tidak ada tahanan politik?

Transcription

tidak ada tahanan politik?
 TIDAK ADA
TAHANAN
POLITIK?
Pembungkaman protes politik di Papua Barat
April 2013
daftar isi
Pengantar.............3
Ringkasan.................5
Pembungkaman aktivitas politik............6
Lebih dekat dengan para tahanan...........8
Di dalam dinding tahanan.............11
Pengabaian secara sengaja..............12
Polisi menangkap pendemo, Manokwari 2012
© JUBI
Pembela HAM dicap makar.......13
Pasal makar masih sering digunakan...14
Terima kasih kepada
Dari makar ke terror?..............16
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan
Hukum dan HAM di Papua, KontraS Papua,
ALDP, BUK, LP3BH, JAPH&HAM, KontraS,
Amnesty International, West Papua Media,
Andreas Harsono, Selwyn Moran dan
semua pekerja HAM dan individu yang
telah membantu dalam pembuatan
laporan ini namun memilih namanya
tidak dicantumkan
Terus menolak.......................................17
Rekomendasi..........................19
Lampiran 1: Para tahanan politik
sampai tanggal 31 Maret 2013.................20
Lampiran 2: Tinjauan kasus-kasus...............23
Catatan
Lampiran 3: Mendefinisikan
tahanan politik.........................26
Beberapa nama-nama dalam laporan ini
telah dikaburkan untuk melindungi
identitas, ditunjukkan dengan tanda*
Catatan..................27
2
pengantar
dari berbagai latar belakang yang berbeda, semuanya
memiliki cerita-cerita yang berbeda. Beberapa
telah berkampanye secara aktif demi kemerdekaan
dan telah dipenjara karena tindakan-tindakan
menyuarakan ekspresi politik secara damai. Beberapa
berada pada posisi tertuduh karena dianggap terlibat
dalam tindakan-tindakan kekerasan bernuansa politik
terhadap berbagai properti atau negara. Mereka yang
lain dikenal sebagai pemimpin politik atau hanyalah
orang-orang biasa pada tempat dan waktu yang salah.
*Herman dan teman-temannya memulai hari baru
di LP Wamena, daerah pegunungan tengah Papua
Barat. Mereka tidak tahu apakah mereka dapat makan
hari itu, dan merindukan kabar tentang keluargakeluarga mereka, yang tinggal jauh di gunung-gunung,
menghabiskan berjam-jam naik truk.
Ditangkap tanggal 20 November 2010 di Yalengga,
Kabupaten Jayawijaya, orang-orang yang hanya petani
biasa ini sedang berada dalam perjalanan dalam suatu
pemakaman. Mereka membawa bendera Bintang
Kejora yang dilarang itu1 – simbol kemerdekaan Papua
– sebagai penghormatan terhadap keyakinan politik
yang dimiliki oleh orang yang meninggal. Ditangkap
dan disiksa oleh pihak militer, orang-orang ini didakwa bersalah atas tindakan makar menurut Pasal
106 Hukum Pidana Indonesia, dan sekarang sedang
menjalani hukuman delapan tahun penjara. Tidak
memiliki biaya untuk membayar biaya-biaya hukum
atau biaya perjalanan para pengacara dari ibukota
provinsi, kesempatan untuk mengajukan permohonan
banding telah hilang. Kebebasan mereka kini terletak
di tangan Presiden Indonesia, yang dapat memberikan
grasi sesuai dengan kehendaknya.
Tetapi pemerintah
keberadaan mereka.
Indonesia
tidak
Mereka menaikkan
bendera, demonstrasi
dan protes. Kalau kita
analisa hal ini, kita dapat
lihat bahwa hal ini terjadi
karena ada masalah.
Markus Haluk, Aktivis Hak Asasi Manusia
Meskipun berbeda, mereka memiliki kesamaan
pengalaman, termasuk
penangkapan sewenangwenang,pemukulan,penyiksaan,pemaksaan pengakuan,
pelecehan, pengasingan dan pengabaian. Setiap tahanan
politik merepresentasikan suatu lingkaran besar dari
semua yang mendapat dampaknya, termasuk keluarga
mereka, mereka yang mempertahankan hak-hak mereka, dan masyarakat asli secara luas.
mengakui
Papua Barat adalah daerah yang sangat dipenuhi
oleh militer Indonesia dimana kegiatan politik selalu
dikriminalisasi dalam upaya menekan perjuangan
kemerdekaan. Pendekatan keamanan yang diterapkan
oleh pemerintah melahirkan berbagai penangkapan
dan hukuman terhadap akitivis politik Papua, yang
sering dihukum dengan hukuman-hukuman berat.
Tahanan politik Papua Barat adalah simbol dari
perjuangan politik yang sedang berlangsung dan
keenganan pemerintah Indonesia untuk mencari
suatu solusi politik. Sepanjang pendekatan keamanan
masih terus berlangsung, kebebasan berekspresi akan
terus dianggap tindakan kriminal. Hal ini menunjukkan
hambatan utama terhadap upaya untuk menyelesaikan
konflik secara damai, dimana pendekatan dialog tidak
mungkin dicapai jika ekspresi pendapat atau aspirasi
selalu berakhir dengan penangkapan.
Pemerintah Indonesia telah berulangkali menolak
adanya tahanan-tahanan politik tersebut dengan
mengatakan bahwa ‘tidak ada tahanan politik di
Papua Barat.’ Sementara, penangkapan dan hukuman
terhadap kegiatan politik terus saja berlangsung.
Suatu kelompok yang beraneka ragam terdiri dari para
tahanan politik Papua, laki-laki dan perempuan dan
Sebagai akibatnya, masalah tahanan politik Papua dapat
3
Para tahanan politik Papua Barat,
1987 © TAPOL
Papua Barat
Australia
Papua Nugini
Tentang
Papua Barat
dilihat sebagai barometer komitmen Indonesia untuk
mengakhiri pendekatan keamanan dan memenuhi
janji demokrasi.
Papua Barat adalah bagian barat dari pulau
New Guinea. Daerah tersebut berbatasan
dengan negara merdeka Papua Nugini dan
menjadi bagian dari Indonesia setelah proses yang cacat nilai yang dikenal dengan
‘Penentuan Pendapat Rakyat’ tahun 1969.
Banyak orang asli Papua terus saja menuntut hak mereka untuk menentukan nasib
sendiri dan merdeka.
Laporan ini menyoroti permasalahan yang memberi
dampak terhadap kebebasan berekspresi dan
berkumpul di Papua Barat.Laporan ini menampilkan analisis perkembangan-perkembangan dalam kebijakan
pemerintah dan prakteknya, dan menghadirkan
pengalaman-pengalaman dari para mantan tahanan
politik dan tahanan politik saat ini, serta mereka yang
mendapat akibat dari penahanan tersebut. Laporan ini
juga menampilkan data penangkapan kasus politik dan
tahanan politik tahun 2012, yang memberikan dasar
konkrit yang dapat digunakan untuk mengukur ruang
demokrasi di Papua Barat. Beberapa rekomendasi
penutup dimaksudkan untuk mendukung pemangku
kepentingan terkait dalam mengambil tindakan untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
Pemerintah Indonesia tidak mengakui hak
menentukan nasib sendiri rakyat Papua
Barat dan menganggap perjuangan mereka
sebagai tindakan kriminal, tanpa memperhitungkan cara-cara yang digunakan. Sebagai
akibatnya, sepanjang lima dekade terakhir,
ribuan orang Papua Barat telah ditangkap
secara sewenang-wenang karena tindakan
politik mereka.
Laporan ini didasarkan pada penelitian dan wawancara
yang dilakukan oleh TAPOL dan data dari ‘Orang Papua di Balik Jeruji’ yang merupakan kolaborasi
masyarakat sipil diawali oleh para anggota Koalisi
Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukam dan HAM
di Papua.2 Data menyangkut penangkapan terkait
kasus-kasus politik yang dihimpun dari laporanlaporan yang disediakan oleh para pengacara dan
LSM, laporan penyelidikan polisi, dokumen-dokumen
pemerintah, informasi yang diberikan oleh para aktivis
secara pribadi, dan media online dalam bahasa Inggris
dan Indonesia, dari sumber-sumber lokal, nasional dan
internasional. Pemeriksaan silang dilakukan terhadap
semua informasi dengan pihak-pihak tertentu dalam
masalah-masalah terkait. TAPOL sendiri melakukan
14 wawancara dengan mantan tahanan politik, para
anggota keluarganya dan para pembela hak-hak asasi
manusia antara bulan Januari 2012 dan Februari 2013.
Papua Barat lebih dahulu dikenal dengan
Nugini Barat, Irian Barat dan Irian Jaya. Tahun 2003, daerah tersebut dibagi menjadi
dua propinsi, Papua dan Papua Barat oleh
pemerintah Indonesia. Namun, bagi rakyat
Papua kedua propinsi tersebut biasanya
disebut sebagai Papua Barat. Hal ini dikarenakan kesamaan identitas, sejarah dan budaya demikian juga oleh rasa kebersamaan
dalam satu pulau Nugini dan ikatan yang
sama dengan etnis Papua yang ada di sebelah timur dari pulau tersebut.TAPOL menggunakan nama Papua Barat sesuai dengan
penggunaan nama tersebut secara luas.
4
ringkasan
Menurut data yang dihimpun oleh proyek Orang
Papua di Balik Jeruji, setidaknya terdapat 403 orang
tahanan politik di Papua Barat sampai dengan tanggal
31 Maret 2013 (lihat Lampiran 1). Tabel data terkini
dipublikasikan setiap bulan oleh ‘Orang Papua di
Balik Jeruji.’ 4
terhadap akitivis-aktivis politik.Bahasa yang digunakan
oleh polisi dan pemakaian satuan anti-terror
Detasmen Khusus 88 dalam penangkapan bernuansa
politik menandakan perubahan terhadap penggunaan
wacana ‘teror’ dalam kaitannya dengan gerakangerakan yang mendukung kemerdekaan di Papua Barat.
Sepanjang tahun 2012 terjadi lebih dari 200 penangkapan bernuansa politik di wilayah tersebut,
dan lusinan anggota KNPB (Komite Nasional
Papua Barat)5 menjadi target penangkapan. Jumlah
perempuan yang ditangkap cukup berarti.
Mereka yang membela hak-hak para tahanan
politik menjadi sasaran penangkapan, intimidasi dan
pelecehan.
Keadaan kesehatan dari beberapa tahanan politik
semakin memburuk dan menjadi perhatian utama,
sementara para otoritas penjara tidak mampu atau
tidak ingin memberikan layanan terhadap kondisi
kesehatan serius, bahkan hanya untuk layanan kesehatan biasa.
Banyak penangkapan bernuansa politik dilaporkan
mengalami penyiksaan atau perlakuan buruk dan
pemaksaan pengakuan Sejumlah aktivis ditembak
saat mereka dinyatakan menolak untuk ditangkap
dan beberapa diantara mereka dilakukan secara fatal.
Ada beberapa perkembangan positif dalam kaitannya
dengan penahanan yang menandai perubahan menuju
hukuman yang lebih ringan dalam kasus-kasus makar,
paling tidak di Jayapura, ibukota provinsi Papua.
Undang-undang makar terus digunakan untuk
menghukum kebebasan berekspresi, dan UU Darurat
Nomor 12 tahun 1951 tentang kepemilikan senjata,
amunisi dan bahan peledak lebih sering digunakan
Demonstrasi KNPB © West
Papua Media
5
pembungkaman
aktivitas politik
Selama tahun 2012, Orang Papua di Balik Jeruji
mencatat terdapat 210 penangkapan bernuansa
politik6 di Papua Barat, dalam 28 peristiwa berbeda.
Jumlah sebenarnya mungkin saja lebih besar dimana
beberapa penangkapan terjadi tanpa dilaporkan,
atau tidak dapat dikonfirmasi. Banyak dari
penangkapan ini tidak dilanjutkan dengan proses
pengadilan. Namun demikian, data penangkapan
tersebut mengindikasikan pola pencarian sasaran
dan pelecehan yang sedang dilakukan untuk
membatasi kebebasan berekspresi dan berkumpul
di Papua Barat.
Rincian tuntutan/tuduhan
terhadap tahanan politik
tahun 2012
Dari 210 penangkapan yang terjadi, lebih dari
separuhnya terjadi pada saat demonstrasi (109),
dan penangkapan-penangkapan yang dilakukan pada
saat demonstrasi tersebut paling banyak dilakukan
terhadap para anggota KNPB (60). Ada delapan
kasus penangkapan masal7 pada saat demonstrasi
di tempat-tempat di seluruh Papua Barat, termasuk
tindakan protes yang dilakukan terhadap UP4B,8
protest anti-AIDS, kegiatan pengumpulan dana di
jalanan untuk membantu para tahanan politik yang
sakit, beberapa demonstrasi KNPB, pengibaran
bendera dimana perlindungan terhadap hakhak asasi manusia dituntut, dan perayaan Hari
Masyarakat Adat Sedunia PBB.
