ÿþM icrosoft W ord - J urnal

Transcription

ÿþM icrosoft W ord - J urnal
Jurnal Biology Education
Volume
ume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Volume 1 No. 1, Oktober 2012
ISSN: 2302-416X
Jurnal
Biology Education
(Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)

Tingkat Keanakaragaman Hayati dan Pemamfaatannya
emamfaatannya di Indonesia
Oleh : M. Ridhwan

Usaha
Usaha-usaha
usaha Pengelolaan Kesehatan Lingkungan Sekolah di SMP
Negeri 1 Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar
Oleh : Musriadi

Penerapan Kurikulum Integratif Islami Dalam Pengajaran IPA Sains
pada SD/MI di Provinsi Aceh
Oleh: Ibrahim

Kurikulum Tingkat Satuan Pen
Pendidikan (KTSP
TSP) dan Peningkatan
Kumpetensi Siswa Dalam Pembelajaran Biologi di SMA
Oleh : Jailani

Identifikasi Echinodermata Di Kawasan Pantai Drieng Leupung
Kabupaten Aceh Besar S
Sebagai
ebagai Media Pembelajaran Zoology
Invertebrata
Oleh : Armi

Tinjauan tentang Perilaku Petani dalam Penggunaan Pestisida di
Gampong Lam Ateuk Kecamatan Lhok Nga Kabupaten Aceh Besar
Oleh : Jalaluddin

Studi Tentang Pembelajaran Biologi Konservasi di LPTK
Oleh : Evi Apriana

Perbedaan Kadar Protein Antara Jamur Merang (Volvariella
Volvaceae) Dengan Jamur Kuping Hitam (Auricularia Polytricha)
Yang Tumbuh Pada Alam
Oleh : Abdullah

Pendidik Menerapkan Strategi Pembelajaran Konvensional
Suatu Evaluasi Hasil Penelitian Eksperimen Semu (Quasy experiment)
Di SD Kota Ternate
Oleh : Said Hasan
Penerbit
Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
JURNAL BIOLOGY EDUCATION
(Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)
Dewan Redaksi
Ketua : Jailani
Sekretaris : Musriadi
Anggota Redaksi
Armi
M. Ridhwan
Evi Apriana
Jalaluddin
Erdi Surya
Mardiana
Rubiah
Tata Usaha
Ibrahim
Almukarramah
Azwir
Nurul Akmal
Mitra Bestari :
Prof. Aloius Duran Corebina, M.Pd
Prof. Jamaluddin Idris, M.Pd
Prof. Murniati AR, M.Pd
Prof. Dr. Albinus Silalahi, MS
Prof. Dr. Abdul Muin Sibuea, M.Pd
Dr. Djufri, M.Si
Dr. Muhibuddin, M.Si
Dr. Abdullah, M.Si
(UM – Malang)
( IAIN Ar Raniry)
(Unsyiah)
(Unimed)
(Unimed)
(Unsyiah)
(Unsyiah)
(Unsyiah)
Alamat Redaksi
Jln. T. Imeum Lueng Bata Universitas Serambi Mekkah
Email : education.biologi@gmail.com
Contat Person 08126941472/081360010330
Dicetak di Percetakan CV. Azzam Banda Aceh. Isi diluar tanggung jawab percetakan
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
JURNAL BIOLOGY EDUCATION
(Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)
Pedoman Penulisan
1. Artikel di tulis dalam bahasa indonesia atau bahasa inggris, merupakan tulisan orisinil penulis
berupa hasil penelitian, gagasan konseptual, kajian dan aplikasi teori serta tinjauan teoritis yang
belum pernah dikirim dan dipublikasi di jurnal lain
2. Artikel di ketik dengan program microsoft word pada kertas ukuran kwarto (A4) minimal 10
halaman dan maksimal 15 halaman dengan jarak baris 2 spasi
3. Abstrak di tulis dalam bahasa inggris atau bahasa indonesia. Panjang abstrak 100- 150 kata, di
tulis dalam satu paragraf dan diketik dalam spasi tunggal
4. Artikel hasil penelitian memuat : judul, nama pengarang ( tanpa gelar akademik). Abstrak
bahasa inggris atau bahasa indonesia, kata kunci, pendahuluan, tujuan, metode, hasil,
pembahasan, kesimpulan dan saran, daftar rujukan, (berisi pustaka yang dirujuk dalam artikel)
5. Daftar pustaka di sajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut dan di urutkan secara
alfabetis dan kronologi
Apriana, E., Munandar, A., Rustaman, N.Y., Surtikanti, H.K. (2011).Kawasan Konservasi Aceh
dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Biologi Konservasi. Prosiding Seminar
Nasional Biologi “Meningkatkan Peran Biologi dalam Mewujudkan National
Achievement with Global Reach”.Departemen Biologi FMIPA USU Medan. Sabtu, 22
Januari 2011.
Creswell, J.W. (2008). Educational Research Planning, Conducting, and Evaluating
Quantitative and Qualitative Research.Third Edition. New Jersey: Pearson
Education, Inc.
6. Naskah dikirim kealamat sekretariat redaksi Jurnal Biology Education Jln. Tgk. Imuem Lueng
Bata Batoh contant person 08126941472/081360010330 atau via internet melaui : email
education.biologi@gmail.com
7. Dewan Redaksi akan merespon semua naskah setelah mendapat jawaban dari Dewan Redaksi
dan Mitra Bestari
8. Penulis yang artikelnya di muat wajib menjadi pelanggan minimal selama satu tahun, dan
memberikan konstribusi biaya cetak catak minimal Rp. 200.000,- dilunasi setelah naskah
diperiksa dan di nyatakan publikasi oleh Dewan Redaksi serta Penulis yang artikelnya dimuat
akan mendapatkan imabalan berupa bukti pemuatan 2 eksampler dan surat keterangan
pemuatan yang di tanda tangani oleh Dewan Redaksi
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
PENGANTAR REDAKSI
Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt, dengan taufik dan hidayah-Nya sehingga Jurnal
Biology Education ini dapat TERBIT PERDANA. Kemudian selawat dan salam kita sampaikan
kepada Rasulullah Nabi Muhammad Saw yang telah membawa umat manusia dari samudera
kebathilan menuju pantai ilmu pengetahuan serta yang menuntun hati manusia menuju jalan
kebenaran dan berakhlakul karimah.
Tulisan Pedana ini memuat serangkain artikel diantaranya Partisipasi Pria dalam Program
Keluarga Berencana, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Peningkatan Kumpetensi
Siswa Dalam Pembelajaran Biologi di SMA, Identifikasi Echinodermata Di Kawasan Pantai Drieng
Leupung Kabupaten Aceh Besar Sebagai Media Pembelajaran Zoology Invertebrata, Usaha-usaha
Pengelolaan Kesehatan Lingkungan Sekolah di SMP Negeri 1 Simpang Tiga Kabupaten Aceh
Besar, Tingkat Keanakaragaman Hayati dan Pemamfaatannya di Indonesia, Penerapan Kurikulum
Integratif Islami Dalam Pengajaran IPA Sains pada SD/MI di Provinsi Aceh, Tinjauan tentang
Perilaku Petani dalam Penggunaan Pestisida di Gampong Lam Ateuk Kecamatan Lhok Nga
Kabupaten Aceh Besar, Studi Tentang Pembelajaran Biologi Konservasi di LPTK, Perbedaan Kadar
Protein Antara Jamur Merang (Volvariella Volvaceae) Dengan Jamur Kuping Hitam (Auricularia
Polytricha) Yang Tumbuh Pada Alam
Jurnal Biology Education ini terbit melibatkan banyak pihak dalam memberi bimbingan,
motivasi, oleh karena itu sudah sepantasnya pada kesempatan ini Tim Dewan Redaksi
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada
Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah baik secara langsung
maupun tidak langsung telah membantu proses pelaksanaan penerbitan pedana Jurnal Biology
Education ini. Semua pihak yang telah membantu Dewan Redaksi untuk menyelesaikan Jurnal
Biology Education ini
Demikian isi Jurnal Biology Education Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ini, dengan ucapan
terima kasih kepada penulis. Semoga dengan terbitnya edisi ini memacu para insan akademisi untuk
lebih kreatif dan mengungkapkan suatu ide dan pemikiran secara ilmiah dan profesional dalam
tulisan
Tim Redaksi
Jurnal Biology Education
Volume
ume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Jurnal
Biology Education
(Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)
VOLUME 1









OKTOBER 2012
Tingkat Keanekaragaman
karagaman Hayati Dan Pemanfaatannya Di Indonesia
M. Ridhwan
(1-4)
Usaha-Usaha
Usaha Pengelolaan Kesehatan Lin
Lingkungan Sekolah Di SMP Negeri 1
Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar
Musriadi
(5-17)
Penerapan Kurikulum Integratif Islami Dalam Pengajaran IPA Sains Pada
SD/MI Di Provinsi Aceh
Ibrahim
(18-22)
Kurikulum Tingkat Satuan pen
pendidikan (KTSP) dan Peningkatan Kompetensi
Siswa Dalam Pembelajaran Biologi di SMA
Jailani
(23-29)
Identifikasi Echinodermata Di Kawasan Pantai Drieng Leupung Kabupaten
Aceh Besar Sebagai Media Pembelajaran Zoology Invertebrata
Armi
(30-35)
Tinjauan Tentang Perilaku Petani Dalam Penggunaan
gunaan Pestisida Di Gampong
Lam Ateuk Kecamatan Lhok Nga Kabupaten Aceh Besar
Jalaluddin
(36-46)
Studi Tentang Pembelajaran Biologi Konservasi Di LPTK
Evi Apriana
(47-54)
Perbedaan Kadar Protein Antara Jamur Merang ((Volvariella volvaceae)
Dengan Jamur Kuping Hitam (Auricularia polytricha) Yang Tumbuh Pada Alam
Abdullah
(55-59)
Pendidik Menerapkan Strategi Pembelajaran Konvensional Suatu
Evaluasi Hasil Penelitian Eksperimen Semu ((Quasi experiment)) di SD Kota Ternate
Said Hasan
(60-65)
Diterbitkan Oleh :
FKIP Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah
Jurnal Biology Education
Volume 1
Hal 1-65
Banda Aceh Oktober 2012
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
TINGKAT KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN
PEMANFAATANNYA DI INDONESIA
M. Ridhwan**
Dosen FKIP Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
ABSTRAK
Keanekaragaman hayati merupakan varasi atau perbedaan bentuk-bentuk makhluk hidup,
meliputi perbedaan pada tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, materi genetik yang di
kandungnya, serta bentuk-bentuk ekosistem tempat hidup suatu makhluk hidup. Keanekaragaman
hayati disebut juga “Biodiversitas”. Keanekaragaman atau keberagaman dari makhluk hidup
dapat terjadi karena akibat adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur,
penampilan dan sifat-sifat lainnya. Kebutuhan karbohidrat masyarakat Indonesia terutama
tergantung pada beras dan gandum. Sumber lain seperti jagung, ubi jalar, singkong, talas dan sagu
sebagai makanan pokok di beberapa daerah mulai ditinggalkan. . Selain tanaman pangan yang telah
dibudidaya, sebenarnya Indonesia mempunyai 400 jenis tanaman penghasil buah, 370 jenis tanaman
penghasil sayuran, 70 jenis tanaman berumbi, 60 jenis tanaman penyegar dan 55 jenis tanaman
rempah rempah. Perikanan merupakan sumber protein murah di Indonesia. Kita mempunyai zona
ekonomi eksklusif yaitu 200 mil dari garis pantai yang dapat dipergunakan oleh nelayan untuk
mencari nafkah.
PENDAHULUAN
Keanekaragaman hayati merupakan
varasi atau perbedaan bentuk-bentuk makhluk
hidup, meliputi perbedaan pada tumbuhan,
hewan, dan mikroorganisme, materi genetik
yang di kandungnya, serta bentuk-bentuk
ekosistem tempat hidup suatu makhluk hidup.
Apabila
anda
mendengar
kata
“Keanekaragaman”, dalam pikiran anda
mungkin akan terbayang kumpulan benda
yang bermacam-macam, baik ukuran, warna,
bentuk, tekstur dan sebagainya. Bayangan
tersebut memang tidak salah. Kata
keanekaragaman
memang
untuk
menggambarkan keadaan bermacam-macam
suatu benda, yang dapat terjadi akibat
adanya perbedaan dalam hal ukuran, bentuk,
tekstur ataupun jumlah.
