga mengikutsertakan dosen UNDANA untuk memperkaya pengetahuan bagi civitas akademis dalam kegiatan pertanian berbasis masyarakat. Tujuan peyelenggaraan Sekolah Lapangan Usaha Tani Lestari dan Energi Terbarukan (SLUTLET) di Semau adalah : a. Meningkatkan kemampuan petani dalam pengelolaan usaha tani sehingga mampu meningkatkan produktifitas lahan dan pendapatan b. Menjadikan aktivitas Sekolah Lapang sebagai wadah belajar yang efektif antar kelompok agar masing-masing kelompok tani di desa dapat saling memberikan pengalamannya dalam pengelolaan tani berkelanjutan c. Mengembangkan sains petani dalam rangka meningkatkan rangka pengentasan potensi lokal dan menumbuhkan kemampuan petani dalam menemukan teknologi budidaya tanaman sesuai dengan karakteristik komponen lingkungan setempat d. Meningkatkan pengetahuan petani dalam hal menemukan teknologi terbarukan untuk mengatasi keterbatasan sumber energi di rumah tangga petani. Untuk mencapai tujuan tersebut peserta Sekolah Lapang berperan aktif sebagai subyek belajar untuk meningkatkan kesadaran akan masalah sesungguhnya yang sedang dihadapi, melalui : • Identifikasi dan analisis permasalahan petani melalui kegiatan SLA (Sustainanble Livelihoods Assessment) oleh masyarakat; • Mengembangkan perencanaan oleh masyarakat dan keluarga dalam hal pemecahan masalah budidaya tanaman, air dan energi; • Mengembangkan prinsip-prinsip sains petani untuk meningkatkan keanekaragaman hayati, pengelolaan potensi lokal dan mendorong terciptanya teknologi tepat guna oleh masyarakat; • Meningkatkan sikap kritis, kerjasama petani dalam hal pengambilan keputusan untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi oleh mereka; • Membangun dinamika dan nilai-nilai dalam pengembangan kemandirian petani / masyarakat; • Mengembangkan pendidikan orang dewasa kritis / belajar dari pengalaman bagi masyarakat . MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 64 Prinsip Dasar Pelaksanaan Sekolah Lapang (SL) 1. Lahan (kebun dan pekarangan) dan sosial budaya (social culture) merupakan sarana belajar utama peserta; 2. Cara belajar lewat pengalaman dan mengembangkan sistem aksi dan refleksi; 3. Tempat belajar di ruang terbuka dan dekat dengan lahan praktek; 4. Mengembangkan perencanaan dari bawah ( waktu, peserta dan materi seluruhnya ditentukan bersama antara peserta dan fasilitator/pemandu latihan); 5. Dalam SL tidak ada guru dan murid yang ada adalah warga belajar, dan kegiatan dipandu oleh satu atau dua orang fasilitator yang berfungsi sebagai pelayan dan pelancar aktivitas belajar peserta atas pengalaman mereka sendiri; 6. Pelaksanaan kegiatan SL terbagi atas tiga tahap : perencanaan melalui penelusuran SLA, pelaksanaan (aksi) dan Farmer Field Day (FFD) (untuk mendapatkan dukungan dalam kegiatan tindak lanjut baik masyarakat lainya maupun pihak terkait); 7. Jumlah peserta dalam satu kali SL antara 15 - 25 orang, komposisi peserta perempuan dan laki-laki disesuaikan dengan hasil analisis peran perempuan dan laki-laki dalam hal pengelolaan ekosistem dan energi, namun demikian untuk memberikan peran yang besar kepada perempuan makin baik jika peserta terdiri dari laki dan perempuan masingmasing 50 %; 8. Dalam satu putaran SL terdiri dari 16 kali pertemuan : 6 kali pertemuan adalah perencanaan (SLA) dan 10 kali pertemuan untuk kegiatan tindak lanjut. Daur Belajar Kegiatan belajar peserta dilakukan dengan proses “Daur Belajar dari Pengalaman”. Ini merupakan proses belajar yang alamiah yang sengaja dituangkan dalam setiap kegiatan latihan. Daur belajar itu adalah sebagai berikut : MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 65 Kegiatan Harian Sekolah Lapangan 1. Pengamatan agroekosistem /sosial budaya setempat /sumber-sumber energi lokal; 2. Diskusi kelompok; 3. Presentasi dan pengambilan keputusan; 4. Dinamika kelompok; 5. Topik khusus (materi yang berhubungan dengan budidaya tanaman, pengelolaan air dan energi); 6. Evaluasi harian. Pemandu Kegiatan SL pada musim pertama dipandu oleh pemandu dari FIELD sambil mempersiapkan calon pemandu yang sudah mengikuti kegiatan ToT, setelah selesai SL calon pemandu melanjutkan ToT dengan tekanan pada penguatan kepemanduan dan penyusunan kurikulum SL, pada kegiatan tindak lanjut dan seterusnya maka kegiatan akan dipandu petani pemandu setempat. Lahan Belajar Peserta Kebutuhan lahan belajar (lahan studi), lahan yang diperlukan untuk kegiatan tersebut adalah lahan yang dikelola oleh kelompok (dikelola bersama ) luas lahan yang dibutuhkan kurang lebih 1.000 m2 dan lahan pekarangan masing-masing peserta. Kebutuhan untuk lahan pekarangan peserta adalah agar seluruh peserta dapat mempraktekan hasil-hasil diskusi dan keputusan kelompok di lahan pekarangan peserta selain menerapkan di lahan studi kelompok, luas lahan pekarangan yang digunakan tergantung kesiapan peserta. Waktu Penyelenggaraan SL Sekolah Lapang dilaksanakan pada Pebruari – Juli 2008, jumlah pertemuan 18 kali pertemuan. Kegiatan terbagi dalam dua bagian yaitu tahap perencanaan (SLA) selama 5 kali pertemuan dilaksanakan 2 kali dalam satu minggu. Kegiatan aksi dilaksanakan 12 kali pertemuan satu minggu sekali sedang hari pertemuan ditentukan bersama sesuai keputusan, dan 1 hari Farmers Field Day Famers Field Day Pada akhir penyelenggaraan SL dilaksanakan Farmer Field Day (FFD), waktu pelaksanaan satu hari. Dalam kegiatan ini peserta dapat melakukan pameran meliputi : proses belajar, hasil-hasil kegiatan, dan teknologi yang ditemukan selama SL. Selain itu peserta melakukan presentasi dan dialog dengan para tamu undangan. Peserta yang hadir kurang lebih 35 orang, terdiri dari masyarakat yang belum mengikuti SL, aparat setempat, desa, Kecamatan dan peserta SL. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2008 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 66 Selain itu tujuan strategis lainnya yang ingin didapatkan dengan adanya pelatihan ToT, SLA dan Sekolah Lapang adalah : 1) Pembenahan kelompok untuk memperkuat kebersamaan kelompok dalam mengelola usaha tani di lahan kelompok sebagai media pembelajaran dan bagian dari sekolah lapangan yang akan dialihkan ke kebun masing-masing; 2) Memperbaiki karakter anggota kelompok agar mempunyai kepentingan dalam berkelompok sehingga tercipta komunikasi bersama secara partisipatif bagi semua anggota; 3) Melaksanakan proses analisis agro-ekosistem barsama kelompok untuk mengetahui mengidentifikasi, dan mampu menganalisa variabel lingkungan yang berpengaruh secara langsung dan tak langsung terhadap usaha tani mereka khususnya, dan perubahan lingkungan lain dalam interaksinya dengan pengelolaan sumberdaya alam dan perubahan komponen lingkungan yang lain. Kegiatan ini akan dilaksanakan secara mingguan selama musim tanam; 4) Mengajak anggota kelompok bersama-sama dalam kelompok secara partisipatif menemukan sendiri permasalahan perubahan lingkungan yang berkaitan dengan usaha taninya, berusaha berdiskusi untuk menentukan kaji tindak pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan lokal, dan anggota kelompok secara partisipatif secara bersama-sama dapat menyusun rencana kegiatan perbaikan masalah yang terjadi; 5) Melaksanakan kegiatan yang bertujuan untuk membangun dinamika kelompok terutama yang berhubungan dengan kerjasama tim dalam kelompok, penguatan kelompok dan menjaga motivasi kelompok, dan membantu memunculkan nilai ketrampilan anggota kelompok dalam mengorganisasikan usahataninya. 6) Melaksanakan kegiatan alih tukar informasi ke kelompok yang lain sebagai bagian penyebarluasan informasi yang diperoleh oleh setiap anggota kelompok. Kegiatan ini diharapkan pula akan memacu tumbuhnya kelompok baru dalam pengelolaan usaha tani secara bersama-sama; 7) Kegiatan tambahan dilakukan terutama untuk memperbaiki kebutuhan energi keluarga yang bersumber dari sisa hasil pertanian yang tidak digunakan. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 67 mozaik 8 Kompor, prototype, dan etos Di suatu siang di pasar kawasan Sidoarjo, lelaki jangkung itu tengah asyik ngobrol dengan seorang lelaki pekerja bengkel. Dari peralatan dan perobatan yang ada disekelilingnya dapat disimpulkan tempat itu adalah bengkel pembuatan kompor. Lelaki jangkung itu tengah berkonsultasi dengan Sulkan, sang pemilik bengkel. Mereka berdua tampak sedang asyik mendiskusikan sesuatu. Gerakangerakan tangan mereka seolah sedang menirukan sebentuk model pada bagian kompor. Me-reka tenggelam dalam hasrat yang sama, memodifikasi kompor!. Beberapa waktu diskusi di pinggir pasar itu pun berakhir. Lelaki jangkung itu tampak puas, ia menyodorkan tangannya mengajak Sulkan bersalaman. Hari itu terlahir penciptaan paling modern dari sejarah perjalanan industri kompor. Sebuah model kompor yang dapat diisi bahan bakar dari sampah organik biji-bijian telah lahir ke dunia, tanpa paten lagi. Biji-biji mengandung minyak dengan nilai viscositas 1-2%, seperti biji jarak pagar yang biasa digunakan, termasuk biji-biji tanaman pangan seperti kemiri, jagung, kacang tanah yang afkir dan busuk hasil penapisan panen bisa dimanfaatkan daripada dibuang. Biomasa lain, serbuk kayu ranting, tongkol jagung dan limbah pertanian lainnya dapat pula menjadi bahan bakarnya. Lelaki jangkung itu kemudian memesan model kompor model terbaru itu dalam jumlah cukup banyak. Sulkan mendongakkan kepala dan bertanya, “Untuk apa Pak Prijo kompor sebanyak itu.?,” yang ditanya hanya tersenyum saja. Sambil berpamitan, ia teringat rencana besar yang pernah ditawarkan PT. Gikoko Kogyo yang ingin membangun pabrik pengolah limbah pertanian berskala besar dan panas hasil pembakaran limbahnya dapat dialirkan sehingga menjadi energi penggerak dynamo pembangkit listrik. Ah..gagasan besar itu sudah mati sejak awal pikirnya, sebelum sempat dibuat rancangannya. Kini dengan teknologi dan bahan yang sederhana, ia baru saja dapatkan model rancangan kompormas alias kompor biomassa. Ia semakin optimis untuk menyelesaikan rencananya itu. Kompormas adalah prototypenya yang kedua. Sebelumnya ia bersama para mahasiswanya telah berhasil menguji coba gagasan kompor dengan metode combustion dengan bahan kaleng bekas. Kini dengan dengan beberapa modifikasi sederhana, ia berharap dapat mewujudkan kompormas prototype ketiga. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 68 Kupang panas terik siang itu. Di halaman rumah komplek BTN Kolhua kediaman Dr. Prijo dan istrinya Dr. Ida yang juga pendiri Yayasan Pandu Lestari, beberapa mahasiswa telah berkumpul. Sambil menunggu beberapa teman lain yang akan bergabung, mereka melihat-lihat blue print skema sederhana tentang peraga kompor combustion prototype I yang diadopsi dari India. Tujuan mereka berkumpul kali ini adalah akan memodifikasi menjadi kompor biomasa pengolah briket. Para mahasiswa itu membawa beberapa kaleng bekas beragam ukuran. Ada kaleng bekas cat yang besar, ada kaleng biskuit persegi dan kaleng lebih kecil seperti kaleng sarden. Setelah semua lengkap berkumpul, Pak Prijo, demikian ia biasa dipanggil mahasiswanya, segera memberi instruksi: Kaleng persegi (KP) dilubangi dan di dalam kaleng persegi itu diletakkan kaleng kecil (KK) yang juga diberi lubang pori. Kaleng cat besar (KCB) berbentuk silender atau drum diletakkan paling luar sehingga menutupi dua kaleng tadi. “Ingat susunannya seperti rumus : KK+KP=KCB,” seru Pak Prijo kepada mahasiswanya. Lubang pori pada kaleng berfungsi sebagai aliran udara yang dapat membuat api tetap menyala. Sementara kaleng persegi berlubang berguna menghantar panas tetapi sekaligus mencegah api membakar bahan organik seperti alang-alang atau rumput yang akan dimasukan diantara kaleng persegi (KP) dan kaleng cat besar (KCB), dan itu akan membuat bahan organik tidak habis terbakar melainkan melayu, menjadi arang dan kering. Kaleng cat besar (KCB) tidak ditutup rapat sehingga memungkinkan kontak udara luar dengan udara dalam terjadi dalam kaleng-kaleng tadi yang akan menjadi jalan keluar asap panas yang melayukan bahan organik. Sementara itu sebagian mahasiswa lainnya telah diperintahkan mencari sampah organik, seresah daun, alang-alang, rumput yang tumbuh liar di sekitar halaman rumahnya, dicacah dengan golok. Bahan biomassa itulah yang akan dibakar dalam susunan kaleng-kaleng tadi dan kemudian diolah sebagai briket setelah proses pembakaran selesai. Setelah biomasa sampah tadi dimasukan, percobaan pembakaran pertama sukses. Tapi para mahasiswa itu masih penuh tanda tanya, apa langkah selanjutnya?. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 69 Dengan hati-hati, kaleng diangkat dan asap terus mengepul meninggalkan biomasa yang mengering dan menghitam. Kali ini Dr Prijo memerintahkan langkah berikutnya: siapkan wajan atau panci untuk merebus biomasa yang telah menjadi arang dan mencampurkan bubuk kanji secukupnya agar adonan itu mengental dan saling merekat. Diatas panci mendidih, diaduklah adonan sampai mengental. Api kompor dimatikan dan adonan didinginkan. Kini Dr Prijo memberikan instruksi terakhir: adonan kental itu harus dicetak dengan tangan, dibentuk bulat menyerupai bola tennis dan dijemur dibawah terik matahari hingga menjadi bola-bola briket. Jika kadar air telah menguap dalam penjemuran, bola-bola briket itulah bahan bakar alternatif. Diperlukan semacam tungku tanah liat atau modifikasi bahan-bahan sederhana untuk menjadikan bola briket itu bahan bakar memasak. Para mahasiswa nampak puas dengan hasil ujicoba itu. Mereka tertawa gembira menyambut hasil karya mereka yang tidak pernah mereka dapatkan di ruang kelas kampus mereka. Inilah prototipye pertama yang harus segera mereka sosialisasikan dan mendemonstrasikannya kepada warga di desa. Ah alangkah bangganya mereka, tak terbayang perjalanan ke Semau berbagi ilmu dengan warga desa. Ah indahnya masa mahasiswa bisa seperti itu…. Sore itu pertemuan mereka ditutup dengan kegembiaraan seadanya. Keberhasilan membuat bola briket telah menjadi bahan pembicaraan di kalangan mahasiswa kampus UNDANA. Meski hanya sedikit saja di kampus itu yang tertarik mendalaminya, namun sebuah perjalanan untuk mensosialisasikan alat peraga dan cara pembuatannya telah direncanakan. Para relawan mahasiswa berangkat ke Pulau Semau. Dengan semangat di dada, mereka akan berdemonstrasi di desa bersama warga. Tak lama, sampai juga mereka ke agenda utama kunjungan. Dengan alat peraga kaleng-kaleng bekas yang dibawa dari Kupang, mereka bergiliran memperagakan pembuatan bola briket dan tentu dengan menjelaskan cara kerja kaleng-kaleng bersusun itu dan tujuan membuat bola briket. Dalam beberapa hari saja, praktek dengan kelompok tani di desa-desa itu dijalani. Hingga para mahasiswa itu kembali di kampus. Mereka harus membuat laporan kerja. Sebuah model kompor yang dapat diisi bahan bakar dari sampah organik, biji-bijian telah lahir ke dunia, tanpa paten lagi. Biji-biji mengandung minyak dengan nilai viscositas 1-2%, seperti biji jarak pagar yang biasa digunakan, termasuk biji-biji tanaman pangan seperti kemiri, jagung, kacang tanah yang afkir dan busuk hasil penapisan panen bisa dimanfaatkan daripada dibuang. Biomasa lain, serbuk kayu ranting, tongkol jagung dan limbah pertanian lainnya dapat pula menjadi bahan bakarnya Beberapa bulan telah berlalu. Pak Prijo Dosen ilmu tanah itu tercenung membaca laporan kemajuan yang disusun mahasiswanya yang bertugas ke lapangan. Ia tak pernah menyangka idenya memperkenalkan bola briket dan kompor pembakaran itu hanya berlangsung ketika demonstrasi itu diadakan pada saat kunjungan para mahasiswanya. Namun kearifannya selalu bisa memahami berbagai alasan warga yang muncul dalam laporan itu. Umumnya warga tidak mau direpotkan dengan segala macam pekerjaan lain, meskipun warga mengakui bola briket itu bisa menggantikan kayu bakar atau minyak tanah, tapi itu tidaklah praktis, buang waktu. Ketua kelompok Gemilang Ibu Rita yang tambun mengeluh.” Kalau kita bikin bola briket, kita mesti beli lagi tungku untuk memasak di Jawa, tidak ada dijual tungku itu di Kupang. Saya sudah coba, memang bisa untuk menggoreng dan memasak. Sisa pembakaran bisa jadi pupuk, tapi ahh…repot!.” Maka Kompor prototype I yang sudah diuji itu hanya menjadi kenangan saja di sebagian warga desa. Meskipun warga mengakui bola briket itu bisa menggantikan kayu bakar atau minyak tanah, tapi itu tidaklah praktis, buang waktu. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 70 Pesawat Batavia Air dari Kupang baru saja tinggal landas menuju Jakarta, membawanya untuk rapat di sebuah lembaga inovasi The Emelson Foundation yang berpusat di Amerika. Ia mendapat undangan untuk menilai berbagai karya dengan sentuhan inovasi teknologi yang diusulkan oleh para perancangnya untuk diuji dan bagi yang lolos memenuhi persyaratan akan mendapatkan dukungan pengembangan secara komersial. Ia adalah anggota lembaga itu, pandangan dan advisnya sangat dibutuhkan untuk memutuskan inovasi apa yang diajukan perancangnya. Sementara itu berkas-berkas kandidat dan informasi alat inovasi serta hasil ujicoba telah dibacanya. Namun dalam kabin pesawat, lelaki pencipta kompor itu terus memikirkan prototype kompor biomassanya yang kedua. Ia tak menyerah ketika kompor prototype pertamanya harus menghadapi “kemalasan” masyarakat calon penggunanya. Tapi baginya, itu pertanda inovasi kompor biomassanya tidak praktis bagi user. Menjelang pesawat mendarat di Soekarno-Hatta, ia mendapatkan ide, buru-buru ia menulis sekenanya, lalu catatan itu ia masukan map berisi file-filenya. Kini ia fokuskan pikirannya pada acara penjurian di kantornya di kawasan Senayan. Catatannya tadi akan menjadi bagian weekend-nya di Sidoardjo tempat yang selalu ia singgahi sebelum kembali ke rutinitasnya mengajar di UNDANA Kupang. .” Kalau kita bikin bola briket, kita mesti beli lagi tungku untuk memasak di Jawa, tidak ada dijual tungku itu di Kupang. Saya sudah coba, memang bisa untuk menggoreng dan memasak. Sisa pembakaran bisa jadi pupuk, tapi ahh…repot!.” “Semua ilmu kompor tadi hanya kami simpan sampai sekarang,” kata Marten sambil senyum tersipu. Bahkan ada warga yang membeli kompor itu hingga kini belum digunakan, jadi pajangan dan bahan cerita kalau ada tamu berkunjung ke rumah.” MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 71 Waktu yang ditunggunya telah tiba. Dari Juanda Surabaya ia perlu beberapa menit ke Sidoardjo menuju pasar untuk menemui Sulkan si tukang kompor. Catatannya disiapkan, diskusi ilmiah di tengah pasar akan digelar. Ia telah mendapatkan gagasan untuk memodifikasi kompor. Kompor biomassa prototype II!. Kali ini kompor minyak tanah yang bersumbu itu ia ubah menjadi ruang combustion. Tidak ada yang berbeda secara prinsip dari prototipenya yang pertama, ia hanya menyempurnakan lubang pori dan kedudukan silender yang menjadi tempat pembakaran, dengan meletakkan kedudukan lubang udara yang mengelilinginya sehingga ruang pembakaran memiliki akses tempat mengalirnya udara lebih baik. Prinsip kerja kompor ini adalah terletak pada pengaturan lubang udara pada silender berbagai ukuran yang digunakannya. Pada dasar ruang pembakaran itu ada lubang utama yang harus tertutup oleh sebuah silender berlubang pori, namun disekelilingnya ada beberapa lubang yang akan berada di dalam silender yang besar yaitu tempat bahan organik diletakkan di ruang bakar. Silender besar itu sendiri juga berlubang pori di seluruh permukaan. Konstruksi ini memungkinkan bara api di ruang pembakaran (dalam silender besar) ditekan oleh hembusan udara (02) sehingga menghasilkan panas yang merata, namun tidak cepat membakar habis bahan organik di dalamnya. Meski tak pernah direncanakan, hubungannya dengan Sulkan terus berlanjut seiring tumbuhnya ide-ide memodifikasi kompor itu. Kali ini modifikasi yang dilakukan adalah mengubah ruang silender di tengah kompor yang biasanya menjadi tempat sumbu-sumbu diubah menjadi ruang bakar. Setelah diubah, ruang itu akan menjadi ruang pembakaran, dimana biomassa seperti bijibijian yang mengandung minyak seperti jarak, biji-biji kemiri, kacang tanah, dan jagung yang afkir dapat diletakkan di silender ruang pembakaran. Di Kupang, Dr. Prijo masih meluangkan waktunya untuk terus memodifikasi kompornya itu. Berbulan-bulan hasil ketekunannya mengutak-atik kompor telah berhasil melahirkan prototype III. Ia terus mencoba memperluas fungsi kompornya sesuai dengan dinamika yang dihadapinya. Kompor prototype I untuk memperkenalkan teknologi membuat briket. Prototype II, ia sesuaikan dengan eforia biji jarak bahan biodiesel yang bijinya ia manfaatkan langsung dibakar bersama biji-bijian lainnya, dan prototype III, dimana ruang bakar diperluas, sehingga biomassa lainnya seperti tongkol jagung, ranting kecil dan jerami serta dedaunan dapat dijadikan bahan bakarnya. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 72 Di Desa Uiboa, Pak kepala desa yang mengenal pribadi dosen sederhana UNDANA yang selalu berjuang untuk masyarakat merasa kecewa. Ia berharap “program kampus”, demikian ia menyebutkan kegiatan Pak Prijo itu harusnya dapat dilakukan warga desa. Teringat olehnya ketika mendampingi Pak Prijo dalam penelaah proposal di Kantor KEHATI Jakarta, program bahan bakar alternatif adalah mata kegiatan yang diperuntukan bagi penyadaran warga desa agar tidak menggunakan kayu bakar dan mau menanam jarak pagar untuk diolah menjadi bahan bakar nabati. Setengah mengadu kepada Sumino yang mewawancarainya dalam lawatan untuk evaluasi itu, ia bercerita begini: Di Kecamatan Semau Selatan, “kompor jarak” diperkenal-kan melalui anggota kelompok. Dulu idenya adalah agar warga menanam jarak pagar sekaligus menjadi pagar hidup di pekarangan agar buahnya dapat digunakan. “Waktu itu pabrik biodiesel mau dibangun dan katanya bijinya bisa dijual. Sebagian warga malah sudah menanam,” tukasnya. Tetapi kemudian kelompok belajar desa diperkenalkan dengan berbagai teknologi kompor berbahan alternatif. Warga desa yang turut nimbrung mengiyakan komentar kadesnya. “Kompor kaleng blek dulu diajarkan oleh mahasiswa KKL yang mereka buat sendiri. Lalu ada kompor biji jarak, dengan dua puluh biji jarak yang dihancurkan lebih dulu, cukup untuk menanak nasi dan memasak sayur,. “Tapi kita juga susah dapat biji jarak disini karena musiman,” kata Rita, ketua kelompok Gemilang. “Serbuk kayu kompor blek lebih sering digunakan karena lebih simple dan lebih hemat karena biasanya pakai seikat kayu bakar dalam sehari, ” jelas Marthen dari Kelompok Karya Nyata menambahkan. Kompor alternatif lainnya menggunakan serbuk kayu, kulit kacang dan jerami dan biji-bijian memerlukan sepiritus untuk membakar biji pada mulanya. “Kita sulit cari spiritus di desa, harus beli di Kupang,” jelas Rita. Anggota kelompok juga pernah membuat kompor blek (kaleng) untuk menghasilkan briket, tetapi butuh waktu. Untuk penggunaan kompor alternatif memang hanya diperkenalkan saja dan setiap kelompok diberi satu unit secara gratis. Meski menurut Rita teknologi itu tidak praktis baginya, namun banyak anggota keluar-ganya di kota Kupang banyak yang menginginkan dan warga di desa banyak yang membelinya. “Ada 300 yang pesan kompor modifikasi Pak Prijo itu, dijual Rp. 75.000,-,“ tambah Rita. “Semua ilmu kompor tadi hanya kami simpan sampai sekarang,” kata Marten sambil senyum tersipu. Pak Kades pun menambahkan dengan wajah pilu, “bahkan ada warga yang membeli kompor itu hingga kini belum digunakan, jadi pajangan dan bahan cerita kalau ada tamu berkunjung ke rumah.” Nada suaranya getir menutup perbincangan sore itu di beranda Puskesmas. Beberapa menit berlalu, peserta yang ikut ngobrol telah berpamitan. Pak Kades dan Marthen membenahi diesel yang digunakan sebagai penerangan selama diskusi. Sumino mendiskusikan hasil wawancaranya dengan kepala desa dan warga Uiboa tadi soal kompor biomassa dan bahan bakar nabati kepada rekan seperjalanannya melakukan evaluasi. Sebagai pendamping masyarakat yang berpengalaman keluar masuk desa hampir di seluruh nusantara, ia berusaha menarik kesimpulan sementara seobyektif mungkin. “Gila…, ini pekerjaan besar, tapi sayang…,” kalimat itu MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 73 tidak diteruskannya. Ia manggut-manggut sejenak. “Coba kamu bayangkan.., ini etos kerja seorang dosen yang ingin membantu warga, tapi de-ngan etos kerja community organizer yang sudah dilatih ketemu sikap malasnya warga….klop,” ujarnya dalam sambil menggelengkan kepala. Rekan kerjanya hanya bisa menatap wajahnya yang gelisah perlahan ditelan gelap malam dan pelita yang meredup kehabisan minyak. Tiga tahun berlalu sudah, ketika diwawancarai ditengah kesibukannya di Emelson Foundation Jakarta, Desember 2010, Prio menceritakan kembali pengalamannya itu. Baginya kreativitas pada kompor berbahan alternatif itu memang menjadi minatnya pada inovasi teknologi. Selain itu, ia berupaya menemukan “media belajar” yang pas untuk memperkenalkan bahan bakar nabati, yang ketika masih melaksanakan program KEHATI, ia memulai dengan mensosialisasikan penamaman jarak pagar (Jatropha curcas) di desa agar bijinya dapat diolah menjadi minyak jarak. Mengetahui warga dan kelompok tani tidak berminat menanam jarak, ia merubah pendekatan. Inovasi teknologi pemba- karan sistem combustion ia perkenalkan agar masyarakat bisa membuat sendiri briket dari bahan organik yang melimpah di desa. Upayanya terus berkembang hingga prototype II dan III ia hasilkan untuk memenuhi keluhan masyarakat sebagai pengguna yang menuntut kepraktisan, namun tidak terlepas dari penemuan yang semakin inovatif dalam alternatif pemilihan bahan bakarnya. “Awalnya saya melihat banyak hasil panen biji-bijian dibuang, padahal bisa digunakan sebagai bahan bakar,” katanya. Namun ia juga prihatin melihat masyarakat masih cenderung menggunakan kayu bakar yang ditebangnya dari hutan dan pekarangan. “Kompor modifikasi ketiga itu untuk memungkinkan masyarakat menggunakan ranting-rantingnya saja, tidak sampai menebang pohon,” katanya menjelaskan. Prijo mengatakan, “Fokus dan investasi, saya arahkan ke inovasi teknologi, memikirkan penerapannya dan memodifikasi kompornya.” Teknologinya ia sosialisasi kepada masyarakat. Pembuatan kompor hasil modifikasi ia serahkan Pak Sulkan, tukang kompor dari Sidoarjo. Jika ada masyarakat di desa yang menginginkanya, ia memesan ke Sidoarjo, dan tak jarang ia membawanya sendiri ketika transit di Surabaya. Mantan mahasiswa bimbingannya yang membantu di Yayasan Pandu Lestari yang mengkordinasi penjualan kompor itu di desa. Namun bagi kelompok tani, ia bagikan cuma-cuma, masing-masing satu unit sebagai bahan belajar dan stimulan anggota kelompok belajar tani lainnya. “Saya tak pernah mengambil untung dari penjualan kompor itu, bagi saya sudah cukup jika bisa memasarkan kompor alternatif dan laku di pasar.” Karena pengalamannya memodifikasi kompor itu, suatu kali pernah ia dikunjungi tim dari Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) Jakarta untuk melihat aplikasi kompor biomassa itu. Mereka terperangah melihat kompor prototype III yang tidak saja bisa menggunakan biji jarak tanpa harus diolah untuk diambil minyaknya, tetapi bahan biomassa lain juga bisa digunakan. Saat itu BPPT ingin mensosialisasikan kompor berbahan bakar minyak jarak ke Provinsi NTT. Menurut Prijo, kompor BPPT itu selain mahal juga kurang praktis jika masyarakat hanya diminta menggunakannya tanpa dibekali cara mengolah biji jarak menjadi minyak, belum lagi soal budidaya jarak dan lain-lain. Menurutnya kompor prototype III-nya lebih praktis karena tak perlu repot mengolah biji jarak, cukup dihancurkan saja biji jaraknya agar minyak yang terkandung dalam biji jarak tersebut keluar dan langsung dibakar di ruang combustion kompor. Kini ia terlibat bersama tim teknis BPPT dan Kementrian Sosial untuk memberi advis dan penyuluhan soal bahan bakar alternatif dan penggunaan kompor biomassa di P. Rote NTT. “Saya menyanggupi mas, tapi saya tidak melakukan bersama-sama tim dari pusat itu karena mereka nampaknya hanya mementingkan mengejar target saja berkunjung ke daerah, tanpa persiapan,” katanya menutup pembicaraan. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 74 mozaik 8A Di Puskesmas Kami Belajar MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 75 Waktu telah menunjukkan pukul dua menuju sore, matahari sedang panas-panasnya menyulut Desa Uiboa. Apalagi di dalam ruang Puskesmas yang sempit, peserta pelatihan berkumpul menunggu pelatihan dimulai. Mereka tak beranjak sedikit pun, mengobrol dalam kelompok-kelompok di beranda Puskemas menanti tim fasilitator datang. Siang itu acara Training of Trainer bagi pemandu sekolah lapangan akan dimulai pukul 15.00 WITA, namun sebagian besar peserta sudah berdatangan lebih awal. Selama seminggu peserta dipersiapkan menerima teori di dalam ruangan, dan empat bulan ke depan peserta mengabdikan ilmunya di pekarangan dan kebun. Tepat pukul tiga sore, semua peserta masuk ruangan Puskemas berukuran 5x5 meter. Beberapa ruang periksa pasien terpaksa disulap sebagai tempat tim pelatih dan fasilitator beristirahat. Pak Prijo berdiri membuka acara menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan tim. ”Bapak dan Ibu, hari ini kita akan memulai belajar bersama seperti yang telah kita rencanakan tentang mengelola tanah dan tanaman dengan benar.” Rencananya pelatihan akan dilakukan selama tujuh hari, dimulai siang itu tanggal 27 Januari hingga 2 Februari 2008. Suasana tegang terpancar dari wajah para peserta, nampak seperti airmuka setiap murid dihari pertama mereka masuk sekolah. Panas matahari yang menerobos jendela menambah ketegangan dan sumpek suasana dalam Puskesmas. Selesai Pak Prijo menutup kata pembuka, fasilitator Engkus Kuswara dari FIELD mengambil alih kendali. “Kita akan banyak bermain-main dan berkunjung ke kebun, setuju….?,” tanyanya mencairkan ketegangan. Serempak para peserta menjawab “Setuju pak…!.” Ia lalu mulai menguasai panggung dan merontokkan ketegangan dengan sesi perkenalan yang kreatif yang ia sebut sebagai rantai nama. “Tata caranya sebagai berikut, orang pertama yang akan saya lempar bola ini (dari gulangan kecil tali rafia) akan menyebutkan nama saya dan menyebut namanya sendiri, kemudian selanjutnya bola akan dilempar kepada teman lainnya dan yang menerima lemparan bola tersebut langsung menyebut nama saya, nama yang melempar bola dan juga menyebut namanya sendiri, demikian seterusnya. Paham?.” “Pahaammmm…!” peserta berseru semakin cair. Siang itu ruang Puskesmas semarak, terik tak dirasa, derai tawa membahana, dinamika peserta mulai dibentuk. Peserta duduk melingkar dan bergembira dengan permainan sederhana itu. “Zefata.. Engkus….. Beti, Engkus, Zefata….. Selomita, Beti..Zefata,…Engkus…. “ demikian seterusnya. Sang fasilitator telah menaklukan tiga belas peserta pelatihan yang baru ia kenal hari itu. Ketika suasana cair, Engkus meneruskan misinya. Ia menjelaskan sekolah lapangan yang akan dilakukan sangat berbeda dengan latihan-latihan pada umumnya, karena akan banyak mengambil contoh langsung di kebun dan pekarangan sekitar. Sebagai bagian dari kegiatan belajar bersama ini dua orang dosen UNDANA yang diberi waktu memberikan teori ilmu tanah dan perlindungan tanaman dari hama dan penyakit kepada peserta. Tiga orang fasilitator lain dari Kang Enceng, Kang Iwan dan Kang Agus dari FIELD bertugas mendampingi peserta selama pelatihan. “Permainan pemandu” dimulai setelah orang terakhir menyebutkan nama semua peserta yang hadir pada sore itu. Game pertama diawali dengan membagi peserta dalam tiga kelompok. Tugas bagi setiap peserta adalah mencari benda apapun sebanyak lima jenis yang berbeda di luar ruangan selama sepuluh menit. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 76 Selama enam hari Puskesmas menjadi tempat peserta berkumpul dan belajar bersama. Pengenalan teori dasar tentang budidaya pertanian, pengolahan tanah dan pencegahan hama penyakit menjadi ”mata pelajaran” wajib yang harus diserap peserta. Setelah masuk ruangan kembali, peserta harus bergabung dengan kelompoknya, membawa benda yang diperoleh. Tugas diberikan pada kelompok adalah membuat sebuah bentuk yang mempunyai makna dan berhubungan dengan pelatihan yang akan dilakukan. Selama 10-15 menit berikutnya, kelompok berkreasi dan menyiapkan konsep untuk untuk dipresentasikan secara bergiliran. Hasil Kelompok I mampu mengungkap gagasan mereka untuk memanfaatkan benih sendiri sebagai sumber benih, mengatasi kondisi kering dengan pengelolaan air secara efisien (irigasi tetes), dan pemanfaatan lahan sempit sebagai sumber ekonomi. Kelompok II menunjukkan minat membangun sebuah kebun campur dengan budidaya tanaman yang baik dan berisi berbagai jenis tanaman yang dibatasi pagar agar tidak terganggu oleh ternak yang berkeliaran. Diharapkan dengan pegelolaan kebun campur selain dapat mencukupi kebutuhan pangan keluarga, juga meningkatkan ekonomi keluarga. Kelompok III membuat perahu dengan harapan akan dapat mengangkut hasil pertanian dari Pulau Semau ke berbagai daerah atau pulau disekitarnya, sehingga diharapkan akan mempercepat peningkatan ekonomi masyarakat. Refleksi atas hasil diskusi dan presentasi kelompok dilakukan fasilitator yang mengungkapkan adanya gagasan tentang: pemanfaatan lahan lebih optimal dan sumber benih lokal, perbaikan pemasaran melalui organisasi di desa, merupakan wacana dari keterlibatan semua peserta dan harapan bersama yang harus diperjuangkan dan menjadi cita-cita bersama. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 77 Sebagai penutup fasilitator mengajak peserta untuk memahami prinsip-prinsp belajar kepemanduan yaitu : belajar dari pengalaman, membangun kebersamaan, membangun komunikasi, bersikap kritis dan bersikap setara diantara sesama peserta dan warga belajar. Sore itu peserta merasa senang, mereka baru saja melalui satu babak belajar yang lain dari yang pernah mereka alami. Gegap budaya mungkin saja terjadi, malam itu setiap peserta tertantang mencerna materi belajar di hari pertama. Mereka baru bubar pulang ke rumah dan desa masingmasing pada pukul delapan malam. Selama enam hari selanjutnya Puskesmas masih menjadi tempat peserta berkumpul dan belajar bersama. Pengenalan teori dasar tentang budidaya pertanian, pengolahan tanah dan pencegahan hama penyakit menjadi ”mata pelajaran” wajib yang harus diserap peserta. Selain itu tehnik kepemanduan untuk penguatan organisasi kelompok tani juga diberikan agar peserta bertambah percaya diri dan mampu mengatasi persoalannya sendiri dengan memecahnya secara bersama pula. Tanggal 2 Pebruari adalah hari akhir mereka mempelajari teori dan praktek lapangan di sekitar Puskesmas. Praktek lapangan sesungguhnya telah ditetapkan di masing-masing desa di pekarangan kelompok untuk masa lima bulan ke depan di bawah bimbangan fasilitator Sekolah Lapang. Praktek itu tak lain adalah penerapan ilmu dan teori sekaligus melakukan pengamatan yang disesuaikan dengan datangnya musim tanam. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 78 Hari Kedua, 28 Januari, pukul delapan pagi, peserta sudah berkumpul. Mereka seperti mendapat energi baru meski hari sebelumnya mereka meninggalkan Puskesmas menjelang malam. Pagi itu peserta diajak ”memahami energi kehidupan”. Fasilitator memperkenalkan para peserta materi ekosistem pertanian sebagai bagian dari kontrak belajar yang dibangun dengan menetapkan bersama Visi & Misi Pelatihan Pemandu Sekolah Lapangan. Fasilitator memulai materi ini dengan mengajak peserta untuk mengenal realita dunia, yaitu apa saja yang Tuhan ciptakan di bumi ini, apa saja yang ada, dan kenapa mereka ada?. Meski perta-nyaan itu sangat filosofis dan berat disampaikan pada pagi hari, namun didalamnya terkandung maksud agar peserta dapat mengenal filosofi kehidupan, unsur-unsur ekosistem kebun, peran dan fungsinya serta hubungan keterkaitan diantara unsur-unsur yang ada di kebun dan keberadaan peserta sebagai pemilik kebun. Tanpa membuang waktu, fasilitator mengajukan permainan di alam sekitar yang segera diikuti peserta tanpa banyak bertanya, entah masih terlalu pagi atau karena berharap ada kejutan seperti yang dialami sebelumnya. Peserta dibagi dalam tiga kelompok, dan masing masing kelompok dibagikan kantong plastik untuk menangkap serangga atau binatang yang ditemukan, lop (kaca pembesar) untuk mengamati, dan buku untuk mencatat. Peserta diminta menuju kebun mengamati semua ciptaan Tuhan yang ada selama lebih kurang dua puluh lima menit, dan kemudian kembali ke dalam kelas untuk berdiskusi kelompok. Fasilitator memberi instruksi agar diskusi dilakukan membahas tentang apa saja yang ada, apa keterkaitan hubungan satu sama lain. Hasil pengamatan peserta dalam kelompok didiskusikan dan menggambarkan hasil pengamatan di atas kertas dan kemudian menghubungkan keterkaitan antar bagian yang mereka ditemukan tersebut. Diakhir diskusi fasilitator melemparkan pertanyaan kunci: ”Apakah tanaman itu tumbuh sendiri?, lihatlah kembali hasil pengamatan kalian!.” Peserta memutar otak berusaha menebak kemana arah pelajaran kali ini. Belum sempat mereka memberi tanggapan, fasilitator mengajak peserta untuk membahas ”aliran energi yang terjadi di alam” dengan memanfaatkan hasil diskusi dari kelompok. Fasilitator bersama peserta menempelkan hasil temuan pengamatan ke dalam kertas plano dan mengelompokkan sesuai peran dalam aliran energi, yaitu mulai dari tanaman, matahari, binatang pemakan tanaman, binatang pemakan hama pemakan tanaman, awan, cuaca, binatang lain, kayu, seresah atau daun-daun kering, tanah, air, jasad renik (mikro organisme), binatang pengurai, cacing dan lain-lain. Beberapa pertanyaan yang muncul seputar aliran energi alam diantaranya bagaimana hubu-ngan diantara matahari yang berpengaruh pada proses tanaman dan hasil yang diharapkan oleh petani. Diskusi memberikan pemahaman dan wawasan akan adanya perlakuan manusia mempengaruhi hubungan tanaman dan ekosistem sekitarnya. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia mementingkan keselamatan hasil tanamannya dengan penyemprotan pestisida berlebihan sehingga mengakibatkan banyak serangga berguna bagi penyerbukan atau predator hama dan penyakit mati. Keseimbangan ekosistem terganggu, malah merugikan pertumbuhan tanaman. Pada akhir sesi, fasilitator menanyakan kepada peserta semua bahwa di lahan/ kebun terdapat banyak kehidupan saling membutuhkan, saling melindungi, saling memelihara dan saling memberi manfaat, yang disebut sistem kehidupan atau Ekosistem Pertanian. Fasilitator menambahkan”Nah apakah kita sudah melakukan hal ini di kebun?.” ”Belum pak,” jawab sebagian besar peserta yang dilanjutkan dengan tertawa bersama. Meski terasa ringan peserta menjadi semakin paham arti saling kebergantungan petani, serangga, dan lingkungan sekitarnya bagi pertumbuhan tanaman. Materi pengenalan ekosistem yang disampaikan dalam kesempatan itu difokuskan bagi peserta pelatihan yang akan menjadi calon pemandu kelompok tani dari desa masing-masing. Penekanannya adalah bagaimana peserta dapat menyampaikan konsep pengenalan ekosistem dengan cara sederhana dan memandu diskusi di dalam kelompoknya kelak. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 79 Kegiatan pelatihan pada tanggal 30 januari 2008 dimulai pukul 8 pagi sampai pukul 5 sore. Materi yang disampaikan adalah mengenal ekosistem pertanian menu hari itu. Pada materi ekosistem pertanian peserta dibagi dalam dua kelompok, setiap kelompok mempunyai tugas mengenal ekosistem tanaman jagung dan kacang tanah. Para peserta diajak turun ke kebun dan pekarangan untuk melakukan observasi pada tanaman atau kasus nyata yang terjadi di kebun. Peserta dalam kelompok-kelompok mengunjungi kebun cabe, kacang tanah dan jagung didampingi fasilitator lapangan FIELD yang juga petani. Dalam pengamatan ini, peserta dalam kelompok mulai diminta ”berpikir” tentang hasil observasinya, menyusun dan merencanakan tindakan lainnya. Marthen dan kelompoknya melaporkan hasil pengamatannya: • Kondisi tanaman cabe sedang berbuah lebat, namun kelihatan layu karena kurang air. Selain itu juga pucuk daun keriting karena banyak terdapat kutu daun. • Rumput jumlahnya sedang dan jenisnya ada beberapa macam, dapat bersaing dengan tanaman dalam mendapatkan makanan dan matahari. • Cuaca pada saat pengamatan mendung, tanah kering namun cukup gembur. • Serangga yang ditemukan ada empat jenis dan belum diketahui fungsinya di ekosistem tersebut. Kelompok yang lain juga melakukan hal serupa. Mereka kemudian secara bergiliran mempresentasikan hasil pengalamatan dan mendiskusikannya bersama diantara peserta. Fasilitator memberikan teladan memandu diskusi agar semua peserta terlibat dan berkontribusi memberikan pemikirannya. Dari hasil diskusi itu didapatkan input untuk masing-masing kelompok. Marthen dan kelompoknya kemudian membuat aksi tindak lanjut seperti melakukan penyiraman dan diikuti dengan melakukan penutupan tanah menggunakan tanaman untuk mengurangi penguapan agar tanaman tidak layu lagi, dilakukan penyemprotan pestisida untuk menghilangkan kutu dan juga perlu dilakukan penyia-ngan rumput agar tidak menjadi pesaing dengan tanaman pokok. Itulah simulasi bagaimana para calon pemandu kelak akan memfasilitasi kelompok petani dari desa masing-masing. Diharapkan ada perubahan cara bertani dalam proses sekolah lapang yang melibatkan anggota kelompok tani untuk berkontribusi dalam pemikiran dan pengamatan. Untuk sementara hasil diskusi itu dijadikan acuan bagi petani untuk mengambil rencana tindakan bagi aplikasi sekolah lapang lima bulan ke depan saat datangnya musim tanam bersama anggota kelompok tani lainnya. Disitulah calon pemandu akan diuji untuk mempraktekkan ketrampilan kepemanduannya di sekolah lapang dan proses belajar bersama petani di desa. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 80 Setelah beberapa hari peserta belajar memahami arti ekosistem pertanian dengan fokus pada budidaya tanaman dan pengenalan hama pada tanaman, bagian akhir dari materi belajar bersama adalah tentang ekologi tanah. Camat Semau Selatan, Haludin Abdullah hadir turut bersama peserta dalam ”permainan tanah”. Permainan dimaksud adalah mengamati tekstur tanah dan kemampuan tanah mengikat air. Untuk mengamati tekstur tanah peserta harus mengambil sampel tanah di berbagai tempat pekarangan, kemudian kelompok memasukan sampel tanah tadi dalam plastik yang disiapkan. Tanah kemudian diberi air, lalu dikocok-kocok sehingga tanah dan air bercampur. Wadah plastik digantung pada seutas tambang dan biarkan beberapa menit sampai tanah mengendap. Setelah itu dilakukan pengamatan. Peserta segera dapat mengidentifikasi, wadah yang airnya terlihat jernih mengan- dung cukup banyak pasir, sedangkan yang terlihat keruh namun tanah cepat mengendap mengandung lempung. Wadah lainnya menunjukkan air keruh dan tanah dalam wadah itu relatif lama mengendap yang kemudian diketahui mengandung lumpur. Metode yang digunakan sangat sederhana dan memberi kesan mendalam bagi dua dosen UNDANA yang turut serta. Peserta juga diyakinkan bahwa pengamatan tidak harus menggunakan alat-alat yang mahal dan pengamatan jenis tanah bisa dilakukan dimana saja, menggunakan alat sederhana yang ada disekitar kita. Setelah pemahaman atas jenis-jenis tanah yang ada disekitar kebun dipahami peserta, fasilitator menjelaskan pengetahuan tadi akan memudahkan petani memberikan perlakukan-perlakuan pada tanah yang ada di kebun atau ladang mereka. Untuk lebih meyakinkan kepada peserta maka semua peserta diajak membuktikan kemampuan tanah mengikat air. Setiap kelompok diberi empat botol plastik yang bagian bawahnya berlubang kecil. Botolbotol itu kemudian diisi berbagai media antara lain tanah saja, tanah campur pasir, tanah campur bahan organik dan pasir campur bahan organik selanjutnya wadah-wadah itu diisi air. Peserta mengamati tetes air yang jatuh, jumlah air yang masuk, dan air yang terikat di tanah (dalam botol). Peserta diminta menjelaskan hubungan banyak sedikitnya air merembes, jatuh melalui lubang botol dikaitkan kemampuan tanah mengikat dan menyimpan air. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 81 Selain itu, pembahasan dihubungan dengan pengamatan proses tanaman membutuhkan makanan dan air dengan melalui daya kapiler. Setiap kelompok harus mencari minimal dua tanaman yang sama untuk mengetahui proses pergerakan air dari dalam tanah menuju batang dan daun. Untuk itu setiap kelompok dibagikan dua gelas plastik. Gelas pertama diisi air yang berfungsi sebagai kontrol. Gelas kedua berisi air dengan larutan berwarna merah. Setiap kelompok diminta mengamati proses perubahan warna batang dan daun. Tanaman di gelas kedua berubah warna dan semakin lama perubahan warna terus bertambah pada batang dan daun. Peserta juga dapat melihat setiap jenis tanaman memiliki daya serap berbeda. Kelompok pertama yang menggunakan anakan tanaman randu memiliki daya serap paling cepat dibandingkan kelompok lain yang menggunakan tanaman jagung dan tanaman waluh. Peserta menjadi yakin bahwa dalam tubuh tanaman terjadi pergerakan cairan dari akar hingga daun. Pengamatan daya serap jenis tanaman jagung lokal pulut, jagung bunga, dan harapan juga dilakukan dan dibandingkan dengan jenis jagung hybrida. Pemetaan kelebihan dan kekurangan masingmasing jenis jagung tadi dijadikan pengamatan oleh kelompok untuk menunjukkan daya serap kapilernya. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 82 Peserta juga dikenalkan dengan sistem penyerapan nutrisi atau hara oleh tanaman. Disampaikan bahwa tanaman memerlukan nutrisi atau hara, dimana unsur-unsur dalam menu makanan tanaman itu mengandung unsur-unsur kimia bermuatan listrik (ion dan kation). Untuk membuktikannya fasilitator memperkenalkan tehnik pembuktian sederhana bahwa tanaman mempunyai daya hantar listrik. Melalui materi pelajaran daya kapiler tanaman , nutrisi disalurkan melalui jaringan tanaman disambungkan dengan kabel listrik yang ujungnya telah dipasangi bola lampu ukuran kecil. Ketika kabel ditautkan ke bagian tanaman lampu menyala, dan peserta berdecak kagum sambil menganggguk tanda mengerti proses yang disampaikan. Fasilitator kemudian bertanya, mengapa ada lampu yang menyala redup dan ada yang terang? Seorang peserta segera menyambar, ”itu tandanya tanah mengandung cukup banyak makanan (nutrisi/ hara) sehingga mampu lampunya menyala lebih terang” Pak Prijo dan Ibu Yoke Dosen Ilmu Tanah UNDANA pun menambahkan pada peserta, ”Itulah kenapa penting hara harus tersedia, kapan disediakan dan apa yang harus ada agar hara dapat digunakan oleh tanaman untuk tumbuh berkembang sambil mengingatkan pentingnya hubungan antara tanah yang subur mengandung nutrisi, air, dan tanaman yang sehat untuk mendukung pertumbuhan.” MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 83 Sebagai pelengkap teori budidaya tanaman, pengenalan tentang hama dan penyakit tanaman juga diberikan. Pelajaran mengenali serangga yang umumnya belum diketahui peserta dilakukan cara membuat ”kebun serangga”, yaitu memasukkan serangga tanaman jagung yang sebelumnya sudah diselimuti dengan kelambu atau jaring. Tujuannya tak lain adalah untuk mengetahui apakah serangga-serangga tersebut memangsa bagian dari tanaman jagung atau tidak. Selain itu pada peserta diminta untuk mengkoleksi bermacam serangga yang diambil dari pekarangan dan kebun, dan meminta mereka mengidentifikasi jenis, nama, ancaman dan perannya pada ekosistem pertanian di pekarangan dan kebun petani. Ibu Titik, dosen Ilmu Hama Penyakit Tanaman memberi landasan teori untuk menggenapkan pemahaman peserta untuk mengenal hama dan penyakit serta hubungan kondisi lingkungan dengan kehadiran hama dan penyakit tertentu. ”Hama dan penyakit perlu makan dan makanan yang disukai ada pada kondisi lingkungan yang disenangi oleh hama dan penyakit tersebut,” jelas ibu Titik dengan lembut membuat peserta merasa nyaman dan seperti dikuliahi. Dalam penjelasan dan uraiannya, ia memberi contoh, misalnya kondisi yang disenangi penyakit adalah bila kondisi sangat lembab. Sebaliknya hama lebih suka pada kondisi kering dan tidak terawat. Untuk mengendalikan hama dan penyakit adalah membuat kondisi tanaman dan lingkungan tidak sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan si hama dan penyakit. Bisa juga menggunakan zat lain yang tidak disukai oleh hama dan penyakit tersebut. ”Zat ini ada di sekitar lingkungan tumbuh tanaman itu sendiri,” tegas ibu Titik. Untuk hasil diskusi kelompok 2 dan 3 (tanaman kacang tanah dan jagung) hasil yang diperoleh hampir mirip dengan kelompok 1. Setelah presentasi berakhir, fasilitator mangajak peserta untuk mengkritisi kembali, terutama pengendalian serangga pemakan tanaman bukan hanya mengandalkan pestisida kimia, namun mencari alternatif lain seperti dengan musuh alaminya, pemanfatan agen hayati dan pengendalian nabati. Selanjutnya fasilitator mengajak peserta untuk melakukan studi untuk menindaklanjuti terhadap hal-hal yang belum terpecahkan. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 84 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 85 mozaik 8b Bertani Sambil Belajar Seminggu sudah peserta pelatihan bersarang di Puskesmas Desa Uiboa dari pagi hingga petang. Menjelang sore dibabak akhir training, kelompok dibagi berdasarkan perwakilan desa. Mereka adalah wakil desa yang akan menguji ilmu yang didapat untuk memfasilitasi kelompok tani dan masyarakat di desa masing-masing dalam Sekolah Lapang selama lima bulan. Selain itu calon pemandu dibekali peralatan praktek untuk pelatihan di desa masing-masing berupa botol air minum kemasan plastik dan gelas plastik bekas, terpal, spidol, pensil, buku, kertas plano, dan lain-lain. Dalam lima bulan ke depan, kegiatan belajar dipindahkan ke pekarangan dan diskusi dilakukan di kelompok pe-tani di desa. Dua fasilitator lapangan, Kang Iwan dan Kang Enceng siap mendampingi selama empat bulan kedepan. Hari berganti, musim berulang, peserta yang memasuki hari akhir training for the trainers atau pelatihan bagi pemandu lokal mengkhatamkan materi pelatihan, bersiap memasuki jenjang pendidikan lanjutan ”sekolah lapang” menjelang musim tanam yang diharapkan datang pada bulan tiga hingga juli mendatang. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 86 Peserta bersama fasilitator pendamping Sekolah Lapang telah menyusun jadwal untuk lima bulan ke depan. Dalam rencana itu Sekolah Lapangan dirancang untuk pertemuan sebanyak delapan belas kali untuk masing-masing kelompok di setiap desa (kelompok Daelkollo di Desa Uithiuhana, kelompok Gemilang dan kelompok Tani Karya di Desa Uiboa, kelompok Tani Mekarsari dan kelompok tani Nuleka di Desa Akle). Kegiatan terbagi dalam dua bagian yaitu tahap perencanaan melalui Sustainable Livelihood Assessment selama lima kali pertemuan, dalam seminggu dua kali pertemuan. Kegiatan aksi atau implementasi direncanakan dua belas kali pertemuan yang dilaksanakan seminggu sekali. Peserta dan fasilitator sepakat kegiatan dimulai jam 08.00 sampai jam 13.00. Fasilitator dari FIELD memfasilitasi perencanaan menggunakan pendekatan terpadu, sehingga hasil penjajagan dalam pengelolaan pertanian yang dilakukan oleh kelompok di tiga desa pewakil dikemas dalam konsep pertanian terpadu dan pengelolaan sumberdaya tanah dan air secara lebih efisien hal itu merupakan konsep yang dikembangkan Yayasan KEHATI yaitu WEHAB (Water, Energi, Health, Agriculture dan Biodiversity). Konsep itu juga merupakan strategi adaptasi dari kemungkinan dampak perubahan iklim atau masalah keterbatasan air (ketersediaan dan distribusinya) yang saat ini dirasakan oleh masyarakat Semau. Pendekatan lainnya yang diperkenalkan fasilitator adalah peserta atau kelompok diharuskan melakukan praktek dan pengamatan pada dua areal atau kebun yaitu pada lahan yang menerapkan cara-cara bertani sebagaimana lazimnya dilakukan masyarakat, dan lahan ”kebun belajar” yang menerapkan cara-cara baru dari hasil pengamatan. Selain itu peserta juga melakukan diskusi kelompok selama Sekolah Lapang. Oleh peserta areal kebun belajar sering disebut ”lahan mikir”. Metode itu dimaksudkan agar dalam belajar cara-cara baru dalam bertani ala Sekolah Lapang akan ada hasil pembanding. Untuk meyakinkan adanya hasil yang nyata dari cara bertani yang lama dan cara bertani baru dalam pengelolaan kebun dan pekarangan, dilakukan pengukuran dan uji laboratorium sifat fisik dan kimia tanah oleh peneliti UNDANA. Tujuannya untuk membuktikan sejauh mana pengaruh perbaikan tanah terjadi dari perubahan cara bercocok tanam melalui cara yang lebih lestari seperti cara bertanam tumpangsari, penggunaan kompos, pupuk cair organik, biopestisida, semua itu merupakan bagian praktek Sekolah Lapang yang langsung diterapkan pada lahan pekarangan. Sampel tanah yang diambil untuk uji laboratorium mewakili dua areal kebun belajar dari tiga desa. Untuk tujuan evaluasi dan penyegaran, diakhir Sekolah Lapang disiapkan Farmers Field Day sebagai hari penutupan Sekolah Lapang yang bertujuan memamerkan hasil-hasil yang didapat dari Sekolah Lapang dan mendiskusikan hasil-hasil belajar bersama dan berdialog dengan para tamu undangan dan siapa saja yang ingin hadir. Kegatan ini dilakukan satu hari penuh. Yayasan Pandu Lestari dan fasilitator beserta peserta akan sangat terbantu dengan penyusunan agenda dan kerangka belajar Sekolah Lapang itu sebagai mata pelajaran bersama. Terutama diantaranya selain materi pelatihan budidaya yang akan didapat dari Sekolah Lapang seperti latihan pembibitan, cara bercocok tanam, pembuatan pupuk organik dan penerapannya, juga diselingi dengan aktivitas penelitian mahasiswa UNDANA yang juga disesuaikan dengan jadwal Sekolah Lapang di musim tanam itu. Peserta atau kelompok diharuskan melakukan praktek dan pengamatan pada dua areal atau kebun yaitu satu lahan menerapkan cara-cara bertani sebagaimana lazimnya dilakukan masyarakat, dan lahan ”kebun belajar” yang menerapkan cara-cara baru yang diperoleh dari hasil pengamatan dan diskusi kelompok selama sekolah lapang. Para peserta menyebut areal kebun adalah ”lahan mikir” . MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 87 Sebelum semua agenda Sekolah Lapang dimulai, terlebih dulu peserta bersama fasilitator lapang melakukan Sustainable Livelihood Assessment untuk mengkaji kebutuhan tiap kelompok yang mewakili kegiatan pertanian tiga desa pewakil. Jadwal yang telah ditetapkan banyak membantu pertemuan dengan kelompok tani peserta Sekolah Lapang. Fasilitator lapang yang tinggal di desa tempat berlangsungnya Sekolah Lapang mempermudah proses penyusunan assessment dan membangun komunikasi kepada kelompok petani. Setelah assessment dilakukan di masing-masing desa, maka teridentifikasilah seluruh kebutuhan dan kepentingan pencapaian program yang direncanakan dalam agenda Sekolah Lapang di masing-masing desa. Agenda itu secara umum disebut Sekolah Lapangan Usaha Tani Lestari dan Energi Terbarukan (SLUTLET), maksudnya adalah menetapkan tujuan dan agenda melalui tahapan yang dipahami bersama. Agenda itu disusun untuk memudahkan pembagian waktu dalam implementasi dan mengukur target yang akan dicapai. Melalui agenda SLUTLET berbagai ketrampilan diajarkan, baik yang sifatnya pengembangan pemikiran maupun praktek bertani seperti pembuatan kompos yang langsung diterapkan di lahan petani. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 88 Hari demi hari seperti berlari mengejar semua persiapan dan memenuhi jadwal belajar dari setiap kelompok. Minggu demi minggu seperti menunggu hasil pengamatan kelompok di pekarangan dan lahan desa. Apa yang akan terjadi? Adakah perubahan nyata dari hasil jerih payah belajar? Itulah pergulatan penuh pasang surut yang dirasakan oleh setiap peserta belajar dan fasilitator yang mendampingi selama lima bulan. Semangat terkadang menurun, dinamika kelompok kendur, tetapi materi yang telah disepakati terus diajarkan, diberikan dan didiskusikan bersama oleh anggota kelompok belajar. Praktek berpindah dari kebun kelompok desa satu ke desa lainnya. Pelan tapi pasti semua kegiatan dijalani bersama di Sekolah Lapang. Pada kegiatan Sekolah Lapang ini sejumlah dosen dari Program Studi Ilmu Tanah dan Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Peranian Universitas Nusa Cendana (UNDANA) beberapa kali terlibat langsung di lapangan bersama dengan tim dari FILED dan Pandu Lestari. Mereka ingin mengetahui model dan proses sambil memberikan masukan bagi pemandu lokal, melakukan diskusi, evaluasi dan kaji tindak berikutnya. Mahasiswa peneliti terpilih juga dilibatkan langsung di lapangan bersama petani. Momen itu menjadi pengusir kejenuhan pertemuan antara fasilitator dan kelompok petani yang rutin bertemu. Interaksi itu menjadikan proses pembelajaran yang menyenangkan karena pertukaran informasi dari pengalaman petani, fasilitator pendamping dan staf pengajar terjadi pada setiap pertemuan sehingga menambah kaya pengetahuan masing-masing peserta diskusi dan tentu saja menjadi menu belajar tersendiri bagi mahasiswa peneliti. Untuk memacu anggota kelompok bersifat kritis dalam membangun dan mengelola usaha tani, maka kegiatan harian Sekolah Lapang dilakukan sesuai dengan kondisi lingkungannya serta keinginan para petani mengelola pekarangan mereka. Kegiatan harian yang boleh dibilang rutin adalah melakukan pengamatan agroekosistem dan diskusi kelompok. Kelompok tani mulai terbiasa dengan presentasi dan mengambil keputusan untuk usaha bertani di pekarangannya serta evaluasi harian. Selain itu untuk pemandu dan anggota kelompok petani pembahasan tentang dinamika kelompok, topik khusus seperti budidaya tanaman, pengelolaan air dan energi, dan pengenalan sumber-sumber energi lokal. Meskipun pertemuan fasilitator dan kelompok tani dilakukan secara bergiliran dari satu desa ke desa lain namun tak terbayangkan kesibukan anggota kelompok belajar meluangkan waktu terutama bagi mereka yang memiliki pekerjaan lain, seperti guru, pegawai pemerintahan kelurahan. Karenanya, dinamika kelompok ditiap desa pun berbeda. Di Akle, ketua kelompok menjadi penanggungjawab praktek pembuatan kompos dan pupuk cair, sementara para anggotanya membantu implementasi di lahan mereka termasuk dalam pengamatan. Di Uiboa, fasilitator kelompok memimpin kelompoknya secara bersama dalam setiap aktifitas, hal itu tak lain karena mereka selalu diawasi oleh kepala desa yang selalu terlibat aktif. Di Uithiuhana, beberapa anggota kelompok terlibat aktif, sementara lainnya menunggu jika ujicoba mereka memperlihatkan hasil yang bagus. Tetapi fasilitator juga memberikan materi bersifat tambahan pengetahuan atau teori yang dapat diikuti semua kelompok bahkan warga lainnya dan para perempuan. Rangkaian materi baik teori dan praktek dirisalahkan sesuai yang dilaporkan oleh Yayasan Pandu Lestari sebagai berikut: Selama kegiatan Sekolah Lapang berlangsung dilakukan kegiatan harian untuk memacu anggota kelompok bersifat kritis dalam membangun dan mengelola usaha tani yang dilakukan sesuai dengan kondisi lingkungannya serta keinginan para petani mengelola pekarangan mereka. Minggu demi minggu seperti menunggu hasil pengamatan kelompok di pekarangan dan lahan desa. Apa yang akan terjadi? Adakah perubahan berarti hasil jerih payah belajar? Itulah pergulatan penuh pasang surut yang dirasakan oleh setiap peserta belajar dan fasilitator yang mendampingi dalam lima bulan. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 89 Analisis kebutuhan sehari-hari. Fasilitator lapang yang tinggal di desa, menyempatkan waktu untuk membimbing petani membuat catatan sederhana tentang kebutuhan rumah tangga seharihari, terutama yang berhubungan dengan pangan dan bagaimana cara mereka mendapatkannya. Hal ini untuk memberikan pemahaman pada keluarga petani tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam pengelolaan waktu, tenaga, dan keuangan keluarga. Informasi yang dikumpulkan kemudian dianalisa bersama dengan petani sehingga mereka mempunyai landasan untuk mengambil keputusan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan lain, misalnya bahan pangan apa yang dapat dipenuhi dari potensi pertanian di pekarangan, bagaimana menyiapkan modal kerja dan berapa yang harus disiapkan maupun dihemat untuk kebutuhan lain. Cara bercocok tanam dan pilihan jenis tanaman akan menjadi pertimbangan keluarga petani merencanakan pemenuhan kebutuhan mereka tersebut dan mengelolanya agar cukup bagi keluarga. Peranan perempuan dalam bidang pertanian tak luput dari perhatian fasilitator untuk lebih mendukung kontribusi perempuan dan menyiapkan ketrampilan bagi mereka seperti mengelola usaha tani keluarga, mengatur pasca panen hingga menjual hasil panen tanaman pangan, sayuran dan lainnya. Materi ini memberikan pengetahuan pengelolaan pasca panen dan pemasaran hasil yang berhubungan dengan cara-cara penyimpanan maupun pengolahan bahan agar mendapatkan hasil pemasaran yang optimal, maupun mampu menyediakan bahan pangan untuk kebutuhan jangka panjang, termasuk menyiapkan benih untuk saat bertani. Pengalaman belajar bercocok tanam merupakan upaya fasilitator pendamping menggali pengalaman-pengalaman warga bercocok tanam selama ini. Pemandu yang didampingi fasilitator memberi kesempatan kepada petani untuk menyampaikan pengalaman mereka mulai dari persiapan lahan hingga tiba saat panen. Diskusi antara petani secara bergiliran di masing-masing desa pada akhirnya berhasil menemukan kekurangan-tepatan bercocok tanam. Dari hasil diskusi itu juga diketahui hasil panen belum optimal atau tidak sesuai dengan potensinya. Kelompok dipandu membuat rencana perbaikan untuk meningkatkan hasil panen dengan memperbaiki cara budidaya yang benar, melakukan pengamatan hama dan penyakit, membuat pupuk organik, dan pembuatan pestisida nabati. Agenda itu pun disepakati dilakukan di pekarangan atau kebun masing-masing peserta dan di ”lahan mikir” kelompok. Kontribusi perempuan dalam pertanian diarahkan untuk menyiapkan ketrampilan bagi mereka seperti dalam mengelola usaha tani keluarga, mengatur pasca panen hingga menjual hasil panen tanaman pangan, sayuran dan lainnya MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 90 Pengenalan kalender kerja dan musim, diperkenalkan dengan cara peserta Sekolah Lapang diminta mengungkapkan pengalaman bertani sesuai waktu mereka menyiapkan lahan, menanam dan kegiatan lain setelah panen. Petani dalam kelompok belajar diminta catatan dan menyusunnya sebagai kelender musim mencakup kegiatan bertani dan lainnya seperti kegiatan agama, adat, dan kegiatan sosial rutin lainnya. Dalam presentasi kelompok ditemukan fakta secara tentang kegagalan panen meski biaya yang dikeluarkan cukup besar tapi tidak tertutupi karena hasil berkurang. Setelah mendiskusikan berbagai masalah yang menyebabkan gagal panen tadi fasilitator meminta peserta memodifikasi kelender musim yang telah dibuat dengan mengusulkan penanaman lebih awal sehingga curah hujan yang sedikit ini dapat memenuhi kebutuhan air. Fisiologi akar dan jaringan pengangkut. Fasilitator dan pemandu sepakat tidak memberi informasi terlebih dulu soal materi ini. Kelompok petani atau biasa disebut warga belajar diminta menyiapkan bahan praktek yaitu bayam yang dimasukkan dalam wadah berisi air yang dilarutkan zat pewarna masakan. Wadah tanpa zat pewarna atau berisi air saja juga disiapkan. Mereka diminta mengamati gejala yang terjadi dalam dua wadah berbeda tadi dan menjelaskan mengapa zat pewarna dapat berada di dalam jaringan bayam?. Pemandu kemudian menjelaskan bagaimana fungsi akar dan jaringan pengangkut terhadap pertumbuhan. Begitu pula bila tanaman disemprot pestisida, akan diserap dan tinggal di jaringan tanaman yang tentunya berdampak bahaya bagi manusia. Dari praktek tadi, warga belajar mengetahui bahwa pestisida dapat bertahan di dalam sel-sel tanaman dalam jangka waktu lama dan mengetahui bahaya pestisida bagi manusia bila mengkonsumsinya. Kegiatan akar dan jaringan pengangkut dalam sistem pengangkutan nutrisi menjadi pengetahuan baru bagi peserta. Ekologi tanah (sifat fisik, kimia dan mikrobiologi tanah). Sebelum praktek, pemandu menyampaikan materi mengenai tanah kepada warga belajar: apa itu tanah dan apa saja yang terdapat dalam tanah. Diskusi berjalan lancar, warga belajar bersemangat mengungkap pengetahuannya mengenai tanah dan kandungannya. Praktek dilakukan untuk memberi pemahaman warga belajar tentang kemampuan tanah mengikat air. Peserta dibagi dalam tiga kelompok untuk menyiapkan bahan praktek yaitu tanah, kotoran hewan, botol dan gelas plastik dan air. Setelah bahan-bahan sudah disiapkan, pemandu mengajak warga belajar untuk menghaluskan tanah dan kotoran hewan yang kemudian mencampurnya dalam komposisi 250 gram tanah dan 250 gram kotoran hewan ke dalam botol. Sebagai pembanding disiapkan botol kedua diisi tanah saja seberat 500 gram. Selanjutnya air dengan volume 440 ml (setara dengan dua plastik air minum kemasan) dimasukan dalam botol yang sudah diisi dengan tanah dan kotoran hewan. Air yang dituangkan bertahap. Hal serupa dilakukan pada botol kedua yang hanya berisi tanah. Pengamatan dilakukan pada setiap botol : air yang menetes pertama dan air yang terikat dalam tanah. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 91 Hasil pengamatan menunjukkan tanah campur kotoran hewan (kompos) airnya menetes terlebih dahulu. Setelah dilakukan praktek mengenai kemampuan tanah mengikat air pemandu menanyakan apa yang didapat dari praktek ini, warga belajar menyatakan bahwa botol yang berisi tanah campur kompos yang sangat baik dalam menyerap dan mengikat air. Dari hasil diskusi ini pemandu menjelaskan mengenai manfaat kompos atau kotoran hewan terhadap tanah selain fungsinya sebagai pupuk bagi tanaman. Pengenalan aerasi tanah. Praktek ini bertujuan agar petani lebih memahami dan mengetahui pentingnya aerasi tanah bagi tanaman. Dalam melakukan praktek ini petani dibagi dalam tiga kelompok. Sebelum melakukan praktek, petani menyiapkan bahan dan alat parktek yang dibutuhkan seperti balon, tanah, kotoran hewan, botol aqua, kain kasa dan air, stop watch atau jam. Setelah bahan dan alat disiapkan pemandu memberikan arahan tentang cara praktek aerasi tanah yaitu : 1) Tanah dan kotoran hewan dihaluskan. 2) Botol plastik kemasan dipotong bagian bawahnya dan diikat dengan kain kasa. 3) Botol pertama diisi dengan tanah saja, dan botol yang kedua diisi dengan tanah ditambah dengan kompos. 4) Balon yang disiapkan, ditiup dengan ukuran yang sama, lalu jepit agar udara tak keluar. 5) Memasukan isi botol pertama dan kedua pada dua wadah yang lain yang sudah diisi dengan air. 6) Balon yang sudah ditiup dipasang pada ujung masing-masing botol percobaan, kemudian lepas jepit bersamaan agar udara dapat berhembus keluar. 7) Mengamati gejala : botol mana menunjukan terjadi aliran udara yang ditandai dengan gelembung udara pada wadah berisi air dalam waktu tertentu. Pemandu menanyakan pada peserta apa makna dari percobaan tadi yang didapat dari praktek ini. Menanggapi pertanyaan pemandu, warga belajar menyatakan bahwa udara pada balon yang diikatkan pada tanah botol yang isinya tanah campur kompos lebih cepat menunjukan gejala yaitu air menggelembung dan udara pada balon cepat habis, sedangkan pada botol yang hanya berisi tanah lambat dalam menunjukan gejala. Selanjutnya pemandu menjelaskan makna dari praktek ini, bahwa tanah yang dicampurkan dengan kotoran hewan mudah dalam pertukaran udaranya sehingga memudahkan akar tanaman dalam mengambil udara. Sedangkan tanah yang tidak dicampurkan dengan kotoran hewan pertukaran udaranya lambat sehingga menyebabkan akar tanaman sulit mengambil udara tanah. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 92 Pengenalan struktur tanah yang sangat mempengaruhi kemampuan cekam air tanah dalam menyediakan makanan bagi tanaman. Struktur tanah oleh pemandu dijelaskan sebagai partikel-pertikel atau bagianbagian yang terdapat di dalam tanah yang menyusun tanah. Setelah menjelaskan tentang struktur tanah pemandu mengarahkan warga belajar untuk melakukan kegiatan praktek tentang struktur tanah. Cara-cara dalam praktek struktur tanah adalah sebagai berikut : 1. Siapkan alat dan bahan yaitu tanah, plastik, linggis atau parang, cutter, air dan mistar. 2. Galilah tanah dengan linggis atau parang sedalam 30 cm. 3. Sayatlah atau mengikis tanah tepi dari tanah yang digali dengan menggunakan linggis atau parang. 4. Ambil tanah yang disayat tadi kemudian masukan ke dalam plastik yang sudah disiapkan sampai ukuran 20 cm. 5. Masukan air ke dalam plastik yang sudah berisi tanah dan kocoklah sampai tanahnya menjadi seperti lumpur. 6. Ikatkan plastik yang telah diisi pada tempat yang sudah disiapkan dan tunggu sampai airnya bening dan tanahnya mengendap. 7. Amati gejala yang terjadi dan ukurlah struktur tanah dengan menggunakan mistar (pasir, debu, dan liat). Pemanfaatan sisa tanaman sebagai bahan mulsa. Kegiatan pemanfaatan sisa tanaman sebagai mulsa dilakukan di kelompok Karya Nyata dan kelompok Gemilang di Desa Uiboa yang mempunyai masalah dengan keterbatasan air tanah khususnya untuk usaha tani tanaman sayuran atau semusim. Kegiatan bertujuan mencegah penguapan air berlebih yang terjadi pada tanaman cabai. Sumber mulsa yang digunakan adalah sisa panen tanaman kacang (batang, cabang, daun), rumput, dan sisa biji kacang tak digunakan. Hasil praktek menunjukkan bahwa penyiraman tanaman cabai bermulsa memerlukan penyiraman 3-4 hari sekali dengan kenampakan pertumbuhan dan perkembangan yang sama dengan tanaman cabai tanpa mulsa yang disiram setiap hari. Dalam praktek ini, jumlah mulsa diberikan dan saat pemberian belum dilakukan sesuai dengan kebutuhan lahan sehingga diharapkan pada aplikasi berikutnya takaran jumlah mulsa yang tepat sesuai dengan luas areal, jenis tanah, dan jenis tanaman dapat diuji coba lebih teliti lagi. Pengelolaan hama dan penyakit serta tanaman pengganggu. Pemandu memberikan materi tentang serangga dengan pertanyaan apa itu serangga? Beragam jawaban diberikan peserta, namun semua jawaban menyimpulkan serangga sebagai mahluk hidup perusak tanaman. Pemandu merangkum semua jawaban itu, kemudian menjelaskan bahwa serangga merupakan organisme yang tubuhnya beruas-ruas, ada yang menjadi hama namun ada juga yang membantu petani. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 93 Serangga dibagi dalam dua golongan yaitu serangga yang tubuhnya terdiri dari tiga bagian yaitu kepala (caput), dada (thoraks) dan perut (abdomen) serta serangga yang tubuhnya terdiri dari dua bagian yaitu kepala (caput) dan perut (abdomen). Serangga juga memiliki siklus hidup yang berbeda-beda, ada yang siklus hidupnya sempurna (telur-larva-pupa-imago) dan siklus hidup tidak sempurna (telur-nimfa-imago). Penjelasan mengenai siklus hidup serangga bertujuan agar petani bisa memahami pada saat mana mereka akan melakukan pengendalian, misalnya pengendalian serangga yang bermetamorfosis sempurna sebaiknya dilakukan pada stadia larva, karena larvalah yang menjadi hama tanaman, sedangkan pada stadia dewasa, serangga justru membantu penyerbukan tanaman. Untuk serangga yang metamorfosisnya tidak sempurna, pengendaliannya dapat dilakukan pada stadia nimfa dan imago karena pada tingkat itu serangga menjadi hama bagi tanaman. Selain menjadi hama, serangga juga berperan penting dalam membantu petani dalam penyerbukan tanaman dan membantu petani dalam pengendalian, khususnya serangga predator atau yang memangsa hama perusak tanaman petani. Tanaman penggangu atau gulma. Pemandu memberikan pertanyaan kepada petani apa itu gulma? Jawaban petani gulma adalah rumput yang tumbuh di dalam kebun. Pemandu kemudian memberikan penjelasan bahwa gulma merupakan tumbuhan yang tidak diinginkan dan tumbuh di dalam kebun tempat tanaman dipelihara. Pemandu memberikan tips melakukan tindakan pengendalian sebagai berikut: • Tepat waktu, bila kita mengendalikan gulma lakukanlah pada saat rumput baru tumbuh sehingga mudah untuk dikendalikan; • Tepat sasaran, pengendalian gulma dilakukan jika gulma sudah mengganggu tanaman; • Tepat guna, pengendalian gulma itu harus bermanfaat dan tidak mengganggu ekosistim yang lain; • Tepat dosis, bila menggunakan herbisida, pengendalian gulma harus sesuai dosis dan takaran dengan kondisi tumbuhan pengganggu. Praktek membuat pupuk cair dan pupuk kompos. Keterampilan membuat pupuk cair dan kompos merupakan salah satu materi yang diberikan. Sebelum praktek dimulai, petani diminta menceritakan pengalaman mereka tentang jenis pupuk yang pernah dipakai dan manfaat pupuk untuk tanaman. Fasilitator menyajikan materi soal pupuk dan pemupukan yang dilanjutkan dengan praktek membuat kompos dan pupuk cair. Pembuatan kompos menggunakan bahan-bahan organik yang ada di sekitar, seperti daun gamal, rumput, nitas, dan kotoran hewan. Semua bahan tadi dicampur dan diaduk merata dalam wadah terpal yang sudah dibentuk seperti bak, kemudian dibiarkan selama dua minggu. Pupuk organik cair dibuat dengan mencampurkan gula, nitas, batang pisang, dan air cucian beras dalam wadah yang disiapkan yang kemudian dibiarkan selama tiga minggu. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 94 Pengolahan lahan dan penanaman. Pada materi pembelajaran ini, warga belajar mengolah lahan (bedeng dan lubang) sesuai kebiasaan dan di pekarangan lainnya (lahan mikir) membuatnya secara berbeda, yaitu merupakan cara baru yang dipilih hasil pemikiran bersama untuk ditanami bawang dan cabai. Setelah dilakukan pengolahan lahan dilanjutkan dengan materi tentang manfaat pengolahan lahan. Dari pokok materi ini petani diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat tentang kekurangan dan kelebihan pembuatan bedeng atau pengolahan lahan menurut kebiasaannya serta kelemahan dan kelebihan dari pengolahan bedeng secara mikir. Penanaman di ”pekarangan mikir”, sebelum ditanami cabai, bawang merah, tomat, kangkung, bawang merah, sawi dan bayam, terlebih dahulu bedengan dicampur dengan pupuk organik yang sudah disiapkan. Sedangkan pada bedengan ”cara biasa” langsung ditanami bawang merah, kangkung dan cabai tanpa penggunaan pupuk organik. Setelah penanaman, dilanjutkan dengan teknik pengamatan terhadap agro-ekosistim tanaman. Pemandu memberikan tehnik pengamatan fisiologi tanaman dengan cara mengukur dan mencatat pertumbuhan: tinggi tanaman, jumlah anakan dan cabang, mengamati cuaca, keadaan tanah dan keadaan tanaman serta hama dan penyakit. Pembuatan pestisida organik. Pemandu memberikan materi tentang pestisida organik. Diskusi dilakukan dengan semua warga belajar pada setiap kelompok di desa masing-masing sekaligus mengidentifikasi tumbuhan lokal. Hasil diskusi menunjukkan beberapa tumbuhan dapat menjadi bahan pestisida organik seperti mindi, gewang, akar tuba, daun sirih, bawang putih, serai, kemangi, buah gewang, buah majan/bilak, dan widuri. Pemandu juga menjelaskan cara pembuatannya dan cara aplikasinya pada lahan petani untuk me-ngurangi kebiasaan cara bertani lama yang menggunakan bahan kimia berlebihan dalam menum-pas serangan hama. Praktek pembuatan pestisida organik ini memungkinkan petani menghemat biaya dalam mengatasi serangan hama dan penyakit tertentu dengan menggunakan bahan yang tersedia di sekitarnya. Daun sirih, lengkuas dan kunyit misalnya mampu mencegah dan mengatasi penyakit antracnosa yang menyerang tanaman cabai/ lombok. Selain lebih murah, penggunaan pestisida organik lebih aman bagi kesehatan dan aman bagi lingkungan dan serangga penyerbuk. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 95 Analisis agro-ekosistim telah diberikan dalam pelatihan ToT sebagai pengantar. Dalam Sekolah Lapang diterapkan untuk mengamati perkembangan tanaman baik di ”lahan mikir” dan lahan dengan cara bertani lama untuk mencermati perbedaan atau perubahan yang terjadi. Pengamat dibagi menjadi empat kelompok dimana masing-masing kelompok melakukan pengamatan dan mencatat hasilnya untuk dipresentasikan secara bergantian. Selain melakukan pengamatan dan menganalisa faktor penyebab, kelompok juga diminta menyusun rencana tindak lanjut dan mengagendakan tugas anggota kelompok. Pengamatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dilakukan hingga panen tiba, sehingga setiap perubahan yang terjadi dapat dipelajari, Kelompok terlibat diskusi menanggapi perubahan yang tercatat dalam pengamatan. Salah satu hasil pembelajaran dalam pengamatan ini adalah kelompok tani dapat merubah kalender musim tanam yang disesuai dengan keadaan yang menguntungkan bagi tanaman yang akan ditanam terutama terhadap gangguan hama dan penyakit. Pengamatan kelompok Dalkollo pada tanaman lombok atau cabai pada ”lahan mikir” dan pekarangan dengan cara bertani lazimnya, menunjukkan bahwa tanaman di ”lahan mikir” tidak ditemukan kasus tanaman layu. Hal itu menunjukkan adanya peningkatan dalam proses pembibitan, pengolahan lahan dengan yang dapat menekan penguapan air dari tanah. Sementara itu tindakan yang diambil petani peserta Sekolah Lapang menunjukkan adanya pemahaman peserta menggunakan inovasi dan hasil pembelajaran seperti direkam dalam salah satu hasil pengamatan kelompok Dalkolo, Desa Uithiuhana. Tabel 10. Hasil Pengamatan Agroekosistem NO MASALAH/KASUS LAHAN MIKIR LAHAN DENGAN CARA BERTANI LAZIMNYA 1. Tanaman Layu Tidak ada, karena tanah cukup gembur menggunakan pupuk kandang • Ada, karena tanah padat ketika pengolahan menggunakan pupuk anorganik • indakan yang dilakukan : penggemburan tanah dan penyiraman 2. 3 Daun rusak/ mengkerut dan menguning Gangguan Tanaman liar/ Gulma • Ada: disebabkan hama seperti lalat, semut • Ada: disebabkan hama seperti lalat, kutu daun • Tindakan: pengendalian dengan pestisida organik • Tindakan: pembasmian • Ada dan tindakan berupa penyiangan • Ada dan tindakan berupa penyiangan Analisa sistem usaha tani, warga belajar diajak untuk menghitung usaha tani yang telah dilakukan untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang diperolehnya. Perhitungan usaha tani dilakukan sendiri oleh kelompok dan terbukti dapat memberikan informasi atas usaha tani mereka, apakah memberikan keuntungan atau tidak, termasuk informasi tentang meningkat atau menurunnya produktivitas tanaman. Informasi itu akan berguna bagi petani dan kelompok tani dalam merencanakan kegiatan pengelolaan usahataninya kearah yang lebih menguntungkan. Penyusun kalender kegiatan dimaksudkan agar kelompok tani tetap dapat merencanakan pengelolaan usahatani dan faktor lainnya yang berpengaruh dengan memperhatikan perubahan dari semua komponen terkait seperti kondisi fisik, perubahan keragaman vegetasi, perubahan pasar, dan kondisi sosial budaya setempat. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 96 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 97 Penyusunan program kegiatan selama musim tanam dan musim kering diperkenalkan pada kelompok tani agar mereka menyusun kalender program kegiatan pada setiap musim tanam dan musim kering. Penyusun kalender kegiatan ini dimaksudkan agar kelompok tani tetap dapat merencanakan pengelolaan usahatani dan faktor lainnya yang berpengaruh dengan memperhatikan komponen terkait seperti kondisi fisik, perubahan keragaman vegetasi, perubahan pasar, dan kondisi sosial budaya setempat. Dalam jangka pendek penyusunan kalender program kegiatan ini akan membantu petani dan kelompok tani dalam menindaklanjuti program kegiatan yang telah dilakukan dalam praktek Sekolah Lapang yang telah mereka praktekan bersama. Banyak kendala-kendala yang harus ditindaklanjuti dengan kegiatan berikutnya hingga kendala-kendala tersebut dapat diminimumkan. Dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan semua komponen lingkungan terkait harus dianalisa secara menyeluruh dan berkesinambungan. Oleh karena itu pengelolaan yang telah dilakukan dalam suatu sistem usaha tani akan senantiasa terkait dengan komponen lain sehingga diharapkan pengelolaan yang dilakukan memberikan nilai keseimbangan bagi komponen lainnya. Misalnya praktek penggunaan pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan akan mampu memperbaiki struktur tanah dan kimia tanah. Namun aplikasi pada lahan yang agak luas petani kesulitan untuk mendapatkan sumber kotoran hewan ini. Untuk memperbaiki sifat kimia, kemampuan kotoran hewan dapat digantikan dengan penggunaan pupuk organik cair yang relatif lebih mudah dan tidak memerlukan volume yang banyak dan perbaikan terhadap sifat fisik tanah dapat dikombinasikan dengan pemberian mulsa yang dibenamkan. Kegiatan ini belum dipraktekan dan harus direncanakan dan diskusikan untuk pelaksanakaan kegiatan berikutnya. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 98 mozaik 8C Menangkap Perubahan “Menangkap perubahan sama sulitnya dengan menangkap angin. Kita dapat merasakan keberadaan angin, tapi tak pernah benarbenar dapat menggengamnya” (Dani Wahyu Munggoro, INSPIRIT) MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 99 Program kerjasama Pandu Lestari dan KEHATI yang hanya berlangsung kurang lebih setahun itu boleh dibilang sukses dalam melaksanakan setiap tahapan kegiatan. Mulai dari perencanaan dan pembentukan kelompok tani, berbagai pelatihan, praktek kelompok tani, penelitian mahasiswa dan ditutup dengan Farmers Field Day dapat diselenggarakan sesuai rencana. Namun hampir dapat dipastikan kesulitan yang dihadapi, yaitu mengukur perubahan yang terjadi. Apalagi sasaran utama yang menjadi tujuan dalam program ini sesungguhnya adalah perubahan prilaku kelompok tani untuk meninggal cara-cara bertani yang tak ramah pada alam, seperti membakar ladang, boros benih dan abai pada potensi sumber daya yang dimiliki. Setahun program kerjasama itu belum berarti apa-apa, karena ibarat orang menuntut ilmu, perlu jam terbang untuk menguji kemampuan dan bukti hasil belajar. Sedangkan perubahan itu sendiri masih harus melalui proses penyadartahuan, pembiasaan sikap dan akhirnya membudaya yaitu mampu mengembangkan prilaku dan menyesuaikannya dengan tantangan yang ada secara sendiri-sendiri ataupun berkelompok dan mandiri. Dari awal merencanakan kerjasama ini hal-hal tersebut telah diantisipasi, diantaran salah satunya adalah menerapkan cara-cara baru bercocok tanam secara berkelompok tanpa meninggalkan cara bertani lama agar pada saat musim panen tiba dapat dilihat perbedaan yang terjadi. FIELD dengan pengalaman pendampingan masyarakat tani sudah mengusulkan adanya lahan bertani kelompok sambil berpikir dan lahan pekarangan sendiri-sendiri sebagai kontrol atas terjadinya perubahan tersebut. Pandu Lestari dan Fakultas Pertanian UNDANA berupaya melakukan uji laboratorium atas sampel tanah pada dua contoh lahan bertani tadi pada setiap desa untuk membuktikan terjadinya perubahan signifikan yang dapat dipertanggungjawaban secara ilmiah. Salah satu metode pembuktian itu adalah melalui pengukuran dan analisis perubahan pada struktur tanah. Farmers Field Days merupakan rancangan untuk menunjukkan bagaimana proses belajar dan saling bertukar pengalaman dan pengetahuan terjadi diantara sesama warga belajar dan masyarakat Semau secara luas. Petani yang biasa bekerja dalam kesendirian dan memecahkan masalah sendirian, melalui ajang Farmer Field Days mereka diajak untuk terbuka menerima masukan dari beragam pengalaman rekan kelompok tani lainnya, dan secara aktif membagi pengetahuan yang dimiliki selama satu musim tanam sebagai refleksi adanya perubahan sikap dalam proses belajar dan pengambilan keputusan dalam bercocok tanam. Pengalaman bertani secara tertutup atau pasif menunggu datangnya tenaga penyuluh pertanian desa diubah menjadi cara bertani aktif menjemput gagasan yang ada atau berdasarkan keinginan- keinginan mencoba bertani yang baru dan bahkan proaktif melakukan pengamatan atas masalah dan mencari solusi secara mandiri. Farmer Field Days bukan semacam wisuda warga belajar bertani, tetapi justru permulaan memulai proses belajar mandiri dan interaktif. Bila Farmers Field Days merupakan salah satu metode untuk menangkap perubahan sikap dari warga belajar, maka dukungan tenaga ahli pertanian dari UNDANA yang melakukan uji analisis tanah diharapkan dapat menggungkapkan perubahan yang terjadi pada kondisi lahan yang dikelola dengan cara-cara bertani yang mengedepankan penggunaan bahan organik, hijauan sisa tanaman sebagai mulsa pupuk dengan budidaya tumpangsari dan pengolahan lahan tanpa bakar. Evaluasi pasca program berakhir yang dilakukan KEHATI dapat melengkapi cerita dan fakta tentang perubahan-perubahan yang terjadi seiringan berjalannya waktu. Hasil yang menonjol sejak dilaksanakan kegiatan Sekolah Lapang sampai dengan kegiatan Farmer Field Day adalah tumbuhnya kepercayaan diri warga belajar tentang pekerjaan bertani yang selama ini digeluti, diperkaya dengan cara-cara mengamati gejala dan melakukan keputusan berdasarkan diskusi bersama, sehingga mendorong mereka melakukan perubahan. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 100 Pada akhir penyelenggaraan Sekolah Lapang dilaksanakan Famer Field Day, selama satu hari, dalam kegiatan ini peserta melakukan pameran yang meliputi pameran proses belajar, hasil-hasil kegiatan, dan teknologi yang ditemukan selama di Sekolah Lapang. Dalam prakteknya ternyata kelompok Daelkollo di Desa Uithiuhana, kelompok Tani Karya di Desa Uiboa, kelompok tani Mekarsari di Desa Akle tidak dapat menyelenggarakan pertemuan itu. Hal ini disebabkan tanaman yang ada di lahan mikir dan lahan sendiri tidak tumbuh dan berkembang dengan baik akibat serangan penyakit. Oleh karena itu pelaksanaan Famer Field Day kelompok tani Daelkollo dan kelompok tani Mekarsari disatukan dengan kegiatan di kelompok Nuleka di Desa Akle. Sementara pertemuan “hari tani” kelompok tani Karya Nyata digabung dengan kelompok tani Gemilang di Desa Uiboa. Kegiatan ini difasilitasi oleh tim dari FIELD dan tim dari Pandu Lestari dan diikuti oleh petani yang belum masuk kelompok, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan aparat desa. Hasil yang menonjol sejak dilaksanakan kegiatan Sekolah Lapang sampai dengan kegiatan Farmer Field Day adalah tumbuhnya kepercayaan diri warga belajar tentang pekerjaan bertani yang selama ini digeluti, diperkaya dengan cara-cara mengamati gejala dan melakukan keputusan berdasarkan diskusi bersama, sehingga mendorong mereka melakukan perubahan. Petani khususnya yang menjadi warga belajar mulai memahami hubungan kegiatan pertaniannya dalam konteks pengelolaan ekosistem. Itu terbukti ketika mereka tak ragu lagi mengolah kotoran hewan sebagai penyubur tanah, mengamati serangan hama dan bahkan mencari dan meracik racun nabati dengan coba-coba seperti di lakukan Marthen dari kelompok Gemilang merupakan terobosan penting yang dilakukan petani. Pengetahuan mereka tentang tumbuhan yang dapat dijadikan bahan pestisida alami dari hasil pelatihan dengan cepat mampu diterapkan karena sesungguhnya mereka sudah mengenal jenis tumbuhan itu di lingkungan mereka selama ini. Kebiasaan membersihkan lahan dengan membakar sebelum musim tanam mulai ditinggalkan, bahkan di Desa Uiboa Kepala Desanya semakin yakin cara pengelolaan lahan yang baru mampu memberi kesuburan lahan dan membuatnya semakin percaya diri mengeluarkan PERDES (peraturan desa) yang melarang warga desanya melakukan pembakaran lahan. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 101 Perubahan lain yang tampak adalah bagaimana petani secara berkelompok menjalankan usaha taninya dan menjadikan kelompoknya menjadi bagian dalam mengambil keputusan, tempat berdiskusi dan mengorganisasikan kegiatan. Misalnya di Uithiuhana, kelompok tani berinisiatif mencari bantuan kepada Pemerintah Desa untuk mendapat pompa air guna mengatasi kelangkaan air di musim tanam. Sayangnya program bantuan serupa (pinjaman dana untuk membeli pompa) yang ditawarkan Pandu Lestari belum direspon oleh kelompok yang ada. Namun kreatifitas anggota kelompok dalam mengatasi kekeringan justru timbul ketika mereka berorganisasi, misalnya keputusan agar masing-masing anggota kelompok bertanggungjawab membawa air ke ladang untuk mencegah pekarangan tempat belajar bertani tidak kekeringan justru terbukti berhasil dan efektif. Itu dilakukan karena warga belajar ingin tahu dan terus belajar menghadapi masalah-masalah bercocok tanam hingga saat panen tiba. Bahkan dalam diskusi di Farmers Field Day juga ditemui pengalaman individu anggota kelompok yang secara mandiri mempraktekkan hasil belajarnya di lahan milik sendiri. Selain berbagai pengalaman, dilakukan pula workshop sebagai puncak acara setelah sebelumnya berbagai penagalaman hanya dilakukan diantara anggota kelompok. Pada workshop yang dilaksanakan di Desa Uiboa, diskusi dan tukar informasi dilakukan untuk semua kelompok tani selama kegiatan Sekolah Lapang dan Farmers Field Day diikuti oleh semua kepala desa dari Desa Uithiuhana, Akle, Camat Semau Selatan, petugas penyuluh lapangan, dan perwakilan dari Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana. Kegiatan ini difasilitasi oleh tim dari FIELD dan tim dari Pandu Lestari. Kegiatan itu sendiri merupakan terobosan segar dimana pejabat desa diundang untuk mendengarkan pengalaman petani yang diwakili pemandu lokal. Bila lazimnya masyarakat yang duduk mendengarkan pejabat desa berceramah, pada pertemuan kali itu giliran petani berdiri di depan memaparkan hasil belajar sekaligus mengajukan rencana kegiatan pertanian pada musim kering periode Juni-Desember 2008 dilengkapi siasat mengatasi masalah yang bakal menghadang di musim kering itu. Upaya menangkap perubahan dan fakta ilmiah yang mendukungnya terekam di lahan-lahan petani di Desa Uiboa dengan mulai mempraktekan pola tanam yang berbeda yaitu: jagung-kacang tanah yang ditanam dalam pola campuran, tumpangsari dan pola baris bahkan dipagari tanaman kehutanan sebagai pelindung atau semacam pagar hijau. Praktek menggunakan beberapa pola tanam baru dan pola tanam yang biasa dilakukan petani kemudian dianalisis mulai dari kemungkinan terjadinya perubahan sifat fisik dan kimia tanah, pola pemilihan jenis tanaman dan pola tanam yang berdampak meningkatkan pendapatan bertujuan untuk menyajikan fakta dan bukti yang mendukung warga belajar dan petani untuk mengambil keputusan atas usaha taninya. Catatan khusus dibuat tim UNDANA dalam ujicoba ini yaitu hasil jagung dan kacang tanah tersebut sebenarnya masih dibawah potensi hasil jagung dan kacang tanah bila ditanam di tanah yang subur, sebab kondisi awal lahan saat praktek dilakukan memang tergolong tidak subur. Penanaman jagung dan kacang tanah dengan pola tanam berbeda tersebut sengaja tanpa dilakukan pemupukan dengan tujuan utama untuk melihat perubahan pertumbuhan, perkembangan dan hasil tanaman sebagai akibat perubahan ketersediaan unsur hara alami tanpa adanya tambahan unsur hara dari luar. Untuk mengetahui perubahan sifat fisik dan kimia lahan sebelum dan sesudah dipraktekannya pola multikultur, dilakukan analisa di lokasi ujicoba milik kelompok tani Mekarsari dan Gemilang yang tanahnya berjenis mediteran itu, hasilnya dapat dilihat dalam tabel 11. Pengetahuan mereka tentang tumbuhan yang dapat dijadikan bahan pestisida alami dari hasil pelatihan dengan cepat mampu diterapkan karena sesungguhnya mereka sudah mengenal jenis tumbuhan itu di lingkungan mereka selama ini. Kebiasaan membersihkan lahan dengan membakar sebelum musim tanam mulai ditinggalkan. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 102 Tabel 11. Rerata Hasil Analisa Kerapatan isi Tanah, Kandungan Nitrogen (N), Phospor (P), Kalium (K), dan Carbon (C) Lahan Perlakuan KERAPATAN ISI TANAH Awal Karya Nyata Gemilang Akhir N TOTAL (%) Awal Akhir P (PPM) Awal Akhir K (ME/100G) Awal Akhir C ORG (%) Awal Akhir Tunggal jagung 1,56 0,97 0,26 0,27 61,98 59,66 0,36 0.46 1,12 2.02 Tunggal kacang tanah 1,67 0,91 0,31 0,45 62,96 77.96 0,38 0.49 0,68 2.97 Jagung + kacang tanah Tumpangsari 1,65 0,87 0,31 0,42 64,24 80.77 0,45 0.61 1,12 3,07 1,50 0,90 0,26 0,37 65,40 93.93 0,42 0.57 1,12 3,12 Polapetani 1,53 0,91 0,26 0,33 67,8 80.63 0,42 0.61 1,08 2.67 Tunggal jagung 0,89 0,77 0,18 0,25 54,81 56.77 0,21 0.43 0,25 1,87 Tunggal kacang tanah 0,96 0,76 0,19 0,28 51,26 65.23 0,35 0.49 0,46 3,01 Jagung + kacang tanah Tumpangsari 0,87 0,79 0,23 0,31 56,0 66,87 0,35 0.46 0,34 3,34 0,72 0,67 0,21 0,23 51,3 67,34 0,45 0.56 0,45 3,52 0,72 0,66 0,19 47,8 60,24 0,33 0.43 0,44 3,46 Polapetani Hasil analisa sebelum penerapan pola multikultur menunjukkan kondisi awal lahan digolongkan pada tingkat kesu-buran rendah sampai sedang yang ditandai angka rerata kandungan N, K, dan C organik tergolong rendah, sedangkan kandungan P relatif tinggi. Rendahnya kandungan hara (N, K, C organik) pada lahan dengan jenis tanah Mediteran itu mempunyai kemampuan cekam air yang sangat tinggi akibatnya unsur hara yang ada dalam tanah menjadi terjerap kuat sekali dan sulit tersedia bagi tanaman. Analisa sifat fisik dan kimia tanah yang dilakukan setelah lahan ditanami menggunakan pola multikultur menunjukkan perubahan kandungan unsur hara terutama N dan peningkatan kerapatan isi tanah pada pola tumpangsari dan tanam baris. Peningkatan kerapatan isi tanah diduga sistem perakaran jagung dan kacang tanah serta pembentukan polong kacang tanah mengakibatkan perubahan struktur tanah dari prisma kasar cenderung berubah menjadi granular yang menyebabkan terjadinya perbaikan sifat fisik tanah. Hasil analisa itu sesuai dengan studi yang pernah dilakukan Pak Prijo dan sejawat pada 1999 dan 2000, bahwa akar tanaman kacang-kacangan, dan ubi-ubian mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam memperbaiki kerapatan isi tanah yang didominasi dengan kandungan liat yang tinggi. Kemampuan memperbaiki sifat fisik tanah ini ternyata diikuti dengan perbaikan kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman terutama unsur hara nitrogen. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa rata-rata tanaman kacang tanah pada semua pola tanam mampu memberikan sumbangan nitrogen bagi lahan dibandingkan bila lahan hanya ditanam jagung saja. Hal ini disebabkan tanaman kacang tanah mampu menambat dan memberikan sumbangan nitrogen di sekitar daerah perakaran. Itu artinya tanaman dengan pola multikultur atau lebih dari satu jenis yang bila salah satunya adalah kacang tanah akan mampu memberikan sumbangan nitrogen dan menguntungkan bagi jagung atau tanaman lainnya. Kemampuan sumbangan nitrogen ini menjadi lebih meningkat sejalan dengan meningkatnya kemampuan kacang tanah dan jenis kacang-kacangan lain dalam memperbaiki sifat kerapatan isi tanah. Dari ketiga pola tanam yang dicoba, analisa terhadap produksi tanaman menunjukkan bahwa pola tumpangsari dan baris lebih menguntungkan per satuan luasan lahan dibandingkan dengan bila tanaman tersebut ditanam secara tunggal atau monokultur. Tabel 12 menunjukkan total hasil persatuan lahan untuk pola tanam tumpangsari dan berbaris yang memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan jika lahan hanya ditanami jagung atau kacang tanah saja. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 103 Tabel 12. Total Produksi Jagung dan Kacang Tanah yang Ditanam dengan Pola Berbeda Kelompok Model Tanam Produksi Tanaman Jagung (kg/ ha) Mekarsari Total Kacang tanah (kg/ha) Monokultur - Jagung 1,243 1,243.21 - Kacang tanah 768.00 768.00 Tumpangsari 1,243 682.67 1,925.88 Berbaris 1,284 800.01 2,083.96 Pola Petani - Jagung 1,309 1,308.64 - Kacang tanah Gemilang 810.67 810.67 Tunggal - Jagung 1093.974 - Kacang tanah 1,093.97 776.19 776.19 Tumpangsari 924.103 775.71 1,699.82 Berbaris 1158.974 734.32 1,893.30 Pola Petani - Jagung 1168.718 - Kacang tanah 1,168.72 769.52 769.52 Dari hasil uji tadi diproyeksikan bahwa usaha tani dengan pendapatan bersih tertinggi akan dicapai bila petani menggunakan pola tanam tanaman jagung dan kacang tanah dalam bentuk baris kemudian secara berturut-turut pendapatan bersih akan menurun bila menggunakan pola tumpang sari, pola petani, penamanan jagung tunggal dan penanaman kacang tanah tunggal (lihat Tabel 13). Tingginya pendapatan petani dari pola tanaman pangan secara baris dan tumpangsari tercapai karena hasil analisis pertumbuhan dan hasil kedua tanaman pangan tersebut lebih baik dibandingkan dengan pola yang lain. Table 13. Pendapatan Bersih Petani dalam Pola Tanam Berbeda per ha per Tahun Kelompok Model Tanam Produksi Tanaman Jagung Mekarsari Total Kacang tanah Monokultur - Jagung 115,628.52 - Kacang tanah 115,628.52 2,511,230.00 2,511,230.00 Tumpangsari 115,628.52 2,189,300.00 2,304,928.52 Berbaris 1,272,807.41 2,698,050.00 3,970,857.41 Pola Petani - Jagung 1,309,203.70 - Kacang tanah Gemilang 1,309,203.70 2,857,000.00 2,857,000.00 Tunggal - Jagung 976,951.92 - Kacang tanah 976,951.92 820,892.86 820,892.86 Tumpangsari 658,742.31 637,835.71 1,296,578.02 Berbaris 978,826.92 589,392.86 1,568,219.78 Pola Petani - Jagung - Kacang tanah MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 104 917,096.15 917,096.15 560,392.86 560,392.86 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 105 Membingkai Sinerg MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 106 mozaik 8D gi Kampus-Kampung MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 107 Kegiatan pelatihan bagi pemandu lokal bersama mahasiswa praktek kerja lapangan dilaksanakan selama satu minggu. Kegiatan dilaksanakan di Desa Uiboa. Tujuan utama pada dasarnya sama dengan tujuan pelatihan pemandu lokal pada kegiatan sebelumnya, hanya saja materinya berbeda yaitu mempersiapkan pemandu lokal secara teori maupun praktek konsep pertanian terpadu khususnya pertanian sayuran hemat air dan pemanfaatan biomasa tanaman, rumput, daun, gulma, jerami padi, serbuk gergaji dan sampah sebagai sumber energi rumah tangga terbarukan. Keramaian dan kerepotan praktek sekolah lapang telah menjadi babak baru setelah usai pelatihan pemandu lokal di Puskemas Desa Uiboa. Kelompok belajar dari desa akan memulai praktek Sekolah Lapang pada musim tanam kali ini. Tugas mereka akan bertambah berat, karena akan bertani di dua tempat, di pekarangan sendiri dan di kebun praktek atau “lahan mikir”. Kerepotan petani bakal bertambah pada musim tanam kali ini, karena akan kedatangan mahasiswa yang juga akan berpraktek selama seminggu. Praktek kerja lapangan adalah agenda kampus yang sudah rutin dilakukan oleh hampir semua perguruan tinggi di negeri ini. Namun yang berbeda dengan apa yang dilakukan Universitas Nusa Cendana dan Yayasan Pandu Lestari adalah menerjunkan mahasiswa untuk berinteraksi langsung pada permasalahan yang dirasakan petani dan warga desa. Mahasiswa yang terpilih telah diminta untuk dapat bersama pemandu lokal di desa untuk mempraktekan “ilmu kampus” dengan “kondisi kampung”, sehingga diharapkan mahasiswa peserta praktek kerja lapangan mengetahui persis persoalan nyata yang dihadapi petani dan mengasah kepekaan mereka. Sebaliknya duet pemandu lokal dan mahasiswa ini dapat menambah wawasan dan kepercayaan diri pemandu lokal dalam memulai misinya memandu anggota kelompok belajar di desa. Kegiatan itu melibatkan mahasiswa Faperta UNDANA Program Studi Ilmu Tanah Jurusan Budidaya Pertanian. Mahasiswa ini dilatih selama dua minggu di Pandu Lestari yang diharapkan mampu sebagai fasilitator bagi pemandu lokal dan kelompok tani sekaligus sebagai bentuk model praktek lapangan bagi sepuluh mahasiswa yang terpilih. Kegiatan Sekolah Lapang pada awal Agustus sampai pertengahan Desember 2008 merupakan kegiatan kedua setelah sebelumnya UNDANA menurunkan mahasiswa angkatan pertama Sekolah Lapang di P. Semau. Kesepuluh mahasiswa Sekolah Lapang bertemu, berdiskusi, dan praktek bersama pemandu lokal dan masyarakat di kebun kelompok selama satu minggu sekali dimulai pagi hari pukul 08.00 sampai 13.00 siang. Malam hari terkadang pembicaraan dan diskusi masih terus berlangsung. Wawancara dan pengumpulan data juga banyak dilakukan pada pagi-siang hari dari desa ke desa bertemu kelompok-kelompok petani. Selama diterjunkan di P. Semau, pemandu lokal bersama mahasiswa juga melakukan kegiatan belajar bersama di kebun kelompok dengan beragam materi seperti pembuatan briket dari biomasa tanaman dari rumput, dedaunan, gulma, jerami padi, serbuk gergaji dan sampah organik yang diolah dengan teknologi sederhana menjadi sumber bahan bakar kompor alternatif untuk rumah tangga. Selain itu materi budidaya tanaman jarak pagar diberikan dan dipraktekkan sebagai bagian dari pelatihan pembuatan briket untuk mendukung praktek penggunaan kompor berbahan bakar biji jarak pagar dan bahan lain yang mengandung minyak. Khusus bagi kelompok belajar di Desa Akle yang kebanyakan adalah nelayan, maka mahasiswa dan pelatih yang disiapkan UNDANA juga memberikan pelatihan budidaya rumput laut khususnya untuk meningkatkan produksi panen dari cara budidaya yang tepat. Mahasiswa yang terpilih telah diminta untuk dapat bersama pemandu lokal di desa untuk mempraktekan “ilmu kampus” dengan “kondisi kampung”, sehingga diharapkan mahasiswa peserta praktek kerja lapangan mengetahui persis persoalan nyata yang dihadapi petani dan mengasah kepekaan mereka. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 108 Hasil-hasil belajar bersama pemandu lokal banyak mendapatkan perhatian, karena merupakan ilmu yang baru di desa. Kegiatan pelatihan ini dipandu oleh pemandu lokal yang telah dilatih oleh mahasiswa Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian UNDANA yang melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan tim Pandu Lestari sebagai fasilitator kegiatan. Hasil-hasil belajar itu sebagaimana dimaksud bila dikelompokkan dalam materi belajar sebagai berikut : 1) Pembuatan briket Latarbelakang diagendakannya praktek pembuatan briket dari bahan organik adalah untuk mengurangi penggunaan kayu bakar sekaligus memberikan pengetahuan untuk memanfaatkan keberadaan sumber organik yang ada di sekitar desa. Prinsip dasar pembuatan briket ini adalah bahan bahan dari limbah tanaman, penggergajian, sampah, dan gulma yang dibakar secara tidak langsung dengan tehnik pembakaran udara panas sampai kurun waktu tertentu (tergantung pada volume bahan yang dibakar). Kemudian hasil pembakaran berupa arang didinginkan, dan dicampur tepung kanji dengan perbandingan 1:10 untuk menjadi adonan perekat arang briket tadi. Langkah berikutnya adalah mencetak adonan arang briket tersebut dengan ukuran dan bentuk yang sesuai dengan yang dibutuhkan, misalnya berbentuk bola dan kemudian dikeringkan dengan bantuan sinar matahari dan angin selama 2-3 hari. Setelah penge-ringan maka briket arang sudah berbentuk bola padat dan dapat digunakan sebagai briket bahan bakar kompor. Kegiatan pembuatan briket ini dilakukan di kelompok Karya Nyata dan Gemilang di Desa Uiboa, kelompok Nuleka dan Mekarsari di Desa Akle, dan kelompok Daelkollo di Desa Uithiuhana. Hampir semua anggota kelompok (≥75% dari 15 orang) pada setiap kelompok di desa terpilih tersebut terlibat dalam praktek kegiatan pembuatan briket ini. . Sayangnya hasil belajar ini tidak diinternalisasi dengan baik oleh pemandu lokal ke anggotanya maupun dicoba sebagai model percontohan di desa. Akibatnya tidak memasyarakat dan hanya berhenti sebagai pengetahuan tambahannya. Menurut pendapat ketua kelompok Karya Nyata, membuat briket itu butuh waktu, lagi pula jenis kompor untuk bola-bola arang briket tidak ada dijual di Semau. “Kita repot sekali, selain butuh waktu membuat briketnya, tetap harus pake minyak tanah untuk memulainya, dan harga minyak di Kupang sudah mahal, jadi kami simpan saja ilmunya,” lanjut bu Rita memerinci alasan. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 109 2) Pembuatan kompor Maksud tujuan pembuatan kompor ini untuk memungkinkan areng briket yang sudah diajarkan dapat termanfaatkan dengan adanya kompor dari kaleng bekas. Prinsip dasar pembuat- an kompor ini adalah memampatkan bahan-bahan seperti biomasa tanaman, rumput, daun, gulma, jerami padi, serbuk gergaji dan sampah yang sudah kering dengan kandungan karbon sedang sampai tinggi pada wadah tertentu sebagai kompor, sedangkan bagian tengah dan samping berlubang sebagai tempat aliran udara. Wadah ini dapat dibuat dari bekas kaleng roti, drum minyak ukuran kecil, atau dibuat dari bahan alumunium. Pembakaran dilakukan pada lubang bagian samping kompor dan bara api akan tertiup oleh angin ke lubang di tengah sebagai api layaknya kompor gas. Pada kesempatan lain, kepada kelompok belajar, didemonstrasikan model kompor lain yang menggunakan biji jarak dan bijian lainnya. Kepada masing-masing kelompok dibagikan 15 kompor berbahan bakar biji jarak yang diproduksi PT Garlina bekerjasama dengan Universitas Brawijaya, Malang. Kompor itu telah dimodifikasi Tim Pandu Lestari sehingga dapat menggunakan sumber bahan bakar lainnya seperti kulit kemiri, biji kemiri, biji mete, biji nitas, biji kacang tanah yang telah rusak atau cacat dan biji-biji lain yang mengandung minyak. Praktek dilakukan untuk mempersiapkan bahan bakar yang bersumber dari biji-bijian tersebut, serta bagaimana pengoperasikan kompor, memelihara, dan memodifikasikan bila memungkinkan dengan sumber bahan bakar yang lain. Anggota kelompok sangat antusias terhadap praktek kompor berbahan bakar jarak dan bahan biji-bijian lain yang mengandung minyak. Hal ini disebabkan kompor mudah sekali dioperasikan dan dimodifikasi, sumber bahan bakarnya melimpah di lokasi kegiatan. Kegiatan ini diikuti oleh kurang lebih 75 persen anggota kelompok di Desa Uiboa, Akle, dan Uithiuhana. Namun dengan dalih tidak tersedia biji jarak cukup dan tidak selalu tersedia, masyarakat tidak menggunakannya. Dalam diskusi evaluasi program di Desa Uiboa, kepala desa menyindir bahwa kompor itu kini hanya menjadi koleksi dan pajangan saja di rumah anggota kelompok yang menyimpannya. 3) Pelatihan budidaya penanaman jarak pagar Pelatihan budidaya penanaman jarak pagar ini adalah bagaimana petani yang tergabung dalam kelompok tani dapat mengerti, memahami, dan dapat melaksanakan praktek penamanan jarak pagar sejak persiapan bahan tanam, persiapan pembibitan, persiapan lahan, dan pemeliharaan. Kegiatan ini dilakukan di semua kelompok yaitu di kelompok Karya Nyata dan Gemilang di Desa Uiboa, kelompok Nuleka dan Mekarsari di Desa Akle, dan kelompok Daelkollo di Desa Uithiuhana. Kegiatan awal difokuskan pada penyediaan bibit yang berasal dari sekitar lokasi kegiatan baik di desa masing masing kelompok dan atau di desa terdekat. Bibit yang digunakan berasal dari stek dan biji jarak, jumlah anakan pada setiap kelompok diharapkan dapat mencapai minimal 100 anakan. Pemeliharaan anakan di lakukan di kebun kelompok. Penanaman akan dilakukan pada musim tanam berikutnya (2009) dengan lokasi penananaman yang akan ditentukan kemudian dalam musyawarah kelompok yang difasilitasi oleh tim dari Pandu Lestari. Pak kades Uiboa menambahkan bahwa dulu ide budidaya jarak pagar adalah agar warga menanam jarak dan membuat pagar bagi kebun dan pekarangan, agar buahnya dapat digunakan, karena waktu itu pabrik biodiesel mau dibangun, biji bisa dijual untuk tambahan penghasilan. Sebagian warga malah sudah menanam. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 110 5) Pelatihan lainnya dan Irigasi Tetes (drip irrigation) Kegiatan lainnya yang dilakukan mahasiswa dan pemandu lokal juga melaksanakan praktek sekolah lapangan tentang perbaikan daya ikat air tanah dan memperkecil kehilangan air tanah dengan tehnologi pemulsaan dari beragam sumber, perbaikan kemampuan tukar kation tanah sebagai bentuk ikatan unsur hara dengan perbaikan struktur tanah dari bahan-bahan nabati atau biomasa tanaman seperti gamal, turi, lamtoro, pisang, kedodong hutan, nitas, biduri, dan beberapa jenis pohon lokal dan rumput alang-alang, dan rumput teki. Praktek kegiatan itu sebenarnya merupakan penguatan atas materi yang diberikan para program Sekolah Lapang, dengan pengembangan khusus pada prinsip dasar irigasi tetes pada tanaman sayuran (bawang merah dan Lombok) Kegiatan itukemudian ditindaklanjuti dengan praktek interaksi model pengelolaan mulsa dan irigasi tetes untuk memperbaiki ketersediaan air, pengehematan air, dan produksi tanaman sayuran. Dari serangkaian praktek bersama, kegiatan inilah yang diikuti tekun oleh kelompok belajar, karena menyangkut teknik budidaya yang berkaitan langsung dengan hasil panen komoditas pilihan masyarakat selama ini, yaitu bawang dan lombok. Umumnya, kelompok dapat memahami esensi praktek sistem irigasi tetes, yaitu ujicoba pemberian air sehemat mungkin tanpa mengganggu proses pertumbuhan tanaman. Bersama mahasiswa mereka mencoba cara penyiraman yang berbeda, termasuk melakukan penghitungan jumlah tunas daun tumbuh yang menjadi indikator pertumbuhan awalnya pemandu lokal dari Uiboa bingung, akhirnya melalui diskusi dan kunjungan ke tempat percobaan, kami menjadi paham tujuan penghitungan jumlah daun itu dilakukan, aku Rita, pemandu lokal Kelompok Gemilang. Bila secara umum petani memahami konsep efisiensi penyiraman tanaman sebagai hasil akhir kegiatan ini, maka bagi mahasiswa yang merupakan praktek pertama, mereka harus melakukan analisis untuk mengetahui hasil akhir dari setiap per-lakuan penyiraman yang dilakukan. Hasil analisis itu disampaikan di bagian akhir dari mozaik ini. 6) Praktek Budidaya rumput laut Sebagai tambahan dilaksanakan Sekolah Lapangan pembudidayaan rumput laut terutama bagi kelompok di Desa Akle yang sebagain besar warga kelompoknya hidup dari penghasilan menjual rumput laut. Kegiatan perbaikan rumput laut tersebut meliputi materi: 1) Diskusi dengan semua anggota kelompok bagi kelompok di tiga desa tentang budidaya rumput laut yang selama ini mereka praktekan. Kendala kendala pengelolaanya dan pemasaranannya. 2) Melaksanakan praktek pembuatan rakit pengembangan rumput laut MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 111 Pengalaman melakukan praktek di lapangan bersama pemandu lokal menunjukkan bahwa apa yang didapat mahasiswa di kampus ternyata tidak mudah untuk dipraktekan oleh petani dengan kemampuan dan ketrampilan yang sederhana. Hasil-hasil belajar bagi mahasiswa dan kelompok pemandu selama melakukan kegiatan bersama itu menghasilkan kontemplasi bagi pengembangan kemampuan mahasiswa, dosen pembimbing dan masyarakat seperti dialami pemandu lokal. Makna tersebut sangat penting bagi pengembangan program serupa di masa depan, dimana interaksi komunitas kampung dan kampus memerlukan pendekatan yang dapat memperkaya diskusi dan ujicoba di lapangan. Pengalaman melakukan praktek di lapangan bersama pemandu lokal menunjukkan bahwa apa yang didapat mahasiswa di kampus ternyata tidak mudah untuk dipraktekan oleh petani dengan kemampuan dan ketrampilan yang sederhana. Berbagai interaksi harus dilakukan antara mahasiswa dan petani dalam proses alih pengetahuan dan teknologi dalam masa praktek tersebut ternyata harus selalu difasilitasi oleh tim Pandu Lestari yang telah berpengalaman dalam melaksanakan proses tersebut. Petani yang tergabung pada kelompok tani dapat pula berdiskusi dengan mahasiswa melalui bantuan dari pemandu lokal yang dimediasi oleh tim dari Pandu Lestari. Petani dapat memberikan pengetahuan praktis yang diperoleh dari pengalaman bertaninya secara alamiah selama ini untuk dikomunikasikan kepada mahasiswa, sehingga dibutuhkan pendekatan praktis ilmiah untuk menjembataninya, sehingga dimungkinkan terjadinya diskusi dan pengkayaan khazanah bercocok tanam dalam realitas yang dialami warga. Bagi tim Pandu Lestari, proses pembelajaran ini memberikan masukan untuk dapat menyusun model sekolah lapangan yang sesuai untuk dipraktekan dan dikembangkan di tingkat petani dengan memadukan pengetahuan praktis dan ilmiah. Bila model tersebut sudah dapat disusun, maka komitmen kerjasama antara masyarakat ilmiah (mahasiswa dan pengajar) dan masyarakat petani dapat diwujudkan secara berkesinambungan. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 112 Menurut catatan Pandu Lestari, ada berbagai manfaat bagi warga belajar dari kegiatan Sekolah Lapangan lanjutan ini yang dapat dicatat sebagai perubahan menuju cara bertani yang relatif lebih baik, yaitu : 1) Warga belajar pada kelompok tani mulai mempraktekan penggunaan mulsa dengan jumlah dan bahan mulsa yang benar, walaupun masih perlu diperbaiki saat pengelolaan mulsa tersebut; 2) Warga belajar bersama-sama dengan mahasiswa mendapatkan pengetahuan tambahan dari praktek model penggunaan mulsa diinteraksikan dengan sistem irigasi tetes dalam menghemat air pada budidaya sayuran; 3) Terjadi interaksi positif mahasiswa dan warga belajar/pemandu lokal dalam mendiskusikan keberhasilan, dan kekurangan kegiatan yang dilaksanakan bersama, sehingga sebagian tujuan mempertemukan komunitas kampus dan masyarakat warga desa untuk pengembangan keilmuan dan khazanah pengelolaan pertanian berbasis masyarakat dapat terselenggara dengan melibatkan mahasiswa Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian. Ini memberikan pengaruh positf bagi mahasiswa, masyarakat petani, dan Pandu Lestari; 4) Mahasiswa dapat memahami dengan benar ilmu yang secara teori mereka dapatkan di bangku kuliah kemudian dipadukan dengan pengetahuan praktis selama pelatihan di Pandu Lestari dan bagaimana mahasiswa dapat melaksanakan proses alih teknologi sederhana ke tingkat petani dengan ketrampilan dan bahasa yang sederhana pula. Salah satu bingkai dari kolaborasi dan sinergi mahasiswa, warga belajar dan pemandu lokal adalah keberhasilan melaksanakan budidaya lombok dengan sistem irigasi tetes dan pemulsaan . Irigasi tetes bertujuan memberikan penyiraman yang hemat air, karena diberikan melalui selang-selang kecil melalui bak air yang aliran airnya dikontrol sehemat mungkin. Sedangkan pemulsaan adalah cara atau metoda untuk menutupi tanah dan daerah perakaran dengan bahan organik dari limbah pertanian untuk menekan penguapan air tanah karena panas matahari. Di sana, mahasiswa melakukan serangkaian ujicoba, bagaimana air diberikan melalui selang-selang tadi dalam beberapa frekuensi penyiraman yang beragam dan mengkombinasikan penutupan tanah dan daerah perakaran dengan kulit kacang dalam berbagai ketebalan yang berbeda. Perlakuan-perlakuan tadi diamati dengan menghimpun data dari setiap tahap percobaan bersama petani. Hasilnya kemudian dikomunikasikan dengan petani atau warga belajar. Alat dan bahan dalam percobaan itu disediakan oleh Yayasan Pandu Lestari dan pembimbingan mahasiwa oleh dosen Faperta UNDANA. Kolaborasi itu memungkinkan mahasiswa melakukan penelitian dan hasil-hasil uji statistik dari data yang dihimpun dikonsultasikan dengan pembimbing sebelum hasilnya dikomunikasikan pada warga belajar. Mahasiswa secara rutin melakukan pengukuran tumbuh tanaman lombok, menghitung dan mencatat jumlah daun. Rita, pemadu kelompok Gemilang mengatakan, “saya bingung dengan mahasiswa yang tiap hari ukur dia punya tinggi tanaman, hitung daun dan catat semua itu.” Kami tak tau sebenarnya apa gunanya, kami Petani dapat memberikan pengetahuan praktis yang diperoleh dari pengalaman bertaninya secara alamiah selama ini untuk dikomunikasikan kepada mahasiswa, sehingga dibutuhkan pendekatan praktis ilmiah untuk menjembataninya, sehingga dimungkinkan terjadinya diskusi dan pengkayaan khazanah bercocok tanam dalam realitas yang alami warga. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 113 hanya ikut-ikut saja. Tapi diakhir penelitian, kami jadi mengerti bahwa ada hasil untuk menghemat air dan tetap tumbuh subur”. Bertho, mahasiswa pertanian yang melakukan ujicoba ini merasa senang karena hasil penelitiannya dapat memberi manfaat bagi masyarakat, disamping mendapat kredit point bagi persyaratan kelulusannya. Ia merasa bangga karena tidak banyak mahasiswa yang melakukan penelitian seperti itu. Ia menjelaskan hasil prakteknya yang tengah ia tulis sebagai skripsinya. Sistem irigasi tetes dan pemulsaan melalui sejumlah kombinasi perlakuan yaitu lahan tanpa mulsa disirami air 4 hari sekali, 5 hari sekali dan 6 hari sekali. Kombinasi perlakukan lainnya yaitu: lahan ditebar mulsa kulit kacang 7,5 t/ha memanfaatkan limbah panen kacang tanah dengan frekuensi siram berturut-turut: 4, 5, 6 hari sekali. Kombinasi lainnya adalah menggunakan mulsa kulit kacang 10t/ha dengan frekuensi penyiraman yang sama dengan dua perlakuan lainnya. Hasilnya terbaik dari ketiga kombinasi tadi adalah penyiram melalui irigasi tetes 5 hari sekali dan pemberian mulsa 7,5 t/ha mampu menghemat waktu pemberian air dengan nilai efisiensi pemberian air mencapai 27.91. Untuk jenis tanah podsolik merah kuning, efisiensi penggunaan air tertinggi dicapai dengan perlakukan pemberian mulsa 7,5 t/ha dengan penyiraman selang 6 hari dengan sistem irigasi tetes. Hasil analisis itu terekam dalam nilai Efisiensi Penggunaan Air pada setiap perlakuan dpat dilihat pada Tabel 14. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 114 Table 14. Hasil Lombok per ha, Nilai Efisiensi Penggunaan Air, dan Nilai Ekonomi per ha pada Tanah Mediteran dan Tanah Podsolik merah Kuning PERLAKUAN HASIL LOMBOK (KG/HA) MEDITERAN PODZOLIK MERAH KUNING EFISIENSI PENGGUNAAN AIR MEDITERAN PODZOLIK MERAH KUNING NILAI EKONOMI (RP/HA) MEDITERAN PODZOLIK MERAH KUNING Tanpa mulsa dengan pemberian air 4 hari sekali 865.33 382.67 23.59 7.48 17,306,667 7,653,333 Tanpa mulsa dengan pemberian air 5 hari sekali 496.22 365.56 26.88 7.48 9,924,444 7,311,111 Tanpa mulsa dengan pemberian air 6 hari sekali 708.44 285.33 26.49 2.46 14,168,889 5,706,667 Pemberian mulsa kulit kacang 7,5 t/ha dengan frekuensi pemberian air 4 hari sekali 1,342.22 848.67 25.00 2.52 26,844,444 16,973,333 Pemberian mulsa kulit kacang 7.5 t/ha dengan frekuensi pemberian air 5 hari sekali 1,698.67 1,201.33 27.91 4.69 33,973,333 24,026,667 Pemberian mulsa kulit kacang 7,5 t/ha dengan frekuensi pemberian air 6 hari sekali 1,114.44 523.78 27.29 11.45 22,288,889 10,475,556 Pemberian mulsa kulit kacang 10 t/ha dengan frekuensi pemberian air 4 hari sekali 883.33 357.11 27.73 3.83 17,666,667 7,142,222 Pemberian mulsa kulit kacang 10 t/ha dengan frekuensi pemberian air 5 hari sekali 702.22 627.78 25.22 2.44 14,044,444 12,555,556 Pemberian mulsa kulit kacang 10 t/ha dengan frekuensi pemberian air 6 hari sekali 959.11 712.89 26.48 4.66 19,182,222 14,257,778 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 115 Tak hanya itu, ia juga menghitung peningkatan efisiensi penggunaan air dan hubungannya dengan hasil lombok per hektar. Penelitian itu memberi gambaran hasil lombok per hektar dan nilai ekonomi lombok (Rp/ha) terbaik didapat dengan pemberian mulsa 7,5 t/ha diinteraksikan dengan pemberian air 5 hari sekali melalui irigasi tetes. Tingginya hasil lombok ini menyebabkan pula pada tingginya nilai jual lombok tersebut (Tabel 14) walaupun tidak berbeda nyata secara statistika dibandingkan dengan perlakukan yang lain. Namun dengan angka mencapai Rp 24,026,667 – Rp.33,973,333 petani tentu akan memilih penggunaan mulsa 7,5 t/ha dikombinasikan dengan pe-nyiraman melalui sistem irigasi tetes dengan interval penyiraman 5 hari sekali pada tanah podsolik merah kuning dan tanah mediteran secara berurutan. Selain itu, praktek juga bertujuan memperbaiki sifat kimia lahan dan hasil tanaman lombok dengan memanfaatkan bahan yang tumbuh dan berkembang di sekitar kebun yang mudah didapat dan diolah menjadi pupuk cair. Praktek di kelompok DelKollo, Desa Uithiuhana menggunakan pupuk cari dari tumbuhan nitas dan johar sebagai sumber pupuk organik, dan di kelompok tani Gemilang, Desa Uiboa menggunakan babonik dan widuri. Hasil analisa kimia tanah pada lahan sebelum dan setelah praktek dengan aplikasi pemberian konsentrasi berbeda dan pada jenis tanah yang berbeda. Menunjukkan pemberian pupuk organik cair mampu meningkatkan kandungan hara dbandingkan bila pertanaman Lombok tidak dilakukan pemupukan (Tabel 15 dan 16) Tabel 15. Hasil Analisa Unsur Hara Sebelum dan Sesudah Praktek Dilakukan Dengan Perlakuan Berbeda pada Tanah Podsolik Merah Kuning di desa Uithiuhana kandungan unsur hara PERLAKUAN Tanpa pupuk C ORGANIK (%) AWAL 0.26 AKHIR 1.29 N TOTAL (%) P2O5 (PPM) K2O (PPM) AWAL AKHIR AWAL AKHIR AWAL AKHIR 0.14 0.14 53.43 49.00 0.27 0.25 Pupuk organik nitas konsentrasi 100% 0.26 1.30 0.14 0.16 53.43 64.60 0.27 0.30 Pupuk organik nitas konsentrasi 75% 0.26 1.32 0.14 0.15 53.43 59.53 0.27 0.36 Pupuk organik nitas konsentrasi 50% 0.26 1.35 0.14 0.18 53.43 60.07 0.27 0.39 Pupuk organik johar konsentrasi 100% 0.26 1.08 0.14 0.14 53.43 66.90 0.27 0.29 Pupuk organik johar konsentrasi 75% 0.26 1.04 0.14 0.14 53.43 84.30 0.27 0.36 Pupuk organik johar konsentrasi 50% 0.26 1.10 0.14 0.15 53.43 70.07 0.27 0.33 Pupuk organik johar+nitas konsentrasi 100% 0.26 1.21 0.14 0.16 53.43 69.63 0.27 0.29 Pupuk organik johar+nitas konsentrasi 75% 0.26 1.15 0.14 0.15 53.43 66.90 0.27 0.28 Pupuk organik johar+nitas konsentrasi 50% 0.26 1.08 0.14 0.16 53.43 98.50 0.27 0.28 Potensi pengembangan penelitian yang mensinergikan basis kampus dan kampung di desa ini sebe-narnya sudah mampu memperlihatkan manfaat lebih jauh misalnya untuk potensi desa dalam mengelola komoditas pertanian yang tepat sesuai dengan kemampuan dan daya dukung di setiap desa, termasuk potensi kampus mengembangkan penelitian berbasis kebutuhan dan mendorong civitas akademika untuk lebih berperan mengaplikasikan ilmunya untuk kesejahteraan masyarakat. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 116 Tabel 16. Hasil Analisa Unsur Hara Sebelum dan Sesudah Praktek Dilakukan Dengan Perlakuan Berbeda pada Tanah Mediteran di Desa Uiboa KANDUNGAN UNSUR HARA PERLAKUAN C ORGANIK (%) N TOTAL (%) P2O5 (PPM) K2O (PPM) AWAL AKHIR AWAL AKHIR AWAL AKHIR AWAL AKHIR Tanpa pupuk 3.45 3.35 0.25 0.24 64.2 59.67 1.02 1.12 Pupuk organik babonik konsentrasi 100% 3.45 4.97 0.25 0.40 64.2 98.53 1.02 1.45 Pupuk organik babonik konsentrasi 75% 3.45 4.59 0.25 0.37 64.2 80.63 1.02 1.51 Pupuk organik babonik konsentrasi 50% 3.45 5.07 0.25 0.41 64.2 1.02 1.48 Pupuk organik widuri konsentrasi 100% 3.45 5.59 0.25 0.38 64.2 52.67 1.02 1.45 Pupuk organik widuri konsentrasi 75% 3.45 5.60 0.25 0.33 64.2 93.13 1.02 1.40 Pupuk organik widuri konsentrasi 50% 3.45 4.82 0.25 0.43 64.2 1.02 1.58 Pupuk organik widuri+babonik konsentrasi 100% 3.45 5.88 0.25 0.40 64.2 1.02 1.48 Pupuk organik widuri+babonik konsentrasi 75% 3.45 4.92 0.25 0.40 64.2 93.93 1.02 1.50 Pupuk organik widuri+babonik konsentrasi 50% 3.45 7.08 0.25 0.50 64.2 62.77 1.02 1.49 Hasil pengamatan di lahan dengan jenis tanah podsolik merah kuning dan tanah mediteran menunjukkan bahwa rerata semua jenis pupuk organik cair dengan konsentrasi 50 % baik diaplikasikan secara tunggal maupun dicampur mampu memperbaiki kandungan C organik, N total, P2O5 dan K2O lebih baik dibandingkan konsentrasi yang lain. Hal ini sangat menguntungkan karena dengan konsentrasi yang kecil saja sudah mampu memperbaiki kondisi kimia lahan. Meski tidak berbeda nyata secara statistik, pupuk organik dari nitas lebih baik dibandingkan johar karena jaringan tanaman nitas mengandung unsur hara N, P, dan K lebih tinggi. Pada lahan yang didominasi jenis tanah mediteran seperti di Desa Uiboa pupuk organik cair dari babonik lebih baik dengan dedaunan widuri dalam memperbaiki sifat kimia tanah meski menurut uji statistik tidak berbeda nyata, sehingga kedua jenis tanaman itu dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk memperbaiki kondisi tanah di Desa Uiboa. Artinya bila sebagian petani tidak melakukan pemupukan karena alasan harga pupuk tak terjangkau atau karena alasan lainnya, dengan hasil itu, petani dapat mendapatkan bahan di sekitar kebun dan dengan ketrampilan membuat pupuk organik yang diajarkan dalam Sekolah Lapang, ia mempunyai peluang memperbaiki sifat kimia secara alami dengan menjaga keseimbangan lingkungan bila dibandingkan menggunakan pupuk anorganik seperti Urea, SP 36, KCL. Pada pengamatan terhadap hasil dan nilai ekonomi menunjukkan bahwa hasil lombok tertinggi bila ditanam di tanah podsolik merah kuning di Desa Uithiuhana dicapai bila dilakukan pemberian pupuk organik campuran nitas dan johar pada konsentrasi 50%. Hal yang sama terjadi pada pengamatan hasil dan nilai ekonomi di lahan yang didominasi tanah mediteran di Desa Uiboa, bahwa hasil lombok tertinggi dicapai dengan pemberian campuran pupuk organik widuri dan babonik pada konsentrasi 50%, Penelitian itu juga mampu menarik kesimpulan bahwa hasil lombok atau cabe di Desa Uiboa (dominasi tanah medi-teran) lebih tinggi dibandingkan di Desa Uithiuhana (dominasi tanah podsolik merah kuning). Masih ada beberapa informasi dari penelitian yang dilakukan mahasiswa bersama petani, warga belajar yang tidak ditampilkan disini terkait penelitian lombok ini. Namun potensi pengembangan penelitian yang mensinergikan basis kampus dan kampung di desa ini sebenarnya sudah mampu memperlihatkan manfaat lebih jauh misalnya untuk potensi desa dalam mengelola komoditas pertanian yang tepat sesuai dengan kemampuan dan daya dukung di setiap desa, termasuk potensi kampus mengembangkan penelitian berbasis kebutuhan dan mendorong civitas akademika lebih berperan mengaplikasikan ilmunya untuk kesejahteraan masyarakat. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 117 Dari Semau Menuju Dunia mozaik 9 Pembaca budiman, mozaik ini khusus menceritakan liputan BBC yang berpusat di London, melalui kantor beritanya di Jakarta mencari berita aktual dalam meramaikan Konferensi Dunia di Copenhagen dengan memasok berita liputannya dari berbagai belahan dunia. Crew BBC kantor Jakarta tiba di Semau pada Desember 2009 melakukan liputan selama sehari disana. Boleh jadi liputan ini merupakan liputan satu-satunya dari media yang peduli dengan kiprah dan kerja keras warga Semau menyelamatkan pulau mereka dari kekeringan. Bermula dari dunia maya, Dr. Prijo mengisi halaman BLOG-nya dengan cerita tentang pekerjaan yang dilakukannya bersama warga desa di PulauS emau, menghadapi kekeringan, dan perubahan iklim di pulau kecil itu. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 118 Tanpa sengaja, seorang reporter BBC yang tengah mencari berita tentang upaya anak manusia di dunia yang iklimnya tengah berubah, mengklik salah satu hasil browsingnya dan menemukan cerita menarik dari blog Dr, Prijo Soetedjo berjudul “Mitigation and adaptation of Climate Change in Small Island Semau Nusatenggara.” Sang pencari berita segera mencari alamat duniamaya si pemilik laman blog itu dan terjadi kesepakatan. BBC akan mengutus reporter BBC di kantor Jakarta untuk meliput kegiatan di Semau sebagai bahan reportase BBC dalam memperingati hari kenaekaragaman hayati dunia. Dalam waktu tak terlalu lama, seperti etos kerja para journalis tingkat dunia itu, waktu demikian berharga bagi sebuah berita yang penting disampaikan. Pertukaran informasi di dunia maya kembali dilakukan. Kali ini sang jurnalis menghubungi Pak Prijo melalui pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawabnya untuk menguji pemahamannya atas bahan-bahan yang telah ia terima melalui surat elektronik. Pertanyaan dan jawaban itu akan memberi gambaran bagi sang jurnalis menangkap insipirasi kegiatan di Pulau Semau sebelum dikemas menjadi program radio yang mengudara ke seantero dunia. Tanya: 1) Untuk Pulau Semau, apakah musim kemarau yang terjadi sekarang ini, bila dibandingkan dengan katakan lima sampai sepuluh tahun lalu, semakin panjang? Jawab: Ada kecenderungan musim kering lebih panjang, mengacu pada data dan pengamatan lapangan sejak tahun 2004 Tanya: 2) Bagaimana dampaknya terhadap ketersediaan pangan bagi masyarakat setempat, sebelum dilakukannya pembinaan oleh UNDANA dan Kehati? Jawab: Dampaknya cukup nyata terutama pada daerah yang masyarakatnya hanya mengandalkan tanaman jagung sebagai sumber pangan yang pertumbuhannya tergantung pada hujan. Setelah dilakukan pembinaan selama dua tahun dengan masukan tehnologi hemat air, nampak bahwa petani khususnya yang tergabung dalam kelompok tani mulai melakukan keanekaragaman usaha tani dengan tehnologi hemat air terutama pada tanaman sayuran Tanya: 3) Apa alasan sebelum dimulainya langkah pembinaan terhadap para petani/masyarakat di Semau ini? Jawab: Alasan utama adalah bagaimana memperbaiki kondisi sumberdaya alam dan lingkungan yang cenderung terus menurun daya dukungnya yang dimulai dengan perbaikan pola usaha tani menuju pada pengaanekaragaman usaha tani yang berwawasan lingkungan dengan tehnologi kerakyatan Tanya: 4) Apakah masyarakat sudah mulai kekurangan pangan? Apa pekerjaan mereka pada umumnya? (petani?) Jawab: Secara umum di beberapa desa binaan (Uiboa, Uithiuhana, dan Akle) memang belum terasa adanya kekurangan pangan, tetapi menurunnya produktivitas lahan dan tanaman sudah nyata terjadi yang bila tidak dilakukan usaha perbaikan akan menyebabkan menurunnya daya dukung lahan , keanekaragaman hayati, dan lingkungan. Hampir 80% masyarakatnya hidup dari hasil pertanian MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 119 Tanya: 5) Pada awal dimulainya kegiatan ini, bagaimana tanggapan masyarakat? Jawab: Masyarakat sangat antusias untuk mengikuti segala program kegiatan yang dilakukan. Karena metode pelaksanaan kegiatan yang kita lakukan adalah model sekolah lapangan yang melibatkan kelompok tani, Lembaga Swadaya Masyarakat, mahasiswa Universitas Nusa Cendana khususnya Fakultas Pertanian, staf dosen UNDANA , aparat pemerintahan desa, dan Kehati Tanya: 6) Apa kesulitan dalam menerapkan kegiatan ini? Jawab: Dalam pelaksaaan kegiatan sering terganggu oleh kesibukan mereka sebagai petani yang harus mengelola kebunnya sehingga jadual kegiatan menjadi lebih lama, iklim yang kurang bersahabat seperti musim kering yang panjang dan angin yang kencang juga menghambat kegiatan di lapangan Tanya: 7) Saat ini, apa hasil yang dapat dirasakan masyarakat? Jawab: Masyarakat terutama yang tergabung dalam kelompok tani mulai mampu untuk mengembangkan ketrampilan yang mereka miliki untuk pengelolaan usaha tani dengan penganekaragaman usaha tani, pemanfaatan sumberdaya alam sebagai sumber pupuk organik, dan pestisida organik dan lain-lain Tanya: 8) Apakah ada rencana untuk menerapkan kegiatan ini di tempat lain di NTT yang juga dilanda kekeringan? Jawab: Memang ada rencana terutama di daerah Timor Tengah Selatan (TTS), namun sementara ini masih banyak yang harus dilakukan di desa binaan di Pulau Semau sampai menjadi desa mandiri dengan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara benar termasuk pemanfaatan sumber lokal sebagai sumber energi rumah tangga Tanya: 9) Sejauh ini, berdasarkan data terakhir, berapa luas daerah yang dilanda atau terancam kekeringan di NTT dan berapa banyak penduduk yang terancam kekurangan pangan akibat kekeringan? Jawab: Sejauh ini saya tidak mempunyai data yang akurat berapa keluasan daerah yang dilanda kekeringan, karena masing-masing instansi yang membidani mempunyai data sendiri-sendiri dengan nilai bias yang tinggi. Namun dari data meningkatnya lahan kritis di wilayah NTT setiap tahun, menunjukkan pada tahun 1999 luasan lahan di NTT adalah 1,356 juta ha, dan pada tahun 2005 luas lahan kritis tersebut menjadi 4,427 juta ha. Pada tahun 2005 menunjukkan bahwa 68,48 % dari % luas total lahan hutan terdapat pada kondisi kritis dan sangat kritisdan kondisi ini terus meningkat walaupun sudah dilakukan usaha pengelolaannya. Namun keberhasilan yang dilakukan sangat lambat sehingga dengan kondisi ini akan lebih memacu keluasan kekeringan yang terjadi MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 120 Pembaca budiman, tahukah anda, bahwa setelah dilakukan tanya-jawab melalui surat elektronik tadi, bagian produksi BBC London itu kemudian membangun skenario peliputan live di Pulau Semau. Agar para crew BBC London yang datang ke Semau dapat merekam suasana yang diharapkan bisa ditampilkan dalam kemasan liputan, skenario itu ditulis kembali dalam scrip berjudul “The Longer Drought” seperti ini bentuknya: Suara-suara/atmosfir yang perlu direkam: (Zacky atau Oscar)(untuk merekam atmos, tolong minimal 1 menit) - suara para petani ngobrol - arahan/obrolan pak Prijo dengan para petani - suara petani mencangkul/suara kegiatan mereka di ladang yang dapat direkam - suara irigasi/sistem hemat air - vox pop petani (dengan pertanyaan: 1 hasil kebun mereka apa saja? 2.cukup untuk makan? 2. Dengan tidak menentunya hujan, apakah mereka kawatir, suatu saat lahan tidak menghasilkan karena kering?) Foto(Zacky atau Oscar) - pak Prijo sedang berikan arahan kepada para petani - para petani tengah berladang - foto ladang para petani - foto lahan yang masih kering dan belum dikerjakan (bila ada) - foto irigasi/sumber air petani MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 121 Skrip Program Radio Presenter: Prijo Sotedjo, dosen lingkungan Fakultas Paska Sarjana, Universitas Nusa Cendana Kupang. Pres: Saya Prijo Sotedjo, staf dosen Fakultas Pertanian dan Pasca Sarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Nusa Cendana Saat ini saya berada di pulau Semau tepatnya di Desa Uiboa, Kecamatan Semau Selatan, Nusa Tenggara Timur. Pulau ini terletak sebelah barat kota Kupang dengan jarak sekitar 1 jam 30 menit dengan perahu dari Kupang. Pulau ini merupakan salah satu tempat kering di NTT. Mengacu hasil pengamatan lima tahun terakhir, musim kemarau di wilayah ini dapat dikatakan cenderung semakin panjang ditandai dengan mundurnya musim hujan dan pendeknya masa hujan turun di wilayah ini. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pola usaha tani masyarakat di pulau ini yang sebagian besar masih menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian khususnya tanaman pangan dan sayuran seperti jagung, padi, bawang, lombok, sawi dll. Pres Salah seorang petani di desa ini adalah Pak Marten dan Ibu Rita. Mereka berdua dan umumnya petani di Desa Uiboa ini dan desa lain di pulau ini menggantungkan hidupnya dari hasil jagung dan tanaman sayuran sebagai sumber pangan keluarga,Mereka berusaha tani tergantung pada hujan sehingga sering diluar musim hujan mereka harus berusaha lain untuk mencukupi kebutuhan keluarga yang belum tentu mencukupi. Untuk jelasnya coba kita tanyakan pada kedua petani ini yang sebenarnya mewakili kelompok tani Karya Nyata (Pak Marten) dan Gemilang (Ibu Rita). MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 122 Pak Prijo bertanya Pak Marten dan Ibu Rita 1)Selain menanam jagung tanaman lain apa yang diusahakan ? 2)Bagaimana hasil tanaman tersebut? 3)Apakah hasilnya cukup untuk pangan keluarga? 4)Selama musim kering yang panjang apakah usaha tani tersebut mencukupi? 5)Bila tidak mencukupi apa yang bapak dan ibu dan kelompok tani lakukan? 6)Apakah kondisi selalu terjadi setiap tahun dan apakah kondisi ini bertambah menyulitkan bagi keluarga? Pres Mengacu pada kondisi seperti yang dijelaskan oleh kedua petani tersebut dan kondisi lingkungan yang ada di wilayah ini, maka kami berusaha untuk memperbaiki pola usaha tani mereka yang tergantung alam dengan memperkenalkan tehnologi usaha tani hemat air seperti praktek irigasi mikro pada tanaman sayuran dan berapa tehnologi pembuatan pestisida dan pupuk organik berbahan baku lokal agar pola usaha tani yang dilakukan benarbenar berwawasan lingkungan bukan semakin merusak lingkungan yang justru cenderung terus menurun akibat musim kemarau yang panjang. Hal ini nampak dari data keluasan lahan kritis yang cenderung terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 1999 keluasan lahan kritis berkisar 1,3 juta dan meningkat menjadi 4,4 juta ha pada tahun 2005. Kondisi ini terus meningkat walaupun sudah dilakukan usaha pengelolaannya. Sayangnya kondisi kemarau yang panjang sering disalahkan bukan kita berusaha untuk menyesuaikan dengan kondisi alam yang berubah ini dan bagaimana memperkecil sampai memperbaiki daya dukung alam ini. Pres Tehnologi yang kami tawarkan pada petani di wilayah ini khususnya di beberapa desa yaitu Desa Uiboa, Uithiuhana, dan Akle adalah tehnologi yang praktis, ramah lingkungan dan membantu meminimalisir akibat keke-ringan yang panjang. [atmosfir: arahan teknologi hemat air] Sebagaimana yang sedang dipraktekkan disini adalah usaha tani sayuran lombok dengan praktek irigasi mikro yang dikombinasikan dengan penggunaan pupuk cair nitas dan johar pada tanaman cabai. Pres Dalam pelaksanaan kegiatan aplikasi tehnologi ini kami melibatkan kelompok tani yang masing-masing terdiri atas 10 -15 anggota kelompok termasuk Pak Marten dari kelompok karya Nyata, Ibu Rita dari kelompok Gemilang, Pak Zefta dari kelompok Karya Nyata. Hal yang para petani cukup antusias dari awal, kami melakukan upaya ini yang merupakan kerjasama antara Universitas Nusa Cendana, Kehati, Pandu Lestari, aparat desa,petugas penyuluh lapangan dari Dinas Pertanian dan Perkebunan. Kami menerapkan model sekolah lapangan dimana petani dan pemandu lokal belajar bersama-sama dengan tenaga ahlisesuai dengan kondisi di lapangan. Model sekolah lapangan ini akan memacu petani untuk belajar secara langsung dengan alam bagaimana mengelola usaha taninya berdasarkan ketrampilan dan pengetahuan mereka. Mereka bisa membandingkan bagaimana model yang bisa mereka lakukan dan model perbaikan yang dilaku- MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 123 kan secara bersama sama. Contohnya bagaimana mereka mampu meng-analisa kondisi tanah yang kurang air dengan cara sederhana, bagaimana mengukur kandungan unsur hara dalam tanah, sampai mereka bisa dengan sendiri bagaimana usaha yang dapat dilakukan bila tanaman kurang air dan seterusnya. Pres Salah satu model yang sedang dikembangkan oleh kelompok tani khususnya di Desa Uiboa ini adalah usaha tani dengan praktek irigasi mikro yang dikombinasikan dengan pemulsaan. Dengan irigasi tetes dan pemulsaan ini petani tidak perlu menyiram air setiap hari tetapi cukup 4-5 hari sekali dan itupun tidak langsung disiram ke tanaman tetapi cukup pemberian air ke wadah penampung. Tanam sayuran menjadi model awal karena tanaman ini secara langsung dapat dimanfaatkan keluarga, dapat dijual dan tidak memerlukan areal luas sehingga penebangan pohon dapat diminimasikan. [atmosfir: petani ngobrol] Pres Selain mengembangkan usaha tani hemat air,petani diajak untuk memfaatkan sumberdaya alam yang ada sebagai sumber pupuk organik cair dan pestisida cair. Sebelum tehnologi ini diperkenalkan, mereka tergantung pada pestisida anoragnik dan pupuk anorganik seperti Urea, SP 36, KCL yang harus dibeli dengan harga yang cukup mahal. Dampak yang nyata dari penggunaan pupuk anorganik ini adalah pemadatan tanah sehingga penguapan menjadi berlebihan, kemampuan menahan air menjadi sangat berkurang. Terjadinya serangan hama penyakit dan lain-lain. Dengan memanfaatkan baha alam yang dapat dibuat sendiri secara sederhana, maka petani dengan kelompok taninya mampu memproduksi pupuk dan pestisida alami yang ramah lingkungan. Sumber alami tersebut antara lain daun tanaman johar, nitas, kirinyu, babonik, kedondong hutan, lamtoro, turi, sere, kosambi dan lain-lain. Disamping pupuk cair dari bahan tanaman, mereka juga berusaha memanfaatkan kotoran sapi pada tanaman sayuran, namun pemakaian dengan jumlah dan waktu pemberian yang masih kurang tepat. Pres Disamping perbaikan usaha tani, kami bersama-sama dengan Kehati, dan Pandu Lestari berusaha melakukan perbaikan pemakaian energi rumah tangga khususnya untuk masak. Kami kembangkan tehnologi pembuatan kompor sedehana berbahan baku dari rumput, sisa tanaman, dan biomassa lain seperti guguran daun, ranting dan lain-lain. Juga mengembangkan kompor berbahan bakar biji-bijian yang mengandung minyak seperti nitas, kemiri, kosambi, jarak, jambu mete dan lain-lain. Tujuan utama dari penggunaan energi rumah tanga berbahan bakar lokal ini adalah untuk mengganti pemakaian kayu bakar dan minyak tanah sebagai bahan bakar rumah tangga sekaligus dapat memanfaatkan sisa tanaman dan bagian tanaman dan biji tanaman yang tidak laku dijual. Pada akhirnya diharapkan petani dapat mandiri dalam pemenuhan energi rumah tangganya. Pres Disamping penduduk di Pulau Semau khususnya di tiga desa tersebut, kami berusaha untuk mengembangkan tehnologi ini ke berbagai desa lain di Pulau Semau yang proses pembelajarannya akan dilakukan sendiri oleh kelompok tani yang sudah terbina dan kami hanya sebagai fasilitator. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 124 Kami juga merencanakan untuk mengembangkan tehnologi ini di kelompok tani yang ada di daerah lain. Kami memang ada rencana untuk melakukan usaha serupa seperti yang kami lakukan di Pulau Semau ini, terutama di daerah kering lain di NTT seperti di daerah Timor Tengah Selatan. Namun sementara ini masih banyak yang harus dilakukan di desa binaan di pulau Semau. Kami ingin desa di pulau timor dengan kondisi wilayah yang kering dengan daya dukung lingkungan yang menurun dengan tingkat keragaman usaha tani yang rendah. Perlu juga saya tekankan disini bahwa peran orang tua yang menjadi panutan seperti Kepala Desa, Tetua Adat sangat menentukan keberhasilan transfer tehnologi ke tingkat petani. Kondisi ini secara umum terjadi pada daerah yang didominasi oleh iklim kering yang panjang dengan karakteristik sosial yang khas. Untuk Pulau Semau khususnya di Desa Uiboa dan desa-desa disekitarnya peranan bapak Kepala Desa Zefanya besar sekali sebagai motivator sekaligus media antara petani, pemandu lokal, dan pelatih dari Universitas Nusa Cendana, Kehati, dan Pandu Lestari. Mungkin kita tanyakan sendiri pada pak Zefanya untuk dapat bercerita tentang perannya untuk memotivator kelompok tani dan kunci keberhasilan untuk membawa petani secara iklas mempraktekan tehnologi yang mereka dapatkan dalam sekolah lapangan dan kebun mereka. Pak Zefanya bercerita singkat dan jelas [ monolog diambil live...] Pres Saya Prijo Sotedjo, dosen pada Fakultas Pertanian dan Pasca Sarjana Program Studi Pengelolaanan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Universitas Nusa Cendana Kupang. Dari pulau Semau, Nusa Tenggara Timur, saya ucapkan sampai jumpa. Begitulah program singkat rancangan BBC di Pulau Semau. Sayangnya liputan berharga itu tak terdokumentasi di Yayasan Pandu Lestari, kecuali berbagai persiapan kerja, script dan materi bahan yang semua dikomunikasikan melalui surat elektronik. Beruntung, disaat-saat akhir semua bahan tadi dapat ditemukan dalam laptop Pak Prijo. Meski minim ulasan, upaya mengkomunikasikan keberadaan program ini patut dihargai, karena mendapat liputan dari BBC yang mendunia itu cukup sulit, tapi kesempatan yang langka itu berhasil dimanfaatkan untuk mengabarkan pada dunia tentang semangat masyarakat terpencil di P. Semau yang berjuang menyelamatkan masa depannya dari ancaman perubahan iklim. Semoga dengan liputan BBC tadi, dunia tergugah mendengar kegigihan masyarakat Semau mengatasi persoalan kekeringan di pulau kecil itu. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 125 Kt mozaik 9A isah Semusim anam Siang sedang terik-teriknya, ketika kami mendatangi Bu Minggus yang tengah mengasuh balitanya, ia enggan menerima kedatangan kami. “Saya tidak tahu lagi soal kegiatan itu, kami sudah tidak aktif lagi.” Kami pun melanjutkan perjalanan mencari anggota kelompok lain dan berharap dapat menjelaskan maksud kedatangan sambil meminta waktu dan ijin untuk berkumpul di Kelompok Mekarsari Desa Akle. Akhirnya, kami berhasil menjumpai Carik Desa Akle yang kebetulan adalah anggota Kelompok Mekarsari. Darinya, kami mendapatkan cerita singkat tentang perjalanan kelompok Mekarsari dalam program yang sudah berakhir itu. Ia pun berjanji memberitahu kelompok agar mereka mau berkumpul dan berbagai cerita dengan kami. Dan itulah pembuka jalan bagi kami yang siang itu dapat meneruskan misi mendatangi kelompok petani yang terlibat program sekolah lapang di desa-desa lainnya. Cerita dan keluh kesah warga di desa pasca Sekolah Lapang cukup beragam. Mereka dalam berbagai ekspresi bercerita lugu dan terbuka. Ada juga yang sambil tersipu malu menutupi pernyataannya. Tapi keramahan warga menerima kami selalu terpancar dari wajah-wajah mereka sepanjang hari itu, adapula yang mengaku malu karena belum berhasil. Selebihnya adalah canda gurau memecah kebekuan suasana sambil mencoba meyakinkan peserta bahwa kedatangan kami hanya bermaksud menggali pengalaman semua yang terlibat dalam program yang telah berlalu tiga tahun yang lalu. Kami pewawancara hanya terdiri dari dua orang saja. Dalam berbagai pertemuan, kami selalu meminta kelompok untuk menceritakan pengalaman apasaja yang dipelajari dan dilakukan serta bagaimana hasilnya menurut pandangan mereka. Pertanyaan dan diskusi difokuskan pada masa atau musim tanam tahun 2008 ketika para peserta pelatihan Sekolah Lapang memulai praktek di ladang mereka, termasuk di lahan kelompok tempat mereka membandingkan cara bertani lama dan bertani cara baru. Tehnik dasar fasilitasi dilakukan seperlunya untuk memastikan jawaban yang diberikan peserta diskusi dapat dipahami dengan benar maknanya oleh pewawancara. Selain sibuk mencatat keterangan para anggota pada kertas plano ukuran besar, diselingi memberi pertanyaan yang sudah kami siapkan, diskusi selalu berupaya mengupas sisi lain dari pengalaman para peserta diskusi. Inilah rangkuman kisah semusim tanam yang pernah mewarnai perjalanan warga desa dan anggota kelompok tani mempraktekkan ilmunya dan mengamati hasil pekerjaan mereka seperti diamanatkan para pembimbingnya, Kang Enceng, Kang Engkus, dan Mas Iwan dari FIELD. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 126 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 127 Cerita dari Kelompok Mekar Sari, Desa Akle Ny.Dominggus atau biasa dipanggil rekan-rekan sedesanya dengan Bu Minggus, adalah istri ketua kelompok Mekar Sari. Ketika kami datang pertama kali untuk mengatur jadwal pertemuan dengan anggota kelompok, ia membuka pembicaraan dengan mengatakan, “ Kelompok kami tidak lagi aktif, karena ketua kelompok-yang juga suaminya, sedang mengambil kuliah S1 di Fakultas Hukum di UNDANA, Kupang.” Namun begitu, Minggus sempat mempraktekkan hasil latihan Sekolah Lapang di desa dengan dua kali tanam bawang merah, membuat pupuk organik dan melakukan pengamatan hasil budidaya dan hama di lahan. “Hasilnya bagus,” katanya tersenyum. Mercy Raja, usia sekitar 35 tahun berputra dua, adalah carik desa yang menjadi anggota Mekar Sari yang juga sempat kami wawancarai. Ia mendukung cerita Bu Minggus yang kami temui terpisah. Menurut ceritanya, praktek hasil pelatihan membuat anggota lebih yakin menanam bawang. Ia mengisahkan, “dulu kita langsung tanam saja, tetapi setelah mendapat pelatihan kami melakukan pengelolahan lahan, menggunakan kompos untuk menanam bawang. “ “Anggota kelompok kami saja yang membuat kompos di desa ini,” kata Mercy bangga. “Selain itu kami membuat pupuk cair untuk bawang dan juga tanaman sayur.” Pola penanaman bawang dulu mengikuti cara orang tua, tapi sekarang ada peningkatan yang diaplikasikan di lahan kelompok dan lahan milik sendiri dimana ada tujuh belas orang melakukan bersama karena kami di kelompok masih memiliki ikatan keluarga. Pembibitan bawang menggunakan uang kas kelompok, kemudian setelah panen, kami mengembalikan uang yang dipinjami ketua kelompok, karena dia yang talangi dana. “Selain bawang, penghasilan dari tanam jagung di 3 ha lahan yang dulu hanya mencapai 6 ton setelah kami melakukan oleh tanah bisa mencapai 8 ton dengan menggunakan bibit hibrida. “ Menurut pengamatan kelompoknya, sebelum menggunakan pengolahan tanah dan pupuk organik, bawang yang ditanam jika terkena air umbinya busuk dan daunnya menjadi keriting. Kacang panjang juga dikembangkan, tetapi gagal karena gangguan ternak. “Dulu kami hanya pake Urea saja, dan akibatnya tanah menjadi keras. Setelah menggunakan pupuk organik atau kompos dan pupuk cair, tanah tidak keras.” Ia menambahkan, produksi jagung yang meningkat tidak serta merta diikuti kenaikan biaya produksi. Dulu untuk mengingkatkan produksi mereka memacu dengan menggunakan Urea. “Kami sekarang membuat pupuk kompos sendiri, jadi lebih irit,” kata Mercy menegaskan. Ketika diminta merinci biaya yang dikeluarkan, Mercy memberi perbandingan biaya produksi tanaman bawang sebelum dan setelah pelatihan. “Dulu untuk membeli bibit bawang untuk 140 bedeng atau sekitar 3 ha dibutuhkan pupuk Urea yang kami beli seharga Rp. 150.000, lalu hormon pertumbuhan Rp.215.000, sekarang kami dapat membuat sendiri pupuk kompos dan pupuk cair pengganti hormon pertumbuhan, dan tanpa biaya karena semua bahan tersedia di desa. Bukan itu saja keuntungannya, jika dulu produksi hanya bisa mencapai 4 ton, kini dengan pupuk organik dan pengolahan lahan kami bisa dapat 6-7 ton / 3 ha.” “Dulu kita langsung tanam saja, tetapi setelah mendapat pelatihan kami melakukan pengelolahan lahan, menggunakan kompos untuk menanam bawang. Kami anggota kelompok saja yang membuat kompos di desa ini.” Mercy Raja MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 128 Anggota kelompok Mekar Sari lainnya yang hadir pada pertemuan kedua adalah : Jibraliman (60), Christian (38), Jitron, Julius Liman(50), Melcuriman (70). Kelompok wanita (tidak bersedia menyebut usia): Orpamuna, Juplina, seniwati, dan Ibu Minggus istri ketua Kelompok. Mercy Raja yang mengatur pertemuan ini tidak hadir karena tugas mengurus raskin ke Kupang. Ia yang meminta Ibu Minggus agar pertemuan diadakan di rumahnya. Senada dengan Bu Minggus dan Mercy, anggota kelompok yang hadir itu menyatakan sudah dua kali membuat pupuk kandang, pupuk cair serta melakukan pengamatan. “Semua pupuk kandang itu hanya diperuntukan bagi anggota kelompok tidak dibagi-bagi untuk warga petani lainnya,” kata Jibraliman setengah berseru. “Tapi hasil panen tahun ini (2010) jelek, banyak tumbuh rumput dan pekarangan tidak dirawat.” Christian yang lebih muda menyambar, “kerja kita lebih repot, tapi hasil lebih bagus daripada kita pakai pupuk urea, hasil panen lebih berat.” Hanya saja, menurut anggota kelompok Mekar Sari, tugas membuat pupuk organik diserahkan kepada ketua kelompok yang kebetulan ikut pelatihan tapi hasilnya digunakan bersama-sama. “Mengapa anggota kelompok tidak membuat sendiri?,” tanya Sumino, fasilitator, kepada kelompok. Ia bertanya sambil mencatat di kertas plano. “Kami tak punya lahan, jadi melaut saja menjadi nelayan,” jawab Christian seolah mewakili jawaban anggota lainnya. “Kalau ada ketua kelompok, kami bisa berkumpul dan menggunakan lahan milik ketua bersamasama.” timpal Julius Liman. Jitron tak mau tinggal diam. “Pekerjaan utama mereka adalah budidaya rumput laut dan sudah berjalan lebih dari 10 tahun. Bila musim hujan tiba, bersama-sama kami menanam bawang, kita harus siram, sehingga pulang melaut kami urus ladang.” MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 129 Melcurian yang dari tadi diam saja, angkat bicara. “Dulu sebelum SL (sekolah lapang) kita menanam jagung, usai Sekolah Lapang, kami praktek menanam bawang dan sayur, tapi bagi kami berkumpul itu buang-buang waktu saja,” katanya tak ramah. Christian mencoba menjelaskan maksud Melcurian. “Jika dibandingkan harga jual, rumput laut lebih baik. Kalau bawang cacat tidak laku dijual, kalo rumput laut ada penyakitnya masih dibeli orang, dicari pengepul. Rumput laut panen setiap bulan, sedangkan bawang baru panen tiga bulan,” kata Christian memberi analisis. Christian juga punya keluhan. “Dulu kami menanam 20 bedeng bawang dan sayur, sekarang ini kami menanam bawang, sawi, kangkung untuk dijual dan dikonsumsi sendiri, hasilnya tak seberapa. Kalo jual kangkung ke Kupang ongkos transportnya mahal.” Situasi di rumah Bu Minggus murung seketika. Melihat kondisi itu fasilitator dari Solo itu buru-buru melontarkan pertanyaan berikutnya. “Observasi masih dilakukan?,” tanyanya. “Ya, kami masih mencatat pertumbuhan, tinggi tanaman, subur atau tidak, sampai menangkap hama, ulat, belalang dan dimasukkan toples sama seperti waktu latihan dulu, dimana tiga orang perhari bergiliran melakukannya. Hasil pengamatan dicatat dalam buku, tapi kita sudah lupa semua ilmunya,” cetus Julius Liman disambut tawa menggelar semua peserta diskusi. Suasana diskusi bertambah hangat dan semakin cair. Box 1. Analisis usaha tani bawang dan rumput laut Bawang Rumput Laut Biaya produksi : tenaga pengolahan lahan tidak dihitung, pupuk dan pestisida Biaya produksi (diluar tenaga dan makan) Rp. 1,3 juta. Ada hasil Rp. 700 ribu perbulan Hasil panen 300 kg harga Rp. 2000/kg = 600.000 per tiga bulan. Hasil panen rumput laut 1 tali mencapai 10 kg, ada 20 tali= 200 kg. harga jual perkilogram rp 10.000 = Rp 2 juta rupiah per bulan Informasi yang berhasil kami himpun dua hari itu cukup lengkap, termasuk menggambarkan dinamika kelompok. Kelompok Mekarsari beranggotakan 8 laki-laki dan 9 perempuan yang merupakan pasangan suami istri. Dari wawancara itu didapat informasi anggota kelompok Mekar Sari berkurang 3 orang dari 20 personal anggotanya. Setelah Ketua kelompok melanjutkan pendidikan S1 di Kupang, kelompok tidak lagi aktif dan bertemu lagi dalam sebulan terakhir. Tercatat pertemuan kelompok terakhir pada 14 September 2010. Waktu berkumpul yang biasanya dua kali dalam sebulan, pun tidak lagi bisa dipertahankan. Dalam pertemuan kelompok itu, biasanya yang didiskusikan adalah sumbangan bibit dari Dinas Pertanian. Persoalan Sekolah Lapang justru tidak dibahas. Forum itu juga menjadi ajang tanya jawab diantara anggota kelompok jika ada anggota yang kurang paham. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 130 Kelompok Mekarsari juga berhasil mengajukan proposal kepada Dinas Pertanian. Proposal mereka pada akhirnya diganjar dengan sumbangan dari Dinas Pertanian senilai Rp 12 juta untuk memasang pompa air. Adanya kelompok Mekar Sari di Akle, memicu pembentukan kelompok tani lainnya. Diantaranya Kelompok Benteng Kota yang telah mengantongi SK Kepala Desa yang dipercaya warga dapat mempermudah pekerjaan dan peningkatan penghasilan kelompok tani. Kelompok lainnya, DALMESA mengkhususkan bertani lombok organik secara swadaya. Sebagai penutup diskusi, diajukan pertanyaan, “apa kesan-kesan Anda ?” Kami ingin di Akle dapat pengalaman baru, peningkatan hasil dan turut mendapat pekerjaan juga, misalnya untuk ilmu pengamatan hama masih diterapkan dan sangat membantu untuk mengetahui apa penyebab serangan pada tanaman. Itu kami terapkan di lahan kami sendiri dan untuk tanaman lain seperti kelapa. Hasilnya kami diberikan predator musuh alami hama kelapa itu oleh petugas PPL di desa. Setelah usai Sekolah Lapang, bila kelompok menemukan masalah pertanian lainnya, mereka berusaha meminta bantuan PPL untuk memfasilitasi. Namun tanggapan PPL dingin, tidak memberi bantuan bagi kelompok, malah bertanya kalian mendapat pelatihan pertanian darimana? “Meski hasil panen tahun ini jelek, musim tanam berikutnya kami akan mencoba menanam tomat,” kata Jimbrolin menutup pertemuan. Kami pun meminta diri, sambil mencatat nomor handphone Pak Dominggus untuk membuat janji temu di Kupang nanti. Acara kami akhiri dengan meninjau ladang usaha bawang dan sayuran di belakang rumah keluarga Dominggus. Cerita dari Kelompok DAELKOLO, Desa Uithiuhana Perjalanan dari Akle ke Uithiuhana ditempuh dalam 30 menit, mengendarai sepada motor di jalan berdebu dan bergelombang. Suasana desa nampak kusam, dedaunan semak dan pohon kelabu diselimuti debu yang didera angin. Kami pun tiba di rumah Yevta, ketua Kelompok Dalkolo. Di depan rumahnya yang berpagar pelepah lontar yang dianyam rapi itu, ditempatkan selusinan semangka ukuran dua kilograman yang disusun dalam rak yang memanfaatkan tonggak pagar kayu di halaman. Buah semanggka itu memanggil-manggil kami untuk membawanya sambil bertamu menemui pemilik rumah. Menuju pintu rumah, kami melewati bedeng-bedeng sayur mayur yang subur dan nampaknya cukup mendapat air. Kami melihat terong, kubis, selada, sawi yang tumbuh subur. Si pemilik rumah Ibu Yevta membuka pintu dan mempersilahkan masuk rumahnya. Sejenak kami berbasa-basi memuji semangka hasil kebunnya seraya meminjam pisau untuk membelahnya. Kemudian percakapanpun meluncur sambil memangsa buah semangka yang segar mengusir dahaga. “Bapak belum kembali, masih di perjalanan dari persiapan hajatan di rumah famili kami di desa lain,” kata Bu Yevta. Kami pun fokus menghabiskan irisan-irisan semangka. “Boleh ibu ceritakan waktu pelatihan sekolah lapang dulu?,” tanya kami. “ Ah saya tidak ikut pelatihan, karena saya bantubantu di dapur,” jawabnya jujur. Setelah dua buah semangka kami habiskan, datanglah Pak Yevta. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 131 Ia tak langsung masuk rumah, ia menghidupkan pompa air dulu di samping rumah, dan kemudian menemui kami. “Maaf, saya tak bisa mengundang kelompok karena mereka semua akan pergi upacara adat besok.” “Tak apa Pak, bisakah kami diceritakan proses dahulu bapak terlibat dalam program ini?,” tanya kami untuk menyingkat waktu yang mulai berangkat senja. Yevta menuturkan, bahwa kelompoknya menerapkan hasil pelatihan dalam dua kali musim dengan mengusahakan bawang, bayam, sawi putih, dan jagung. “Waktu itu masih didampingi Pak Aceng dan Iwan (FIELD), kami membuat petak biasa dan petak percobaan. Sampai sekarang petak percobaan itu masih bertahan,tapi buahnya kecil-kecil.” Petak percobaan adalah lahan yang dikelola dengan cara bertani yang didapat dari hasil pelatihan Sekolah Lapang. Hasil dalam petak percobaan itu kelak akan dibandingkan dengan hasil panen dari lahan yang dikelola dengan cara seperti yang biasanya dilakukan. Yevta, memberikan perincian, lalu Sumino mencatat dalam kertas planonya: Box 2. Perbedaan antara Petak Biasa dan Petak Percobaan Petak Biasa (tanpa mulsa atau bahan organik) Petak percobaan,dengan mulsa Perbedaan jelas: bawang bulirnya lebih sedikit tapi bobotnya lebih berat Bawang 1 bedeng= 55 kg Bawang 1 bedeng= 70 kg, bwg lebih padat Lombok10 pohon = 10 kg 5-6 pohon= 10 pohon Urea 1 gayung utk 1 bedeng Pake pupuk kandang 2 gayung Perlakukan untuk Hama dan Penyakit: Daun nites + bw putih direndam semalam -> tidak keluar biaya Semprot 1 botol Rp. 8.500 3x semprot alami: 8500 ceprin = 8500 gandasil b= 15.000 Catatan: biaya BBM utk diesel angkat air 70 liter utk 1 musim tanam MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 132 “Mengapa tidak diteruskan?,” tanya kami berbarengan.. “Kami coba sendiri-sendiri di lokasi masing-masing, semua ada enam orang yang mulai melakukannya pada 15 Agustus. Keenam orang itulah yang memulai dan mencoba pemupukan organik.” Menurut Yevta saat itu banyak orang di luar kelompok yang datang ingin belajar pupuk cair organik. Namun begitu mereka tidak mengaplikasikan kompos kotoran hewan karena sulit didapat. Kemudian mereka melakukan diskusi dalam pelatihan secara berkelompok dan melakukan pengamatan di pekarangan atau petak percobaan. Yevta dan kelompoknya juga melakukan pengukuran tinggi tanaman dan lebar daun sambil mendapat kunjungan oleh Aceng dan Iwan sebagai fasilitator. “Dalam praktek itu, kami termasuk gagal panen,” kata Yevta. “Banyak bawang kami yang dimakan ulat di daerah akar.” Tapi kegagalan tak terjadi pada panen kacang tanah dan jagung. Sebagian besar kelompok yang menanam kacang tanah dan jagung boleh sedikit berbangga akan hasilnya selama percobaan itu. Ketika ditanya apakah semua kegiatan dari membuat rencana, hingga pelatihan ToT, Sekolah Lapang dan kemudian praktek lapang sudah saling terkait dan memenuhi kebutuhan, Yevta menegaskan bahwa semuanya sudah nyambung. Meski begitu ia merefleksikan pengalamannya itu sebagai kegagalan dan membuatnya patah arang. “Kompos yang kami buat belum mampu merubah tanah, sementara orang diluar sana yang tidak ikut Sekolah Lapang memprovokasi tentang ketidakberhasilan itu kepada warga lain,” katanya sedih. Meski begitu, ia secara pribadi dan untuk kepentingan pribadi, berniat menerapkan hasil Sekolah Lapang. Menurutnya ilmu pupuk cair sangat pas karena tidak perlu dana meski untuk membuatnya cukup merepotkan. “ Hemat tapi pembuatan kompos prosesnya terlalu lama dan pupuk kandang sulit di dapat karena hewan ternak dilepas atau tidak dikandang di sini pak,” katanya menegaskan. Ketika diminta informasi soal dinamika kelompoknya, Yevta menjelaskan bahwa anggota kelompoknya hadir pada hari sabtu untuk berdiskusi. “ Tahun lalu (2009) kita gagal di ladang sendiri. Kacang tanah, jagung satu bedeng gagal, itu menyebabkan anggota pecah karena mereka harus cari makan sendiri-sendiri dan tidak ada waktu untuk menghadiri pertemuan kelompok,” jelas Yevta. Kelompok Dalkolo terbentuk sejak 2001 dan secara teratur mengadakan pertemuan setiap dua kali seminggu. Hasil usaha kelompok disepakati masuk kas kelompok sedangkan hasil bawang dibagi untuk bibit bagi para anggota kelompok, “Tetapi hasilnya gagal panen juga,” kata Yevta. Perhatian dari Dinas Pertanian juga tak ada ketika dirinya menyampaikan kegagalannya ini. “ Tapi saya belum puas dengan capaian ini. Dengan keterbatasan yang ada, saya akan coba-coba lagi mengulang hasil belajar, mengolah daun nites, batang pisang dicincang dengan direndam air beras dan menggunakan kulit kayu LHIU/ lakin yang direndam untuk pengendalian hama penyakit yang merupakan warisan dari moyang kami.” Meski masih menerapkan ilmu sekolah lapang, ia mengakui bahwa melakukan pengamatan (observasi) di kelompoknya belum sepenuhnya dilakukan anggota kelompoknya. Semua tergantung pada ketua kelompok, jadi belum berjalan secara mandiri. Setelah Sekolah lapang berakhir Yevta melakukan pengamatan sendiri. Ia melanjutkan cerita tentang ide awal membentuk kelompok ketika mengikuti pelatihan penanganan hama jagung dan kacang yang diberikan Pak Prijo dan maha-siswanya yang datang meminta sepuluh orang dari desanya menjadi responden. “Kami diundang ke kecamatan mendengar mahasiswa presentasi,” kenang Yevta. “Pada waktu Sekolah Lapang, beberapa anggotanya merasa rugi, waktu mereka tersita, sehingga lima Dulu pembersihan ladang benar-benar dibersihkan, bahkan satu daun pun tidak boleh ada di ladang. Sekarang ini ladang diolah tanahnya, dibiarkan sampah organik menjadi humus. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 133 orang memutuskan keluar dari kelompok.” “ Saya sendiri hingga kini belum ada niat utk membubarkan kelompok, tapi juga belum ada rencana untuk ke depan.” Sejak berkelompok dan akhirnya mengikuti Sekolah Lapang, manfaat yang sangat ia rasakan adalah usaha menyuburkan tanah. “Materi yang disampaikan menambah pengetahuan kita dan melalui percobaan-percobaan kita jadi tahu tentang keadaan tanah dan tanaman termasuk kesalahan budidaya yang kita buat sendiri. Sebagian manfaat sudah kami rasakan, tetapi kami maunya cepat!,” katanya. Ungkapan Yevta itu didasarkan pada masa sewa mesin air untuk mencukupi kebutuhan air pertanian yang biasanya hanya selama dua minggu, sementara waktu yang dibutuhkan membuat pupuk organik dan pupuk cair memerlukan waktu lebih dari satu bulan. Sejak dulu jadi petani Yevta berpikir tidak ada orang lain yang tahu tentang bertani selain para petani itu sendiri. Ternyata di Sekolah Lapang ada orang lain yang lebih mengerti dari petani. Kesan itu melekat begitu kuat padanya sehingga ketika Pak Iwan dan Enceng pulang mereka semua di desa merasa sangat kehilangan. Diakhir pertemuan, kami menanyakan kesan-kesannya dan hambatan yang dialaminya. “Membentuk kelompok dan memiliki teman berdiskusi adalah kesan yang sangat bagus,” jelas Yevta. Ia mengatakan bahwa hambatan sebagai petani adalah mereka harus mati-matian mendapatkan air untuk mencukupi usaha taninya. “Kami tak punya mesin untuk “mengangkat air”, jadi kami harus sewa mesin, dan itu butuh uang, nanti hasil panen untuk membayar sewa mesin atau bagi hasil 1/3 untuk pemilik mesin pompa,” jelasnya. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 134 Cerita dari Kepala Desa Uiboa, Stefanya Tausbelle Pagi itu, seusai sarapan di rumah Stefanya Tausbele, Kepala Desa Uiboa, kami meminta waktu untuk mewawancarainya. Saat ditemui, pak kades sedang bersiap memimpin proses penawaran tender pembangunan jalan desa, yang oleh masyarakat disebut “lelang”. Proses tender kali itu bukanlah yang pertama ia hadapi. Melalui program PNPM, ia mengajukan proposal pembangunan diantaranya membangun inftrastruktur jalan desa, pengadaan bak air tadah hujan, membangun sekolah SD, SMP dan SMA. Proposalnya akan dikompetisikan dengan proposal desa lain. Desanya mengirim utusan (tokoh masyarakat dan lembaga adat) untuk turut berunding, musyarawah antar desa menentukan prioritas rencana pembangunan desa. Usulan-usulan antardesa itulah yang kemudian diperingkat oleh PNPM untuk dinilai. Gagasan-gagasan yang didapat dari konsultasi dengan masyarakat di tingkat RT/RW itu dikemas dalam proposal, pernah berhasil memenangkan penilaian pada 2009, dan mendapatkan bantuan senilai proyek Rp. 350 juta. Untuk tahun 2010 desanya juga mengajukan proposal pembangunan, dan ia berharap setidaknya dapat memenangkannya untuk nilai proyek yang sama. Stefanya bercerita, desanya mempunyai berbagai program kegiatan seperti pemberdayaan masyarakat melalui usaha simpan pinjam perempuan. “Dananya ada di kecamatan,”tukasnya. Progam pengembangan kecamatan diperuntukan untuk pembangunan kantor desa, pemberdayaan masyarakat, membeli ternak untuk dipelihara masyarakat, dimana satu ekor per kepala keluarga atau KK diberikan secara bergulir. Progrtam itu sudah dimulai 2007, dan berkembang dari 10 KK, kini sudah bergulir dan berkembang menjadi 60 KK yang difasilitasi. Agenda “pelelangan” hari ini untuk pembangunan jalan desa dan gedung untuk pendidikan anak usia dini (PAUD). “ Di bidang pertanian, kami membagikan 5000 bibit jambu mete pada 2009 dari Dinas Pertanian. Pembagian skala kecil 1 KK mendapat 2-3 pohon jambu dan jati. Pertanggungjawaban dalam bentuk administrasi. Satu polybag Rp. 8500 per pohon, 1 KK mendapat Rp 2500 per pohon. (ada potongan dari dana yang diterima dan disalurkan),” terang Stefanya menerangkan program desanya. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 135 Bagaimana dengan program Sekolah Lapang? Stefanya mengatakan bahwa program “Pak Prijo” (Warga menyebut Sekolah Lapang dengan program “pak Prijo”-red) itu diterapkan di ladang dan dilaksanakan sesuai musim tanam. “ Ada pelatihan irigasi tetes, rumput laut dan lain-lain,” katanya. Dalam dua tahun terakhir ini, Stefanya melihat perbedaan yang jauh berbeda. Masyarakat, katanya, dituntut lebih kreatif dan ikut kegiatan. Bila program pemerintah tergantung bantuan, khusus untuk program bersama Pak Prijo (program dengan YBUL) tidak ada kompensasi “uang hadir”, tetapi dipikirkan kompensasi berupa pemberian ayam, asal masyarakat menyiapkan kandangnya. “ Pada awal program (KEHATI) setiap kali ada pertemuan musyawarah disediakan uang transport. Namun saya meminta agar tidak lagi disediakan uang transport. Yang penting itu masyarakat butuh keterbukaan. Saya katakan penelitian UNDANA itu tidak ada uangnya. Tapi Pandu Lestari memikirkan kompensasi dalam bentuk lain seperti memberi ternak (ayam dan kambing), dan bantuan itu memang sangat diharapkan dapat diberikan,” terang Stefanya. “ Ada masyarakat yang bertanya, mengapa kita harus menanam lontar.Itu untuk penelitian mahasiswa, tapi kalo kita menanam lontar, pohon itu untuk kita.” Jauh berbeda pula dalam pengelolaan ladang. “ Dulu pembersihan ladang benar-benar dibersihkan, bahkan satu daun pun tidak boleh ada di ladang. Sekarang ini ladang diolah tanahnya, dibiarkan sampah organik menjadi humus. ”. Hasil pelatihan Sekolah Lapang memberi dampak pada masyarakat yang tidak lagi berpindah ladang. Anggota kelompok peserta Sekolah Lapang mencoba untuk terus melanjutkan lahan pertanian. Ladang yang dulu dibakar, kini dibiarkan, karena tanah subur, dan humus tidak hilang karena “run off”. “ Dulu semua dibakar, sekarang pembersihan ladang tidak lagi dibakar, tidak berpindah tempat,” kata Stefanya. “Tiga tahun belakangan saya lihat mereka tidak pindah-pindah ladang.” Pada tahun 2007, Stefanya mengeluarkan PERDES yang melarang perladangan berpindah. Pendekatan dilakukan kepada kepala suku agar masyarakat tidak boleh pindah-pindah ladang, yang dahulu bebas dilakukan. “Kalo ladang berpindah ke hutan kan tidak boleh sesuai dengan petunjuk Dinas Kehutanan. Tetapi penebangan untuk kebutuhan kayu masyarakat sepanjang ada ijin dari desa, diperbolehkan,” kata Stefanya. Stefanya mengakui setelah ada Sekolah Lapang dan fasilitator FIELD memang ada keterbukaan pikiran. “Pak Aceng dan Iwan membawa perubahan. Masyarakat jadi berani bertanya, terbuka dan berani protes. Kebanyakan protes kepada saya, tetapi itu lebih pada masalah bahasa (kadang sulit mengerti bahasa Indonesia).” MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 136 “ Warga masih tergantung pada bahan an-organik. Sudah dihimbau, tetapi belum berani mengeluarkan PERDES untuk larangan bahan an-organik untuk mengurangi langsung itu berat. Tetapi anggota SL juga mengalami masalah karena gulma tinggi, dan harus disemprot (herbisida), dan waktu hujan datang ternyata rumput habis (tidak tumbuh).” “Pak camat sangat respon dengan kegiatan ini, terutama Camat Udin. Namun sejak beliau diganti dan ada pemilihan camat baru, tidak ada lagi kunjungan ke Kecamatan Semau Selatan/Kecamatan Semau.” “ Bagaimana dengan peningkatan penghasilan?, “ tanya kami. “ Ada tim desa yang memantau. Tahun ini gagal panen!. Ada upaya bikin embung-embung besar untuk menampung air, tetapi dana tidak cukup sementara ini,” jawab Stefanya Kordinasi antardesa antara kades, BPD dan masyarakat sering mengangkat topik SL, khususnya di desa Uiboa, Akle dan Uthiuhana. PPL dari Pemda malah tidak ada kegiatan. Masyarakat umumnya tidak fokus pada satu kegiatan. Mereka bertani pada musim hujan. Di musim kemarau mereka melaut menjadi nelayan dan memanen nira. Cerita dari Kelompok Gemilang dan Karya Nyata, Desa Uiboa Dua hari setelah mewawancarai Kepala Desa, kami telah memiliki janji bertemu dengan kelompok Mekar Sari di Desa Akle, dan sore menjelang petang dengan Kekompok Gemilang dan Karya Nyata. Sekembali dari Akle, sepeda motor yang kami tumpangi melintas jalan utama Desa Uiboa. Beberapa warga telah bergegas menuju Puskemas balai desa, tempat pertemuan sore itu. Kegiatan dilakukan di Balaidesa, difasilitasi Sumino. Anggota kelompok yang datang berasal dari dua kelompok yang berjumlah kurang lebih sepuluh orang. Pak Kades ikut diantara mereka menyimak proses. Masingmasing kelompok diminta menuliskan pengalamannya dan menceritakan kembali proses yang dilalui mulai dari Sekolah Lapang hingga praktek di lapangan. Diskusi dimulai dengan metode irigasi tetes yang diperkenalkan Yayasan Pandu Lestari. Rita ketua kelompok Gemilang angkat bicara. “Hasil irigasi tetas ini bagus, tanaman bertahan dari kemarau, tetapi hasilnya tetap tergantung panas/cuaca,” katanya. “ Kami mengganti wadah air irigasi tetes dengan botol air min um agar lebih praktis.”. Menurut Rita memang hasil percobaan mahasiswa UNDANA menunjukkan irigasi tetes membuktikan bahwa efisiensi air bisa dilakukan dan hasil Lombok juga bagus. Sementara itu Marthen yang mewakili teman-temannya di Kelompok Karya Nyata mengungkapkan pengalamannya lebih runtun. “Pertama kali kami diajarkan identifikasi jenis tanah, lalu membuat pupuk organik. Kami belajar kalo pake pupuk akan ada keracunan dalam jaringan tanaman. Kita membuktikan dengan zat warna yang merembet di jaringan tanaman tersebut. Sementara untuk menggunakan pupuk organik, kita punya bahan-bahannya dan lebih murah. Pake pupuk organik/kompos tanah tetap gembur, sedangkan pake urea tanah jadi keras,” jelas Marthen bersemangat. Lalu Rita menyambar tak mau kalah, “Kami juga belajar ekologi tanah dan unsur hari, tapi kami sudah lupa. Sedangkan untuk membuat pupuk organik, pupuk cair, kami masih mempraktekkannya, jadi tidak lupa. Pake Urea tanaman menjadi subur, tetapi tanah mengeras dan butuh air banyak. Jika pake kompos tanaman subur, tanah gembur dan tidak boros air karena tetap lembab.” Rita menjelaskan, dari sepuluh orang di kelompok Gemilang, semuanya memakai pupuk organik. Akan tetapi, kata Rita, meski pupuk cair lebih bagus, menyiapkan dalam jumlah besar masih kesulitan dalam mencari kotoran hewan sebagai bahan bakunya. Sementara ini kegiatan praktis saja yang dipilih masyarakat. Praktek itu selanjutnya di kembangkan di pekarangan, belum di ladang yang luas. Kami juga belajar ekologi tanah dan unsure hari, tapi kami sudah lupa…, sedangkan untuk membuat pupuk organic, pupuk cair kami mempraktekkannya, jadi tidak lupa. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 137 Pada saat mencoba pupuk cair, hasil lombok lebat sekali, tetapi ketika hama dan penyakit menyerang, racikan obat (pestisida organik) yang diaplikasikan tetap membuat buah gugur. “Kami kecewa sekali, padahal semua bahan seperti kunyit, kirinyu, lada, semangka, ujung labu, batang pisang, nites, selasih, terasi, kemang semua sudah dicoba,” keluh Rita. Peristiwa itu pada akhirnya membuat anggota kelompok tidak mau mencobanya lagi.“Bukan kami tidak mau mencoba, tetapi semua upaya telah dilakukan dan lombok tetap rontok” ujar Rita menegaskan. “Faktor keterbatasan air membuat pekerjaan ini berat. Karena air yang ada diprioritaskan untuk minum, cuci dan mandi. Untuk mendapat air selain harus gotong diesel juga masih memikul air” sambung Marten dan diamini oleh peserta yang lain. Kelompok Gemilang memiliki rencana kedepan yaitu ingin minta ada tehnik membunuh hama yang diharapkan dapat difasilitasi dosen UNDANA, sebab racikan biopestisida belum mampu menghentikan hama penyakit. Pupuk kompos dan cair tetap akan dibuat untuk diterapkan di lahan masing-masing untuk menanam sayuran. Tapi semua rencana itu masih menunggu hingga datangnya musim hujan tahun ini. Saat ini mereka sibuk bersih-bersih lahan, membuat pagar, dan ada pula yang membuat kandang. “Itu semua harus dihitung,” ujar Rita. Marthen menceritakan pengalaman yang didapat di sekolah lapang. “Kita pilih dan mengamati Jagung, ternyata kami menemukan ada hama kecil dan halus. Kalo matahari terbit/hama tadi tidak kelihatan lagi, dan kami coba menggunakan umbi gadung lalu disemprot dan ternyata berhasil mengatasi serangan itu,” ujarnya bangga. Dari diskusi itu juga didapat informasi dari peserta, bahwa sebelum Sekolah Lapang mereka tidak pernah melakukan pengamatan. Anggota Karya Nyata lainnya berujar, “misalnya pada lombok yang daunnya kuning ternyata setelah diamati ada ulatnya. Dulu kalo ada penyakit kita langsung berpikir obat, tetapi setelah Sekolah Lapang, kita amati dulu penyebabnya dan lalu membuat racikan.” Hasil pengamatan kelompok Gemilang menunjukkan bahwa hasil panen juga berbeda setelah mencoba pemupukan organik. Bawang, misalnya, berat dan jumlah umbinya bertambah dan tahan lama waktu disimpan. Perubahan lain adalah dalam pengelolaan tanah, tanah kini lebih subur dan lebih mudah dipacul, pertumbuhan sangat bagus terutama kualitas bibit juga bagus. “Kami juga menguji kualitas bibit jagung dengan merencam biji dalam air, yang tenggelam akan digunakan” ujar Rita menjelaskan manfaat Sekolah Lapang yang ia dan kelompoknya dapatkan. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 138 “Kami juga belajar ekologi tanah dan unsur hari, tapi kami sudah lupa. Sedangkan untuk membuat pupuk organik, pupuk cair, kami masih mempraktekkannya, jadi tidak lupa. Pake Urea tanaman menjadi subur, tetapi tanah mengeras dan butuh air banyak. Jika pake kompos tanaman subur, tanah gembur dan tidak boros air karena tetap lembab.” Marten buru-buru menambahkan, “keuntungan lain, dulu kita bersihkan lahan dan dibakar, setelah Sekolah Lapang kita langsung mencangkul campur semua bahan organik.” “Apa yang dilakukan saat Farmerd Days?,” tanya kami. Marten mewakili teman-temannya menceritakan. “Dari desa Oiboa, kami menyampaikan pengalaman tentang penggunaan mulsa dan efektivitas pemberian air. Penemuan hama dan racikan racunnya dari umbi gadung dari hasil Sekolah Lapang juga kami sampaikan di forum,” katanya bangga. “Desa Daelkolo, menyampaikan materi kompos untuk bawang, yang hasilnya bagus”, sambung Rita. Ia melanjutkan, “dengan mahasiswa kami saling berbagi, timbal balik mendapatkan pengetahuan.” “ Aneh juga, baru pertama kali kami melihat daun dihitung dan diukur, untuk melihat perkembangan.” Ujar Rita diiringi tawa berderai. Menurut kelompok Gemilang, hasil pembelajaran penghematan air dengan irigasi tetes sangat bermanfaat. Meskipun semua hasil penelitian bisa diterapkan, namun terkendala masalah biaya bila untuk melakukan budidaya irigasi tetes harus menggunakan teknologi selang dan kran seperti yang diperkenalkan Yayasan Pandu Lestari. “Kami mensiasati dengan menggunakan botol plastik air minum kemasan,” tambah Rita. “Bagaimana dengan progam Bio-energi?.” “ Kami memang hanya diperkenalkan saja bagaimana membuat dan manfaat kompor dengan bahan bakar alternatif yang dapat menggunakan serbuk kayu, kulit kacang dan jerami juga biji jarak dan bijibijian lain limbah panen atau hasil sortir biji yang cacat. Tetapi untuk menyalakan apinya dibutuhkan sepiritus untuk membakar biji,” kata Rita. “Cari sepiritus harus beli di Kupang dan kita dapat kabar minyak tanah habis sulit didapat, jadi ilmu tadi di simpan saja.” Menurut informasi anggota lainnya, untuk mendapat biji-biji seperti nitas itu musiman, biji jarak sebagai bahan bakar tidak ada di desa. Pak Kades yang sejak awal diam, menengahi. “Dulu idenya adalah agar warga menanam jarak dan membuat pagar tanaman di pekarangan agar buahnya dapat digunakan. Waktu itu pabrik biodiesel mau dibangun, biji bisa dijual. Sebagian warga malah sudah menanam.” Marten menambahkan bahwa kelompok juga diajari menggunakan sisa-sisa panen atau seresah tanaman agar dapat digunakan sebagai energi. “Kami diperkenalkan melalui praktek, tetapi setelah itu memang tidak dibikin lagi.” Rita menjelaskan dalam kehidupan sehari-hari, briket bisa untuk masak dan menggoreng di dapur dan sisa pembakaran bisa jadi pupuk. “Tetapi repot membuatnya,” ujar anggota kelompok lainnya. Kami bertanya lagi. “Apa bedanya sesudah dan sebelum berkelompok?.” Marten, ketua kelompok Karya Nyata mengatakan sebelum berkelompok kerja di kebun sendiri-sendiri. “Tetapi kita sekarang kerja bersama-sama,” katanya. Marten juga mengatakan bahwa kelompoknya telah menerapkan penghematan bibit dan jarak tanam yang merupakan hasil dari Sekolah Lapang. “Sebelumnya kami tanam 5 biji per lubang, setelah Sekolah Lapang kami cuma tanam 2 biji perlubang, hasilnya meningkat dan kita terapkan sampai sekarang.” MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 139 Sebelum Sekolah lapang (SL) kami tidak pernah tahu dan tidak pernah mengamati, misalnya Lombok daun kuning ternyata setelah diamati ada ulatnya. Dulu kalo ada penyakit kita langsung berpikir obat, tetapi setelah SL, kita amati dulu penyebabnya dan bisa buat racikan. Rita menyambar, “rasa percaya diri meningkat, komunikasi lebih baik terutama antara pasangan perempuan dan laki-laki, serta membangun sikap kritis.” “Tapi ada dampak lain,” Pak Kades tiba-tiba menyela. “Setelah ikut Sekolah Lapang jadi sombong dan tidak mau bergabung lagi. Saya sebagai kepala desa menganjurkan agar mereka mau mentransfer ilmu pengetahuan,” kata Pak Kades. “ Kelompok bisa lebih diatur jika ada peraturan desa, misalnya aturan mengurangi penebangan pohon. Kebun yang dulu dirawat –dibersihkan bahkan tidak boleh ada satu daun pun, setelah Sekolah Lapang kebun dibiarkan kemudian dedaunan itu di campur waktu olah tanah. “ “ Bila di dalam rapat orang yang berpendidikan yang banyak bicara, sekarang anggota Sekolah Lapang sudah punya keberanian dan kreatif. ” “Bagaimana Pak Prijo di mata kalian ?” “ Orangnya humoris, pintar tetapi mau bergaul dengan masyarakat. Orang yang memiliki spriritual, sangat memperhatikan hal-hal bersifat rohani. Mau makan apa adanya dan selalu menanyakan kebutuhan teman-teman.” Rita buru-buru menambahkan, “beliau kalau bicara pelan sekali, saya sering tidak bisa dengar apa yang disampaikan.” Ungkapan Rita disambut tawa terbahak kami semua. Pertemuan baru berakhir sore menjelang malam. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 140 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 141 Kesaksian mozaik 10 Ada empat pelaku kegiatan yang terlibat dalam program ini yang diminta opini dan pandangannya. Mereka adalah dosen UNDANA yang terlibat dalam putaran Sekolah Lapang untuk petani yaitu ibu Titik, pengajar ilmu Hama Tanaman Fakultas Pertanian UNDANA dan Ibu Yoke, pengajar Ilmu Tanah Fakulktas Pertanian UNDANA. Kemudian Pak Prijo sebagai penanggungjawab kegiatan mewakili Pandu Lestari dan Sumino dari LPTP yang dari awal turut membantu proses pembentukan kelompok tani dan perencanaan kelompok, dan kebetulan turut dalam perjalanan evaluasi program di Semau ini. Kepada mereka berempat, mereka diminta menuliskan pandangannya untuk menjadi bagian dari buku ini. Meski keseharian mereka adalah mengajar di kampus dan sesekali mengajar praktek di laboratorium bersama mahasiswa, namun keikutsertaan mereka bersama mahasiswa dan kelompok petani yang mengikuti pelatihan Sekolah Lapang adalah terobosan tersendiri. Mereka melepas “baju dosen” dan berbaur menjadi bagian sekolah lapang. Keduanya punya kesan, atas terobosan seniornya di kampus, Dr. Prijo melakukan pemberdayaan kelompok tani dengan Sekolah Lapang yang metodenya sangat jauh berbeda dengan apa yang diajarkan di Kampus. “Ini memang terobosan hubungan Kampus dan Kampung,” ujar Pak Prijo menegaskan. Pada suatu makan malam bersama di Kupang, Oktober 2010 untuk mewawancarai mereka, Yoke mengutarakan pandangannya, “hal yang formal di kampus, disampaikan pada petani dengan metode sederhana dan masyarakat senang. Di laboratorium terlalu canggih, hasilnya sama, tetapi kita tidak bisa buat mahasiswa senang.” Sementara Titik punya kesan lain, “interaksi antara pengajar dan masyarakat tidak berjarak, sangat santai, pesan yang disampaikan sebenarnya cukup berat, metodenya yang memungkinkan itu diterima masyarakat, misalnya cara analisis fisik tanah, dengan metode yang sederhana bisa cepat diterima peserta pelatihan.” Mereka sependapat, bahwa penyelenggaraan sekolah lapang itu tepat sasaran, karena fokus dengan usaha tani para peserta,. “Jadi bisa langsung dipraktekkan, misalnya dalam budidaya dan perawatan tanaman. Ini pendekatan applied science, dan tanpa disadari, pendekatan itu memberikan coaching clinic untuk masyarakat.” “ Dari kacamata kami sebagai staf pengajar, bila ada hal praktis di laboratorium yang bisa dimodifikasi dan bisa diterapkan pada praktek mahasiswa akan lebih baik, sebab itu akan membuat kami lebih kreatif dengan sumberdaya kampus yang terbatas, agar tetap bisa menyelenggarakan proses belajar sekalipun dengan operator dan alat praktikum terbatas.” Lain halnya dengan Sumino, dalam perjalanan evaluasi itu, ia berupaya mencari hubungan rencana-rencana kerja kelompok tani yang pernah ia fasilitasi dengan berbagai pengalaman petani dan kelompoknya dalam menjalani program. Ia segera menyadari bahwa proses perencanaan awal yang dibuatnya dulu bersama anggota petani telah mengalami perubahan dengan rencana-rencana yang kemudian menjadi acuan dalam proposal. Sementara Pak Prijo, yang mengelola program ini, seperti sudah diniatkannya untuk berkontribusi pada pengembangan masyarakat di Semau semampu yang ia dapat lakukan, merasa bagian penting dari perjalanannya itu adalah teman, mitra dan kolega yang telah membantunya melakukan semua itu. Pembaca budiman, kesan mereka dituangkan dalam sebuah tulisan singkat tentang pengalaman mengikuti Sekolah Lapang bersama kelompok tani di Desa Uiboa dan pengalaman Sumino mengawali program ini bersama Pak Prijo. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 142 Box 3. Kesaksian Titik Sriharini, staf pengajar pada P.S. Agroteknologi Pertanian,Fakultas Pertanian Undana, Kupang taf pengajar pada P.S. Agroteknologi Pertanian,Fakultas Pertanian Undana, Kupang. Ir. Titik Sri Harini, MP, staf pengajar pada P.S. Agroteknologi Pertanian,Fakultas Pertanian Undana, Kupang SEKOLAH LAPANGAN Ditinjau dari Prespektif Perguruan Tinggi Sekolah lapangan merupakan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di luar kampus bisa di lahan atau di suatu tempat yang berdekatan dengan lahan atau kebun milik masyarakat, khususnya lahan atau kebun petani karena metode pelatihan yang dilaksanakan tidak menekankan pada teori tetapi lebih menekankan pada aktivitas petani untuk mengembangkan dirinya sendiri sebagai orang yang sudah dewasa dan memiliki potensi untuk maju dan berkembang termasuk di dalam mempelajari pendekatan dan teknologi baru. Sekolah lapangan lebih banyak berinteraksi langsung dengan masyarakat, khususnya petani, dengan metode pembelajaran orang dewasa sehingga lebih banyak mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi oleh petani di lahannya masing-masing dan mencari solusi atau pemecahan masalah tersebut dengan bahasa yang mudah dipahami oleh petani dan metode atau cara-cara yang sederhana dan praktis tetapi dapat memecahkan masalah atau kendala-kendala yang dihadapi oleh petani dalam mengelola lahan mereka. Peranan para pelatih bagi petani dalam kegiatan Sekolah Lapangan adalah sebagai motivator, fasilitator, dan nara sumber. Dalam kegiatan Sekolah Lapangan yang dilaksanakan bulan Januari tahun 2009 di desa Uiboa yang diikuti oleh wakil dari kelompok tani dari Desa Uitiuhana, Desa Akle, dan Desa Uiboa, Kecamatan Semau Selatan, materi yang diberikan cukup lengkap baik dari bidang ilmu agronomi, tanah, hama dan penyakit tanaman maupun analisis usaha tani (sosektan). Khusus untuk hama dan penyakit tanaman materi cukup menarik karena petani dibawa langsung ke lahan oleh pelatih dan pendamping untuk mengamati tanaman yang terserang oleh hama dan patogen, mengambil sampel tanaman yang terserang dan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang ditemukan di lahan untuk dibawa ke tempat pelatihan sebagai bahan diskusi. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 143 Dalam diskusi selanjutnya petani diajak untuk mengenal apa saja yang termasuk hama, penyakit dan penyebab penyakit (patogen) dengan menggambar model tanamannya plus hama yang menyerang dan ditambahkan pula siklus hidupnya baik yang mengalami metamorfosis sederhana (telur -> pradewasa/ nimfa -> dewasa/imago) dan metamorfosis sempurna (telur -> ulat -> kepompong -> kupu-kupu), apabila ada peserta yang menemukan belalang hijau (Acrida turrita), belalang kayu (Valanga nigricornis) pada tanaman jagung, kutu daun hijau (Myzus persizae) pada tanaman lombok/cabai, ulat grayak (Spodoptera litura), ulat penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera) pada tanaman jagung, ulat penggerek buah tomat (Helicoverpa armigera) pada tanaman tomat. Disamping itu peserta juga diajak untuk mengenal beberapa predator yang kebetulan ditemukan di lahan seperti capung, belalang sembah, dan kumbang Coccinelidae. Untuk pengendalian OPT dibuat dengan cara membuat potongan-potongan kertas yang berisi tentang jenis-jenis hama dan cara pengendalian, bersama-sama pelatih dan pendamping peserta diminta untuk menempelkan sesuai dengan pasangannya. Penyakit yang ditemukan di lahan pada saat kegiatan tersebut adalah bercak daun dan karat daun pada kacang tanah serta penyakit bulai pada tanaman jagung. Dalam diskusi ternyata yang paling banyak ditanyakan adalah pengendalian kimiawi atau penggunaan pestisida sintetik dan cara mendapatkannya. Petani dan masyarakat di ketiga desa peserta sekolah lapangan tersebut belum mengetahui bahwa di daerah mereka terdapat beberapa tumbuhan lokal yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati yang murah dan aman lingkungan, karena mereka mempunyai presepsi bahwa hanya dengan pestisida sintetik yang mereka sebut sebagai “obat” bukan “racun” dapat menyelamatkan tanaman mereka dari serangan OPT. Selain istirahat makan siang, untuk menghilangkan rasa bosan/jenuh dan mengantuk, pelatih menyisipkan permainan misalnya dengan membuat burung dari kertas yang dilipat atau dengan mengajak peserta olah raga sebentar dengan gerakan-gerakan ringan yang lucu dan membuat suasana menjadi segar dan akrab. Peserta juga diberi kesempatan untuk makan sirih pinang sesuai kebiasaan daerah setempat. Setelah kegiatan sekolah lapangan di desa Uiboa, kecamatan Semau Selatan tersebut diharapkan peserta/petani yang merupakan wakil-wakil kelompok tani di desa Uiboa, Akle, dan Uitiuhana dapat menyampaikan informasi atau tambahan pengetahuan yang sudah diperoleh dalam kegiatan sekolah lapangan kepada anggota-anggota yang lain dalam kelompok tani masing-masing. Sehingga apabila ada masalah yang dihadapi petani di lahan dalam pengelolaan tanamannya, mereka dapat cepat mengatasinya dengan cara yang sederhana tetapi hasilnya dapat terbukti dan dapat meningkatkan produksi. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 144 Box 4. Kesaksian Yoke Ivony Benggu, Lektor pada Pusat Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Undana, Kupang Yoke Ivony Benggu , M. Phil, Lektor P.S. Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Undana, Kupang Sekolah Lapangan Ditinjau Dari Perspektif Perguruan Tinggi Upaya mencerdaskan bangsa tidak hanya dapat ditempuh dengan pengadaan pendidikan formal saja tetapi juga dapat ditempuh dengan pendidikan non formal. Sebagai contohnya adalah pengadaan Sekolah Lapangan yang merupakan suatu upaya memberikan pendidikan bagi masyarakat untuk meningkatkan ilmu dan pengetahuan serta ketrampilan masyarakat secara langsung di lapang. Tujuannya agar masyarakat umumnya dan petani secara khusus mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat merubah sikap, perilaku dan pola pikir kearah yang lebih baik. Manfaat yang diperoleh dari sekolah lapangan adalah dengan mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan secara praktis masyarakat dapat mempergunakannya dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan pekerjaan mereka dan mempunyai kemampuan mengelola usaha mereka secara baik demi peningkatan kesejahteraan nya. Bagi pendidik, manfaatnya adalah dapat mengetahui secara langsung keadaan/ kondisi nyata dilapangan sehingga dapat mengaitkan ilmu yang dimilki dengan kondisi yang ada di lapangan. Sekolah lapangan yang dilakukan bagi petani di Semau merupakan suatu bentuk pendidikan nonformal yang sangat berguna untuk meningkatkan pengetahuan mereka memanfaatkan sumber-sumber daya alam yang ada dilingkungan sekitar untuk meningkatkan produktifitas pertanian mereka, serta dapat dipergunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang mereka temui dalam bidang pertanian. Karena pelaksanaannya langsung di lapangan, ditengah-tengah petani, sehingga masalah-masalah yang sedang dialami petani dapat langsung diketahui dan dicari solusinya MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 145 Materi dan metode yang diberikan dalam sekolah lapangan di Semau sangat berkaitan erat dengan kebutuhan petani dan masalah yang ditemui petani selama ini seperti penurunan kesuburan tanah dan perkembangan hama dan penyakit yang menyebabkan penurunan produksi pertanian. Petani diberikan pengetahuan praktis antara lain tentang faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kesuburan tanah, cara mengukur kesuburan tanah secara praktis, cara meningkatkan kesuburan tanah dan cara pembuatan pupuk alam (organik) dengan memanfaatkan sumber-sumber bahan baku pupuk yang berada disekitar petani. Alat-alat yang digunakan dalam praktekpun sangat sederhana, murah dan sangat mudah diperoleh petani. Selain memberikan materi dan metode yang berkaitan dengan pertanian, masyarakat dalam hal ini peserta didik juga diberi bekal pengetahuan tentang bagaimana memanfaatkan kebersamaan dan kerjasama dalam suatu kelompok untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Penyampaian materi dan metode pun dikemas sedemikian rupa sehingga petani sangat antusias meng-ikuti kegiatan yang dilakukan, bahkan terkesan petani sangat menikmati kegiatan ini. Hal ini terlihat dari kehadiran mereka setiap hari dan keaktifan mereka selama sekolah berlangsung. Pengajarnya pun sangat professional dan berpengalaman dalam menjalankan tugas mereka. Interaksi yang terjadi antara pengajar dan peserta didik sangat baik dan kooperatif. Sebagai dosen dari bidang ilmu tanah kami terkesan dengan materi dan metode yang diberikan pada sekolah lapangan di Semau. Sangat praktis tetapi secara keilmuan dapat dipertanggungjawabkan dan keakuratannya pun relative sama dengan apa yang didapatkan di perguruan tinggi sebagai sekolah formal. Hal ini tentu saja memberikan inspirasi kepada kami untuk dapat mengembangkan ilmu (teori) dan praktek bagi mahasiswa di perguruan tinggi, terutama hal-hal yang berkaitan dengan praktek baik di laboratorium maupun di lapangan. Pembuatan pupukpupuk organik dengan memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan yang sangat banyak terdapat di lingkungan sekitar dan konsep pengelolaan pertanian yang berbasis konservasi merupakan hal menarik yang perlu juga dikembangkan melalui penelitian-penelitian oleh mahasiswa dan dosen di perguruan tinggi. Akhirnya, agar tujuan dari sekolah lapangan ini berhasil maka masih diperlukan kontinuitas program dan pendampingan sampai dapat dipastikan ada perubahan tingkah laku dan pola pikir masyarakat ke arah yang lebih baik. Dampak lainnya adalah adanya peningkatan ilmu pengetahuan secara umum. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 146 Box 5. Kesaksian Sumino, Penggiat LSM Lembaga Pengkajian Tehnik Pedesaan, Solo Sumino, Fasilitator Lembaga Pengkajian Tehnik Pedesaan, Solo Begitu masuk desa – desa mitra dampingan Yayasan Pandu Lestari (YPL), secara fisik tidak tampak perubahan yang cukup signifikan dibandingkan dengan empat tahun yang lalu ketika pertama kali masuk desa – desa tersebut melakukan assesment. Saya begitu terkesima ketika bertemu dan berdialog dengan beberapa anggota kelompok di tiga desa tersebut (Akle, Uiboa dan Uithiuhana). Jalannya diskusi begitu dinamis, semakin banyak orang yang berani untuk mengemukakan pendapatnya. Dinamika forum diskusi empat tahun yang lalu hanya didominasi oleh beberapa orang, sehingga fasilitator harus mengeluarkan banyak cara untuk mendorong orang berani bicara. Tetapi sekarang sangat jauh berbeda, meskipun dominasi masih terasa tetapi jalannya diskusi sudah mulai dinamis. Beberapa orang yang semula tidak memiliki cukup keberanian untuk mengemukakan pendapat mulai berani bicara. Perubahan yang nyata terjadi pada perempuan, dimana perempuan mulai tidak sungkan lagi untuk bicara di forum, dimana laki – laki begitu dominan disitu meskipun diskusi yang terjadi masih bersifat teknis pertanian maupun energi alternatif yang selama ini dipelajari. Perubahan ini terjadi karena strategi pendekatan yang dilakukan YPL selama ini.Pendekatan yang dilakukan adalah mulai melakukan mendekatkan civitas akademika kampus ke dalam permasalahan – permasalahan riil ditingkat masyarakat.Mulai melibatkan dosen dan mahasiswa untuk melakukan penelitian menjawab permasalahan di tingkat masyarakat atau sebaliknya mendorong dosen untuk mengaplikasikan hasil penelelitiannya di tingkat masyarakat. Sehingga yang terlibat diprogram ini sebagian besar merupakan dosen dan mahasiswa. Meskipun dalam perjalanan penuh dengan dinamika dan beberapa hasil penelitian tidak seluruhnya bisa diaplikasikan di tingkat masyarakat, tetapi strategi ini merupakan terobosan baru dalam melakukan perubahan sosial ditingkat masyarakat. Namun demikian ada beberapa catatan yang bisa dilakukan untuk mendorong percepatan perubahan, antara lain : Pilihan Materi Belajar; Pilihan materi belajar seyogjanya tidak hanya berorientasi pada upaya peningkatan ekonomi dari komoditi – komoditi yang hanya memenuhi kebutuhan pasar, tetapi perlu juga dipertimbangkan komoditi – komoditi untuk pemenuhan kebutuhan sendiri seperti pangan, karena perubahan kesejahteraan tidak bisa dicapai hanya dengan peningkatan pendapatan. Hal ini berdasarkan hasil assesment belanja rumah tangga yang dilakukan sebelumnya pengeluaran terbesar adalah dari sektor pangan (beras dan lauk pauk). Sehingga selain komoditi yang berorientasi ekonomi, perlu juga dikembangkan komoditi yang berorientasi untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga. Dengan demikian maka pengeluaran akan bisa ditekan lebih rendah. Pada hasil riset sebelumnya baik yang dilakukan oleh Undana, YPL maupun LPTP ancaman krisis pangan dipulau ini tampak begitu nyata.Ancaman tersebut disebabkan kondisi ekosistem baik tanah maupun pertanian yang sudah mulai mengalami kerusakan, dan keaneka ragaman pangan yang sudah mulai ditinggalkan. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 147 Kapasitas dan Orientasi Fasilitator; Selama ini fasilitator Pandu Lestari tinggal didesa bersama komunitas. Strategi ini merupakan strategi yang cukup tepat, karena akan terjadi satu hubungan emosional yang cukup kuat antara fasilitator dengan masyarakat. Kuatnya komitmen fasilitator untuk live in di desa merupakan nilai positif dari program ini. Strategi ini juga memungkinkan bagi fasilitator untuk menangkap setiap perubahan – perubahan yang terjadi di masyarakat. Untuk ini dibutuhkan kapasitas fasilitator yang mampu membangun komunikasi dan memilki kepekaan sosial yang cukup tinggi. Kapasitas tersebut menjadi pra sayarat utama, karena apabila tidak dimilki maka fasilitator tidak akan meringankan beban, tetapi malah akan menjadi beban baru bagi masyarakat, sehingga perlu penyiapan kapasitas yang cukup bagi fasilitator serta orientasi yang jelas sehingga akan mampu mengimplementasikan program dengan baik. Mungkin perlu dipertimbangkan fasilitator yang berasal dari desa – desa setempat yang setiap hari bergelut dengan topik/materi yang akan dipelajari, sehingga mereka akan langsung memberikan contoh di lahannya sendiri dan mampu menjelaskan dengan bahasa mereka kepada teman – teman yang lain. Keberhasilan fasilitator akan menjadi panutan bagi anggota yang lain. Selain itu fasilitator inilah yang akan mengawal keberlanjutan program. Beberapa anggota kelompok sudah tampak bisa dikader untuk menjadi fasilitator bagi kelompoknya. Dibutuhkan capasity building melalui asistensi intensif. Orientasi belajar, untuk memotivasi komunitas melakukan perubahan perlu ditunjukkan indikator – indikator keberhasilan riil yang akan dicapai dari proses pendampingan. Agar terjadi perubahan penting kiranya perlu dilakukan kunjungan ke lokasi yang sudah mengalami keberhasilan pada saat pendampingan sehingga peserta belajar akan memiliki orientasi perubahan yang akan dicapai. Legalisasi kelompok; ada pandangan bahwa kelompok yang dibentuk tidak perlu mendapat legalisasi dari pemerintah setempat. Karena kelompok ini merupakan kelompok mainstream yang berbeda dengan kelompok bentukan pemerintah. Tetapi untuk membangun gerakan perubahan dan keberlanjutan program tentunya legalisasi tidak bisa dinafikan. Sehingga pengakuan dari pemerintah desa menjadi sangat penting, karena dengan pengakuan ini kader kelompok akan berpeluang untuk memberi masukan ke pemerintah desa tentang hasil belajar dan kebutuhan belajar yang sesuai dengan kondisi setempat. Disamping itu juga akan mendapatkan akses untuk pembiayaan proses belajar. Bila ini terjadi maka proses penyebarluasan dari hasil belajar akan didukung oleh pemerintah. Pendekatan teknis oriented; pilihan pendekatan awal berupa pendekatan teknis merupakan pilihan yang tepat, karena ini akan menjawab langsung pada kebutuhan dan masyarakat akan mudah tertarik. Karena merupakan persoalan yang dihadapi sehari – hari. Tetapi pendekatan ini perlu diikuti dengan pendekatan sosial secara sistematis dan terstruktur.Hal ini untuk menjaga sustainable kegiatan dilapangan, pendekat-an sosial terdiri dari pengorganisasian, pelembagaan, dan internalisasi setiap proses – proses belajar yang dilakukan. Dengan pendekatan formal melalui media pertemuan, praktek dilahan dan pertemuan non formal. Internalisasi merupakan salah satu faktor yang penting untuk mendorong masyarakat menerapkan dalam kehidup-an sehari – hari.sehingga dibutuhkan staf dengan kemampuan menganalisis sosial dan menyusun strategi perubahan di desa. Salah satu kelemahan yang tampak dalam proses belajar yang dilakukan di desa adalah sangat kering nuansa internalisasi dari proses – proses belajar. Sebagai contoh “beberapa alasan masyarakat enggan untuk me- nerapkan hasil belajar di lahan sendiri – sendiri, meskipun hasil uji coba menunjukan ada perubahan. “ Padahal Pandu Lestari menyadari bahwa perubahan budaya membutuhkan waktu yang cukup lama, karena selama ini mereka terjebak pada budaya instan. Minimnya penerapan hasil belajar disebabkan belum maksimalnya proses – proses internalisasi terhadap proses – proses belajar, sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk mencerna, menganalisi dan masyarakat menjadi yakin bahwa proses belajar ini akan membawa perubah-an lebih baik bagi mereka ke depan. Terlepas dari itu saya secara pribadi sangat salut dan memberikan apresiasi atas ketekunan dari teman – teman YPL dalam melakukan pendampingan di desa – desa tersebut. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 148 Box 6. Kesaksian Prijo Soetedjo, dosen dan pengelola program Yayasan Pandu Lestari S elama kurang lebih sembilan tahun berkerjasama dengan Kehati sejak bersama Cliff kemudian dilanjutkan dengan Rio, Dwi, hingga Puji, banyak kenangan indah dan berkesan walaupun endingnya sedih. Beberapa hal yang berkesan antara lain: 1) Kehati dan individu-individu yang langsung bekerjasama dengan saya sangat menyenangkan, banyak saya mendapatkan pengalaman lapangan baru yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya dengan individu lain dan lembaga lain. Saya dengan mudah bisa berdiskusi tentang kegiatan yang sedang dan akan dilakukan. Saya bangga dengan anak-anak muda seperti Rio dan Dwi yang mempunyai ide-ide cemerlang khususnya dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dengan mengkaitkan para pihak terkait seperti mahasiswa, masyarakat, tenaga profesional yang berpengalaman (LPTP Solo dan Field Jakarta), universitas, pemerintahan dan lembaga lain. 2) Kegiatan-kegiatan yang sekarang sedang berlangsung di Semau pun secara langsung maupun tak langsung merupakan hasil diskusi dengan teman-teman di Kehati (bu Anida, Rio, Dwi, Puji, Christien) dan teman teman dari LPTP dan Field. Ide-ide tersebut dapat berjalan dengan dukungan dana dari Kehati. Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi praktis sangat mudah dijalankan bersama-sama dengan teman-teman dari kehati. 3) Kerjasama ini menular dengan baik pada masyarakat di pedesaan yang menjadi objek sekaligus subjek kegiatan. Hal ini memudahkan saya untuk selalu berinterksi dengan masyarakat tersebut sehingga secara umum rencana kegiatan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik. 4) Masalah pendanaan selalu diberikan tepat waktu dengan jumlah, detail kegiatan dan laporan yang komplit. Kesalahan-kesalahan atau kekurang tepatan dalam pencairan, penggunaan dana, dan pelaporan penggunaan dana dengan mudah didiskusikan bersama untuk dicari jalan terbaik (terima kasih mbak Sheila dan yang lain). Dr. Prijo Soetedjo MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 149 5) Dalam hal publikasi hasil kegiatan saya dan teman-teman baik di Undana dan Pandu Lestari sangat terbantukan dengan terbitnya buku dengan ISBN. Ini penting dalam mendukung angka kredit saya dan teman-teman di Undana dan berharap ini dapat diteruskan walaupun kerjasama secara langsung sudah berhenti. 6) Yang membuat saya sedih adalah bahwa kegiatan yang sudah disusun secara berkelanjutan dan bertahap tidak dapat ditindaklanjuti sehingga saya dan teman-teman harus mencari sumber dana lain yang tentunya belum tentu memahami dengan benar pola kerja yang selama ini terbina bersama dengan masyarakat. Alhamdulilah dengan bantuan Puji dan Rio, GEF tahun ini dapat mendukung kaji tindak kegiatan yang harus dilanjutkan dengan fokus lebih banyak pada pembudidayaan lontar dan usahatani 3 strata. 7) Saya sangat berharap bahwa kehati atau individunya tetap dapat membantu saya mewujudkan masyarakat di Semau Selatan khususnya di Desa Uiboa, Uithiuhana dan Akle sehingga dapat mengelola sumberdaya alam dan lingkungan secara lestari, mampu mewujudkan sumber energi rumah tangga terbarukan, pemulihan keanekaragaman hayati dengan potensi yang tinggi untuk terus dikembangkan, mampu menggunakan ilmu pengetahuan praktis dalam memanfaatkan sumberdaya air yang terbatas, dan mampu memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat Demikian catatan perjalanan saya dengan Kehati secara lembaga dan teman-teman di kehati secara profesional. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 150 mozaik 11 Bertahan di Tengah Badai Kemungkinan “demam” ekonomi Amerika Serikat bakal menular ke Asia dan juga Eropa bukannya tertutup sama sekali. Sebab, uang milik bank atau lembaga keuangan di Asia dan Eropa yang nyangkut di Lehman tak bisa dibilang kecil. Dari Aozora Bank, Mizuho Corporate Bank, dan lima bank lain di Jepang saja ada US$ 1,6 miliar. UBS AG, bank asal Swiss, mengaku kehilangan US$ 300 juta. Beberapa bank besar di Cina sepertinya juga mesti siap menanggung rugi akibat kebangkrutan Lehman. Rabu pekan lalu, China Merchant Bank mengaku memegang surat utang Lehman US$ 70 juta. pekan lalu langsung terjun bebas dari posisi 1.804,06 ke level 1.719,25-walaupun setelah itu kembali membal. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku salah meramal dampak krisis kredit perumahan itu terhadap perekonomian Indonesia. Ketika Bear Stearns kolaps Maret lalu, dia memperkirakan dampaknya tak seberapa.Namun, ketika Fannie Mae, Freddie Mac, dan pekan lalu Lehman angkat tangan, dampaknya menjadi lebih serius.Terutama terkait dengan penurunan nilai rupiah dan rontoknya harga komoditas, termasuk minyak bumi. Menurut Sri Mulyani, dampak krisis di Amerika Serikat mungkin masih bakal berlanjut. Nilai tukar rupiah masih akan bergerak liar. Badai Lehman juga berembus kencang hingga lantai Bursa Efek Indonesia. Indeks bursa pada Senin kelam (Tempo Online: 22 September 2008 “Terempas Badai Lehman”) MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 151 Krisis Moneter melanda dunia! Inilah krisis moneter terparah sepanjang tahun 2008 - 2009, yang dipicu skandal keuangan mortgage giant dan krisisnya terus menggelindingkan dampak ikutan terhadap investasi lainnya di pasar bursa dunia. Tak pelak, krisis moneter melanda Amerika, dan mempengaruhi pasar bursa dunia khususnya Eropa. Berbagai spekulasi, perhitungan-perhitungan terhadap investasi agar tidak turut anjlok menjadi bagian pengambilan keputusan para direktur dan CEO di seluruh kantor perusahaan di dunia. Tak terkecuali, di sebuah kantor di bilangan Pela Mampang, Jakarta, para direktur dan manajer tengah memasang strategi guna meminimalkan resiko karena terkena dampak krisis moneter itu. Endowment Fund Yayasan KEHATI di Wall Street meluncur bebas mendekati titik terendah. Begitu derasnya investasi itu terkikis di pasar bursa dunia hingga mampu memberi tekanan atas kelangsungan yayasan. Seorang direktur senior yayasan itu sampai bergumam, “kita tak pernah tahu apakah besok kantor ini masih buka?.” Berita krismon itu bak sebuah virus yang menyebar ketakutan pada siapa saja. Kali ini bahkan telah membuat Puji Sumedi, manager progam hibah KEHATI tak bergairah memulai sarapannya pagi itu di kantor. Namun sesungguhnya berita itu telah menjadi menu utama bagi semua staf Yayasan KEHATI beberapa bulan terakhir di tahun 2009. Ditengah semangat menyusun dan meyempurnakan Rencana Strategis KEHATI periode 20092014, berita krisis keuangan hebat itu membuat suasana tidak kondusif. Mau pasang target ideal dihantui keadaan keuangan yang terus merosot, mau “menjual” program penggalang sumberdana baru, tetap butuh modal memadai. Jika menyelesaikan kerangka program dan uraian kegiatan dapat dilalui relatif mudah, namun tidak begitu ketika harus menyesuaikan dengan keadaan keuangan yang semakin terbatas. Itu bukan perkara mudah. Prioritas program dibuat, tetapi tetap saja harus melakukan scaling down, meski beberapa gagasan segar untuk menggalang sumberdaya lain muncul dan dapat diformulasikan, tentu ketersediaan dana dalam waktu dekat tetap merupakan masalah utama menjaga keberlangsungan program kala itu. Dalam berbagai rapat-rapat internal setelah penetapan Renstra KEHATI 2009/2014 krismon telah menjadi faktor utama yang dipertimbangan seluruh staf. Semua kegiatan yang dicanangkan harus dihitung kembali anggaran yang telah dialokasikan menyusul semakin memburuknya nilai investasi KEHATI di pasar bursa. Beberapa program konservasi yang telah berjalan bahkan perlu ditinjau kembali sebelum semuanya terhenti tanpa ada antisipasi memadai dari pengelola program karena disitu ada masalah komitmen dengan banyak pihak. Namun keadaan memaksa dan tak dapat dihindari, manajemen meminta pemangkasan anggaran, pengetatan dan negosiasi kepada beberapa mitra harus dilakukan. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 152 Di seberang telpon, penanggungjawab program P. Semau, Pak Prijo mendengarkan berita tak nyaman soal programnya di tahun ketiga yang harus terhenti. Puji, lawan bicaranya, mencoba menjelaskan situasinya. Ia baru saja menyelesaikan Rencana Strategik yang baru periode 2009/2010 dimana kegiatan di P. Semau masuk sebagai prioritas pengembangan khususnya untuk ekosistem pertanian dan pulau kecil. Scale Up !. Namun Krismon telah memaksanya mengambil keputusan untuk tidak meneruskan rencana pendanaan yang semula dijadwalkan berlangsung tiga tahun itu. Alih-alih mencari mengembangkan programnya di Semau, dengan terpaksa ia menggantikannya dengan riset kecil dan terbatas tentang keane-karagaman hayati pangan lokal di P. Semau. Scale down! Akhirnya disepakati, program diarahkan untuk melakukan riset kekayaan hayati pangan lokal yang harapannya akan berguna untuk menyokong hasil-hasil praktek Sekolah Lapang. Tawaran itu sebenarnya berat untuk dilaksanakan karena dinamika kegiatan kala itu tak mudah diarahkan ke penelitian dimaksud. Tapi itulah win-win solution terbaik yang dapat ditawarkan. Meski berat hati harus memotong program kerja di Semau NTT itu, Puji terus mencoba mencari jalan keluar. Melalui jejaring yang dimilikinya, ia berhasil memperoleh akses dalam program Desa Mandiri Pangan menuju Desa Sejahtera yang digagas oleh Pemerintah Provinsi NTT, beberapa lembaga donor, LSM dan aliansi lainnya. Harapannya, program di P. Semau dapat dipromosikan pada tingkat provinsi dan kabupaten dari gugus kerja pemerintah NTT, mengingat jaringan itu diperuntukan sebagai model pengembangan progam ketahanan pangan di NTT. Sebagai sebuah model yang baru dirancang oleh Pemerintah Provinsi NTT tersebut, tentu KEHATI bersama UNDANA dan Pandu Lestari sudah memulainya lebih dulu melalui serangkaian riset ilmiah dan program pemberdayaan masyarakat. Ia juga berharap Yayasan Pandu Lestari dapat melihatnya sebagai tantangan untuk mengadvokasi Pemda mengalokasikan dana bagi adopsi model serupa yang telah dikembangkan di P. Semau. Ia pun mulai melibatkan Yayasan Pandu Lestari dalam diskusi dengan jejaring kerja itu. Meski Yayasan Pandu Lestari tidak secara khusus menjadikan jejaring Desa Mandiri Pangan Menuju Desa Sejahtera sebagai aliansi strategisnya, namun KEHATI sendiri bersama aliansi pendukungnya bernama Sekertariat NTT Food Summit kemudian dapat mengembangkan proposal berjudul PENGEMBANGAN DESA MANDIRI PANGAN MENUJU DESA SEJAHTERA Dalam Rangka PENANGANAN KERAWANAN PANGAN, PENGURANGAN KEMISKINAN SERTA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMAMPUAN AKSES MASYARAKAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR diajukan ke VECO Indonesia, sebuah lembaga dana dari Kanada pada 2009. Tak cuma itu, demi menyelamatkan sumberdaya dan investasi sosial yang telah ditanamkan di Pulau Semau, Puji rajin mengontak teman-temannya di lembaga donor lain, menawarkan kemungkinan joint project atau sekaligus meneruskan pengembangan program. Suatu sore, tawarannya itu diminati oleh sebuah lembaga pendanaan. Krisis moneter telah memaksa KEHATI mengambil keputusan untuk tidak meneruskan rencana pendanaan yang semula dijadwalkan berlangsung tiga tahun itu. Alih-alih mencari mengembangkan programnya di Semau, dengan terpaksa KEHATI menggantikannya dengan riset kecil dan terbatas tentang keanekaragaman hayati pangan lokal di P. Semau. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 153 Akibat pengalihan program tahun ke tiga karena krisis moneter, Yayasan Pandu Lestari membuat perhitungan dan pencermatan atas rencana-rencana yang tidak akan terlaksana. Sebaliknya ia perlu segera mengalokasikan sumberdaya untuk menyelesaikan riset potensi kekayaan hayati tanaman pangan di Pulau Semau. Tim segera dibentuk, dengan mengandalkan hubungan kerja selama ini dengan masyarakat, riset itu bisa berjalan. Berbagai keterbatasan yang dimiliki Yayasan Pandu Lestari tak memungkinkannya terlibat aktif dalam beberapa diskusi program Desa Mandiri Pangan menuju Desa Sejahtera. Di sisi lain, perubahan program menjadi riset potensi pangan lokal yang diharapkan dapat tersambung dengan program Desa Mandiri Pangan milik Pemprov NTT itu tak terlalu mendapat respon warga yang ketika itu berharap ada tindaklanjut program sebelumnya. Saat itu mereka belum sepenuhnya berhasil mengaplikasikan hasil Sekolah Lapang di ladang mereka. Situasi serba sulit itu membuat Pandu Lestari harus fokus dan segera menyelesaikan riset dan pendataan potensi pangan lokal. Dalam perbincangan santai, sambil mengenang perjalanan program masa silam itu , ketika ia mampir di Jakarta, Dr. Prijo menuturkan, “Kami tak mungkin menyele- saikan kegiatan penyusunan model pengelolaan ekosistem lahan kering yang kami rencanakan di tahun ketiga. Praktek kelompok tani selepas Sekolah Lapang hanya satu musim tanam saja, tidak cukup untuk melihat dampak lebih luas dan menganalisanya sebagai sebuah model”. “Sayangnya kami tak punya sumberdaya yang cukup untuk merespon berbagai keluhan dan pertanyaan dari kelompok tani seputar temuan mereka di ladang” lanjutnya sambil menerawang.“Tapi untunglah, mbak Puji berhasil menghubungkan kami dengan program GEF SGP di Jakarta, sehingga kami masih bisa berhubungan dengan kelompok tani di sana, meski sekarang programnya melestarikan lontar” ujarnya sambil tersenyum optimis. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 154 mozaik 12 Awal dari Sebuah Akhir Perjalanan MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 155 Dalam sebuah pertemuan di Jakarta pada sebuah sore, Dr. Prijo pernah menyatakan bahwa apa yang ia kerjakan bersama masyarakat di P. Semau sebenarnya belum selesai. Sedikitnya dibutuhkan 2 sampai 3 kali ulangan agar dapat ditarik model pembelajaran yang diharapkan dapat dijadikan modul pembelajaran secara akademis dan praktis. Sayangnya project selalu punya batas administratif, dan selalu punya akhir. Akan tetapi di alam kehidupan yang sebenarnya selalu memunculkan hal baru di akhir episode siklus kehidupan. Proses kegiatan yang diinisiasi Yayasan Pandu Lestari, seperti sebuah proses penyerbukan dalam episode pembungaan. Penyerbukan itu sendiri selalu menghadapi kenyataan bahwa tak semua serbuk sari berhasil melekat di kepala putik sehingga memungkinkan berlangsungnya proses pembuahan. Bakal buah yang terbentuk juga tak semua atau belum tentu dapat mencapai kematangan dan siap di petik. Apa yang sudah dimulai oleh kelompok tani dan mitra-mitra lainnya di P. Semau adalah sebuah babak awal yang masih memerlukan proses panjang hingga sampai pada peran dan kontribusi dari setiap pihak yang berperan dalam prikehidupan di pulau kecil itu. Proses yang sudah dimulai Yayasan Pandu Lestari baru menyentuh sebagian kecil prikehidupan itu, namun keikutsertaan civitas akademi dan petani dalam program konservasi itu adalah sebuah permulaan yang penting yang menandai sebuah itikad kesungguhan melakukan perubahan. Dari enam desa yang awalnya direncanakan dalam program ini, ternyata hanya empat desa yang warganya belajar benar-benar memiliki perhatian untuk meneruskannya ketika pelatihan usai. Hal itu bukan tanpa sebab, kebutuhan dan himpitan ekonomi menjadikan petani mengutamakan urusan dapur mereka dan terpaksa mengorbankan urusan belajar. Dari enam pemandu lokal yang diharapkan dapat menjadi pemimpin kelompok belajar itu dalam kehidupan nyata, setidaknya baru menghasilkan seorang Marthen yang masih menunjukkan kegigihan melakukan pengamatan dan melakukan ujicoba menghasilkan biopestisida. Itupun bukan tanpa sebab, pekerjaan utama ketua kelompok atau local organizer begitu menyita waktu dan masih memberikan penghasilan rutin membuat sulit untuk memerankan sebagai fasilitator kelompok secara total dan efektif mendampingi anggota kelompok maupun warga desa. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 156 Secara umum semua ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan masih terkalahkan dengan kepraktisan dan kebiasaan lama warga yang memang sulit berubah sebelum mereka benar-benar membuktikan cara-cara baru dari Sekolah Lapang yang dapat mengubah pendapatan mereka secara drastis. Padahal faktor musim terutama kemarau memang sulit ditundukkan dengan satu atau dua kali praktek saja. Perubahan kolektif mengimplementasikan hasil belajar dengan dukungan perangkat desa sangat mungkin dapat membalikkan nasib ekonomi pertanian mereka di masa depan. Apa yang belum tercapai, misalnya proses transformasi ilmu dan pengalaman belum berhasil dilembagakan di tingkat kelompok dan menjadi ujicoba bersama untuk menjadi pengetahuan, menghasilkan ketrampilan dan mempengaruhi proses belajar, pengambilan keputusan dan merubah sikap, prilaku dan budaya yang lebih baik adalah bagian dari dinamika itu. Meski jejak-jejak itu sudah mulai terlihat dalam kegiatan kelompok dan di pekarangan sendiri, dapat menggerak kesadaran pimpinan desa untuk menetapkan peraturan desa yang melarang pembakaran dan pembukaan hutan, namun masih dibutuhkan dukungan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan lembaga pembagunan lainnya untuk menyebarluaskan proses belajar yang baru saja dimulai, memperkokoh praktek baik yang telah ada sehingga sinambung. Mungkin Pak Prijo benar, ia butuh melakukan pendekatan dan repetisi kegiatan untuk mengubah kebiasaan yang sudah lama dilakukan petani dalam pengelolaan pertanian dan sumberdaya alam ke sikap dan pemikiran kritis. Seperti dunia ilmu pengetahuan membutuhkan ujian untuk mendapat rerata hasil yang sesuai harapan, begitu kira-kira ilmu statistik. Itupula mengapa kegiatan akhir dari rencana besar di P. Semau yaitu menuangkan pengalaman pembelajaran menjadi modul pembelajaran akademik dan praktis tak dapat diteruskan. Pada situasi seperti itu masih ada asa, ketika Tim Yayasan Pandu Lestari masih datang ke Pulau Semau, bertemu setidaknya warga di Uiboa untuk memulai pekerjaan baru melestarikan pohon lontar program lanjutan dengan dukung-an GEF Small Grant Program. Semangat warga dan kelompok di desa (Gemilang dan Karya Nyata) itu masih terlihat ketika mereka datang ke balai desa, atau ketika secara sukarela mengumpulkan biji lontar yang berserak untuk disemai. Semangat dari para penggiat konservasi dari kalangan kampus dan yang relatif berusia lebih muda sangat melegakan hati. Meski program itu hanya untuk Desa Uiboa, namun silahturahmi dan pendampingan tetap dilakukan tim Pandu Lestari yang tak kenal lelah. Tanpa kegiatan-kegiatan itu Pulau Semau akan selalu dalam kesepian dan ketertinggalan dari derap pembangunan. Namun apapun hasilnya, dalam perjalanan evaluasi ini telah memperlihatkan kesungguhan dan ketekunan semua pihak. Tidaklah mudah mau terlibat melakukan sesuatu pembenahan agar didapat perbaikan kehidupan di pulau kecil yang nyaris tak tersentuh derap pembangunan itu. Kami juga menyaksikan babak baru justru mulai lahir dan muncul diakhir program itu, itulah sebuah awal diakhir perjalanan, meski saat ini sulit untuk diekspresikan melalui tulisan ini. Untuk itu atas segala capaian dan dedikasi semua yang terlibat, kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih. Secara umum semua ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan masih terkalahkan dengan kepraktisan dan kebiasaan lama warga yang memang sulit berubah sebelum mereka benar-benar membuktikan cara-cara baru dari sekolah lapang dapat mengubah pendapatan mereka secara drastis. Padahal faktor musim terutama kemarau memang sulit ditundukkan dengan satu atau dua kali praktek saja. Perubahan kolektif mengimplementasikan hasil belajar dengan dukungan perangkat desa sangat mungkin dapat membalikkan nasib ekonomi pertanian mereka di masa depan MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 157 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 158 Terima kasih kepada : Dr. Prijo Soetedjo, setelah bersinggungan dengan program pemberdayaan masyarakat di berbagai program KEHATI, yang bersangkutan akhirnya dapat mewujudkan mimpinya untuk mengelola sebuah program konservasi di NTT. Keterlibatannya di proyek Semau semakin mengukuhkannya sebagai pemerhati masalah energi terbarukan atau biomass energi. “Orang pusat” dari BPPT dan Kemensos kerap meminta advisnya ketika menggelar programnya tentang biofuel, kompor biomassa, hingga pertanian lahan kering di Nusa Tenggara. Bahkan P Semau telah dikunjungi staf BPPT Pusat Jakarta untuk melihat kompor biomassa modifikasinya. Kini Pak Prijo bersama warga di Desa Uiboa memiliki kegiatan lainnya, melestarikan pohon lontar yang kian berkurang populasinya karena tidak dimanfaatkan. IbuTitik, Ahli hama dan penyakit tanaman Fakultas Pertanian UNDANA ini termotifasi dengan model Sekolah Lapang. Meski sibuk luar biasa sebagai staf pengajar, ia berjanji akan membantu petani-petani yang ingin berkonsultasi atas temuan serangan hama pada tanaman yang diidentifikasi oleh petani di Semau. Ibu Yoke, meski beliau lulusan S2 dari Inggris, tak sungkan menimba ilmu berbaur dengan petani di Sekolah Lapang. Ia terinspirasi contoh cara mengajar praktek ilmu tanah lebih creatif dan tidak hanya mengandalkan fasilitas laboratorium yang juga terbatas. Oriance, Selalu bersedia membantu Pak Prijo sebagai mantan pembimbingnya itu untuk kerja sosial di P. Semau. Sambil menunggu panggilan dari lamaran yang ia kirimkan ke berbagai instransi pemerintah, ia mengerjakan administrasi keuangan di Pandu Lestari. Delce, ia telah bekerja di Departemen Kesehatan Provinsi Kupang. Pekerjaannya itu adalah mimpi dan cita-citanya. Tak percuma skripsinya di P. Semau yang ditempuh susah payah, menjadi skripsi terbaik di angkatannya dan mendapat pekerjaan yang ia dambakan sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Rossty, pengalamannya Di Semau, ia asah di tempat kerjanya sekarang, di sebuah proyek World Bank PAM SIMAS. Pengalaman bekerja bersama masyarakat di Semau ia terapkan sebagai bagian dari profesionalismenya di tempat kerjanya yang baru. “Saya beruntung ketika mahasiswa sudah sering ikut membantu dosen ke lapangan melakukan komunikasi dengan rakyat jelata, begitu juga pengalaman melakukan penelitian dengan masyarakat ternyata sangat bermanfaat bagi pekerjaan saya sekarang.. Bertho Wona, mahasiswa asal Flores tingkat akhir di Fakultas Pertanian UNDANA, sejak berkenalan dengan Pak Prijo lewat program penelitiannya, ia memutuskan menjadi pendamping masyarakat. “Dulu saya ingin jadi pegawai negeri, sekarang semua berubah ketika saya terjun langsung di masyarakat,” katanya. Kini ia bangga bisa keluar masuk desa dengan sepeda motor tua pinjaman dari Pak Prijo. Ia juga menjadi relawan pengangkut dan pendistribusi buku ke perpustakaan komunitas di Uiboa. Jacko , mahasiswa pertama yang meneliti di Semau, setelah lulus menjadi pendamping masyarakat dan membantu aktivitas di Yayasan Pandu Lestari. Kini ia mendapat pekerjaan di sebuah perkebunan di Kalimantan. Dwi Pujiyanto, Satu-satunya staf KEHATI yang ikut program Sekolah Lapang itu terpaksa dimintai tolong untuk menuliskan proses selama pelatihan, dan kemungkinan ia masih dapat melacak file-file laporan program Semau. Sekarang ia menjabat sebagai manajer khusus project The Tropical Forest Act untuk wilayah Sumatera. Sumino, aktvis pendamping masyarakat yang pada awal proagram membantu membuat rencana strategis di kelompok tani dan memfasilitasi pembentukan dan tata kelembagaan kelomnpok tani. Sumino akhirnya bersedia membantu evaluasi ini. Sepulang dari Semau melakukan evaluasi, ia bergabung menjadi relawan bencana Merapi di Jogjakarta. Laporannya diselesaikan ditengah keterlibatannya sebagai relawan Merapi. Puji Sumedi, meski tak intensif menangani program di P. Semau yang harus terhenti terkena badai Krismon, ia telah berupaya membuat jejaring dengan Pempov NTT untuk mengusulkan P. Semau sebagai model program Desa Mandiri Pangan. Ia juga berhasil mendapat kepercayaan sebagai jembatan penyambung program P. Semau dengan sebuah proyek GEF SGP di Jakarta untuk mendukung pelestarian lontar di P. Semau. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 159 Sulkan, sang perajin dan ahli kompor itu, partner Dr Prijo memodifikasi kompor, secara diam-diam memutuskan mengadu nasib di Kalimantan tanpa meninggalkan jejak kabar. Ia tak bisa dihubungi untuk menjadi narasumber dalam buku ini. Marthen, ketua kelompok Karya Nyata, setelah mengikuti Sekolah Lapang ia mampu mengidentifikasi serangan hama di tanaman jagungnya. Ia meracik sendiri pestisida alami dan berhasil menghentikan serangan itu. Tapi syaratnya, air racikan pestisidanya itu harus langsung dari air sumur dekat rumahnya. Hingga kini ia menunggu penjelasan ilmiah dari doses-dosen di UNDANA atas temuannya itu. Sefanya Tausbele, Kepala Desa Uiboa yang menjadi tokoh penggerak kelompok tani di desanya, mungkin satu-satunya kades yang berani mengeluarkan Perdes tentang larangan membuka hutan dan membersihkan ladang dengan cara bakar. Ia yakin setelah melihat Sekolah Lapang mengajarkan cara mengelola lahan dengan bahan seresah dan organik lainnya dapat menyuburkan tanah. Ia membangun rumah dan membuat tempat khusus membaca untuk sebuah perpustakaan bagi anak-anak di Desa Uiboa. Dominggus, setelah mengikuti program Sekolah Lapang dan praktek di lahannya yang luas selama satu musim tanam bersama keluarga besarnya, ia melanjutkan studi S1 di sebuah perguruan tinggi di Kupang. Selama masa pendidikannya, ia akan melimpahkan tugas ketua kelompok kepada adiknya. Di tengah kesibukan kuliahnya, ia mendatangi kami di hotel untuk sekedar berbagai cerita tentang kegiatannya di Sekolah Lapang bersama kelompoknya. Ny. Minggus, ia tidak aktif lagi di kebun, meski rumahnya menjadi tempat berkumpul para anggota kelompok Mekarsari. Ia setia menunggu suaminya Dominggus menuntut ilmu di Kupang. Jibraliman ,Christian, Jitron, Julius Liman, Melcuriman , Orpamuna, Juplina, Seniwati, anggota kelompok Mekar Sari berpendapat : kami hanya mau jalan kalau ada ketua kelompok kami. Mercy Raja, ia masih bingung karena ditinggal ketua kelompok kuliah di Kupang. Ia sendiri sebagai aparat desa sibuk mengurusi pengambilan beras raskin tiap bulan di Kupang. Rita, Ketua kelompok Gemilang yang cerewet itu masih tetap seperti sediakala, yaitu lebih banyak memotivasi kelompoknya dengan suaranya. Enceng dan Iwan, petani Jawa barat yang menjadi fasilitator selama enam bulan di P Semau, masih menekuni profesinya sebagai petani dan fasilitator di Sekolah Lapang Tani.I a masih sering menerima telpon dari para muridnya kelompok tani di Semau, dan terkadang diminta mengirim pulsa oleh mantan didikannya. Bapak dan Ibu Yevta, suami dan istri yang kompak, setelah pelatihan Sekolah Lapang, mereka hanya mempraktekkan sekali saja, seterusnya kembali menggunakan pupuk anorganik dan berhasil membudidayakan sayur dan buah semangka. “Kami mau tanam cepat saja, karena harus bayar sewa mesin pompa air untuk mengairi kebunnya,” katanya suatu ketika. Sheila Suharmono. Staf keuangan yang bolak-balik ke Kupang mentraining pengelolaan administrasi keuangan Yayasan Pandu Lestari, tergerak hatinya mendukung program Senyum Untuk Semau oleh koleganya karena terinspirasi kegigihan dan kerajinan anak-anak sekolah dasar yang berjalan kaki hingga empat jam menuju sekolah. Ia menyumbangkan dana untuk biaya pengiriman buku ke P Semau. Kini ia aktif di project TFCA di KEHATI. Antonius Ponco dan Zaenal, dari Kompas Gramedia Group yang bersimpati dengan perjuangan petani di P. Semau dan menyumbangkan 250 buku bacaan bagi pendidikan anak sekolah dan perpustakaan komunitas di Desa Uiboa. Joseph Hwang. Direktur PT.Gikoko Kogyo yang pernah mengunjungi Semau untuk suatu kerjasama, setelah gagal mewujudkan impiannya membuat insenerator di P. Semau, ia tak putus asa. Melalui jaringan kerja dan keuletannya ia berhasil mendapatkan proyek Clean Development Mechanism untuk pengelolaan sampah ramah lingkungan dan rendah karbon. Ia mendapatkan proyek di Bali pada tahun 2002, dan kemudian disusul proyek di Kalimantan Tengah. Kini melalui jaringan Yayasan KEHATI ia tengah menjajagi kemungkinan untuk pembangunan proyek serupa di Bengkalis. MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 160 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 161 MOZAIK - MOZAIK SEMAU I HAL 162