Setelah kami ditangkap,
kami semua kehilangan
kontak. Orang Papua
menjadi trauma oleh
penangkapanpenangkapan yang
dilakukan dengan
alasan makar.
Dari mereka yang tertangkap, 134 orang dilepaskan
tanpa proses peradilan (64%), 45 orang dilaporkan
melalui proses peradilan (22%), dan nasib dari
mereka yang tersisa masih tidak diketahui. Dari 45
orang yang diadili, kasus yang paling banyak mereka
hadapi adalah makar menurut Pasal 106 KUHP dan
menimpa 20 orang diantaranya.9
Penyiksaan atau perlakuan buruk dalam penangkapan
dan dalam penahanan dilaporkan terjadi dalam 28
penangkapan bernuansa politik.10 Dilaporkan juga
*Yance, mantan tahanan politik*
6
telah terjadi tujuh kasus pemaksaan pembuatan
pengakuan.11
Sedikitnya tiga aktivis politik dan seorang pimpinan
Organisasi Papua Merdeka (OPM) ditembak oleh
polisi karena diduga menolak untuk ditangkap.
Pada kasus Mako Tabuni12 dan Hubertus Mabel,13
penembakannya dilakukan secara fatal. Dani Kogoya
luka tembak di kakinya sehingga harus diamputasi,14
dan Natalius Alua dilaporkan dalam keadaan koma
sesudah penembakan.
Sejumlah penangkapan kasus politik tahun 2012
juga menimpa perempuan. Pada kasus-kasus
dimana terdapat laporan penangkapan berdasarkan
jenis kelamin, 9% adalah perempuan. Data ini
memperlihatkan proporsi yang berarti, lebih khusus
ditinjau oleh kenyataan bahwa perempuan sendiri
menambah 5% jumlah orang dewasa yang ditahan
di Papua Barat.15
Semua perempuan yang ditahan dibebaskan tanpa
tuntutan, kecuali untuk kasus Wioge/Natalia Kosay
yang ditangkap terkait kasus bahan peledak di
Wamena tanggal 29 September 2012,16 dan Anike
Kogoya, yang didakwa bersama dengan lima aktivis
KNPB yang diajukan sebagai tersangka karena
menyimpan amunisi.17
Pemakaman Mako
Tabuni
© KNPB
News
Megawati Papua
mengunjungi saya. Makanan dan minuman
yang disediakan kotor, sehingga keluarga
membawa makanan dan minuman untuk saya.
Ada banyak surat dari Amnesty Internasional,
dan kami mengetahui bahwa hal tersebut adalah
dukungan yang luar biasa, agar para pihak di luar
agar mengetahui kondisi kami.
Saya memiliki dua orang anak, keduanya
perempuan, 7 tahun dan 1 tahun yang masih
menyusui. Saya hanya memikirkan anakanak saya. Saya tidak dapat makan karena
harus memikirkan anak-anak saya. Saya tidak
memikirkan suami saya, hanya anak-anak saya!
Saya trauma, bahkan jika sekarang ada
orang mengajak membuat kegiatan di Papua,
saya akan mengatakan: Kalian majulah.
Waktu saya telah usai. Sisa hidup saya adalah
untuk anak-anak saya sekarang. Ketika saya
di penjara, anak-anak saya seperti anak
jalanan. Anak-anak saya juga menderita di
dunia pendidikan. Situasi sangat tidak stabil
untuk mereka, pendidikan mereka terlambat
setahun. Hal ini sangat sulit pada saat itu... tetapi
menjadi semakin mudah dari waktu ke waktu.
Suami saya, keluarga dan teman-teman
Kepala penjara ketakutan pada saya dan saya
ditunjuk sebagai kepala tahanan. Saya adalah
suster, dan saya memberi mereka obatobatan dan membawa mereka ke rumah sakit.
Mereka menyebut saya “Megawati Papua”!
Anak-anak saya merasakannya. Kadangkadang saya khawatir terhadap mereka. Salah
seorang anak saya suatu ketika menolak untuk
menghormati bendera Indonesia, dan saya
takut. *Yogote
7
lebih dekat
dengan para tahanan
catatan para aktivis sebagaimana disampaikan oleh
pengacaranya, Alfret Marsyom ditutup matanya,
dipukuli dan dipaksa membuat pengakuan bahwa
dia telah membuat panah secara tradisional. Paulus
Marsyom diancam akan ditikam dengan sebuah
panah apabila ia tidak mengakui dan Yantho Awerkion
dipukuli dan ditusuk matanya dengan tongkat sapu
ijuk. Yakonius Womsiwor dipukuli, ditutupi matanya,
diborgol dan dipaksa masuk ke dalam sebuah kotak,
dipukul dengan pistol dan diancam dibunuh jika ia
tidak mengakui. Sampai saat penulisan ini, proses
peradilan mereka masih berlangsung. 19
Apotnalogolik Lokobal © Pribadi
Filep Karma masih terus menjalani hukuman 15 tahun
penjara sebagai akibat tindakannya mengorganisir suatu
peristiwa dimana bendera Bintang Kejora dikibarkan
pada tahun 2004.20 Tahun 2012 dia bergabung dengan
tahanan lainnya, Darius Kogoya dan Timur Wakerkwa,
di LP Abepura. Keduanya ditangkap pada 1 Mei
2012 karena mengibarkan bendera Bintang Kejora
dalam suatu demonstrasi di Waena yang menuntut
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. 21 Darius
dihukum tiga tahun penjara, sedangkan Timur dihukum
dua setengah tahun penjara;22 mereka diharapkan
dapat dibebaskan paling cepat pada tahun 2014.
Bagian ini berisi cerita-cerita dari beberapa tahanan
saat ini dan mantan tahanan politik orang Papua serta
keluarganya. Untuk membaca semua kasus politik
di mana orang Papua saat ini sedang mendapatkan
hukuman atau sedang disidang, lihat Lampiran 2.
Tahun 2003, Apotnalogolik Lokobal ditangkap setelah
diduga membobol gudang senjata Kodim Jayawijaya.
Seperti banyak tahanan politik Papua, dia disiksa
secara kejam, diborgol dan ditendang hingga pingsan
saat ditangkap oleh sepuluh anggota Kopassus, yang
memaksanya menandatangani suatu pengakuan.
Dia kemudian disiksa kembali oleh anggota Brimob.
Ditendang hingga pingsan, disumbat mulutnya dengan
sebuah botol dan ketiak, lutut, dan alat kelaminnya
dibakar dengan punting rokok.18 Apotnalogolik saat
ini sedang dipenjara di Biak, dan seperti tahanan politik
lainnya, kondisi kesehatannya buruk. Menurut surat
dengan tulisan tangan yang gemetar diterima oleh
TAPOL, dalam bulan January 2012 dia menderita
reumatik, punggung dan lutut yang membengkak, dan
‘masih berjalan bertatih-tatih.’
*Matius memiliki pendidikan yang sangat baik, tetapi
ia tidak memiliki pekerjaan. Sejak keluar dari penjara,
setiap upaya yang dilakukannya untuk memperoleh
pekerjaan selalu dihalangi. Dia mengatakan bahwa jika
Hampir sepuluh tahun kemudian ketika enam aktivis
KNPB ditangkap di Timika setelah menjadi tersangka
kepemilikan panah dan bom ikan, metode penyelidikan
aparat keamanan tidak pernah meningkat. Menurut
Yakonius Womsiwor © Pribadi
8
setelah ia ditangkap. Istrinya tidak mengunjunginya
di penjara, karena nampaknya tidak aman baginya.
Ia menceritakan bahwa setelah beberapa waktu,
ia mendengar kabar bahwa istrinya telah dibawa
lari orang lain. Katanya dengan sinis “Mungkin anda
bisa katakan saya jadi bujang kembali.”24 Menurut
wawancara Human Rights Watch dengan mantan
tahanan di Biak, tahun-tahun panjang masa penahanan
dan tindakan sewenang-wenang oleh pemerintah telah
mengorbankan banyak dari keluarga dan perkawinan
mereka.25
Tidak hanya orang yang
menaikkan bendera
ditangkap, tapi juga yang
punya gambar bendera
Bintang Kejora, bahkan
mama-mama yang bikin
noken dengan motif
bendera Bintang Kejora
dilihat sebagai tindakan
makar.
Anak-anak dari para tahanan politik terkadang berada
dalam derita pengalaman-pengalaman yang buruk
pada saat atau setelah penangkapan orang tua mereka.
Pekerja HAM, Jaringan Advokasi untuk Penegakan
Ayah Yane telah lima kali ditahan karena aktivitas
politiknya. Sebagai akibatnya dia tumbuh besar hampir
tanpa didampingi ayahnya. Seperti sebuah video yang
dibuat oleh ayahnya dan dipublikasikan oleh Al Jazeera,
ketika Yane masih remaja, dia diculik dalam perjalanan
pulang dari universitas, dibius dan disiksa oleh orangorang yang mengancam akan membunuhnya kalau
orang tuanya tetap melanjutkan kegiatan politik.26
Setelah penculikan itu, dia bersembunyi untuk
beberapa saat.Walaupun dengan intimidasi itu, ayahnya
tetap melanjutkan kegiatan politiknya.Ayahnya saat ini
berada kembali dalam penjara dan menjalani masa
hukuman tahanan tiga tahun untuk tindakan makar. 27
Hukum dan HAM
ia ingin menjadi seorang pegawai negeri sipil (jenis
pekerjaan utama bagi masyarakat asli Papua), hal
tersebut tidaklah mungkin. Untuk menjadi pengajar
di suatu universitas tidak mungkin diijinkan. Untuk
bekerja di tengah masyarakat dalam kegiatan tertentu,
seperti membuka kios begitu susah untuknya.
“Kami hanya ingin sebuah kios,” katanya, “kalau
mendapatkan berkat lebih, mungkin sebuah toko.”23
Namun demikian, sejak dibebaskan, dia secara terusmenerus dilecehkan oleh agen intelijen negara. Bagi
banyak tahanan politik, masa depan pekerjaan bagi
mereka setelah bebas menjadi suram, sebagaimana
hampir semua kesempatan kerja untuk orang Papua
disediakan oleh institusi pemerintah.
Kesulitan ekonomi yang menempatkan tulang
punggung perekonomian keluarga dalam penjara dapat
merusak kesempatan pendidikan dan ekonomi dari
anak-anak para tahanan politik yang akan membawa
pengaruh besar sampai akhir hayat hidup mereka.
Ditandai oleh stigma politik yang melekat pada orang
*Tarius adalah seorang petani dari wilayah Pegunungan
Tengah Papua dan telah menikah selama dua tahun
Kami luar biasa menderita
Saat itu adalah waktu yang sangat berat.
Ketika mereka datang, tidak terjadi apaapa untuk sementara, tetapi kemudian ia
ditangkap lagi. Saya sudah terbiasa, jadi saya
tahu bahwa saya tidak perlu khawatir tentang
dia. Tetapi saya kemudian sakit malaria yang
sangat parah. Saya harus menjual semua baju
dan selimut dan ketika saya sakit saya tidak
punya uang untuk beli obat – sangat mahal
di sini. Ketika dia dipenjara, tidak ada orang
yang datang.
Ketika dia keluar dari penjara, kawankawannya sudah mulai datang lagi. Kami
terbiasa berbicara lewat telepon,ia meminjam
telepon dan menelepon saya. Saya terbiasa
menyatakan padanya bahwa semua baikbaik saja, meskipun sebenarnya tidak. Saya
tidak ingin dia khawatir kepada saya. Kami
luar biasa menderita. Silahkan sebarluaskan
informasi ini, tapi dengan nama lain. Karena
mereka akan datang dan mencari saya.
*Mina, isteri seorang mantan tahanan politik
9
tua mereka, maka masa depan pernikahan anak-anak
mereka juga mendapat pengaruh.
pelajar, petani dan para intelektual Papua untuk
melanjutkan kegiatan politiknya.
Beberapa mantan tahanan politik menyebutkan
pentingnya tindakan solidaritas buat mereka. Ketika
Jhon* menceritakan tentang masa-masa ketika dia
berada dalam tahanan, ia menggambarkannya dengan
rasa bangga karena menerima 417 surat melalui
Amnesty Internasional. Ia menambahkan tahanan
politik lainnya yang ditahan bersamanya menerima
masing-masing 400, 500 dan 300 surat, dan dia
menyatakan, “masyarakat internasional mendukung
kami, dan ini membangkitkan semangat kami.”