Sedangkan
kata
“Hayati”
menunjukkan sesuatu yang hidup. Jadi
keanekaragaman hayati menggambarkan
bermacam-macam
makhluk
hidup
(organisme)
penghuni
biosfer.
Keanekaragaman hayati disebut juga
“Biodiversitas”.
Keanekaragaman
atau
keberagaman dari makhluk hidup dapat
terjadi karena akibat adanya perbedaan
warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur,
penampilan dan sifat-sifat lainnya.
Jurnal Biology Education
Sedangkan keanekaragaman dari
makhluk hidup dapat terlihat dengan adanya
persamaan ciri antara makhluk hidup.Jika
Anda perhatikan tumbuhan-tumbuhan itu,
maka Anda akan menemukan tumbuhantumbuhan yang berbatang tinggi, misalnya:
palem, mangga, beringin, kelapa. Dan yang
berbatang rendah, misalnya: cabe, tomat,
melati, mawar dan lain-lainnya.
Ada tumbuhan yang berbatang
keras, dan berbatang lunak. Ada yang
berdaun lebar, tetapi ada pula yang berdaun
kecil, serta bunga yang berwarna-warni.
Begitu pula Anda akan menemukan
tumbuhan-tumbuhan
yang
memiliki
kesamaan ciri seperti: tulang daun menyirip
atau sejajar, sistem perakaran tunggang atau
serabut, berbiji tertutup atau terbuka,
mahkota bunga berkelipatan 3 atau 5 dan
lain-lain. Begitu pula pada hewan-hewan
yang Anda temukan, terdapat hewan-hewan
yang bertubuh besar seperti kucing, sapi,
kerbau, dan yang bertubuh kecil seperti
semut.
PEMBAHASAN
Pada masyarakat Sumatra Barat
(Minangkabau), Bali, Banjar (Kalimantan)
dikenal juga dengan ritual upacara-upacara
adat. Jenis tanaman yang banyak dipergunakan
dalam upacara adat ini adalah padi, kelapa,
jeruk, kapur barus, pinang dan tebu. Budaya
Page 1
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
nyekar di Daerah Istimewa Yogyakarta
merupakan upacara mengirim doa pada
leluhur. Upacara ini juga menggunakan
berbagai jenis tumbuhan bunga yaitu mawar,
kenanga, kantil, dan selasih. Untuk pembuatan
kembar mayang pada pesta perkawinan suku
Jawa dipergunakan jenis tumbuhan yaitu janur
muda dari kelapa, mayang (bunga pinang),
beringin,
kemuning,
daun
spa-spa
(Flemingialineata), daun kara (phaseolus
lunatus), daun maja, daun, alang slang, daun
kluwih (Artocarpus cornmunis), daun salam,
daun dadap, daun girang, dan daun andhong.
Disamping itu dikenal juga pemotongan ayam
jantan untuk ingkung yang biasanya ayam
berbulu putih mulus atau ayam berbulu hitam
mulus (ayam cemani).
Aneka tanaman yang dipergunakan
untuk upacara memandikan keris di
Yogyakarta adalah jeruk nipis, pace, nanas,
kelapa, cendana, mawar, melati, kenanga, dan
kemenyan Selain melekat pada upacara adat,
kekayaan sumber daya hayati Indonesia
tampak pada hasil-hasil kerajinan daerah dan
kawasan. Misalnya kerajinan mutiara, dan
kerang-kerangan di Nusa Tenggara dan
Ambon, kerajinan kenari di Bogor, daerah.
Pada hari lingkungan hidup sedunia ke-18,
Presiden RI menetapkan melati sebagai puspa
bangsa, anggrek bulan sebagai puspa pesona
dan bunga raflesia sebagai puspa langka. Tiga
satwa langka yang ditetapkan sebagai satwa
nasional adalah Komodo, ikan siluk merah dan
elang jawa. Kerajinan batik dan tenun ikat,
kerajinan tikar, patung, dan lain-lain.
Kekayaan sunber daya hayati juga nampak
pada penggunaan maskot flora dan fauna di
semua Provinsi di Indonesia sebagai identitas.
Guna Keanekaragaman Hayati sebagai
Sumber Pangan di Indonesia. Kebutuhan
karbohidrat masyarakat Indonesia terutama
tergantung pada beras. Sumber lain seperti
jagung, ubi jalar, singkong, talas dan sagu
sebagai makanan pokok di beberapa daerah
mulai ditinggalkan. Ketergantungan pada beras
ini menimbulkan krisis pangan yang
seharusnya tidak perlu terjadi.
Selain tanaman pangan yang telah
dibudidaya, sebenarnya Indonesia mempunyai
400 jenis tanaman penghasil buah, 370 jenis
tanaman penghasil sayuran, 70 jenis tanaman
berumbi, 60 jenis tanaman penyegar dan 55
jenis tanaman rempah rempah. Perikanan
merupakan sumber protein murah di
Indonesia. Kita mempunyai zona ekonomi
Jurnal Biology Education
eksklusif yaitu 200 mil dari garis pantai yang
dapat dipergunakan oleh nelayan untuk
mencari nafkah.
Budi daya udang , bandeng dan lele
dumbo sangat potensial juga sebagai sumber
pangan. Oncom , tempe, kecap, tape, laru
(minuman khas daerah Timor), gatot,
merupakan makanan suplemen yang disukai
masyarakat Indonesia. Jasa mikro organisme
seperti kapang, yeast dan bakteri sangat
diperlukan untuk pembuatan makanan ini.
Beberapa jenis tanaman seperti suji, secang,
kunir, gula aren, merang padi, pandan banyak
digunakan sebagai zat pewarna makanan.
Keanekaragaman
Hayati
sebagai
Sumber Sandang dan Papan. Kapas, rami,
yute, kenaf, abaca, dan acave serta ulat sutera
potensial sebagai bahan sandang. Tanaman ini
tersebar di seluruh Indonesia, terutama di Jawa
dan Kalimantan dan Sulawesi.
Rumah adat di Indonesia hampir semuanya
memerlukan kayu sebagai bahan utama.
Semula kayu jati, kayu nangka dan pokok
kelapa (glugu) dipergunakan sebagai bahan
bangunan.
Dengan makin mahalnya harga kayu
jati saat ini berbagai jenis kayu seperti meranti,
keruing, ramin dan kayu kalimantan dipakai
juga sebagai bahan bangunan.Penduduk Pulau
Timor dan Pulau Alor menggunakan lontar
(Borassus sundaicus) dan gewang (Corypha
gebanga) sebagai atap dan didinding rumah.
Beberapa jenis palem seperi Nypa fruticas,
Oncosperma
horridum,
Oncossperma
tigillarium dimanfaatkan oleh penduduk
Sumatera, Kalimantan dan Jawa untuk bahan
bangunan rumah.
Masyarakat Dawan di Pulau Timor
memilih jenis pohon timun (Timunius sp),
matani (Pterocarpus indicus), sublele (Eugenia
sp) sebagai bahan bangunan disamping
pelepah lontar, gewang dan alang-alang
(Imperata cyllndrica) untuk atap.
Aspek Kultural Sumberdaya Hayati di
Indonesia.
Indonesia memiliki kurang lebih 350
etnis
dengan
keanekaragaman
agama,
kepercayaan, dan adat istiadatnya. Dalam
upacara ritual keagamaan atau dalam upacara
adat banyak sekali sumber daya hayati yang
dipergunakan. Sebagai contoh, ummat Islam
menggunakan sapi dan kambing jantan dewasa
pada setiap hari raya korban, sedangkan umat
nasrani memerlukan pohon cemara setiap
Page 2
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
natal. Umat Hindu membutuhkan berbagai
jenis sumber daya hayati untuk setiap upacara
keagamaan yang dilakukan. Banyak jenis
pohon di Indonesia yang dipercaya sebagai
pengusir roh jahat atau tempat tinggal roh jahat
seperti beringin, bambu kuning (di Jawa).
Upacara
kematian
di
Toraja
menggunakan berbagai jenis tumbuhan yang
dianggap mempunya nilai magis untuk ramuan
memandikan mayat misalnya limau, daun
kelapa, pisang dan rempah-rempah lainnya.
Disamping itu dipergunakan pula kerbau
belang . Pada upacara ngaben di Bali
dipergunakan 39 jenis tumbuhan.
Dari 39 jenis tersebut banyak yang
tergolong penghasil minyak atsiri dan bau
harum seperti kenanga, melati, cempaka,
pandan, sirih dan cendana. Jenis lain yaitu
dadap dan tebu hitam diperlukan untuk, kelapa
gading diperlukan untuk menghanyutkan abu
ke sungai.
Keanekaragaman Hayati Indonesia
Tahukah Anda, bahwa Indonesia
merupakan salah satu dari tiga Negara yang
memiliki keanekaragaman hayati yang
tinggi? Dua negara lainnya adalah Brazil
dan Zaire. Tetapi dibandingkan dengan
Brazil dan Zaire, Indonesia memiliki
keunikan tersendiri. Keunikannya adalah
disamping memiliki keanekragaman hayati
yang tinggi, Indonesia mempunyai areal tipe
Indomalaya yang luas, juga tipe Oriental,
Australia, dan peralihannya. Selain itu di
Indonesia terdapat banyak hewan dan
tumbuhan langka, serta hewan dan
tumbuhan endemik (penyebaran terbatas).
Untuk lebih memahami materi
tersebut, silakan Anda simak uraian
mengenai keaneragaman hayati yang
terdapat di Indonesia berikut ini!
Indonesia terletak di daerah tropik
sehingga memiliki keanekaragaman hayati
yang tinggi dibandingkan dengan daerah
subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim
kutub). Tingginya keanekaragaman hayati di
Indonesia ini terlihat dari berbagai macam
ekosistem yang ada di Indonesia, seperti:
ekosistem pantai, ekosistem hutan bakau,
ekosistem padang rumput, ekosistem hutan
hujan tropis, ekosistem air tawar, ekosistem
air laut, ekosistem savanna, dan lain-lain.
Masing-masing ekosistem ini memiliki
keaneragaman hayati tersendiri.
Jurnal Biology Education
Tumbuhan (flora) di Indonesia
merupakan bagian dari geografi tumbuhan
Indo-Malaya. Flora Indo-Malaya meliputi
tumbuhan yang hidup di India, Vietnam,
Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Filipina.
Flora yang tumbuh di Malaysia, Indonesia,
dan Filipina sering disebut sebagai
kelompok flora Malesiana.
Hutan di daerah flora Malesiana
memiliki kurang lebih 248.000 species
tumbuhan tinggi, didominasi oleh pohon
dari familia Dipterocarpaceae, yaitu pohonpohon yang menghasilkan biji bersayap.
Dipterocarpaceae merupakan tumbuhan
tertinggi dan membentuk kanopi hutan.
Tumbuhan
yang
termasuk
famili
Dipterocarpaceae misalnya Keruing (
Dipterocarpus sp), Meranti (Shorea sp),
Kayu garu (Gonystylus bancanus), dan Kayu
kapur (Drybalanops aromatica).
Hutan di Indonesia merupakan
bioma hutan hujan tropis atau hutan basah,
dicirikan dengan kanopi yang rapat dan
banyak tumbuhan liana (tumbuhan yang
memanjat), seperti rotan. Tumbuhan khas
Indonesia seperti durian (Durio zibetinus),
Mangga (Mangifera indica), dan Sukun
(Artocarpus sp) di Indonesia tersebar di
Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi.
Sebagai negara yang memiliki flora
Malesiana apakah di Malaysia dan Filipina
juga memiliki jenis tumbuhan seperti yang
dimiliki oleh Indonesia? Ya, di Malaysia
dan Filipina juga terdapat tumbuhan durian,
mangga, dan sukun. Di Sumatera,
Kalimantan, dan Jawa terdapat tumbuhan
endemik Rafflesia. Tumbuhan ini tumbuh di
akar atau batang tumbuhan pemanjat sejenis
anggur liar, yaitu Tetrastigma.