Ada stigma terhadap
anak-anak ini. Misalnya
anak dari *Wetius berwajah
cantik, tetapi ketika
para pria mengetahui
bahwa ia adalah anak
perempuannya... tidak bisa!
Jika kamu kawin dengan
keluarga seperti itu, kamu
tidak bisa terjun lebih jauh
dalam politik lokal, menjadi
pegawai negeri, polisi
atau mendapat bantuan
pemerintah – kamu tidak
akan lolos ujian pertama.”
Meskipun para tahanan politik memiliki banyak
pengalaman yang sama, akibat yang diterima dari
pengalaman-pengalaman tersebut berbeda-beda.
Beberapa tahanan politik bersama keluarga mereka
menarik diri dari kehidupan politik setelah ditahan,
karena mempertimbangkan akibat yang diterima
keluarga mereka. Yang lainnya tetap tegar meskipun
berada dalam masa penahanan yang panjang dan
selanjutnya membuat tindakan-tindakan yang akan
berakibat terhadap penangkapan berikut.
Apapun akibat yang diterima setiap tahanan politik
secara indivual, penangkapan dan penahanan mereka
nampaknya tidak menghalangi generasi baru pemuda,
*Ruth, jurnalis lokal
Mereka mengambil bapak saya
Mereka tidak datang pada siang hari tetapi pada
tengah malam. Salah seorang yang manangkapnya
adalah militer. Mereka mulai berteriak-teriak,
menebang pohon pisang dan kayu. Mereka
datang ke honai (rumah tradisional) dimana
kami tidur. Mereka meminta kami untuk turun,
masuk dan mulai mencari. Ketika kami menunduk
untuk keluar dari pintu yang rendah, mereka
mulai menendang kami keluar pintu dan terus
menerus menendang kami. Seorang laki-laki tua
bersembunyi di atas langit-langit tempat tidur
dan mereka menemukannya dengan obor dan
memukulnya dengan popor senapan.Mereka
membuat ayah terjatuh di depan.. dan menembak
di sekitar tubuhnya. Seorang laki-laki berlari dan
meskipun mereka dapat menembaknya, dia
terus melarikan diri dengan susah payah. Melihat
orang tersebut melarikan diri, seseorang lainnya
berusaha melarikan diri juga, tetapi dia memanjat
pagar dan mereka menembaknya. Dia meninggal
dunia. Saya pikir kami semua akan mati. Saya lari
ke ayah saya dan berusaha memeluknya, tetapi
mereka menendang saya dan menyuruh saya
untuk meninggalkannya. Saya menangis sepanjang
waktu. Mereka mengambil ayah saya dan saya
tidak mengikutinya… Dia dipenjara dan tidak
ada uang untuk.. Tidak seseorangpun menolong
kami setelah itu, atau memberikan tanah untuk
pertanian kepada kami.
*Saul
10
di dalam
dinding tahanan
Ada banyak masalah dalam penjara di Indonesia,
seperti kelebihan kapasitas para tahanan dan harus
tinggal lebih lama karena macetnya pengurusan
administrasi, ditambah pula kondisi penjara yang
buruk. Seperti penjara lainnya, penjara di Papua Barat
memiliki persoalan yang sama, misalnya penjara
Abepura, Fak-Fak, Manokwari, Sorong dan Merauke
memiliki kelebihan jumlah tahanan dari kapasitas
penjara. 28 Di penjara Abepura dimana sekitar 10
tahanan politik ditahan, sekarang sudah melebihi
141% dari kapasitas penjara, dan telah terlihat banyak
kerusuhan akibat kondisi yang buruk dan perlakuan
kejam terhadap sesama tahanan.
Para
tahanan di
LP Abepura
© Pribadi
Menurut para pengacara HAM yang ada di Jayapura,
penjara-penjara yang ada di Papua Barat mengalami
masalah kekurangan air bersih, kurangnya fasilitas
medis, kesombongan para sipir, dan penggunaan
kekerasan di dalam penjara. 29
Para tahanan politik di Papua Barat mungkin yang
lebih mudah mendapat tindakan kekerasan dan
diskriminasi. Kepala delegasi ICRC Indonesia mencatat
resiko seperti ini pada tahun 2009, ketika dia dipaksa
meninggalkan Papua Barat dengan mengatakan,
“Orang-orang yang dituduh melakukan kejahatan
yang lalu dikatakan makar, atau tindakan perlawanan
dapat saja beresiko mendapat tindakan diskriminasi.”30
Sementara pemerintah tetap menekankan bahwa
tahanan politik hanyalah para pelaku kejahatan biasa,
namun pada kenyataannya mereka diperlakukan
sangat berbeda dalam sistem penjara. Menurut laporan
tahunan para pengacara Aliansi Demokrasi untuk
Papua (ALDP) yang berbasis di Jayapura perbedaan ini
“dapat dilihat pada perbedaan dalam waktu kunjungan,
pihak-pihak yang diijinkan mengunjungi, sampai pada
ijin tertentu dari otoritaas tertentu.” Selanjutnya, para
tahanan tidak dihiraukan “hak-hak yang semestinya
diberikan oleh suatu lembaga pemasyarakatan dan
kanwil hukum dan HAM.”31
Tidak mungkin tidur
pulas di sini. Kalau
sesuatu buruk terjadi,
seharusnya saya bisa
gerak cepat”
*Yan Pieter, tahanan politik
11
pengabaian secara
sengaja
Selama tahun 2012, para tahanan politik Papua
mengalami rangkaian gangguan kesehatan baik
gangguan serius maupun ringan. Pemerintah hampir
secara total gagal memenuhi kewajibannya merawat
para tahanan ini. Filep Karma kembali menderita sakit,
dan akhirnya diberikan ijin ke Jakarta untuk mendapat
penanganan medis.32 Kimanus Wenda menderita sakit
di bagian perut yang akhirnya didiagnosa menderita
hernia. 33 Jafrai Murib yang baru berumur 19 tahun
ketika ditangkap,34 menderita stroke di tahun 2011
dan tidak mendapat penanganan dini, sehingga akan
sangat sulit sembuh bagi penderita stroke.35
Akhirnya dana dihimpun oleh kelompok-kelompok
solidaritas daerah, nasional dan internasional untuk
menanggulangi biaya-biaya operasi.38
Para tahanan politik yang mengalami masalah
kesehatan ringan juga membutuhkan dukungan LSMLSM lokal dan koordinasi intensif dengan LP dan
pihak berwenang rumah sakit untuk mendapatkan
pengobatan. Permasalahan yang dihadapi meliputi
penolakan daripihak berwenang LP untuk membayar
biaya perawatan medis, dan kesulitan mendapatkan
ijin untuk mendapatkan pengobatan. Khususnya di LP
Abepura, sebuah LSM melaporkan bahwa hanya ada
satu kendaraan yang digunakan untuk memindahkan
para tahanan. Kendaraan ini sering rusak, sehingga
LSM sering menariknya untuk dibawa ke bengkel dan
membayarnya untuk diperbaiki demi mengamankan
akses perawatan kesehatan bagi para tahanan politik.39
Beberapa penjara mulai menyatakan bahwa mereka
tidak sanggup membayar biaya operasi bagi Kimanus
Wenda atau fisioterapi bagi Jefrai Murib, meskipun ini
adalah kewajiban mereka. Di Wamena, Kanius Murib,
yang dihukum bersama Kimanus dan Jafrai pada
tahun 2003, meninggal pada bulan Desember 2012.
Kesehatan fisik dan mentalnya memburuk untuk
beberapa waktu.36 Upaya dukungan pengumpulan dana
bagi para tahanan yang sakit, berakibat penangkapan
lain pada bulan Juli 2012. Sebanyak 15 orang ditahan
karena menjalankan pengumpulan dana di jalan raya.37
ALDP melaporkan beberapa perkembangan dalam
memperoleh akses terhadap perawatan kesehatan
kepada tahanan tahun 2012 dimana para petugas
LP dan kanwil hukum dan HAM dilaporkan lebih
kooperatif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.40
Jefrai
Murib
© Pribadi
12
pembela HAM
dicap makar
Satu dari masalah-masalah yang menghambat
masyarakat sipil dalam mengatasi secara baik
pembatasan terhadap kebebasan berekspresi di
Papua Barat adalah stigma ‘separatis’ dan ‘makar’ yang
telah ada dalam segala jenis kegiatan politik. Stigma
ini diberikan tidak hanya kepada aktivis politik, para
tahanan dan orang asli Papua secara umum, tetapi
juga kepada mereka yang berusaha membela hakhak mereka.
masyarakat sipil untuk bertindak dalam perannya
meminta tanggung jawab pemerintah. Sebagaimana
seorang pengacara dari LP3BH menjelaskan,“Dalam
kasus-kasus ketidakadilan dalam isu-isu ekonomi,
sosial, kesehatan yang harus ditangani pada tingkat
nasional, orang-orang takut untuk mengatakan
apapun karena takut mereka dicap melakukan
perlawanan menentang pemerintah, negara. Dengan
begitu fungsi mengontrol tindakan tidak adil
pemerintah menjadi sangat terbatas.”44
Para pengacara yang bekerja dalam kasus-kasus
politik melaporkan bahwa stigma ‘makar’ dan
‘separatis’ yang diberikan kepada klien mereka
biasanya juga diberikan kepada mereka sendiri.
Resiko mendapatkan cap sebagai separatis berbahaya
untuk para pengacara sehingga para pengacara
di Papua Barat, bekerja sama dalam kasus-kasus
politik, menggunakan prinsip ‘aman dalam jumlah.’
Meskipun strategi ini dipakai, mereka masih belum
aman. Misalnya, pengacara Gustav Kawer diancam
akan diproses hukum ketika sedang menjalankan
pembelaan lima orang terdakwa makar pada awal
tahun 2012.41
Gustav
Kawer,
pengacara
Papua
© Jubi
Stigma makar juga diberikan kepada para pengacara
HAM oleh pegawai dan pimpinan Lembaga
Pemasyarakatan (LP). Menurut LSM setempat,
KontraS Papua, cenderung membatasi akses
mereka kepada para tahanan politik, dan bertindak
kasar terhadap para pengacara ketika mereka
mencoba meberikan bantuan advokasi atas nama
klien mereka.42 Dalam laporan tahunannya, ALDP
menyatakan bahwa “ada perbedaan jelas antara
sikap para sipir penjara kepada para pengacara di
satu pihak dan para jaksa dan staf mereka di lain
pihak... hal ini dilakukan tanpa mempedulikan
kenyataan bahwa kami juga adalah bagian dari sistem
penegakan hukum.”43
Jika kami sedang
menangani kasus-kasus
makar dan membela
mereka, kami dicap dan
mereka sering bilang kami
juga makar
Pengacara, Komisi Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan
(KontraS) Papua
Dinamika yang berlangsung ini merusak kemampuan
13
pasal makar
masih sering
digunakan
Kendati kampanye yang dilakukan secara luas untuk
membatalkan undang-undang makar pada tingkat
lokal, nasional and internasional,45 pasal 106 KUHP
(lihat ke kanan) masih terus digunakan secara luas
di Papua Barat.
Undang-Undang tersebut dipandang oleh para
pengacara di Papua Barat dan daerah-daerah lain
di Indonesia sebagai peraturan perundangan yang
telah kadaluwarsa, bekas peninggalan pemerintah
Belanda yang dahulu digunakan untuk menekan para
Dari 20 orang yang dijatuhi hukuman menurut Pasal
106 selama tahun 2012, semua kegiatan yang diduga
dilakukan dan konteks penangkapannya sangat
bervariasi, mulai dari laporan membawa dokumen
KNPB dan OPM sampai kepada mengatur perayaan
hari Masyarakat Adat Sedunia PBB, mengibarkan
bendera Bintang Kejora, dan kecurigaan keterlibatan
dalam kamp pelatihan Tentara Pembebasan Nasional
(TPN). Bervariasinya kegiatan yang dituduhkan
menurut Pasal 106 menunjukkan bagaimana sifat
‘karet’ dari peraturan ini dan inilah satu alasan
mengapa pihak yang berkampanye mengatakan
bahwa undang-undang tersebut perlu dirubah atau
dicabut.47
Pasal 106
Pasal 106 Hukum Pidana Indonesia tertulis:
“Makar dengan maksud supaya seluruh atau
sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dan wilayah
negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara
paling lama dua puluh tahun.”46
Rincian semua tuduhan
dalam kasus makar 2012
Pasal makar benar-benar
dimanipulasi. Dari semua
media yang ada mereka katakan kami adalah
pelaku dari kejahatan
tersebut. Mereka tidak
dapat membuktikannya
sehingga mereka gunakan
tuduhan makar.
*Jhon, mantan tahanan politik
14
penjuang nasional Indonesia dan saat ini tidak lagi cocok
digunakan dalam suatu demokrasi modern.48
tahun yang diberlakukan antara tahun 2003/2004.51
Meskipun demikian, sepertinya kemenangan ini tidak
menjadi jaminan di mana hakim di Papua Barat sering
gagal dalam mempertimbangkan jurisprudensi untuk
menghukum,52 dan penghukuman di daerah terpencil
– dimana perhatian media juga minim – biasanya
lebih berat.
Ada juga keprihatinan bahwa undang-undang makar
tersebut masih digunakan secara diskriminatif. Di
bulan Januari 2012 ada seorang komentator yang
menulis untuk sebuah blog kebijakan luar negeri
yang mencatat bahwa pemerintah Indonesia terus
melakukan diskriminasi terhadap orang Papua
dalam pendekatan terhadap kebebasan berbicara,
seperti ditulis “Kebebasan berbicara bagi orang
Papua nampaknya tidak sejauh untuk menyampaikan
keinginan mereka untuk suatu negara merdeka,
meskipun sentimen seperti itu telah lebih terbuka
diekspresikan oleh masyarakat Indonesia di daerah
lain tanpa mengundang reaksi polisi cepat.” Ia
memberikan contoh SultanYogyakarta dan ancaman
yang diberikan oleh orang Hindu Bali untuk lepas
dari republik ini menanggapi kontroversi undangundang pornografi.49
Tujuan utama
menggunakan pasal ini
adalah menghentikan
orang berbicara keadilan.
Persoalannya adalah
perbedaan pemahaman
kita tentang sejarah,
dan hal ini harus
ditampilkan serta
ditangani secara baik.
Pada tahun 2012, ada beberapa perkembangan
penting menyangkut pemberian hukuman menurut
undang-undang ini. Dua kasus makar mendapatkan
hukuman tiga tahun dari Pengadilan Negeri Jayapura
tahun 2012,50 dibandingkan dengan hukuman 15
Pengacara, Lembaga Penelitian,
Pengkajian dan Pengembangan
Bantuan Hukum, Manokwari
Seorang anak
perempuan
Papua © West
Papua Media
15
dari makar
ke teror?
Kerangka hukum yang dominan untuk menanggapi
‘separatisme’ di Papua Barat (dan daerah lain di
Indonesia) selama bertahun-tahun adalah pasal
makar, sebelumnya ditambah pula dengan ketentuanketentuan lese majeste dan ‘menanamkan kebencian’
dalam Hukum Pidana Indonesia yang telah lama tidak
digunakan lagi.53
minggu sebelumnya61 berakhir dengan penembakan
oleh Densus 88 kepada mereka, ketimbang ditahan
dan diadili.62 Hal yang sama terjadi pada pimpinan
KNPB Mako Tabuni, yang ditembak mati bulan Juni
2012 yang diduga dilakukan oleh Densus 88.63
Walaupun penggunaan Detasmen Khusus 88 antiteror di Papua Barat pertama kali dilaporkan pada
bulan Juli 2009, selama tahun 2012 kehadiran mereka
dilaporkan meningkat sebagai elemen yang sering
digunakan sebagai kekuatan keamanan menanggapi
kegiatan politik di wilayah itu. Perkembangan ini
telah memicu ketakutan terhadap meningkatnya
pelanggaran hak asasi manusia, mengingat catatan
buruk dari unit ini dalam operasi yang dilakukannya
di Indonesia.54 Ada keprihatinan juga bahwa
pergeseran ini memperlihatkan perubahan paradigma
kekhawatiran bagaimana pemerintah Indonesia
menangani kegiatan politik di wilayah tersebut.
Densus 88
dalam proses
melakukan
penangkapan
di Papua Barat
© Jubi
Mantan pimpinan Detasemen Khusus 88 yang dikenal
secara lokal dengan ‘Densus 88,’ ditunjuk menjadi
Kepala Kepolisian Daerah Papua pada September
2012.55
Beberapa minggu kemudian terjadi
gelombang penangkapan yang diarahkan kepada
para anggota KNPB di berbagai tempat, yang lebih
dikenal sebagai operasi lintas Papua. Penangkapanpenangkapan tersebut sering diberitakan melibatkan
pasukan Densus 88 terjadi pertama kali di Wamena
pada bulan September,56 kemudian lebih banyak
di Jayapura,57 Timika,58 dan Biak59 dan pada
bulan Oktober, dan kembali lagi di Wamena pada
bulan Desember.60 Para terdakwa dituduh dengan
kepemilikan senjata, amunisi dan bahan peledak.
Meskipun undang-undang anti-terror belum
digunakan di Papua Barat,64 setelah rangkaian
penangkapan pertama di Wamena beberapa
pengamat mengeluhkan bahwa jika saja mereka yang
ditahan adalah Muslim, mereka sudah pasti akan
didakwa dengan terorisme.65 Polisi menyatakan
bahwa mereka mempertimbangkan tuduhan teror
pada saat itu,66 namun pada akhirnya banyak aktivis
ditangkap tahun 2012, sebagaimana terjadi pada kasus
Wamena, dimana mereka adalah pihak pertama yang
didakwa dengan Undang-Undang Darurat Indonesia
Nomor 12 tahun 1951. Undang-Undang ini meliputi
aturan tentang kepemilikan senjata,amunisi dan bahan
peledak dan mengharuskan hukuman yang berat.67
Perkembangan-perkembangan ini dilihat oleh para
aktivis lokal sebagai tren baru yang menandai bahwa
pendekatan keamanan di Papua Barat mungkin akan
mengarah pada wacana ‘perang terhadap teror.’68
Dalam satu peristiwa di Wamena penangkapan
terhadap dua aktivis di Kurulu, dimana salah satu
dari mereka telah diwawancarai oleh Al Jazeera
untuk program dokumenter People and Power dua
16
terus menolak
Kendati sudah banyak indikasi bahwa beberapa
elemen dalam pemerintah Indonesia tengah bekerja
untuk mencari cara untuk mengembangkan isu
tersebut, namun selama tahun 2012 pemerintah
tetap pada posisinya mengatakan bahwa tidak ada
tahanan politik di Papua.
Badan-badan pengawas hak asasi manusia
internasional termasuk Amnesty Internasional and
Human Rights Watch meminta pembatalan hukuman
terhadap kelima pimpinan tersebut.70 Amnesty
menyatakan bahwa Amnesty “...yakin bahwa hak
untuk bebas berekspresi termasuk hak untuk
secara damai melakukan referendum, kemerdekaan
atau berbagai bentuk penyelesaian politik yang
tidak melibatkan dorongan terhadap diskriminasi,
permusuhan atau kekerasan.”71 Kasus ini juga
menarik perhatian secara regional, dimana Ketua
Forum Kemerdekaan Pasifik Titi Gabi mengatakan
“Tidak ada makar dalam kebebasan berekspresi yang
dibangun secara damai, di Indonesia, atau dimana
saja.”72
Setelah Kongres Rakyat Papua ketiga bulan Oktober
2011, respon kasar dari aparat keamanan dan
penangkapan serta hukuman terhadap lima pimpinan
Semua orang pikir
Indonesia adalah negara
demokrasi, tetapi
kebebasan berekspresi
adalah esensi
demokrasi – ruang ini
harus dibuka.
Tanggapan pemerintah terhadap perkembanganperkembangan ini disampaikan oleh Menteri
Koordinator Politik Hukum dan HAM, pada bulan
Desember 2011, bahwa tidak ada tahanan politik
di Papua Barat; mereka hanyalah para kriminal yang
telah melanggar hukum.73
Markus Haluk, Aktivis Hak Asasi
Manusia
Pada bulan Mei 2012 isu tersebut diangkat kembali di
tingkat internasional, ketika situasi HAM di Indonesia
dievaluasi di Dewan HAM sebagai bagian dari proses
Review Universal secara Berkala (Universal Periodic
Papua atas tindakan makar memicu kebutuhan
wacana atas kebebasan berpendapat di Indonesia,
baik di dalam maupun di luar negeri. Frits Ramandey,
Sekretaris Komisi HAM Papua, menolak pandangan
bahwa pertemuan tersebut adalah tindakan makar.
Ia menantang polisi untuk menanggapinya secara
luas dengan mengatakan, “jika kita menganggapi
hal tersebut sebagai suatu elemen yang mencoba
membentuk suatu negara sendiri, atau memisahkan
diri dari negara yang sah, maka perlu ada penempatan
militer untuk menjaga wilayah tersebut. Dalam hal
ini mereka tidak mengambil alih sesuatu, mereka
hanya ingin membuat pernyataan perdamaian.....yang
bukan merupakan tindakan makar.”69
Pemerintah harus
memberikan definisi
yang jelas terhadap
permasalahan makar...
mereka menerapkan Pasal
itu [106] lalu mengatakan
tidak ada tahanan politik.
Pengacara, Aliansi Demokrasi untuk
Papua
17
Review, UPR). Isu kebebasan berekspresi diangkat
oleh sejumlah negara,74 dan Indonesia menerima
satu rekomendasi untuk mengijinkan kunjungan
dari Pelapor Khusus untuk masalah Kebebasan
Berekspresi di PBB.75 Sayangnya, sampai saat
laporan ini ditulis kunjungan tersebut ditunda oleh
karena pemerintah Indonesia menyatakan menolak
memberikan ijin kepada Pelapor Khusus tersebut
untuk mengunjungi Papua dan Maluku.76 Dalam
proses UPR, Amerika Serikat, Kanada dan Jerman
merujuk secara khusus kepada permasalahan
penggunaan undang-undang makar di Indonesia
yang menyebutkan secara khusus Pasal 106 dan 110.
Kanada meminta pembebasan para tahanan politik,
dan Jerman melihat pada penahanan yang berlanjut
terhadap tahanan politik Filep Karma yang ditahan
tahun 2004 karena mengibarkan bendera Bintang
Kejora dan mendesak pemerintah Indonesia apakah
mereka bermaksud melepaskannya.77
oleh polisi sebagai penolakan untuk memberikan ijin
demonstrasi yang akan dilakukan, tetapi ini melanggar
hukum. Tidak ada ruang yang diberikan oleh pihak
keamanan kepada kami untuk berdemokrasi.”79
Kebijakan pemerintah dalam menangani perselisihan
politik di Papua Barat dengan menggunakan tindakan
represif tidak akan berhasil. Pengibaran bendera dan
demonstrasi berlanjut dimana tujuh orang ditangkap
lagi bulan Januari 2013 dalam rencana mereka
melakukan demonstrasi di Serui,80 dan penangkapan
bernuansa politik terus menerus dilakukan.
Seandainya ada upaya serius untuk meninggalkan
pendekatan keamanan di Papua, perubahan ini harus
didampingi oleh pengurangan penangkapan dan
penghukuman politik.
Pembukaan ruang demokratis di Papua Barat
adalah prakondisi kritis untuk pemajuan
terhadap penyelesaian konflik secara damai.
Oleh karenanya, tindakan untuk mendukungi
kebebasan berekspresi amat penting untuk semua
pihak yang berkomitmen untuk membuat Papua
Barat yang damai.
Pemerintah menanggapinya pada Juni 2012 melalui
pernyataan yang dibuat oleh Menteri Hukum dan
HAM, yang menegaskan posisi pemerintah yang
diadopsi enam bulan sebelumnya;“Kami tidak pernah
menahan siapa-siapa untuk kebebasan berekspresi
sebagaimanan dituduh oleh beberapa pihak. Orang
Papua yang ditahan, termasuk Filep Karma, adalah
mereka yang dengan jelas telah melanggar aturan
tentang makar. Oleh karenanya, tidak tepat jika
menyebut mereka sebagai tahanan politik.”78
Mereka menahan
orang-orang tetapi tidak
ada pengaruhnya dan
orang-orang masih terus
melakukannya. Jadi ini
adalah pekerjaan
pemerintah yang belum
diselesaikan.
Disamping pemerintah menolak untuk menerima,
rakyat Papua menjadi semakin gusar terhadap
penyangkalan yang terus dilakukan terhadap
hak mereka untuk menyampaikan pikiran dan
pendapatnya. Setelah 11 kasus penangkapan
secara paksa dalam demonstrasi di Manokwari
pada Oktober 2012, aktivis mahasiswa di Jayapura
melakukan protes sebagai dukungan para tahanan.