Bagaimana
dengan
wilayah
Indonesia bagian timur? Apakah jenis
tumbuhannya sama? Indonesia bagian timur,
tipe hutannya agak berbeda. Mulai dari
Sulawesi sampai Irian Jaya (Papua) terdapat
hutan non-Dipterocarpaceae. Hutan ini
memiliki pohon-pohon sedang, diantaranya
beringin (Ficus sp), dan matoa (Pometia
pinnata). Pohon matoa merupakan tumbuhan
endemik di Irian.
Selanjutnya, mari kita lihat hewan
(fauna) di Indonesia. Hewan-hewan di
Indonesia memiliki tipe Oriental (Kawasan
Barat Indonesia) dan Australia (Kawasan
Timur Indonesia) serta peralihan. Hewanhewan di bagian Barat Indonesia (Oriental)
Page 3
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
yang meliputi Sumatera, Jawa, dan
Kalimantan, memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Banyak species mamalia yang
berukuran besar, misalnya gajah,
banteng, harimau, badak. Mamalia
berkantung
jumlahnya
sedikit,
bahkan hampir tidak ada.
2. Terdapat berbagai macam kera,
misalnya: bekantan, tarsius, orang
utan.
3. Terdapat hewan endemik, seperti:
badak bercula satu, binturong
(Aretictis
binturang),
monyet
(Presbytis thomari), tarsius (Tarsius
bancanus), kukang (Nyeticebus
coucang).
4. Burung-burung memiliki warna bulu
yang kurang menarik, tetapi dapat
berkicau.
Burung-burung
yang
endemik, misalnya: jalak bali
(Leucopsar nothschili), elang jawa,
murai
mengkilat
(Myophoneus
melurunus),
elang
putih
(Mycrohyerax latifrons).
Irian Jaya (Papua) memiliki hewan
mamalia berkantung, misalnya: kanguru
(Dendrolagus ursinus), kuskus (Spiloeus
maculatus). Papua juga memiliki kolek si
burung terbanyak, dan yang paling terkenal
adalah burung Cenderawasih (Paradiseae
sp).
Di Nusa Tenggara, terutama di pulau
Komodo, terdapat reptilian terbesar yaitu
komodo (Varanus komodoensis). Sedangkan
daerah peralihan meliputi daerah di sekitar
garis Wallace yang terbentang dari Sulawesi
sampai kepulauan Maluku, jenis hewannya
antara lain tarsius (Tarsius bancanus), maleo
(Macrocephalon maleo), anoa, dan babi rusa
(Babyrousa babyrussa)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Keanekaragaman hayati merupakan
varasi atau perbedaan bentuk-bentuk makhluk
hidup, meliputi perbedaan pada tumbuhan,
hewan, dan mikroorganisme, materi genetik
Jurnal Biology Education
yang di kandungnya, serta bentuk-bentuk
ekosistem tempat hidup suatu makhluk hidup.
Ada Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam Keanekaragaman Hayati
diantaranya adalah:
Guna Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber
Pangan di Indonesia
Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber
Sandang dan Papan
Aspek Kultural Sumberdaya Hayati di
Indonesia
saran
Adapun saran yang dapat pmakalah
sampaikan adalah,
Dapat dijadikan bahan bacaan yang
bermamfaat
untuk
memahami
keanekaragaman hayati.
Dapat
memberikan
pemahan
tentang
pentingnya melestarikan keaneka ragaman
hayati.
DAFTAR PUSTAKA
Adam dan Dickey (2003), Basic Principles of
Student Teaching, Jakarta, Rineka
Cipta
Dahuri, (2004), Pengelolaan Sumber Daya
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu,
Jakarta : PT. Pradnya Paramita
Daryanto, (2007), Kamus Bahasa Indonesia
Lengkap, Surabaya : Apollo
Nontji, (2005), Laut Nusantara, Jakarta,
Djambatan
Padmanaba, M. dan Sheil, D., 2007. Finding
and promoting a local conservation
consensus ina globally important
tropical forest landscape, Biodiversity
and Conservation, vol 16, no 1, hal.
1137–1151.
Rifai, M.A (1992), Keanekaragaman Hayati.
Surabaya FPMIPA IKIP Surabaya
Sastrapraja,
D.S.
dkk. ( 1989 ),
Keanekaragaman
Hayati
Untuk
Kelangsungan Hidup Bangsa. Bogor :
Puslitbang Bioteknologi
Sudjono Anas, (2001), Pengantar Statistik
Pendidikan, Jakarta, Raja Gravindo
Persada
Page 4
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
USAHA-USAHA PENGELOLAAN KESEHATAN LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMP
NEGERI 1 SIMPANG TIGA KABUPATEN ACEH BESAR
Oleh
Musriadi **
Mahasiswa Doctor Program Studi Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan
ABSTRAK
Pengelolaan adalah penyelenggaraan atau kepengurusan agar sesuatu yang dikelola dapat
berjalan dengan lancar, efektif dan efesien. Penelitian ini bertujuan: Untuk mengetahui usaha-usaha
yang dilakukan guru dalam pengelolaan kesehatan lingkungan sekolah sudah dikelola dengan baik
dalam peningkatan proses belajar mengajar. Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan siswa
dalam pengelolaan kesehatan lingkungan sekolah sudah dikelola dengan baik dalam peningkatan
proses belajar mengajar. Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa, dengan metode deskriptif.
Tehnik pengumpulan data melalui observasi, angket dan wawancara. Analisis data dengan
menggunakan rumus persentase. penelitian ini memberikan kesimpulan Usaha-usaha guru dalam
pengelolaan lingkungan sekolah di SMP Negeri 1 Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar sudah
maksimal, guru selalu menjaga dan membersihkan lingkungan sekolah dan guru juga selalu memberi
bimbingan kepada siswa untuk menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Usaha-usaha siswa dalam
pengelolaan lingkungan sekolah di SMP Negeri 1 Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar sudah
maksimal, siswa selalu menjaga dan membersihkan halaman sekolah antara lain menanami tanaman,
menyirami tanaman dan menyapu halaman sekolah agar selalu terjaga kebersihnya.
PENDAHULUAN
Dewasa ini pemerintah Indonesia
dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat yang madani, telah melakukan
berbagai macam usaha. Salah satu usaha yang
sangat ditekankan oleh pemerintah yaitu
menciptakan lapangan pekerjaan, serta
kehidupan yang layak bagi kehidupan
masyarakat Indonesia. Untuk mewujudkan hal
tersebut,
sektor
pembangunan
sangat
signifikan menyerap tenaga kerja yang pada
akhirnya terpenuhi kebutuhan ekonomi
masyarakat.
Pemerintah
juga
melakukan
pembangunan
kesehatan,
dimana
pembangunan kesehatan menuju Indonesia
yang sehat adalah upaya untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang serta berusaha
mencegah timbulnya penyakit di kalangan
penduduk agar terwujudnya kesehatan
masyarakat yang optimal. Menurut Depkes RI,
(2002:4) bahwa: “Terciptanya kesehatan
masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia
yang ditandai oleh penduduk hidup
dilingkungan yang sehat, dengan prilaku yang
sehat memiliki kemampuan untuk menjangkau
Jurnal Biology Education
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata”.
Pembangunan dibidang pendidikan
kesehatan juga tak kalah pentingnya, dimana
bidang pembangunan pendidikan kesehatan ini
akan mempengaruhi pola pikir dari masyarakat
Indonesia. Pendidikan kesehatan bertujuan
untuk menanam pengertian tentang kesehatan
kepada anak didik sedini mungkin. Didalam
penataran Penyegaran yang dilaksanakan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
(1999 : 50-51) pendidikan kesehatan
mempunyai tujuan sebagai berikut :
“Tujuan pendidikan kesehatan ialah agar
peserta didik memiliki pengetahuan tentang
kesehatan sedini mungkin dan agar dapat
menerapkan hidup sehat (sehat fisik, mental
dan sosialnya) dalam kehidupannya seharisehari. Selain itu juga untuk meningkatkan
taraf/derajat kesehatan kemampuan hidup
sehat
peserta
didik
serta
dapat
mengembangkan
dalam
lingkungan
hidupnya”.
Berdasarkan pengertian dari tujuan
pendidikan kesehatan tersebut, maka sudah
seharusnya golongan masyarakat mendukung
Page 5
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
usaha-usaha yang dilakukan dalam hal
peningkatan kesehatan.
Pemerintah dalam usaha menanamkan
pendidikan kesehatan dalam masyarakat, telah
berupaya untuk melakukan pemeliharaan serta
peningkatan kemampuan hidup. Dimana
pemerintah telah menetapkan program Usaha
Kesehatan Sekolah untuk dilaksanakan
disetiap sekolah. Semua ini dilakukan
mengingat anak-anak usia sekolah masih
sangat peka terhadap lingkungan, dimana
anak-anak yang sehat menjadi modal dalam
pembangunan yaitu sebagai sumber daya
manusia yang sehat fisik, mental dan sosial.
Dengan demikian nantinya mempunyai
produktivitas kerja yang optimal.
Didalam program usaha kesehatan
sekolah pengelolaan lingkungan sekolah
merupakan faktor yang penting yang harus
diperhatikan karena sangat bermanfaat kepada
siswa, jika lingkungan sekolah bersih dan
sehat maka siswa akan lebih tenang dalam
menimba ilmu pengetahuan. Lingkungan
sekolah perlu dikelola dengan baik serta
memenuhi
syarat
kesehatan,
karena
lingkungan sekolah yang tidak bersih akan
mempengaruhi terhadap motivasi belajar
siswa.
Dalam pengelolaan lingkungan juga
perlu tersedianya sarana dan prasarana
kebersihan lingkungan sekolah, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kegiatan
pengelolaan lingkungan. Sarana dan prasarana
juga mempengaruhi pengelolaan lingkungan
sekolah, tanpa adanya sarana dan prasarana
yang baik maka akan sulit untuk
meningkatkan lingkungan sekolah yang bersih.
Sebagaimana disebutkan Apriadji (2000:65)
bahwa :
“Pemanfaatan dalam meningkatkan wawasan
bagi siswa perlu tersedianya sarana dan
prasarana yang memadai sehingga dapat
digunakan dan dimanfaatkan untuk kegiatan
belajar mengajar, baik lingkungan rumah
maupun lingkungan sekolah. Sarana dan
prasarana yang tersedia harus sesuai dengan
kebutuhan sehingga bermanfaat dalam
meningkatkan belajar”.
Dari pernyataan tersebut, maka
didalam pemanfaatan lingkungan sekolah
perlu adanya sarana dan prasarana yang
memadai seperti taman apotik hidup, taman
gizi, halaman sekolah yang luas, saluran
pembuangan air, sumur, serta ditanami
Jurnal Biology Education
berbagai tanaman untuk kenyamanan dalam
proses belajar mengajar.
Selain itu pengelolaan lingkungan
sekolah sangat diperlukan agar lingkungan
sekolah tertata dengan rapi dan dapat
dimanfaatkan. Lingkungan sekolah di SMP
Negeri I Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar
belum
maksimal
dalam
pengelolaan
lingkungannya. Dimana di SMP Negeri 1
Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar
memiliki taman apotik hidup, tanaman gizi,
obat-obatan dan ditanami berbagai jenis
tanaman sayur serta memiliki halaman sekolah
yang banyak ditumbuhi tanaman-tanaman
yang rindang.
Pengelolaan adalah penyelenggaraan
atau kepengurusan agar sesuatu yang dikelola
dapat berjalan dengan lancar, efektif dan
efisien. Sedangkan lingkungan belajar adalah
yang berfungsi sebagai wadah atau lapangan
terlaksananya proses belajar mengajar atau
pendidikan, tanpa adanya lingkungan,
pendidikan tidak akan dapat berlangsung.
Makanya lingkungan sekolah harus bersih,
nyaman dan sehat.
Pengelolaan kesehatan lingkungan
sekolah perlu diperhatikan dengan baik serta
harus memenuhi syarat kesehatan, dengan
menyediakan fasilitas yang memadai, sehingga
upaya
peningkatan
kualitas
kesehatan
lingkungan sekolah dapat tercapai dengan
baik. Faktor lingkungan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa, seperti lingkungan tempat tinggal,
bimbingan dan perhatian orang tua di rumah,
lingkungan sekolah , lingkungan masyarakat
dan faktor ekonomi keluarga. Jika faktor
tersebut mendukung, maka prestasi belajar
siswa ikut mendukung. Sebaliknya jika faktor
lingkungan tidak mendukung, maka prestasi
siswa akan menurun.