Salah satu aktifis, Benyamin Gurik, menyatakan:
“Stigma separatis, makar dan terorisme digunakan
Pengacara, Aliansi Demokrasi untuk
Papua
18
rekomendasi
tahanan dari kekerasan, ancaman, intimidasi dan gangguan.
Kepada Presiden Republik Indonesia:
• Mengambil langkah-langkah yang perlu untuk
menjamin bahwa Pemerintah Indonesia sepakat
dengan kewajiban-kewajiban Internasional dan
Nasional untuk menghormati hak kebebasan
berekspresi.
• Membantu korban penangkapan sewenang-wenang,
penyiksaan dan perlakuan buruk dalam tahanan
beserta keluarganya untuk mendapatkan reparasi
dan bantuan memperoleh akses pelayanan yang
dibutuhkan untuk pemulihan dan rehabilitasi.
• Memerintahkan pembebasan tanpa syarat terhadap
tahanan politik di Papua Barat sebagai bagian dari
kebijakan komprehensif untuk mengakhiri hukuman
terhadap kebebasan berekspresi.
Kepada Kepala Kepolisian Republik
Indonesia:
• Mengakhiri tindakan penangkapan sewenang-wenang
yang bernuansa politik, penangkapan masal, kekerasan
dan perlakuan buruk di Papua Barat.
• Mengajak para pemimpin Papua untuk menggunakan
pendekatan demokratis/politis daripada pendekatan
keamanan/militer dalam penyelesaian konflik di Papua.
Kepada Jaksa Agung:
• Mengakhiri penggunaan tindakan yang tidak tepat
melalui Detasemen Khusus 88 dalam operasi melawan
aktivis politik atau kemerdekaan di Papua Barat.
• Mengakhiri tindakan menghukum orang yang terlibat
dalam kegiatan politik secara damai dengan tuduhan
kriminal sebagaimana tuduhan makar menurut Pasal
106 KUHP.
• Melakukan investigasi terhadap penyiksaan dan
perlakuan buruk yang dilakukan dalam penahanan
dan mendorong peradilan yang jujur dan adil terhadap
mereka yang dituduh terlibat..
Kepada Masyarakat Internasional:
Kepada Menteri Luar Negeri:
• Tetap meneruskan hubungan dengan pemerintah
Indonesia menyangkut permasalahan kebebasan
berekspresi dan para tahanan politik. Mendorong
pemerintah untuk mereview undang-undang dan
peraturan yang memiliki dampak negatif terhadap
kebebasan berekspresi demikian juga hukumanhukuman yang masuk dalam undang-undang dan
peraturan tersebut.
• Mempercepat negosiasi dengan Pelapor Khusus PBB
tentang Kebebasan Berekspresi terkait kunjungannya
ke Indonesia dan memberikan akses yang luas untuk
mengunjungi Papua Barat dan melakukan evaluasi
situasi di wilayah tersebut, demikian juga Maluku.
• Mengundang Komite Palang Merah Internasional untuk
hadir kembali di Papua Barat dan memberikan bantuan
kemanusiaan terhadap para tahanan dan keluarganya.
• Menyediakan bantuan dan pelatihan kepada polisi
dan peradilan di Papua Barat untuk meningkatkan
pemahaman tentang bagaimana menjamin hak
kebebasan berekspresi disamping menegakkan
hukum.
Kepada Menteri Hukum dan HAM:
• Menjamin Lembaga Pemasyarakatan untuk dapat
bekerja sesuai dengan standar-standar dan prinsipprinsip PBB menyangkut perlakuan terhadap para
tahanan dan bahwa semua tahanan disediakan
pelayanan kesehatan yang baik dan akses penuh
terhadap semua fasilitas kesehatan.
• Mendukung para perwakilan diplomatik untuk
melakukan kunjungan rutin ke Papua Barat dan
mendorong Pemerintah Indonesia untuk menarik
kembali pembatasan akses ke Papua Barat untuk
jurnalis asing dan organisasi hak asasi manusia dan
kemanusiaan.
• Melindungi para pembela HAM yang bekerja untuk
membela kebebasan berekspresi dan hak-hak politik para
19
Lampiran 1
Para Tahanan politik sampai tanggal 31 Maret 2013
Tahanan
Ditangkap
Dakwaan
Hukuman
Kasus
Tuduhan
Masalah
kekerasan? dalam
proses
persidangan
Markus Yenu
6 Maret 2013
106
Dalam persidangan
Tidak
Sidang belum Manokwari
dimulai
Isak
Demetouw
(alias Alex
Makabori)
Daniel
Norotouw
3 Maret 2013
110; Pasal 2,
UU Darurat
12/1951
Dalam persidangan
Demonstrasi
Manokwari
dan pertemuan
KNPP
Dituduh TPN/
OPM
Tidak
Sidang belum Sarmi
dimulai
3 Maret 2013
110; Pasal 2,
UU Darurat
12/1951
110; Pasal 2,
UU Darurat
12/1951
110; Pasal 2,
UU Darurat
12/1951
110; Pasal 2,
UU Darurat
Dalam persidangan
Dituduh TPN/
OPM
Tidak
Sidang belum Sarmi
dimulai
Dalam persidangan
Dituduh TPN/
OPM
Tidak
Sidang belum Sarmi
dimulai
Dalam persidangan
Dituduh TPN/
OPM
Tidak
Sidang belum Sarmi
dimulai
Dalam persidangan
Afiliasi dengan
Terianus Satto
dan Sebby
Sambom
Afiliasi dengan
Terianus Satto
dan Sebby
Sambom
Kasus Bahan
Peledak di
Timika
Kasus Bahan
Peledak di
Timika
Kasus Bahan
Peledak di
Timika
Kasus Bahan
Peledak di
Timika
Tidak
Ada
Tahanan
polisi,
Jayapura
Tidak
Ada
Tahanan
polisi, Jayapura
Niko Sasomar 3 Maret 2013
Sileman Teno
3 Maret 2013
Matan
Klembiap
15 Februari
2013
Daniel Gobay
15 Februari
2013
110; Pasal 2,
UU Darurat
12/1951
Dalam persidangan
Alfret
Marsyom
19 Oktober
2012
Dalam
persidangan
Jack Wansior
19 Oktober
2012
Yantho
Awerkion
19 Oktober
2012
Paulus
Marsyom
19 Oktober
2012
106, UU
Darurat
12/1951
106, UU
Darurat
12/1951
106, UU
Darurat
12/1951
106, UU
Darurat
12/1951
Dalam
persidangan
Dalam
persidangan
Dalam
persidangan
20
Lembaga
Kepemilikan
Ada
bahan peledak
Timika
Kepemilikan
Ada
bahan peledak
Timika
Kepemilikan
Ada
bahan peledak
Timika
Kepemilikan
Ada
bahan peledak
Timika
Para Tahanan politik sampai tanggal 31 Maret 2013
Tahanan
Ditangkap
Dakwaan
Hukuman
Kasus
Romario
Yatipai
19 Oktober
2012
Dalam
persidangan
Stephen Itlay
19 Oktober
2012
Jamal Omrik
Manitori
Yan Piet
Maniamboy
Edison Kendi
3 July 2012
106, UU
Darurat
12/1951
106, UU
Darurat
12/1951
106
9 Agustus
2012
9 Agustus
2012
1 Mei 2012
106, 160, 110;
55
106, 160, 110;
55
106
Belum
dihukum
Belum dihukum
Belum
dihukum
2.5 tahun
1 Mei 2012
106
3 tahun
UU Darurat
12/1951
UU Darurat
12/1951
106
Dalam persidangan
Dalam persidangan
3 tahun
106
3 tahun
106
3 tahun
106
3 tahun
106
3 tahun
106
8 tahun
Oskar Hilago
20 November 106
2010
8 tahun
Meki Elosak
20 November 106
2010
8 tahun
Kasus Bahan
Peledak di
Timika
Kasus Bahan
Peledak di
Timika
Kasus ‘kamp
TPN’ Serui
Perayaan hari
pribumi,Yapen
Perayaan hari
pribumi,Yapen
Demo 1 Mei
dan pengibaran
bendera
Demo 1 Mei
dan pengibaran
bendera
Kasus bahan
peledak di Biak
Kasus bahan
peledak di Biak
Konggres Papua
Ketiga
Konggres Papua
Ketiga
Konggres Papua
Ketiga
Konggres Papua
Ketiga
Konggres Papua
Ketiga
Pengibaran
bendera di
Yalengga
Pengibaran
bendera di
Yalengga
Pengibaran
bendera di
Yalengga
Timur
Wakerkwa
Darius
Kogoya
Paulus Alua
21 Oktober
2012
Barnabas
21 Oktober
Mansoben
2012
Forkorus
19 Oktober
Yaboisembut 2011
Edison
19 Oktober
Waromi
2011
Dominikus
19 Oktober
Surabut
2011
Agustus
19 Oktober
Kraar
2011
Selphius Bobii 20 Oktober
2011
Wiki Meaga
20 November
2010
Dalam
persidangan
21
Tuduhan
Masalah Lembaga
kekerasan? dalam
proses
persidangan
Kepemilikan
Ada
Timika
bahan peledak
Kepemilikan
Ada
bahan peledak
Timika
Tidak
diketahui
Tidak
Ada
Serui
Ada
Abepura
Tidak
Ada
Abepura
Tidak
Tidak
Abepura
Tidak
Tidak
Abepura
Kepemilikan
Ada
bahan peledak
Kepemilikan
Tidak
bahan peledak
Tidak
Ada
Biak
Abepura
Tidak
Ada
Abepura
Tidak
Ada
Abepura
Tidak
Ada
Abepura
Tidak
Ada
Abepura
Tidak
Tidak
Wamena
Tidak
Tidak
Wamena
Tidak
Tidak
Wamena
Biak
Para Tahanan politik sampai tanggal 31 Maret 2013
Tahanan
Ditangkap
Obed Kosay
Yusanur
Wenda
Dipenus
Wenda
George Ariks
Filep Karma
Ferdinand
Pakage
Luis Gede
Dakwaan
Hukuman
Kasus
20 November 106
2010
8 tahun
30 April 2004
106
17 tahun
28 Maret
2004
13 Maret
2009
1 Desember
2004
106
14 tahun
106
5 tahun
Pengibaran
bendera di
Yalengga
Penangkapan
Wunin
Boikot pilkada
Bokondini
Tidak diketahui
106
15 tahun
16 Maret
2006
16 Maret
2006
12 April 2003
106
Linus Hiel
Hiluka
27 Mei 2003
106
Kimanus
Wenda
12 April 2003
106
Numbungga
Telenggen
11 April 2003
106
Apotnalogolik 10 April 2003
Lokobal
106
Jefrai Murib
214
214
Pengibaran
bendera di
Abepura 2004
15 tahun
Kasus Abepura
2006
15 tahun
Kasus Abepura
2006
Seumur hidup Pembobolan
gudang senjata
Wamena
20 tahun
Pembobolan
gudang senjata
Wamena
20 tahun
Pembobolan
gudang senjata
Wamena
Seumur hidup Pembobolan
gudang senjata
Wamena
20 tahun
Pembobolan
gudang senjata
Wamena
22
Tuduhan
Masalah Lembaga
kekerasan? dalam
proses
persidangan
Tidak
Tidak
Wamena
Ya
Tidak
Wamena
Tidak diketahui
Tidak
diketahui
Tidak
Ada
Wamena
Tidak
Manokwari
Ada
Abepura
Ya
Ada
Abepura
Ya
Ada
Abepura
Ya
Ada
Abepura
Ya
Ada
Nabire
Ya
Ada
Nabire
Ya
Ada
Biak
Ya
Ada
Biak
Lampiran 2
Tinjauan kasus-kasus
Bagian ini menampilkan tinjauan dari kasus-kasus
dimana mereka yang dihukum masih menjalani
hukuman,dan beberapa kasus baru selama tahun 2012
yang berakibat hukuman yang diterima atau masih
menjalani proses persidangan. Untuk mengetahui
lebih banyak tentang para tahanan dan kasus-kasus
tersebut, kunjungi www.papuansbehindbars.org
untuk mendapatkan keterangan selengkapnya.
dalam pembobolan gudang senjata di Wamena bulan
April 2003. Meskipun ada persoalan sangat besar
berkaitan dengan prosedur yang digunakan dalam
penuntutan dan persidangan mereka, semuanya
dihukum 20 tahun penjara atau penjara seumur
hidup. Orang-orang tersebut disiksa dalam tahanan
militer setelah penangkapannya, dan tiga orang
menderita sakit parah dan salah satunya meninggal
selama tahun 2012. (lihat ‘Pengabaian secara sengaja’
di text utama di atas).
Sedang menjalani hukuman
Filep Karma
Kongres Papua Ketiga
Filep Karma, dihukum 15 tahun penjara karena
mengibarkan bendera tahun 2004 dan sekarang
masih berada dalam penjara di LP abepura. Ia tetap
tabah kendati harus menderita sakit.
Pada bulan Oktober 2011, enam orang ditangkap
setelah Kongres Ketiga Papua. Di bulan Maret 2012
lima dari mereka dihukum tiga tahun penjara atas
tindakan makar karena keikutsertaan mereka dalam
kongres tersebut. Satu orang lainnya, Gat Wenda,
dihukum karena membawa senjata tajam selama
kongres dan dihukum lima bulan penjara.Kelima orang
yang masih dipenjara yaitu Forkorus Yaboisembut,
Edison Waromi, Agustus Sananay Kraar, Dominikus
Surabut dan Selpius Bobii adalah aktivis terkenal
sebelum penangkapan dan penahanan mereka tidak
dapat membungkam mereka untuk bicara. Beberapa
dari kelima orang ini terus mengeluarkan pernyataan
dan pendapat selama tahun 2012. Dominikus Surabut,
pembuat film dokumenter, pekerja dan aktivis LSM
diberi penghargaan Hellman/Hammett Appreciation
di bulan Desember 2012. Penghargaan Hellman/
Hammett diberikan kepada para penulis yang telah
menghadapi penganiayaan atas pekerjaannya yang
secara umum dilakukan oleh otoritas pemerintah
yang mencoba mencegah mereka mempublikasi
informasi dan opini.
Demonstrasi anti-Freeport di Abepura
Luis Gedi dan Ferdinand Pakage, dituduh membunuh
petugas keamanan dalam satu demonstrasi di tahun
2006 menentang Freeport dan dihukum masingmasing 15 tahun penjara di LPAbepura.Mereka adalah
dua tahanan tersisa dari insiden yang mengakibatkan
23 orang menghabiskan waktu dibalik jeruji dengan
hukuman yang berdasarkan bukti yang diperoleh
telah mengalami penyiksaan pada masa persidangan.
Hal ini telah dikutuk secara luas sebagai tindakan
tidak wajar dan intimidasi.
Wunin, Pegunungan Tengah
Yusanur Wenda ditangkap tahun 2005, dituduh
menjadi anggota OPM dan membakar gedung sekolah
dan fasilitas umum di Wunin, Karubaga meskipun
pernyataan para saksi mata yang dipublikasi sebelum
penangkapannya menunjuk pada pembakaran
bangunan Kopassus dan Brimob. Dia menjalani
17 tahun penjara. Orang-orang lain yang dituntut
berkaitan dengan kasus yang sama telah melarikan diri.
Pembobolan gudang senjata Wamena
Selama tahun 2012, enam orang masih terus ditahan
di penjara di Papua dimana mereka dituduh terlibat
23
Kasus-kasus 2012 yang
dalam proses peradilan
Boikot Pilkada Bokondini
Dipenus Wenda, juga di LP Wamena, divonis 14
tahun penjara setelah ditangkap saat menyebarkan
pampflet yang menuntut boikot pilkada Bokondini
pada tahun 2004.
masih
Kasus KNPB Pugima
Pada Juli 2012, Enos Itlay dan Semi Sambom tengah
berjalan menuju ke rumah di desa Pugima ketika
mereka ditangkap dan dituduh membawa dokumen
OPM dan KNPB. Keduanya didakwa melakukan
makar. Setelah beberapa bulan ditahan dalam
penjara tanpa pengadilan, keduanya melarikan diri
dari penjara.
Pengibaran bendera di Yalengga
Meki Elosak, Obeth Kosay, Wiki Meaga and Oskar
Hilago masing-masing divonis delapan tahun di
penjara, sesudah ditangkap pada November 2010 di
Yalengga, di Pegunungan Tengah. Mereka ditangkap
ketika menuju pemakaman seorang keluarga mereka.
Pada saat penangkapan mereka membawa bendera
Bintang Kejora. Tahanan politik yang lain dari kasus
ini sudah melarikan diri dari penjara. Keempatnya
ditahan di LP Wamena.
Perayaan Hari Masyarakat Adat Sedunia
Serui
Pada Agustus 2012, Edison Kendi dan Yan Piet
Maniamboi ditangkap di Serui, pulau Yapen, karena
mengorganisir demonstrasi untuk memperingati
Hari Masyarakat Adat Sedunia.
Pengibaran Bendera di Jayapura
Timur Wakerkwa dan Darius Kogoya saat ini
mendapatkan hukuman masing-masing 3 tahun dan
2,5 tahun setelah divonis melakukan makar karena
mengibarkan bendera bintang kejora pada saat
demonstrasi di taman peringatan Theys Eluay pada
1 Mei 2012. Saat ini tengah dalam proses banding.
Kasus kamp TPN
Juga di Yapen, Jon Nuntian dan Jamal Omrik Manitori
ditangkap secara terpisah, masing-masing pada 29 Mei
2012 dan 3 Juli 2012. Mereka dituduh berpartisipasi
dalam aktivitas pelatihan TPN/OPM dan ditangkap
beberapa hari setelahnya ketika polisi mencari dan
menakut-nakuti masyarakat setempat.
Hukuman sudah dijalankan tahun
2012
Penangkapan KNPB Wamena terkait
bahan peledak
Buchtar Tabuni and Yusak Pakage
Pada September 2012, serangkaian penangkapan
mulai terjadi sejak polisi menuduh anggota KNPB
memiliki bahan peledak untuk membuat bom.
Dalam beberapa tahun, kegiatan utama KNPB adalah
mengorganisir demonstrasi di Papua dan beberapa
pimpinan membantah tegas bahwa mereka terlibat
dalam pembuatan bom. Delapan orang dilaporkan
ditangkap di Wamena pada 29 September, yaitu:
Janus Wamu, Eddo Doga, Irika Kosay, Jusuf Hiluka,
Yan Mabel, Lucky Matuan,Wioge Kosay, and Melianus
Kosay. Pada 12 Oktober, lima orang aktivis KNPB
ditangkap di Jayapura, diduga keterlibatannya pada
kasus yang sama. Lima orang tersebut – Yasons
Sambom, Denny Hisage, Anike Kogoya, Feliks
Bahabol and Linus Pahabol – telah dibebaskan tanpa
tuduhan. Pada 1 Desember, seseorang berinisial
NL dilaporkan ditangkap dan dihubungkan dengan
kasus yang sama. Pada 1 Desember, Athys Wenda
Pada 2012, dua orang mantan tahanan politik
menjadi sasaran pihak kepolisian untuk kedua kalinya.
Buchtar Tabuni telah ditangkap pada 2012 dan
awalnya dituding berada di serangkaian kekerasan
di Papua, termasuk penusukan. Ia kemudian dituduh
mengorganisir kerusuhan di penjara Abepura pada
2010 yang dipicu ketika para terpidana mengetahui
salah seorang mantan terpidana meninggal dunia.
Tabuni dibebaskan pada Januari setelah menjalani
7 bulan penjara karena merusak barang-barang.
Yusak Pakage, setelah mendapatkan 10 tahun
pengampunan karena mengibarkan bendera bintang
kejora, kembali ditangkap setelah menendang tempat
sampah di dalam persidangan Buchtar Tabuni. Ia
kemudia ditahan 7 bulan karena memiliki pisau lipat
dan dibebaskan 19 Februari 2013.
24
Penangkapan KNPB Biak KNPB terkait
peledakan
dari KNPB Lani Jaya ditangkap di Wamena, dan
sekarang sepertinya dikaitkan dengan kasus ini. Pada
15 Desember, tujuh orang aktivis KNPB di Wamena
dilaporkan ditangkap dan dihubungkan dengan
kasus yang sama: Simeon Dabby, Mekky Jikwa, Jon
Huby, Pie Huby, Herae Huby, Ima Mabel and Wene
Hilakombo. Simeon Dabby telah dibebaskan pada
Januari 2013, dan beberapa dari mereka diperkirakan
juga dibebaskan, meskipun tidak diketahui apakah
mereka telah
dijamin atau dibebaskan tanpa
tuduhan. Pada saat laporan ini dibuat, diperkirakan
bahwa 8 orang: Edo Doga, Yan Yunus Wamu, Jemi
Mabel, Melias Kosay, Ribka Kosay (female), Yusuf
Hiluka, Lucky Matuan, and Athys Wenda, masih
berada di penjara menghadapi persidangan. Sejauh
ini, tidak ada informasi yang cukup tersedia terhadap
kasus ini untuk menentukan apakah mereka harus
dinyatakan sebagai tahanan politik atau bukan.
Pada 21 Oktober 2012, aktivis KNPB Paulus Aloa
dan Barnabas Mansoben ditangkap karena dicurigai
memiliki bahan-bahan pembuatan bom, hanya
beberapa hari sebelum rencana demonstrasi KNPB
di wilayah tersebut. Mereka didakwa dengan UU
Darurat 12/1951. Selanjutnya, ‘AK’ juga ditangkap
karena berhubungan dengan kasus ini. Pada saat
penulisan laporan ini dibuat, proses pengadilan masih
berlangsung.
Kasus Dani Kogoya
Dani Kogoya, Albert Siep, Tandius Kogoya, Yupnus
Dabi dan Gidi Wenda saat ini berada di penjara
Abepura dan diadili karena kejadian di Nafri,
Jayapura, saat 4 orang dibunuh. Police menuduh
anggota kelompok di bawah kepemimpinan Dani
Kogoya bertanggungjawab untuk kasus ini, dimana
melibatkan elemen kriminal dan politik.
Kasus Timika terkait bahan peledak
Dua orang aktivis KNPB ditangkap pada 19 Oktober
2012, setelah serangkaian aktivitas mengorganisir
demonstrasi damai. Enam orang diantaranya
dibebaskan tanpa tuduhan dan enam orang lainnya
saat ini menjalani persidangan karena didakwa
melakukan makar dan memiliki panah adat dan bom
ikan. Mereka adalah Steven Itlay, Romario Yatipai,
Paulus Marsyom, Alfret Marsyom, Yantho Awerkion
and Yakonuius Womsiwor. Beberapa dari mereka
dilaporkan disika dan dipaksa untuk membuat
pengakuan. Dokumen pengadilan yang disiapkan
oleh ‘Orang di Balik Jeruji’ mengusulkan agar enam
orang ini dinyatakan sebagai tahanan politik, karena
hanya sedikit bukti kejahatan yang dituduhkan,
sementara banyak bukti yang menunjukkan bahwa
penangkapan tersebut bermotif politik.
Penangkapan KNPB Jayapura
terkait dengan amunisi
KNPB
Pada 30 Oktober 2012, enam orang anggota KNPB
ditangkap di Jayapura karena dicurigai menyimpan
amunisi. Denny Hisage, Rendis Wetipo, Wene J
Wenda, Anike Kogoya, Jhon Pekey dan Olis Pigay
didakwa dengan artikel 187 dan 55 KUHP, sekaligus
UU Darurat 12/1951. Pengadilan akan dimulai pada
Maret 2013.
25
Lampiran 3
Mendefinisikan tahanan politik
oleh pemerintah, aktif secara politik, atau tergabung
dalam kelompok-kelompok yang sangat kritis atau
menantang pemerintah, atau yang mendukung
kemerdekaan. Seringkali orang-orang yang tidak aktif
secara politik sama sekali ikut ditahan karena mereka
hadir dalam suatu peristiwa politik atau sedang
mendampingi seorang yang aktif berpolitik. Hal ini
biasanya terjadi pada penangkapan secara masal atau
penyisiran yang sering terjadi di Papua Barat.
Jumlah tahanan politik yang dilaporkan di Papua Barat
bervariasi karena beberapa alasan. Pertama, jumlah
para tahanan bertambah dan berkurang dari bulan
ke bulan, karena ada orang yang masuk tahanan dan
ada yang dibebaskan. Kedua, tidak ada definisi standar
atau definisi yang diakui secara internasional mengenai
seorang tahanan,81 sehingga masing-masing organisasi
dan institusi menggunakan definisi yang berbeda-beda.
Seringkali undang-undang tindak pidana biasa
digunakan untuk mengadili orang yang menjadi sasaran
karena kegiatan politiknya. Hal ini ditunjukkan oleh
profil politik pribadi seorang individu dan aktivitasaktivitas mereka, dan seringkali individu-individu
tersebut menerima perlakuan yang tidak adil.85
Sementara lemahnya sistim peradilan dan lemahnya
akses terhadap bantuan hukum di Papua Barat
mengakibatkan banyak orang tidak mendapat proses
peradilan yang layak dimana peradilan politik sering
menampilkan tindakan penangkapan, penahanan dan
proses peradilan tertentu yang tidak adil.