Dengan demikian jelaslah bahwa
faktor lingkungan sangat erat hubungannya
terhadap prestasi belajar. Dengan adanya
lingkungan yang baik, maka akan memotivasi
siswa untuk dapat belajar dan memperoleh
hasil yang lebih baik.
Lingkungan merupakan suatu tempat
beradanya segala jenis makhluk, pengaruh
lingkungan yang tidak sehat dapat membawa
efeks terhadap ancaman kesehatan manusia.
Lingkungan merupakan bagian mutlak dari
kehidupan manusia. Manusia mencari makan
dan minum serta kebutuhan lainnya adalah
karena terdapatnya lingkungan sebagai sumber
Page 6
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
pertama dan terpenting pemenuhan berbagai
kebutuhannya. Menurut Endjang (2001:22)
bahwa “lingkungan adalah suatu kombinasi
khusus dari keadaan luar yang mempengaruhi
organisme.
Lingkungan
hidup
yang
merupakan sebagai lingkungan hidup fisik
atau jasmani yang mencakup dan meliputi
semua unsur dan faktor fisik jasmani yang
terdapat dari alam”.
Dalam pengertian ini maka manusia,
hewan dan tumbu-tumbuhan tersebut dilihat
dan dianggap sebagai perwujudan fisik
jasmani belaka, dalam hal ini lingkungan
hidup manusia, hewan dan tumbuhan yang ada
di dalamnya. Dari pendapat di atas tersebut
sangatlah luas dan kompleks, sedangkan
dalam kajian ini hanya membatasi dalam
ruang lingkup yang kecil, yaitu mengenai
hambatan dalam pengelolaan kebersihan
lingkungan sekolah.
Salah satu faktor yang di perlu di perhatikan di
sekolah adalah menata lingkungan yang baik
dan bersih sehingga lingkungan sekolah dapat
dimanfaatkan untuk pengajaran biologi.
Pengelolaan lingkungan sekolah perlu di
perhatikan sarana dan prasarana yang
memadai sehingga dapat digunakan dalam
pengeloalaan lingkungan sekolah. Azwar
(2001:54) menyebutkan ada beberapa bentuk
keadaan lingkungan sekolah yang umum:
Lingkungan sekolah perlu ditata
dengan baik, baik keindahan,
kebersihan
serta kesehatan.
Faktor lingkungan sekolah seperti
pencemaran dapat mempengaruhi terhadap
kesehatan siswa, untuk itu lingkungan perlu
dikeloala dengan baik sehingga dapat
memberikan manfaat kepada penghuninya.
Lingkungan sekolah yang memadai
dapat digunakan untuk pengajaran biologi, dan
perlu dijaga agarselalu tertata dengan baik
bersih dan lingkungan perlu selalu dilakukan
perbaikan, pengelolaan dan diperhatikan dari
segala yang mencemari lingkungan itu sendiri.
Lingkungan
sekolah
merupakan
bagian mutlak bagi kehidupan siswa dalam
meningkatkan semangat belajar. Menurut
Endjang (2001:22) menyatakan bahwa:
“lingkungan sekolah adalah suatu kombinasi
khusus dari keadaan luar yang mempengaruhi
keindahan sekolah dan tersedianya sarana
tersebut dapat dijadikan objek dalam
pembelajaran”.
Lingkungan
sekolah
merupakan
sebagai lingkungan hidup fisik atau jasmani
Jurnal Biology Education
yang mencakup dan meliputi semua unsur dan
faktor unsur jasmani yang terdapat dalam
alam.
Dalam
pengertian
ini
maka
manusia,hewan
dan
tumbuh-tumbuhan
tersebut dilihat dan dianggap sebagai
perwujudan fisik jasmani belaka, dalam hal ini
lingkungan hidup manusia, hewan dan
tumbuhan yang ada sehingga kegiatan
pengelolaan lingkungan dapat dilaksanakan
untuk siswa dan sarana tersebut dapat
dimanfaatkan dengan baik.
Upaya mengembangkan “sekolah
sehat” (health promoting school/HPS) melalui
program UKS perlu disosialisasikan dan
dilakukan dengan baik melalui pelayanan
kesehatan (yankes) yang didukung secara
mantap dan memadai oleh sektor terkait
lainya, seperti partisipasi masyarakat, dunia
usaha, dan media massa.
Sekolah
sebagai
tempat
berlangsungnya proses pembelajaran harus
menjadi HPS, yaitu sekolah yang dapat
meningkatkan derajat kesehatan warga
sekolah. Selain itu, mengupayakan pelayanan
kesehatan yang optimal. Sehingga terjamin
berlangsungnya proses pembelajaran dengan
baik dan terciptanya kondisi yang mendukung
tercapainya kemampuan peserta didik untuk
berprilaku hidup sehat. Semua upaya ini akan
tercapai bila sekolah dan lingkungan dibina
dan di kembangkan.
Pembinaan lingkungan sekolah sehat
dilakukan melalui pemeliharaan sarana fisik
dan
lingkungan
sekolah,
melakukan
pengadaan sarana sekolah yang mendukung
terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat,
melakukan kerja sama dengan masyarakat
sekitar sekolah yang mengandung lingkungan
bersih dan sehat, dan melakukan penataan
halaman, pekarangan, apotik hidup dan pasar
sekolah yang aman.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kesehatan Lingkungan Sekolah
Faktor yang mempengaruhi kesehatan
lingkungan sekolah, salah satunya adalah pada
diri makhluk hidup itu sendiri, jika manusia
dapat mengelola dan menjaga lingkungan
tempat tinggal dengan baik dan bebas dari
pencemaran, maka lingkungan akan menjadi
bersih, aman dan nyaman serta bebas dari
berbagai pencemaran. Lingkungan yang sudah
tercemar dapat membahayakan bagi makhluk
hidup terutama bagi manusia dapat
mengancam kesehatannya.
Page 7
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Faktor yang mempengaruhi kesehatan
lingkungan sekolah adalah prasarana, sarana,
ketenangan dan dana.
Prasarana yang dimaksud disini
seperti ruang UKS, ruang perpustakaan, ruang
pelatihan, dan lain-lain. Sarana merupakan
bahan yang diperlukan untuk pengelolaan
lingkungan sekolah, seperti tong sampah,
sapu, air yang bersih, dan lain-lain. Tenaga
yang memadai juga sangat dibutuhkan seperti
guru, petugas kesehatan dari puskesmas, dan
lain-lain. Sedangkan dana sebagai faktor untuk
membiayai bagi penyediaan prasarana, sarana,
dan tenaga (pelaksanaan UKS).
Adapun faktor yang mempengaruhi
kesehatan lingkungan sekolah antara lain:
faktor pendidikan, ekonimi, kependudukan
dan sosial budaya.
Faktor pendidikan
Upaya
penyehatan
lingkungan
dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas
lingkungan dalam rangka mengurangi resiko
terjadinya pencemaran lingkungan. Upaya
tersebut hubungan erat dengan factor
pendiidkan masyarakat sekolah yang berada di
lingkungan
tersebut. Pendidikan
yang
dimaksud adalah pengetahuan yang dapat
mendorong kemampuan bertindak sesuai
dengan kondisinya dalam memecahkan
masalah kebersihan lingkungan hidup.
Dalam hubungan dengan kebersihan
lingkungan, setiap individu harus mempunyai
konsep tentang cara pengelolaan dan
pemanfaatan lingkungannya. Pendidikan yang
mereka miliki harus dapat membantu mereka
dalam menjaga keseimbangan dan kesehatan
pribadi
mereka.
Entjang
(2001:129)
menjelaskan bahwa “pendidikan harus
membuat perorangan dan masyarakat bebas
dari ketidak mengertian sehingga mereka
menyadari bahwa pemeliharaan lingkungan
dan kebersihan diri merupakan usaha
pencegahan berbagai masalah diantaranya
kesehatan pribadi”.
Faktor ekonomi
Kemiskinan merupakan suatu hal yang
mempunyai
dampak
negatif
terhadap
lingkungan, dampak negatif kemiskinan
terhadap lingkungan alam di Indonesia ini
adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan
lingkungan yang membahayakan kesehatan
manusia (jasmani, rohani dan sosial), karena
tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan
Jurnal Biology Education
yang sehat, yang melemahkan daya tahan
tubuh sehingga mudah terserang suatu
penyakit.
Faktor kependudukan
Masalah kependudukan dewasa ini
telah dipandang sebagai masalah dunia yang
mendasar, hal itu disebabkan masalah tersebut
menyentuh hal-hal yang bersifat asasi bagi
manusia yaitu kelangsungan hidup manusia itu
sendiri.
Faktor sosial budaya
Pola
budaya
masyarakat
mencerminkan tingkah laku sosial dalam
kehidupan sehari-hari. Apabila pola hidup
tidak ditimbangi oleh sikap mental
berwawasan
lingkungan
maka
dapat
mengganggu kelestariannya. Kemampuan
manusia merubah alam dan membuat hal-hal
ynag
baru,
turut
mempengaruhi
pengembangan lingkungan hidup.
Hakikat pokok dalam pengembangan
kebersihan dan kesehatan lingkungan hidup
adalah terpeliharanya keseimbangan alam dan
lingkungan hidup social. Hal ini dapat dicapai
jika manusia dapat mengendalikan dirinya
dan mengindahkan asas keseimbangan serta
terhindarnya sikap merusak lingkungan sosial
budaya.
Hubungan Antara Pengelolaan Lingkungan
Sekolah dan
Kesehatan Lingkungan
Sekolah
Kehidupan manusia tidak terlepas dari
pengaruh lingkungan. Hubungan yang erat
antara pengelolaan lingkungan sekolah dan
kesehatan lingkungan sekolah, akan membawa
kenyataan bahwa masyarakat sekolah sangat
ditentukan oleh kebersihan dan kesehatan
lingkungannya.
Sikap
terhadap
pengelolaan
lingkungan yang lestari tidak terlepas dari
tingkat pengetahuan masyarakat sekolah
tentang lingkungan. Notoatmodjo (2003:45)
menyatakan bahwa:
“Tinggi rendahnya tingkat pengetahuan, serta
sikap
akan
mempengaruhi
terhadap
pengelolaan lingkunga. Dengan tingginya
pengetahuan
seseorang
maka
akan
meningkatkan/memperluas wawasan berpikir,
lebih trampil serta memiliki kesadaran dan
tanggung jawab terhadap peningkatan hidup
bersih dan sehat. Begitu juga dengan sikap
yang positif atau sikap yang bijaksana akan
Page 8
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
dapat membawa suatu pengaruh terhadap
pengelolaan lingkungan tempat tinggal yang
lebih baik dan mampu membimbing
keluarganya untuk hidup sehat”.
Lingkungan yang bersih dapat dijadikan suatu
sumber daya bagi kesehatan
dan
kesejahteraan masyarakat sekolah dan
lingkungan yang kotor dapat membahayakan
bagi masyarakat sekolah itu sendiri. Sampah
merupakan masalah yang penting di
lingkungan sekolah, karena dapat membawa
akibat yang buruk bagi kesehatan dan
mencemarkan lingkungan. Untuk tidak
mencemarkan lingkungan, maka sampah harus
dibuang ketempat pembuangan sampah khusus
dan perlu penyediaan bak sampah di sekolah.
Pengadaan jamban merupakan salah satu
usaha untuk mencapai hidup bersih dan sehat.
Untuk menjaga kebersihan dan kesehatan
lingkungan sekolah adalah pembuangan air
limbah. Agar air limbah di sekolah tidak
membahayakan bagi kesehatan masyarakat
sekolah,
maka
pengaturan
dan
pembuangannya perlu diperhatikan oleh
masyarakat di sekolah. Masalah air limbah
merupakan masalah yang penting dalam
menjaga lingkungan yang bersih dan sehat.
Karena air limbah ini akan membawa akibat
buruk yaitu dapat mencemarkan lingkungan
sekolah.
Untuk tidak mencemarkan lingkungan
sekolah, air limbah harus dibuang ke tempat
yang telah disediakan, supaya dapat
menjadikan lingkungan sekolah yang bersih
dan sehat serta lingkungan sekolah yang
nyaman dan aman seperti yang diharapkan.
Faktor-faktor yang Mendukung dalam
Meningkatkan Pengelolaan
Lingkungan
Sekolah dan Kesehatan Lingkungan Sekolah
Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar siswa,
seperti lingkungan tempat tinggal, bimbingan
dan perhatian orang tua di rumah, lingkungan
sekolah, lingkungan masyarakat dan faktor
ekonomi keluarga. Jika faktor tersebut
mendukung, maka prestasi belajar siswa ikut
mendukung. Sebaliknya jika faktor lingkungan
tidak mendukung, maka prestasi siswa akan
menurun.
Pihak
sekolah
senantiasa
menjaga
keseimbangan lingkungan belajar sekolah
secara intern maupun ekstern yang masih perlu
banyak perbaikan, memanajemen dengan
meningkatkan
usaha-usaha
pengelolaan
lingkungan belajar yang sudah ada serta
Jurnal Biology Education
membuat kebijakan-kebijakan baru, lebih
meningkatkan kerja sama dengan setiap
personal dan masyarakat sekitar agar masalahmasalah pengelolaan lingkungan sekolah dan
kesehatan
lingkungan
sekolah
dapat
diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Dalam mewujudkan sekolah yang peduli dan
berbudaya lingkungan perlu didukug sarana
dan prasarana yang mencerminkan upaya
pengelolaan lingkungan hidup, antara lain
meliputi:
Pengembangan fungsi sarana pendukung
untuk pedidikan lingkungan hidup.
Meningkatkan
kualitas
pengelolaan
lingkungan di dalam dan di luar sekolah.
Meningkatkan kualitas makanan sehat.
Menurut WHO (Depkes, 2008:14) ada enam
ciri utama yang dapat meningkatkan kesehatan
lingkungan sekolah yaitu:
Melibatkan semua pihak yang
berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah,
yaitu peserta didik, orang tua dan para tokoh
masyarakat maupun organisasi-organisasi di
masyarakat.
Berusaha keras untuk menciptakan lingkungan
yang sehat dan aman, meliputi sanitasi dan air
yang cukup, bebas dari segala macam bentuk
kekerasan,bebas dari pengaruh negatif dan
penyalahgunaan zat-zat berbahaya, suasana
yang mempedulikan pola asuh, rasa hormat
dan percaya. Diciptakannya pekarangan
sekolah yang aman, adanya dukungan
masyarakat sepenuhnya.
Memberikan pendidikan kesehatan
dengan mengembangkan kurikulum yang
mampu meningkatkan sikap dan prilaku
peserta didik yang positif terhadap kesehatan,
serta
dapat
mengembangkan
berbagai
ketrampilan hidup yang mendukung kesehatan
fisik, mental dan sosial.
Memberikan askes (kesempatan)
untuk dilaksanakannya pelayanan kesehatan di
sekolah, yaitu penyaringan, diagnose dini,
pemantauan dan perkembangan, Imunisasi,
serta pengobatan sederhana. Selain itu
mengadakan kerja sama dengan puskesmas
setempat, dan mengadakan program-program
makanan bergizi dengan memperhatikan
keamanan makanan.
Menerapkan kebijakan-kebijakan dan
upaya-upaya
di
sekolah
untuk
mempromosikan
atau
meningkatkan
kesehatan, yaitu kebijakan yang didukung oleh
seluruh staf sekolah termasuk mewujutkan
proses pembelajaran yang dapat menciptakan
Page 9
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
lingkungan psikososial yang sehat bagi seluruh
masyarakat sekolah. Kebijakan berikutnya
memberikan pelayanan yang ada untuk seluruh
peserta didik. Terakhir, kebijakan-kebijakan
dalam penggunaan rokok, penyalahgunaan
narkotika termasuk alkohol serta pencegahan
segala bentuk kekerasan/pelecehan.
Bekerja keras untuk ikut atau berperan
serta meningkatkan kesehatan masyarakat,
dengan
cara
memperhatikan
masalah
kesehatan yang terjadi di masyarakat.
Usaha Kesehatan Sekolah adalah
Usaha Kesehatan masyarakat yang dilakukan
di
sekolah
dengan
siswa
beserta
lingkungannya (guru, pegawai dan orangtua
siswa) sebagai sasaran utama.
Kesehatan lingkungan merupakan
bagian dasar kesehatan masyarakat sekolah
yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan
tubuh. Sebab kesehatan yang buruk dapat
menimbulkan penyakit. Dan faktor lingkungan
turut menentukan baik buruknya kesehatan
seseorang dan masyakat sekolah. Azwar (2001
: 66), mengatakan bahwa :
“Yang dimaksud dengan Usaha Kesehatan
Sekolah adalah bagian dari Usaha Kesehatan
pokok yang menjadi beban tugas puskesmas,
yang ditujukan kepada sekolah-sekolah
dengan anak didik beserta lingkungan
hidupnya, dalam rangka mencapai keadaan
kesehatan sekolah anak yang sebaik-baiknya
dan sekaligus meningkatkan prestasi belajar
anak sekolah setinggi-tingginya”.
Berdasarkan pendapat-pendapat para
ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Usaha
Kesehatan Sekolah adalah suatu usaha
bersama dan terorganisir
dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
yang
dijalankan
di
sekolah-sekolah.
Programnya telah dituangkan kedalam
kurikulum dan dijalankan di sekolah-sekolah
mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, dengan anak
didik, guru dan pegawai/pesuruh sekolah
sebagai sasaran utama.
Perhatian
pemerintah
terhadap
pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah adalah
adanya kerja sama antara 4 departemen, yaitu
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Departemen Kesehatan, Departemen Agama
dan Departemen Dalam Negeri. Antara
masing-masing
Departemen
mempunyai
tugas-tugas yang saling mendukung.
Untuk kelancaran pelaksaan Usaha
Kesehatan Sekolah, selain kerja sama antara
Jurnal Biology Education
Departemen, maka perlu mengadakan
hubungan kerja dengan instansi/dinas lain,
seperti Dinas Pekerja Umum, Dinas Pertanian,
Dinas Peternakan dan lain-lain. Selanjutnya
tidak boleh mengabaikan peran serta tokohtokoh masyarakat serta orang tua murid.
Dengan demikian diharapkan usaha-usaha
pengelolaan kesehatan lingkungan sekolah
berjalan dengan lancar, sehingga kualitas
kesehatan lingkungan sekolah memenuhi
syarat kesehatan.
Program Usaha Kesehatan Sekolah dan
Kualitas Kesehatan Sekolah
Suatu kegiatan yang dilaksanakan
untuk mendapatkan hasil yang baik, tentu
memerlukan perencanaan yang baik pula.
Demikian juga halnya mengenai pelaksanaan
Usaha Kesehatan Sekolah, tentu saja
memerlukan suatu program pula. Program ini
disusun sedemikian rupa dan dilaksanakan
pada setiap sekolah.
Program sekolah adalah rencana
akademik dalam pelaksanaan pendidikan.
Dalam hal pelaksanaannya tentu akan terikat
dengan peraturan-peraturan. Peraturan ini akan
berlaku langsung untuk semua unsur-unsur
sekolah, terutama sekali bagi murid, guru dan
karyawan. Kegiatan-kegiatan yang ada kaitan
dengan kesehatan akan memacu pencapaian
tujuan program sekolah. Oleh sebab itu Usaha
Kesehatan Sekolah tidak lepas dari tujuan
tersebut.
Usaha Kesehatan Sekolah akan
memberi pengaruh besar terhadap pelaksanaan
program sekolah, antara lain:
Salah satu cara yang di tempuh untuk
mendapatkan generasi yang sehat fisik dan
mental, adalah dengan memberikan kegiatankegiatan olahraga. Usaha dibidang pembinaan
olahraga bertujuan untuk meningkatkan
kesegaran jasmani dan prestasi. Untuk
tercapainya tujuan tersebut antara lain perlu
menggalakkan latihan-latihan olahraga serta
selalu melaksanakan senam pagi tiap hari.
Dengan demikian murid dapat belajar
dengan kondisi badan yang segar. Pendidikan
jasmani di Indonesia memiliki tujuan kepada
keselarasan antara tubuhnya badan dan
perkembangan jiwa, dan merupakan suatu
usaha untuk membuat bangsa Indonesia yang
sehat lahir dan batin.
Johansyah
Lubis
(2007:13)
mengemukakan
Pendidikan
jasmani
mempunyai tujuan pendidikan sebagai berikut:
Page 10
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
1. Perkembangan organ-organ tubuh untuk
meningkatkan kesehatan dan
kebugaran
jasmani;
2. Perkembangan neuro muskuler;
3. Perkembangan mental emosional;
4. Perkembangan sosial; dan
5. Perkembangan intelektual.
Tujuan akhir olahraga dan pendidikan
jasmani terletak dalam peranannya sebagai
wadah unik penyempurnaan watak, dan
sebagai wahana untuk lebih berprestasi.
Dengan adanya kegiatan olahraga maka badan
siswa lebih segar dan mudah memahami
semua mata pelajaran yang di ajarkan guru.
Pedidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan
tidak saja
dilaksanakan pada salah satu pendidikan, akan
tetapi meliputi semua, yaitu : pendidikan
informal, pendidikan non formal serta
pendidikan formal, dengan demikian mudah
untuk memberikan pendidikan kesehatan.
Penanaman pengertian kesehatan kepada anakanak sekolah merupakan langkah awal dalam
upaya menciptakan derajat kesehatan yang
baik di masa depan. Usaha untuk menerapkan
kedisiplinan hidup sehat, tidak hanya setuju
pada salah satu aspek kepribadian saja, tetapi
kebiasaan hidup dapat dilakukan pada semua
segi kehidupan, sehingga anak-anak akan
sehat fisik, mental dan sosial.
Melalui pendidikan kesehatan di
sekolah yang diintegrasikan dalam materi
pelajaran lain, seperti pada pendidikan olah
raga dan kesehatan, melalui pendidikan olah
raga dan kesehatan dapat membangkitkan
semangat serta menimbulkan kesadaran yang
tinggi
pada
anak-anak
didik
untuk
melaksanakan
kebiasaan
hidup
sehat,
sekaligus membantu pelaksanaan kebiasaan
hidup sehat, sekaligus membantu pelaksaan
program Usaha Kesehatan Sekolah. Hal ini
sesuai dengan tujuan pendidikan kesehatan
yang dikemukakan oleh Dj. Siregar (2008:77),
yaitu:
Memberikan pengetahuan tentang kesehatan
kepada siswa, terutama tentang peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit, sehingga
siswa mempunyai pengetahuan, terampil dan
mampu mengubah kebiasaan dan sikap
sehingga sesuai dengan syarat kesekatan;
Agar siswa mengetahui pentingnya
kesehatan pribadi sehingga tidak menentang
Jurnal Biology Education
usaha peningkatan kesehatan, tetapi turut
bekerja sama dalam peningkatan kesehatan;
Agar siswa dapat menyebarluaskan
kebiasaan dan sikap yang sesuai dengan syarat
kesehatan;
Agar
dikemudian
hari
siswa
merupakan golongan masyarakat yang
berguna untuk membangun nusa dan bangsa
serta menjadi pendidik yang baik untuk
generasi berikutnya;
Agar siswa sehat jasmani, rohani dan
sosialnya setelah dewasa dan dapat berdiri
sendiri, dapat menghasilkan (berproduksi),
tidak hanya berguna bagi dirinya sendiri,
tetapi dengan masyarakat lainnya juga dapat
membangun nusa dan bangsa.
Usaha pelayanan kesehatan di sekolah
disebut juga usaha pemeliharaan kesehatan di
sekolah. Semua ini dilakukan untuk mencegah,
memelihara
dan
meningkatkan
sera
pengetahuan sedini mungkin segala macam
gangguan terhadap kesehatan, baik terhadap
murid maupun guru.
Untuk melakukan tugas ini maka
petugas-petugas dari puskesmas hendaknya
melakukan kunjungan rutin kesetiap sekolah
meliputi pemeriksaan fisik selengkapnya,
pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan,
mengadakan
imunisasi,
melakukan
pengobatan ringan serta pengiriman anak-anak
didik
yang
memerlukan
pengobatan
selanjutnya ke puskesmas atau ke rumah sakit.
Dalam pelaksanaan tugas ini peranan guru
sangat menentukan dan juga tidak boleh
mengabaikan potensi masyarakat serta
orangtua murid.