Tahun 2012 Konsili Eropa (Council of Europe)
mengeluarkan satu resolusi yang mengajukan kriteria
untuk mendefinisikan tahanan politik yang pada
awalnya disusun tahun 2001 dan berdasarkan pada
perang sipil saat itu di Namibia.82 Lembaga independen
yang menjaga kebebasan demokratis, Freedom House,
menyambut gerakan tersebut sebagai “pertama
kali kriteria seperti ini didokumentasi oleh sebuah
organisasi antar-pemerintah besar,” dan mengajak
organisasi-organisasi internasional lainnya untuk
melanjutkan tuntutan.83
Kadang-kadang seseorang dituntut dengan tindakan
yang memiliki elemen politik dan kriminal. Tindakan
kriminal itu barangkali tindakan kekerasan, misalnya
menyerang seorang polisi. Kalau seseorang dinyatakan
bersalah melakukan tindak pidana kejahatan
seperti pembunuhan, dalam sidang dianggap adil
oleh pengacara hak asasi manusia atau pengamat
independen, mereka tidak dapat dinyatakan sebagai
tahanan politik oleh ‘Orang Papua di Balik Jeruji,’
bahkan sekalipun motivasinya adalah politik.
Data dalam laporan ini dihimpun oleh ‘Orang Papua
di Balik Jeruji,’ yang mempertimbangkan kriteria dari
Konsili Eropa demikian juga konteks khusus sejarah
politik di Papua Barat.
Dalam definisi mereka, ‘Orang Papua di Balik Jeruji’
menyatakan bahwa mereka menyertakan juga para
tahanan dimana ada alasan untuk meyakini bahwa
mereka telah ditahan karena menjalankan hak dan
kebebasan yang dijamin oleh UUD Negara Indonesia,
Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia, dan instrumen
internasional lainnya yang telah disepakati oleh
Indonesia.
Faktor-faktor ini memberi gambaran batasan sempit
yang diberikan kepada para tahanan politik di wilayah
seperti Papua Barat. Diskriminasi struktural terjadi
secara meluas terhadap orang asli Papua yang secara
mendasar sifat dan akibat yang terjadi adalah politik,
yang berpengaruh kuat terhadap sistem peradilan dan
kepolisian yang telah berjalan lemah. Prasangka sosial
yang ada sendiri dapat mengandung pengertian seorang
Papua dapat ditahan secara sewenang-wenang, diadili
secara tidak adil, dipukuli, di penjara atau diperlakukan
dengan cara-cara yang tidak manusiawi.
Banyak tahanan politik Papua Barat telah didakwa
dengan tindakan makar. Beberapa tahanan adalah
mereka yang aktif secara politik yang telah dituntut
dengan tindak ‘kriminal’ ringan dan berlaku secara luas
namun sulit dibawa ke pengadilan.84 Banyak tahanan
politik di Papua Barat telah ditahan oleh tindakantindakan seperti demonstrasi, kritik yang diajukan
26
Catatan
1 Meskipun bendera Bintang Kejora diperbolehkan
berdasarkan UU Otonomi Khusus 2001, namun kemudian
dilarang berdasarkan Inpres 77/2007. Dalam kenyataannya,
penggunaan simbol-simbol tersebut dinyatakan melanggar
hukum oleh kepolisian di Papua Barat.
2
Untuk
informasi
www.papuansbehindbars.org
tindak
lanjut,
10 Penyiksaan yang dilaporkan: Frengki Uamang; Paulus Alua;
Barnabas Mansoben; Yantho Awerkion; Yakonius Womsiwor;
Alfret Marsyom; Lodik Ayomi; Ericson Suhuniap; Enos Yoal;
Efesus Payage; Yobet Pahabol; dan Jursen Suhuniap. Yang
dilaporkan mendapat perlakuan lain yang kejam atau tidak
manusiawi lainnya: Athys Wenda; Paulus Marsyom; Markus
Murri; Octovina Iba; Tina Baru; Rosiana Hindom; Amaria;
Agustina Hegemur; Dani Kogoya; Edison Kendi; Yusak Pakage;
Niel Walom; Ishak Elopere; Buchtar Tabuni; Amos Wagab;Vasko
Hindom, dan ‘YW’ ditangkap di Pirime pada 29 November
2012.
lihat
3 Ini merupakan angka terendah. Pada saat penulisan laporan
ini, terdapat beberapa kasus yang menjadi perhatian, tetapi
belum mendapatkan informasi yang cukup atau tuduhan yang
jelas apakah mereka dapat dinyatakan sebagai tahanan politik.
11 Yang dilaporkan dipaksa mengaku: Yantho Awerkion;
Yakonius Womsiwor; Alfret Marsyom; Paulus Marsyom; Steven
Itlay; Romario Yatipai, dan Paulus Aloa.
4 Untuk membaca dan mendaftar untuk mendapatkan
perkembangan bulanan, kunjungi www.papuansbehindbars.org
12 BBC News, “Indonesian police kill Papua separatist Mako
Tabuni,” 14 Juni 2012, http://www.bbc.co.uk/news/world-asiapacific-18442620
5 Komisi Nasional Papua Barat, KNPB muncul pada tahun 2008
sebagai sebuah organisasi yang mengorganisir demonstrasi
massa di sekitar Papua Barat, biasanya untuk mendorong
status politik referendum di Papua. Tindakan mereka menarik
partisipasi dari masyarakat dalam jumlah besar dan sebagian
besar dilakukan dengan cara damai.
13 Michael Bachelard, “Two West Papuan activists shot,”
Sydney Morning Herald, http://www.smh.com.au/world/twowest-papuan-activists-shot-20121217-2bj26.html
14
Cenderawasih Pos, “Kaki Dani Kogoya terpaksa
diamputasi,” 5 September 2012, www.cenderawasihpos.com/
index.php?mib=berita.detail&id=5781
6 Penangkapan bernuansa politik didefinisikan oleh ‘Orang di
Balik Jeruji’ sebagai penangkapan yang tampaknya bermotif
politik, termasuk penangkapan yang terjadi dalam konteks
politik seperti demonstrasi atau tempat yang digunakan
oleh organisasi yang aktif secara politik dan orang-orangnya,
penangkapan terhadap orang-orang yang aktif secara politik atau
keluarganya, penangkapan terhadap orang-orang berdasarkan
dugaan afiliasi politik, penangkapan terhadap aktivitas politik
seperti menaikkan bendera atau terlibat dengan aktivitas
perlawanan sipil, dan penangkapan massal yang muncul
dalam suatu konteks politik. Lihat www.papuansbehindbars.
org/?pageid=315&lang=id
15 Angka ini berdasarkan populasi orang dewasa di provinsi
Papua dan Papua Barat 6 Maret 2013 (1.515 laki-laki dewasa,
79 perempuan dewasa), menurut data yang disediakan oleh
pemerintah dan tersedia di Sistem Database Pemasyarakatan,
http://smslap.ditjenpas.go.id/
16 Free West Papua Campaign, “Benny Wenda statement
on the Wamena arrests 3rd of Oktober 2012,” 3 Oktober
2012, http://www.freewestpapua.org/index.php/news/2016benny-wenda-statement-on-the-wamena-arrests-3rd-ofOktober-2012
7 Istilah ‘penangkapan massal’ yang digunakan di sini
menggambarkan suatu kejadian di mana banyak orang dirampas
kemerdekaan pribadinya, termasuk mereka yang diambil atau
kalau tidak, ditahan secara sementara, dan juga mereka yang
secara resmi ditangkap dan dikenai tuduhan.
17 Jubi, “Aktivis papua merdeka ditangkap, KNPB minta
advokasi NGO’s internasional,” 6 November 2012,
http://tabloidjubi.com/?p=1997
8 Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi
Papua Barat, dikenal secara umum oleh orang Indonesia lewat
singkatannya UP4B, adalah sebuah inisiatif pemerintah yang
dibentuk pada 2011 untuk mendukung pembangunan Papua
Barat. Lembaga ini sangat kontroversial.
18 Untuk mempelajari informasi tentang penangkapan dan
penyiksaan kepada Apotnalogolik Lokobal,lihat http://www.
papuansbehindbars.org/?prisoner_profiles=apotnalogoliklokobal&lang=en
9 Sisanya dituduh terlibat dalam penyimpanan amunisi (6),
pembunuhan dan aspek lain dari kasus Nafri (5), kepemilikan
bahan peledak (10) kepemilikan senjata tajam (1), perusakan
barang (1) dan kasus-kasus lain tuduhan tidak diketahui (2).
19 Informasi diterima dari pengacara-pengacara di Jayapura,
lewat ‘Orang Papua di Balik Jeruji.’
27
20 Untuk mengetahui lebih kasus Filep Karma, lihat http://
www.papuansbehindbars.org/?prisoner_profiles=filepkarma&lang=en
34 Koalisi NGO untuk perlindungan dan penegakan HAM di
Papua, Jayapura, “Laporan awal kasus Wamena 4 April 2003,” 6
Mei 2003, http://hampapua.org/skp/skp06/var-04i.pdf
21 Laporan KontraS Papua, “Peristiwa penangkapan 14
warga sipil,” [tidak ada tanggal], http://kontras.org/pers/teks/
kronologi%20papua.pdf
35 ALDP, “Penanganan medis terhadap Jafrai dimulai,” 15 Mei
2012, http://www.aldp-papua.com/?p=2347
36 Octovianus Pogau, “Kanius Murib, Tapol yang meninggal
dunia di Wamena,” Jubi, 14 December 2012, http://
forkompassemarang.blogspot.com/2012/12/kanius-muribtapol-yang-meninggal-dunia.html
22 Informasi diterima dari pengacara-pengacara berbasis di
Jayapura, lewat Orang Papua di Balik Jeruji
23 Wawancara TAPOL, Januari 2012
37 West Papua Advocacy Team,“Police detain peaceful Papuan
human rights activists,” 24 Juli 2012, http://www.etan.org/
issues/wpapua/2012/1208wpap.htm#Activists
24 Wawancara telepon TAPOL, Februari 2013
25 Informasi diterima lewat email dari Andreas Harsono,
Human Rights Watch, Indonesia, 24 Januari 2013
38 Andreas Harsono,“Kimanus Wenda’s tumour operation,” 5
April 2012, http://www.andreasharsono.net/2012/04/kimanuswendas-tumour-operation.html
26
Jono van Hest, Pride of Warriors, Al Jazeera,16
Februari
2010,
www.aljazeera.com/programmes/
witness/2010/02/2010210182855844350.html
39 Laporan internal Bersatu Untuk Kebenaran (BUK), 2013
27 Sydney Morning Herald, “Five jailed over West Papua
independence push,” 16 Maret 2012, http://www.smh.
com.au/world/five-jailed-over-west-papua-independencepush-20120316-1v9vz.html Untuk informasi lebih tentang
kasus Edison Waromi, lihat http://www.papuansbehindbars.
org/?prisoner_profiles=edison-waromi&lang=en
40 Laporan tahunan ALDP, 2012
28 Kelebihan kapasitas tahanan di penjara, pada tanggal 6 Maret
2013: penjara Abepura, 141%; penjara Fak-fak, 124%; penjara
Manokwari, 124%; penjara Sorong, 121%; penjara Merauke,
138%. Informasi diambil dari data pemerintahan, tersedia di
Sistem Database Pemasyarakatan, http://smslap.ditjenpas.go.id/
42 Laporan internal, KontraS Papua, 2013
41 TAPOL, “Urgent appeal to Special Rapporteur on HRDs:
threat to prosecute Gustav Kawer,” 7 Maret 2012, http://
tapol.org/news-and-reports/briefings/urgent-appeal-specialrapporteur-situation-human-rights-defenders-threat
43 Laporan internal, KontraS Papua 2011/2012
44 Wawancara dengan Lembaga Penelitian, Pengembangan,
Pengkajian Bantuan Hukum, 24 Januari 2012
29 Laporan internal KontraS Papua 2011/12
45 Lihat: BUK and TAPOL, “Submission to Universal Periodic
Review of Indonesia (second cycle), 13th Session,” 21
November 2011, http://tapol.org/sites/default/files/TAPOL_
UPR_Submission_2011.pdf
30 Reuters, “Indonesia orders ICRC (red cross) out of Papua
over jail visits,” Faith-based Network on West Papua, 22 April
2009, http://www.faithbasednetworkonwestpapua.org/news_
release/indonesia_orders_icrc__red_cross__out_of_papua_
over_jail_visits
46 Hukum Online http://en.hukumonline.com/
31 Laporan internal ALDP, 10 Juni 2012
47 Pasal makar 106 sering disebut sebagai ‘pasal karet’,
disorot karena penggunaannya yang lentur dan sangat terbuka
bagi penafsiran. Lihat sebagai contoh KontraS Papua, “Makar
jangan digunakan bungkam ruang demokrasi orang Papua,”
30 Maret 2011, http://www.trunity.net/kontraspapua/news/
view/164968/?topic=56138
32 Filep Karma awalnya tidak diberi izin untuk perawatan,
lihat: Amnesty International, “Indonesia: prisoner’s medical
treatment prevented: Filep Karma,” 19 April 2012, http://www.