Menurut Sumantri, M (2007:1175).
Bahwa “Peserta didik itu harus sehat dan
orangtua memperhatikan lingkungan yang
sehat dan makan makanan yang bergizi,
sehingga akan tercapai manusia soleh, berilmu
dan sehat (SIS). Dalam proses belajar dan
pembelajaran materi pembelajaran berorientasi
pada head, heart dan hand, yaitu berkaitan
dengan
pengetahuan,
sikap/nilai
dan
ketrampilan. Namun masih diperlukan faktor
kesehatan (health) sehingga peserta didik
memiliki 4 H (head, heart, hand dan health)”.
Kualitas kesehatan perlu memenuhi
syarat kesehatan yang baik, sehingga dapat
memberikan kenyamanan dan keamanan
terhadap peningkatkan kesehatan siswa. Oleh
karena itu perlu pengelolaan lingkungan
sekolah yang baik, sehingga tercapai kualitas
Page 11
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
lingkungan yang optimal sebagaimana yang
diharapkan.
Dalam meningkatkan pembelajaran
sehingga guru mampu meningkatkan wawasan
siswa kearah yang lebih baik. Salah satu faktor
penting yang perlu diperhatikan guru adalah
memanfaatkan lingkungan tersebut sesuai
dengan materi yang diajarkan sehingga
prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan
METODE
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa di SMP Negeri 1 Simpang Tiga
Kabupaten Aceh Besar yang berjumlah 229
siswa. Melihat populasi lebih dari 100 maka,
sampel yang ditetapkan berdasarkan teori yang
dikemukan oleh Arikunto (2006 : 134) bahwa
“ “Apabila populasi lebih dari 100 maka dapat
diambil antara 10-15% atau 20-25% atau
lebih tergantung dari penelitian”. Atas dasar
teori tersebut, maka penulis tetapkan sample
sebanyak 15% dari populasi yakni 62 siswa.
Sedangkan tehnik pengambilan sampel
dilakukan secara random sampling, yakni
secara acak atau sembarangan dan wawancara
dilakukan dengan kepala sekolah.
Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data penelitian
digunakan instrument penelitian berupa
angket. Angket adalah sejumlah pertanyaan
yang disusun berhubungan dengan judul
penelitian.
Penyusunan
angket
guna
mengetahui
usaha
usaha
pengelolaan
kesehatan lingkungan sekolah yang sifatnya
tertutup
untuk
dibagi-bagikan
kepada
responden. Jumlah pertanyaan dalam angket
sebanyak 20 buah. Sebelum angket diberikan
kepada responden, diberikan sedikit penjelasan
tentang cara pengisian angket agar para
responden.
Wawancara dilakukan dengan kepala
sekolah SMP Negeri 1 Simpang Tiga
Kabupaten Aceh Besar yang berisikan tentang
usaha-usaha yang dilakukan oleh sekolah
untuk pengelolaan kesehatan lingkungan
sekolah.
Analisis Data
Data yang diperoleh dengan metode
wawancara di catat sesuai dengan apa yang
didapat
sewaktu
penelitian
dilakukan.
Sedangkan data yang diperoleh dengan angket
dianalisis, dihitung frekuensinya dari setiap
item yang telah dijawab oleh responden
Jurnal Biology Education
dengan menghitung persentasenya, ditabulasi
dalam tabel, ditafsirkan dan diambil
kesimpulan. Untuk mencari digunakan rumus
persentase sebagai berikut .
ANALISIS HASIL PENELITIAN
Hasil jawaban para responden yang
diperoleh dengan menggunakan angket penulis
tabulasikan dalam bentuk tabel persentase (%).
Untuk lebih jelas hasil jawaban para
responden dapat dilihat pada tabel-tabel
berikut ini.
Usaha-usaha Pengelolaan Lingkungan
Sekolah
Pertanyaan nomor 1: Usaha apa yang
saudara lakukan untuk memperindah dan
menyegarkan udara di sekitar sekolah?
Pada umumnya responden menjawab ditanami
tanaman hias/tanaman-tanaman lainnya yaitu
97,33%, dan sebagian kecil responden
menjawab ditanami tanaman namun hanya
sedikit sekali yaitu 2,67%.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pada umumnya siswa mengatakan
ditanami tanaman hias/tanaman-tanaman
lainnya untuk memperindah dan menyegarkan
udara di sekitar sekolah.
Pertanyaan nomor 2: Jika ada siswa/i
membuang sampah di sembarangan tempat,
tindakan apa yang saudara lakukan?
Pada umumnya responden menjawab
menyarankan agar membuang sampah pada
tempat yang disediakan yaitu 89,33%, 5,33%
responden menjawab melarang membuang
sampah sembarangan, serta hanya sedikit
sekali responden menjawab menegur saja dan
membiarkan saja yaitu 2,67%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pada
umumnya
siswa
mengatakan
bahwa
menyarankan agar membuang sampah pada
tempat yang di sediakan, supaya lingkungan
sekolah selulu terjaga kebersihannya.
Pertanyaan nomor 3: Bagaimana
respon saudara kalau ada jamban setelah
digunakan tidak disiram?
Pada umumnya responden menjawab
menyuruh siram sampai bersih yaitu 90,67%,
4% responden menjawab menghukum yang
menggunakan,
serta hanya sedikit sekali
responden menjawab melarang menggunakan
dan mendiamkan saja yaitu 2,67%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa jika ada
jamban setelah digunakan tidak disiram, maka
Page 12
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
pada umumya siswa mengatakan menyuruh
siram
sampai
bersih
bagi
yang
menggunakannya.
Pertanyaan nomor 4: Bila toilet di
sekolah kurang bersih, usaha apa yang saudara
lakukan?
Berdasarkan hasil kurang dari
setengah
responden
menjawab
mau
membersihkan yaitu 29,33%, sebagian kecil
responden menjawab kadang-kadang mau
membersihkan (26,67%), dan hanya sedikit
responden
menjawab
tidak
pernah
membersihkan (22,67%) serta sangat mau
membersihkannya
(21,33%).
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa usaha
membersihkan toilet di sekolah kurang dari
setengah siswa menjawab mau membersihkan
toilet di sekolah
Pertanyaan nomor 5: Kemanakah
sampah-sampah sekolah dibuang?
Berdasarkan hasil di atas, sebagian
besar responden menjawab tempat sampah
yang disediakan yaitu 73,33%, dan sebagian
kecil responden menjawab dibakar yaitu
26,67%. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar siswa menjawab tempat
sampah yang disediakan, agar sampah-sampah
di lingkungan sekolah tidak berserakan dan
tetap terjaga kebersihannya.
Pertanyaan nomor 6: Pada suatu saat
saudara makan permen, namun ditempat
tersebut tidak ada tempat sampah. Kemana
kertas permen saudara bawa?
Berdasarkan hasil pada umumnya
responden menjawab mengusahakan agar di
sekolah tersedia tempat pembuangan sampah
yaitu 82,67%, sebagian kecil responden
menjawab
membeli
sendiri
tempat
pembuangan sampah yaitu 9,33%, dan hanya
sedikit responden menjawab membiarkan saja
yaitu 8%. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pada umumnya siswa menjawab
mengusahakan agar di sekolah tersedia tempat
pembuangan sampah, supaya lingkungan
sekolah selalu bersih dan nyaman.
Pertanyaan nomor 8: Jika dihalaman
sekolah banyak menumpuk sampah, usaha apa
yang sudara lakukan supaya halaman sekolah
menjadi bersih?
Berdasarkan hasil, sebagian besar
responden menjawab membuang ketempat
sampah yaitu 74,67%, sebagian kecil
responden menjawab membakar yaitu 22,67%,
dan hanya sedikit responden menjawab
membiarkan saja yaitu 2,67%. Dengan
Jurnal Biology Education
demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar siswa menjawab membuang ketempat
sampah, supaya halaman sekolah menjadi
bersih dan terasa nyaman.
Pertanyaan nomor 9: Kalau ada
sampah yang membusuk dihalaman sekolah,
bagaimana menurut saudara cara mengelola
sampah yang telah membusuk?
Berdasarkan hasil di atas, sebagian besar
responden menjawab segera mananam agar
tidak tercium bau busuk yaitu 72%, sebagian
kecil responden menjawab membersihkan
yaitu 25,33%, dan hanya sedikit responden
menjawab membiarkan saja yaitu 2,67%.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa cara mengelola sampah yang telah
mambusuk dihalaman sekolah, sebagian besar
siswa menjawab segera menanam agar tidak
tercium bau busuk, dan terasa nyaman dalam
proses belajar mengajar.
Pertanyaan nomor 10: Jika lembu
memasuki pekarangan sekolah dan merusak
halaman sekolah, usaha apa yang saudara
lakukan? Jawaban
Berdasarkan hasil di atas, lebih dari
setengah responden menjawab mengecek
pagar lewat masuknya lembu dan segera
memperbaikinya yaitu 65,33%, sebagian kecil
atau 28% responden menjawab melaporkan
kewarga agar ternaknya dikurung, hanya
sedikit
sekali responden menjawab
membiarkan saja (4%), dan mengecek saja
(2,67%). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kepedulian siswa terhadap pekarangan
sekolah yaitu lebih dari setengah siswa
mengatakan mengecek pagar lewat masuknya
lembu dan segera memperbaikinya.
Kesehatan Lingkungan Sekolah
Pertanyaan nomor 11: Apakah setiap
mau memulai pelajaran
meja guru
memperhatikan kebersihannya?
Sebagian besar responden menjawab
sangat sering memperhatikan yaitu 66,67%,
sebagian kecil responden menjawab sering
memperhatikan yaitu 21,33%, hanya sedikit
sekali responden menjawab kadang-kadang
memperhatikan yaitu (9,33%), dan tidak
pernah memperhatikan (2,67%). Dengan
demikian dapat di simpulkan bahwa setiap
mau memulai pelajaran sebagian besar siswa
mengatakan sangat sering memperhatikan
kebersihan meja guru.
Page 13
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Pertanyaan nomor 12: Apakah siswa/i
pernah
mendapat
bimbingan
masalah
kesehatan di sekolah?
Sebagian besar responden menjawab
pernah 74,67%, sebagian kecil atau 10,67%
responden menjawab tidak pernah, hanya
sedikit sekali responden menjawab kadangkadang (9,33%), dan sering (5,33%). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar siswa mengatakan pernah mendapat
bimbingan masalah kesehatan di sakolah.
Pertanyaan nomor 13: Jika ruang
belajar kotor dan banyak sampah, apa tindakan
yang saudara lakukan?
Pada umumnya responden menjawab
segera membersihkannya yaitu 90,67%,
sebagian kecil responden menjawab menyuruh
teman untuk membersihkannya yaitu 6,67%,
dan hanya sedikit sekali responden menjawab
tidak mau membersihkan yaitu 2,67%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa jika ruang
belajar kotor dan banyak sampah maka pada
umumnya
siswa
menjawab
segera
membersihkannya supaya waktu belajar terasa
nyaman.
Pertanyaan nomor 14: Agar air limbah
di sekolah tidak membahayakan bagi
kesehatan masyarakat sekolah, maka usaha
apa yang saudara lakukan? Jawaban nomor 14
tertera dalam tabel 4.1.14 berikut.
Sebagian besar responden menjawab
mengusahakan agar di sekolah tersedia tempat
pembuangan air limbah yaitu 73,33%, hanya
sedikit sekali responden menjawab membuat
saluran pembuangan air limbah (17,33%),
menyediakan tempat pembuangan air limbah
(5,33%), dan membiarkan saja (4%). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa agar air
limbah tidak membahayakan bagi kesehatan
masyarakat sekolah, sebagian besar siswa
manjawab mengusahakan agar di sekolah
tersedia tempat pembuangan air limbah.
Pertanyaan
nomor
15:
Untuk
menjadikan kantin sekolah yang bersih dan
sehat, usaha apa yang saudara lakukan?
Berdasarkan hasil di atas, lebih dari
setengah responden menjawab menata dengan
rapi,
menanami
tanaman
hias
dan
membersihkan sampah-sampah yang ada di
sekitar kantin yaitu 65,33%, sebagian kecil
atau 16% responden menjawab menyuruh
petugas untuk membersihkan, hanya sedikit
sekali responden menjawab membersihkan
pekarangan disekitar kantin (13,33%), dan
membakar sampah-sampah yang ada di sekitar
Jurnal Biology Education
kantin (5,33%). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa lebih dari setengah siswa
menjawab menata dengan rapi, menanami
tanaman hias dan membersihkan sampahsampah yang ada di sekitar kantin untuk
menjadikan kantin sekolah yang bersih dan
sehat.
Pertanyaan nomor 16: Bagaimanakah
menurut saudara jamban yang sehat?
Sebagian besar responden menjawab
menata dengan rapi dan selalu menjaga
kebersihannya, setiap pagi dan sore menyirami
tanaman yang ada di sekitar pekarangan
sekolah yaitu 78,67%, hanya sedikit sekali
responden menjawab menyirami tanaman
yang ada di pekarangan sekolah (9,33%),
menata dengan rapi (8%), dan manyapu
halaman sekolah (4%). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa
mengatakan menata dengan rapi dan selalu
menjaga kebersihannya, setiap pagi dan sore
menyirami tanaman yang ada di sekitar
pekarangan sekolah untuk menata dan
memelihara pekarangan sekolah agar selalu
terasa bersih dan nyaman
Pertanyaan nomor 18: Bagaimanakah
menurut saudara kamar mandi dan tempat cuci
tangan yang sehat?
Pada umumnya responden menjawab
tidak bau, bersih dan nyaman yaitu 94,67%,
dan sebagian kecil responden menjawab
nyaman yaitu 5,33%.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kamar mandi dan tempat cuci tangan
yang sehat pada umumnya siswa mengatakan
tidak bau, bersih dan nyaman.
Pertanyaan nomor 19: Bagaimanakah
menurut saudara pekarangan sekolah yang
sehat?
Berdasarakan hasil di atas, pada
umumnya responden menjawab halaman
sekolah harus selalu kering, penuh dengan
taman yang indah juga berguna bagi
kesehatan, bersih dan nyaman yaitu 93,33%,
sebagian kecil responden menjawab banyak
ditanami yang besa-besar yaitu 4%, dan hanya
sedikit sekali responden menjawab halaman
sekolah selalu lembab dan bersih yaitu 2,67%.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pekarangan sekolah yang sehat yaitu
pada umumnya siswa mengatakan halaman
sekolah harus selalu kering, penuh dengan
taman yang indah juga berguna bagi
kesehatan, bersih dan nyaman.
Page 14
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Pertanyaan nomor 20: Bagaimanakah
menurut saudara ruang sekolah yang sehat?
Pada umumnya responden menjawab
adanya peta dan gambar-gambar yang memacu
untuk proses belajar mengajar, adanya
ventilasi tempat keluar masuknya udara, kaca
jendela selalu bersih dan terasa nyaman yaitu
88%, sebagian kecil responden menjawab
bersih dan nyaman yaitu 10,67%, dan hanya
sedikit sekali responden menjawab 1,33%.
Demikian dapat disimpulkan bahwa
ruang sekolah yang sehat pada umumnya
siswa menjawab adanya peta dan gambargambar yang memacu untuk proses belajar
mengajar, adanya ventilasi tempat keluar
masuknya udara, kaca jendela selalu bersih
dan terasa nyaman.
Hasil Wawancara dengan Guru
Berdasarkan hasil wawancara yang
diperoleh dari guru SMP Negeri I Simpang
Tiga Kabupaten Aceh Besar tentang usahausaha pengelolaan kesehatan lingkungan
sekolah di SMP Negeri I Simpang Tiga
Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat sebagai
berikut.
Usaha-usaha apa saja yang Bapak/Ibu
lakukan dalam meningkatkan pengelolaan
lingkungan sekolah?
“Menurut hasil wawancara yang dilakukan
dengan guru di SMA Negeri Darul Imarah
guru selalu menjaga kebersihan taman,
pekarangan, dan kelas serta memberikan
pengarahan terhadap seluruh siswa untuk
menjaga kebersihan sekolah”
Pernahkah Bapak/Ibu memberikan
pengarahan secara langsung dalam upaya
meningkatkan
pengelolaan
lingkungan
sekolah?
“Dari hasil wawancara yang diketahui guru
mengatakan Pernah, selain kepala sekolah
menghimbau kepada siswa dalam setiap
upacara untuk menjaga lingkungan sekolah
dan memberlakukan jum’at bersih setiap
minggunya”
Program-program
apakah
yang
Bapak/Ibu lakukan dalam meningkatkan
pengelolaan lingkungan sekolah?
“Berdasarkan hasil wawancara diketahui
bahwa guru membuat perlombaan di setiap
kelas, halaman kelas dan taman”
Apakah Bapak/Ibu selalu mengawasi
agar siswa tidak merusak lingkungan sekolah?
“Dari hasil wawancara guru mengatakan
bahwa guru selalu mengawasi siswanya.
Jurnal Biology Education
Untuk memotivasi siswa, upaya apakah yang
Bapak/Ibu lakukan dalam usaha kesehatan
sekolah
terhadap
program
sekolah,
berdasarkan
hasil
wawancara
Guru
mengatakan bahwa guru sering memperingati
siswa untuk tidak membuang sampah
sembarangan, selalu memberikan nasehat
tentang pentingnya kebersihan, dan selalu
menghimbau siswa untuk dapat berpartisipasi
terhadap jum’at bersih.”
Apakah lingkungan sekolah sering
dikelola atau dibersihkan?
”Berdasarkan
hasil
wawancara
Guru
mengatakan bahwa Guru dan siswa selalu
sering
mengelola
dan
membersihkan
lingkungan sekolah. Guru juga selalu memberi
arahan kepada siswa, supaya siswa selalu
menjaga kebersihan lingkungan sekolah.”
Berdasarkan hasil wawancara, Guru
mengatakan sebagian siswa peduli dan
sebagiannya lagi tidak peduli. Tetapi guru
selalu mengarahkannya untuk selalu menjaga
kebersihan lingkungan sekolah.
Apakah siswa selalu mendapatkan
bimbingan tentang kesehatan sekolah?
”Berdasarkan
hasil
wawancara
guru
mengatakan bahwa siswa selalu mendapatkan
bimbingan, bahkan sering bekerjasama dengan
Dinas Kesehatan Lingkungan hidup dan guru
memberi contoh teladan yang baik tentang
kebersihan dan menyediakan sarana dan
prasarana kebersihan seperti tong sampah dan
sapu di setiap kelas.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian dan analisis data
usaha-usaha
pengelolaan
kesehatan
lingkungan sekolah, siswa dan guru selalu
menjaga kebersihan lingkungan sekolah, guru
juga selalu memberikan bimbingan kepada
siswa agar siswa menjaga kebersihan
lingkungan sekolah. Jika lingkungan sekolah
bersih dan sehat, maka proses belajar mengajar
berjalan
dengan
lancar
dan
dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
Salah satu faktor yang perlu
diperhatikan di sekolah adalah menata
lingkungan yang baik dan bersih sehingga
lingkungan sekolah dapat dimanfaatkan untuk
pengajaran biologi.
Usaha-usaha Pengelolaan Lingkungan
Sekolah
Berdasarkan hasil analisis data di
ketahui bahwa sebagian besar siswa selalu
Page 15
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
mengelola dan membersihkan lingkungan
sekolah. Usaha siswa mengelola lingkungan
sekolah yaitu menanami tanaman di
pekarangan sekolah, menyapu halaman,
menyirami tanaman-tanaman yang ada di
sekitar
pekarangan
sekolah
untuk
memperindah dan menyegarkan udara
disekitarnya dan lain-lain. Guru selalu
memberi motivasi terhadap siswa dalam
bentuk mengadakan perlombaan kebersihan
masing-masing pekarangan kelas, supaya
siswa rajin membersihkan kelas dan
pekarangannya. Guru juga selalu mengawasi
siswa agar tidak merusak lingkungan sekolah.
Pengelolaan lingkungan sekolah perlu
diperhatikan sarana dan prasarana yang
memadai sehingga dapat digunakan untuk
mengelola lingkungan sekolah. Prasarana yang
dimaksud disini seperti ruang kelas, ruang
perpustakaan, ruang pelatihan, dan lain-lain.
Sarana merupakan bahan yang diperlukan
untuk pengelolaan lingkungan sekolah, seperti
tong sampah, sapu, air yang bersih, dan lainlain.
Dengan adanya sarana dan prasarana,
maka masyarakat sekolah mudah untuk
mengelola lingkungan sekolah.
Jamban di sekolah perlu tersedia
dangan baik, menghindari dari kebocoran dan
sumbat. Apabila jamban dalam kondisi tidak
baik, maka terjadinya pencemaran lingkungan
sekolah. Oleh karena itu, secepatnya jamban di
lingkungan sekolah dikelola dengan baik
sehingga tidak terjadinya pencemaran
lingkungan dan tercium bau yang tidak sedap.
Kantin sekolah merupakan tempat
penjualan makanan dan minuman yang
diorganisir oleh masyarakat sekolah, berada
dalam pekarangan sekolah dan selama hari
sekolah. Kantin sekolah perlu dikelola dengan
baik agar tidak kotor.
Kesehatan Lingkungan Sekolah
Berdasarkan hasil analisis data
diketahui bahwa kesehatan lingkungan sekolah
sangat memadai, sebagian besar siswa
mengatakan bahwa kesehatan lingkungan
sekolah sudah bersih dan sehat. Guru juga
selalu memberikan bimbingan kepada siswa
tentang masalah kesehatan di sekolah.
Lingkungan yang bersih dapat
dijadikan suatu sumber daya bagi kesehatan
dan kesejahteraan masyarakat sekolah dan
lingkungan yang kotor dapat membahayakan
bagi masyarakat sekolah itu sendiri. Sampah
Jurnal Biology Education
merupakan masalah yang penting di
lingkungan sekolah, karena dapat membawa
akibat yang buruk bagi kesehatan dan
mencemarkan lingkungan. Untuk tidak
mencemarkan lingkungan, maka sampah harus
dibuang ketempat pembuangan sampah khusus
dan perlu penyediaan bak sampah di sekolah.
Untuk menjaga kebersihan dan
kesehatan
lingkungan
sekolah
adalah
pembuangan air limbah. Agar air limbah di
sekolah tidak membahayakan bagi kesehatan
masyarakat sekolah, maka pengaturan dan
pembuangannya perlu diperhatikan oleh
masyarakat di sekolah.
Karena air limbah ini akan membawa
akibat buruk yaitu dapat mencemarkan
lingkungan
sekolah.
Untuk
tidak
mencemarkan lingkungan sekolah, air limbah
harus dibuang ke tempat yang telah
disediakan,
supaya
dapat
menjadikan
lingkungan sekolah yang bersih dan sehat serta
lingkungan sekolah yang nyaman dan aman
seperti yang diharapkan.
KESIMPULAN
Usaha-usaha guru dalam pengelolaan
lingkungan sekolah di SMP Negeri I Simpang
Tiga Kabupaten Aceh Besar sudah maksimal,
guru selalu menjaga kebersihan dan memberi
bimbingan kepada siswa untuk menjaga
kebersihan lingkungan sekolah.
Usaha-usaha siswa dalam pengelolaan
lingkungan sekolah di SMP Negeri I Simpang
Tiga Kabupaten Aceh Besar sudah maksimal,
siswa selalu menjaga dan membersihkan
halaman sekolah antara lain
menanami
tanaman, menyirami dan menyapu halaman.
SARAN
Diharapkan
kepada
masyarakat
sekolah di SMP Negeri I Simpang Tiga
Kabupaten Aceh Besar lebih meningkatkan
lagi usaha-usaha pengelolaan lingkungan
sekolah.
Puskesmas hendaknya selalu memberi
bimbingan dan penyuluhan, baik kepada guru
yang pernah menerima latihan mengenai
kesehatan, agar lebih mengetahui tugas yang
harus dilakukan di sekolah dan terbiasa
menerapkan dalam kesehatan lingkungan
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, (2006). Manajemen penelitian,
Jakarta: penerbit Rineka Cipta.
Page 16
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Apriadji,
(2000),
Sistem
Pengelolaan
Lingkungan, Erlangga, Jakarta.
Amin Abas, (2009). Kegiatan Kepramukaan,
Jakarta.
Azwar, (2001). Pengantar Ilmu Kesehatan
Lingkungan, Jakarta: Mutiara.