amnesty.org/en/library/asset/ASA21/017/2012/en/d8138ce70337-4cb0-8208-2def34c6c7a1/asa210172012en.html
Treatment received, see:Amnesty International,“Urgent action:
prisoner of conscience receives treatment,” 1 Oktober 2012,
http://www.amnesty.org/pt-br/library/asset/ASA21/040/2012/
en/1e931a6f-e4f5-4beb-a061-7547af0d97c4/asa210402012en.
pdf
48 Lihat misalnya, Jubi, “Bobii: WSC akan kaji pasal makar,”
28 Februari 2010, http://tabloidjubi.com/z/index.php/2012-1015-06-23-41/jayapura/5818-bobi-wsc-akan-kaji-pasal-makar
dan West Papua Media Alerts, “Makar should be tested before
Constitutional Court,” 6 April 2011, diposting olehPacific
Scoop, http://pacific.scoop.co.nz/2011/04/makar-should-betested-before-constitutional-court/
33 Andreas Harsono, “Kimanus Wenda’s tumour operation,” 5
April 2012, http://www.andreasharsono.net/2012/04/kimanuswendas-tumour-operation.html
28
49 Endy Bayuni, “Indonesia loses its bragging rights,” Foreign
Policy, 13 Januari 2012, http://transitions.foreignpolicy.com/
posts/2012/01/11/indonesia_loses_bragging_rights
60 Jubi, “Ketua KNPB Balim belum didampingi pengacara,” 4
Januari 2013, http://tabloidjubi.com/?p=8171
61
Film dokumenter tersedia di: “Goodbye
Indonesia,” People and Power, Al Jazeera, 31 Januari
2013,
http://www.aljazeera.com/programmes/
peopleandpower/2013/01/201313018313632585.html
Informasi lebih tentang penembakan: Radio Australia,
“Papua activist Hubertus Mabel shot by Indonesian military:
reports,” 17 Desember 2012, http://www.radioaustralia.net.
au/international/radio/program/connect-asia/papua-activisthubertus-mabel-shot-by-indonesian-military-reports/1062038
50 Kasus pertama Jayapura Lima (Forkorus Yaboisembut,
Edison Waromi, Dominikus Surabut, Selpius Bobii and Agustus
Kraar), yang mana setiap orang dikenai tuduhan pasal 106
dan mendapat tiga tahun penjara terkait peran mereka pada
Kongres Rakyat Papua Ketiga. Kasus kedua melibatkan
pengibaran bendera pada demonstrasi di Taman Makam Theys
Eluay pada 1 Mei 2012. Dua orang dikenai tuduhan pasal 106;
Darius Kogoya divonis tiga tahundan Timur Wakerkwa divonis
dua tahun enam bulan penjara.
62 Tempo, “6 kasus kekerasan di Papua,” 21 Desember 2012,
http://www.tempo.co/read/news/2012/12/21/078449759/6Kasus-Kekerasan-di-Papua
51 Pada 2003, tiga orang divonis untuk mengibarkan bendera
bintang 14; Heri Asso dan Gustav Ayomi divonis sepuluh tahun
penjara, dan Jean Hasegem divonis delapan tahun penjara. Pada
2004 Filep Karma dan Yusak Pakage dikenai tuduhan di bawah
pasal 106 karena mengibarkan bendera Bintang Kejora divonis
15 dan 10 tahun penjara.
63 Republika Online, “Australia terlibat aksi Densus 88 di
Papua?” 30 Agustus 2012, http://www.republika.co.id/berita/
internasional/global/12/08/30/m9jgqw-australia-terlibat-aksidensus-88-di-papua
52 Wawancara dengan Aliansi Demokrasi untuk Papua, 28
Januari 2012
64 Sidney Jones, “Papuan ‘separatists’ vs Jihadi ‘terrorists’:
Indonesian policy dilemmas,” pidato disampaikan di
International Policy Studies program di Universitas Stanford,
5 Desember 2012, dipublish oleh International Crisis Group,
h t t p : / / w w w. c r i s i s g ro u p. o r g / e n / p u b l i c a t i o n - t y p e /
speeches/2013/jones-papuan-separatists.aspx
53 Untuk informasi lanjut lihat: Human Rights Watch,“Turning
Critics to Criminal, the human rights consequences of criminal
defamation law in Indonesia,” Mei 2010, pp.11–13, http://www.
hrw.org/sites/default/files/reports/indonesia0510webwcover.
pdf
65 Berita Satu, “Soal pengungkapan teror di Wamena, Basyir
kritik Polri,” 2 Oktober 2012, http://www.beritasatu.com/
hukum/75224-soal-pengungkapan-teror-di-wamena-baasyirkritik-polri.html
54 Lihat: KontraS, “Special detachment 88, The anti-terrorism
project and its implications for human rights in Indonesia,”
laporan awal riset, Juli 2012, tersedia lewat TAPOL
55 Nethy Dharma Somba, “Tito gives new hope to Papua,”
Jakarta Post, 26 September 2012, http://www.thejakartapost.
com/news/2012/09/26/tito-gives-new-hope-papua.html
66 Ibid
67 Undang Undang Nomor 12/DRT/1951, tersedia di website
Universitas Sam Ratulangi, Manado, http://hukum.unsrat.ac.id/
uu/uu_12_drt_1951.htm
56 Jakarta Post, “Police name nine suspects in alleged Papua
bomb plot,” 2 Oktober 2012, http://www.thejakartaglobe.
com/news/police-name-nine-suspects-in-alleged-papua-bombplot/547749
68 Pertemuan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan
Hukum dan HAM di Papua, 26 Februari 2013
57 Asian Human Rights Commission, “Police arbitrarily
arrested five activists and copy documents related to their
political activity,” 18 Oktober 2012, http://www.humanrights.
asia/news/urgent-appeals/AHRC-UAC-185-2012 dan Jubi,
“Aktivis papua merdeka ditangkap, KNPB minta advokasi
NGO’s internasional,” 6 November 2012, http://tabloidjubi.
com/?p=1997
69 Papua Pos,“Alasan makar terlalu mengada-ada,” 4 November
2011,
http://papuapos.com/index.php?option=com_conten
t&view=article&id=6096:alasan-makar-terlalu-mengada-ada&catid=1:berita-utama
70 Amnesty International, “Release participants of peaceful
gathering in Papua,” 21 Oktober 2011, http://www.amnesty.
org.au/news/comments/27058/ dan Human Rights Watch,
“Five Papuans convicted for peaceful protest, Amend treason
law to uphold free speech,” 16 Maret 2012, http://www.hrw.
org/news/2012/03/16/indonesia-five-papuans-convictedpeaceful-protest
58 Bintang Papua, “Polres Mimika Temukan Bahan Peledak di
Timika, 2 Pelaku Ditangkap,” posted by Zona Damai blog, 22
Oktober 2012, https://zonadamai.wordpress.com/2012/10/22/
polres-mimika-temukan-bahan-peledak-di-timika-2-pelakuditangkap/
59 Jubi,“AK warga Supiori ditangkap, diduga DPO kepemilikan
amunisi,” 28 Desember 2010, http://tabloidjubi.com/?p=7802
29
71 Amnesty International, “End police violence against
demonstrators in Papua,” 25 Oktober 2011, http://www.
amnesty.org/en/for-media/press-releases/indonesia-endpolice-violence-against-demonstrators-papua-2012-10-25
jelas tidak proporsional dengan kejahatan yang terbukti atau
diduga dilakukan orang tersebut; d. jika karena alasan politis
seseorang ditahan lewat perlakuan diskriminatif dibandingkan
dengan orang-orang lain; atau, e. Jika penahanan tersebut
merupakan hasil dari proses peradilan yang jelas-jelas tidak
adil dan terlihat berhubungan dengan suatu alasan politis dari
suatu pihak berwenang.” Mereka yang dirampas kemerdekaan
pribadinya untuk kejahatan teroris tidak bisa dianggap sebagai
tahanan politik jika mereka telah diadili dan dihukum atas
kejahatan tersebut sesuai dengan legislasi nasional dan Konvensi
HAM Eropa (ETS No. 5). Resolusi ini teresdia di website
Council of Europe Parliamentary Assembly di http://assembly.
coe.int/ASP/XRef/X2H-DW-XSL.asp?fileid=19150&lang=EN
72 Pacific Freedom Forum, “PFF supports no-treason call for
Papua,” 21 Maret, 2012, http://pacific.scoop.co.nz/2012/03/pffsupports-no-treason-call-for-west-papua/
73 Investor Daily Indonesia, “Menko Polhukam: Tak ada lagi
tapol,” 8 Desember 2011, http://petapolitik.com/news/mahfudmd-demo-dan-makar-itu-berbeda/
74 Republik Korea, Amerika Serikat, Australia, Swiss, Kanada,
Perancis dan Jerman. Lihat: “Report of the Working Group
on the Universal Periodic Review – Indonesia,” 5 Juli 2012,
http://www.ohchr.org/Documents/HRBodies/HRCouncil/
RegularSession/Session21/A-HRC-21-7_en.pdf
83 Freedom House, “New Criteria will help define ‘political
prisoners’,” Washington, [tanpa tanggal], http://www.
freedomhouse.org/article/new-criteria-will-help-define%E2%80%98political-prisoners%E2%80%99
84 Sebagai contoh, seorang panitia demonstrasi ditangkap
karena membawa senjata tajam di kegiatan demonstrasi, di
konteks masyarak adat di mana pisau sering dibawa untuk
kebutuhan sehari-hari.
75 Ibid
76 West Papua Advocacy Team, “WPAT urges unrestricted
visit by UN Special Rapporteur,” 31 Januari 2013, http://www.
etan.org/news/2013/01wpat.htm
85 Peradilan yang tidak adil melibatkan dugaan atau bukti
penyiksaan dari seorang tersangka atau saksi; pengakuan paksa;
pemalsuan barang bukti; intimidasi saksi, pengacara, atau hakim;
keberadaan aparat keamanan berlebih di persidangan, atau
intervensi lainnya dalam proses persidangan.
77 “Report of the Working Group on the Universal Periodic
Review – Indonesia,” 5 Juli 2012, http://www.ohchr.org/
Documents/HRBodies/HRCouncil/RegularSession/Session21/
A-HRC-21-7_en.pdf
78 Jakarta Post,“Papuans angered by President’s statement,” 14
Juni 2012, http://www.thejakartapost.com/news/2012/06/14/
papuans-angered-president-s-statement.html
79 Jubi, “Uncen students call for an end to stigmatisation,” 24
Oktober 2011, http://tabloidjubi.com/?p=707
80 West Papua Media Alerts, Arrests in Mantembu, Yapen
ahead of major demonstrations, 16 Januari 2013, http://
westpapuamedia.info/2013/01/16/arrests-in-mantembu-yapenahead-of-major-demonstrations/
81 PRS Newswire, “Quarrel over definition of political
prisoners leads to split in the council of Europe,” 28 Juni 2012,
http://www.prnewswire.com/news-releases/quarrel-overdefinition-of-political-prisoners-leads-to-split-in-the-councilof-europe-160679385.html
82 Resolusi 1900 (2012) menyatakan bahwa “seseorang
yang dirampas kemerdekaan pribadinya harus dinyatakan
sebagai ‘tahanan politik’: a. jika penahanan tersebut diterapkan
melanggar salah satu hak-hak dasar yang tercantum pada
Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) dan Protokolprotokolnya, secara khusus kebebasan berkeyakinan,
berkepercayaan, dan beragama, kebebasan berekspresi
dan informasi, kebebasan berkumpul dan berserikat; b. jika
penahanan tersebut diterapkan atas dasar murni secara politis
tanpa berhubungan dengan suatu kejahatan apa pun; c. jika
karena alasan politik, lamanya masa penahanan atau kondisinya
30
31
TAPOL
111 Northwood Road
Thornton Heath
Surrey
CR7 8HW
Penelitian didukungi oleh Bertha Foundation,
CAFOD, Cordaid dan Sigrid Rausing Trust.
Tel: +44 (0) 1420 80153
Fax: +44 (0) 20 8771 2904
Email: info@tapol.org
www.tapol.org
Klarifikasi atau koreksi dipersilahkan.
Desain: Peter Kelly