Basiah,(2004). Manfaat Lingkungan Hidup
dalam Pembelajaran Biologi, Banda
Aceh.
Bapeldalda DIY,( 2006), Kondisi Kesehatan
Lingkungan Sekolah, Jakarta.
Departemen Kesehatan R.I, (2002). Sistem
Kesehatan Nasional, Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
(1999), Bahan Penataran Guru
Pembina
UKS
SMTP/SMTA
Penataran Penyegaran, Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Direktorat Pembinaan
Kesiswaan.
Daldjhoni, (2000). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penataan Lingkungan,
Jakarta, Bina Aksara.
Departemen Kesehatan, WHO (2008),
Pedoman Pelatihan Kader Kesehatan
di Sekolah. Jakarta: Departemen
Kesehatan.
Entjang,(2001). Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Bandung.
Jurnal Biology Education
Eko Yuliastuti ES (2005) Menjadikan uks
sebagai upaya promosi tumbuh
kembang anak didik, Yogyakarta.
Johansyah Lubis,(2007). Sosiokinetika Ilmu
Keolahragaan, Jakarta.
Menteri Kesehatan RI (2010), Kualitas
Kesehatan Sekolah, Jakarta.
Notoadjmodjo,S.
(2003).
Metodologi
Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta.
Jakarta.
Salim, E (1995). Lingkungan Pemukiman,
Jakarta: Rineka Cipta.
Siregar, DJ.(2008). Usaha kesehatan sekolah
dan Narkotika, Medan: Asko.
Said, E.G, (1997). Sampah Masalah Kita
Bersama, Jakarta: Mediatama Sarana
Perkasa.
Sumantri, M. (2007). Pendidikan Wanita.
Dalam Ali, M. Ibrahim, R,
Sukmadinata,N.S.
dan
Rasjidin,W.(Penyunting). Ilmu dan
Aplikasi
Pendidikan.
Handbook.
Bandung: Pedagogiana Pres.
Page 17
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
PENERAPAN KURIKULUM INTEGRATIF ISLAMI DALAM PENGAJARAN IPA
SAINS PADA SD/MI DI PROVINSI ACEH
Ibrahim**
Dosen Program studi Pendidikan Biologi Univ Serambi Mekkah Banda Aceh
ABSTRAK
Departemen Pendidikan di Indonesia telah banyak melakukan upaya untuk meningkatkan
kualiti pengajaran dan pembelajaran di sekolah, misalnya dengan melakukan perubahan
kurikulum, meningkatkan kualifikasi guru, dan menerapkan beberapa inovasi dalam pengajaran
dan pembelajaran sains. Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, kurikulum pendidikan telah
diubah sebanyak sembilan kali yaitu pada tahun 1947 sampai tahun 2006. Setiap kurikulum
menggunakan pendekatan yang berbeda dan masing-masing kurikulum yang diperkenalkan dan
digambarkan sebagai kurikulum yang ideal.Tapi perubahan dari satu kurikulum ke kurikulum
yang lainnya tidak menghasilkan perbaikan yang signifikan hingga dengan Kurikulum Integratif
yang Islami pada pengajaran dan pembelajaran IPA-Sains dapat meningkatkan kreativitas guru
dalam melakukan pembelajaran yang dapat dimuati dengan nilai-nilai dan konsep manajemen air
dan sanitasi. Untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku arif guru dan siswa dalam
menyelesaikan masalah-masalah manajemen air dan sanitasi pada kehidupan sehari-hari,
menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan.Dapat menumbuhkan kesedaran jati
diri budaya lokal serta kesedaran akan keanekaragaman kelompok masyarakat, budaya, dan
kesenian yang menjadi identitas bangsanya. Sifat kearifan siswa untuk menerima kenyataan
keanekaragaman budaya, agar siswa dapat menyikapi bermacam-macam perbedaan secara
toleran dan aktif, kemampuan apresiasi siswa yang meliputi persepsi, pengetahuan, pengertian,
analisis, penilaian, dan penghargaan. Kurikulum Integratif yang Islami pada pembelajaran IPASains tingkat SD/MI yang memberikan kesempatan kepada murid untuk lebih bertanggung jawab
dan mandiri life skill (pengalaman kehidupan) dalam proses interaksi dalam masyarakat.
PENDAHULUAN
Kualitas pendidikan juga merupakan
masalah yang pernah dihadapi oleh hampir
semua negara. Di negara Belanda misalnya
juga mengalami hal yang sama, di mana
permasalahan tentang rendahnya pemahaman
siswa terhadap materi pengajaran dan
pembelajaran (terutama sains dan matematika)
juga terjadi. Belanda melakukan reformasi
terhadap pengajaran dan pembelajaran sainsmatematika. Hal ini dilakukan sebagai reaksi
terhadap gerakan matematik modern yang
bercirikan Amerika yang sering dicakapkan
sebagai matematik mekanistik (Van HeuvelPanhuizen, 1998).
Selanjutnya, teori ini telah diadopsi
oleh sejumlah besar negara di seluruh dunia
seperti England, Jerman, Denmark, Sepanyol,
Portugal, Afrika Selatan, Brasil, Amerika
Serikat, Jepang, dan Malaysia (de Lange,
1996). Di Amerika Serikat selanjutnya
diadopsi menjadi
contextual sains, yang
selanjutnya berkembang untuk bidang studi
lainnya dan dikenal dengan contextual
teaching and learning (CTL).
Jurnal Biology Education
Blanchard
(2001)
memandang
pengajaran dan kontekstual sebagai suatu
konsepsi
yang
membantu
guru
menghubungkan isi materi pelajaran dengan
situasi dunia nyata dan memotivasi pelajar
dalam membuat hubungan-hubungan antara
pengetahuan
dan
aplikasinya
dengan
kehidupannya sebagai anggota keluarga,
masyarakat dan lingkungan kerja.
Dalam pengajaran dan pembelajaran
yang mengacu pada pendekatan CTL, konteks
permasalahan merupakan suatu hal yang
sangat
penting.
Kesesuaian
konteks
permasalahan dengan materi yang diajarkan,
dan kedekatan siswa dengan permasalahan
yang diajukan sangat membantu siswa
memahami materi pelajaran (Johar, 2007).
Dengan adanya permasalahan, guru dapat
memotivasi siswa memahami materi melalui
kegiatan penyelesaian masalah (Problem
Solving). Problem Solving adalah suatu metod
yang mengharuskan siswa untuk berfikir,
mencobakan hipotesis dan bila berhasil
memecahkan masalah itu maka siswa akan
dapat mempelajari sesuatu yang baru. Pada
Page 18
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
pengajaran dan pembelajaran dengan metod
penyelesaian masalah siswa dihadapkan
kepada suatu masalah agar dipecahkan atau
diselesaikan. Metod ini menuntut kemampuan
untuk melihat sebab akibat, mengobservasi
masalah, mencari hubungan antara berbagai
data terkumpul kemudian menarik kesimpulan
yang merupakan hasil penyelesaian masalah.
Cooney (dalam Ihsan, 2004) menyatakan
bahwa penyelesaian masalah merupakan
proses menerima masalah dan berusaha
menyelesaikan masalah itu. Sedangkan
Polya
(dalam Shadiq, 2004)
mendefinisikan penyelesaian masalah sebagai
usaha mencari jalan keluar dari suatu
kesulitan, mencapai suatu tujuan yang dapat
tertunda pencapaiannya.
PEMBAHASAN
Kurikulum dan Integrasi
Menurut Noor (2000), ada beberapa
alasan tidak diperolehnya hasil yang signifikan
dari perubahan kurikulum yang dilakukan
tersebut. Pertama, perubahan kurikulum selalu
dilakukan dalam suatu model-Top Down.
Inisiatif untuk mengubah kurikulum berasal
dari pemerintah, atau sekelompok orang yang
memiliki kekuatan dan pengaruh pada
pemerintah.
Sementara itu, kebutuhan akan
perubahan, terutama di tingkat sekolah tidak
pernah
diselidiki
secara
menyeluruh.
Pertanyaan seperti apa yang salah dengan
kurikulum lama, atau apa yang terjadi ketika
kurikulum sebelumnya diterapkan sebagai
kebijakan tidak pernah dijawab secara
memuaskan ketika pemerintah mengubah
kurikulum. Kedua, setiap kurikulum baru
diimplementasikan tidak memiliki strategi
implementasi. Kursus yang dilakukan untuk
guru tampaknya tidak efektif (Somerset, 1997;
Hadi, 2002).
Kebanyakan
guru
yang
telah
mengikuti kursus, saat akan menerapkan
materi kursus yang didapatnya di sekolah tidak
mendapat pengawasan yang memadai dan
evaluasi setelah pelatihan (Fauzan, 1999).
Akhirnya guru kembali mengajar dan
menggunakan caranya mengajar sebelum
pelatihan.
Ketiga, pelaksanaan kurikulum tidak
pernah dievaluasi dengan benar. Satu-satunya
standar yang digunakan untuk mengukur
keberhasilan pelaksanaan kurikulum adalah
Jurnal Biology Education
prestasi murid-murid. Sementara itu, informasi
dari proses implementasi kurikulum, seperti
bagaimana
proses
pengajaran
dan
pembelajaran dilakukan di kelas, bagaimana
siswa belajar, atau kesulitan yang dihadapi
guru dalam melaksanakan kurikulum tidak
diketahui.
Sistem yang sangat sentralistik dalam
pendidikan Indonesia saat ini mulai dijawab
dengan diberlakukannya Kurikulum 2006
yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Badan Standar
Nasional
Pendidikan
(BSNP)
(2006)
mengemukakan KTSP adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan
oleh masing-masing satuan pendidikan.
Pengembangan
KTSP
beragam
mengacu pada standar nasional pendidikan
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Standar nasional pendidikan terdiri atas (1)
standar isi, (2) proses, (3) kompetensi lulusan,
(4) tenaga kependidikan, (5) sarana dan
prasarana, (6) pengelolaan, (7) pembiayaan
dan (8) penilaian pendidikan Dua dari delapan
standar nasional pendidikan tesebut, iaitu
Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi
satuan pendidikan dalam mengembangkan
kurikulum.
Nilai-nilai Budaya dan Kearifan Lokal
Pelaksanaan
kurikulum
KTSP
diharapkan dapat mengurangi sentralistik
dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Pemerintah melalui departemen pendidikan
tidak lagi menentukan semua kebijakan di
bidang pendidikan. Misalnya, saat ini sekolah
atau guru dapat mengembangkan sendiri
kurikulum (muatan Lokal yang berbasis
budaya, agama, bahasa, dan seni) dengan tetap
mengacu pada SI dan SKL yang ditetapkan
pemerintah), sekolah dan guru juga berhak
memilih strategi pengajaran dan pembelajaran,
buku panduan belajar yang digunakan muridmuridnya. Akan tetapi karena guru sudah
terbiasa menjalankan apa yang sudah
digariskan oleh pemerintah (pada pelaksanaan
kurikulum-kurikulum sebelumnya), sehingga
guru tetap menggunakan cara mengajarnya
seperti sebelum KTSP dilaksanakan.
Hal ini didukung dengan kenyataan di
mana meskipun sekolah atau guru dapat
mengembangkan sendiri kurikulum yang
dilaksanakan di sekolahnya (dengan tetap
Page 19
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
mengacu pada SI dan SKL yang ditetapkan
pemerintah), sekolah dan guru juga berhak
memilih strategi pengajaran dan pembelajaran,
buku panduan belajar yang digunakan muridmuridnya, akan tetapi keberhasilan belajar
(kelulusan) siswa tetap ditentukan melalui
ujian nasional yang diadakan oleh pemerintah.
Kondisi ini menyebabkan guru tidak
sepenuhnya menjalankan amanat KTSP.
Hal ini dimaksudkan supaya pelajar
tidak hanya memiliki kemampuan kognitif
tentang suatu matapelajaran tetapi juga
memiliki nilai-nilai kearifan yang ada pada
masyarakat di sekitarnya (Ibrahim Sufie,
2009). Selain itu Warul Walidin (Kontras,
2008) mengatakan bahawa kepentingan
masyarakat di sekitar sekolah harus
terakomodi (masuk) dalam kurikulum yang
dikembangkan sekolah sebagai muatan lokal.
Akan tetapi guru kurang mampu memenuhi
harapan tersebut. Guru kesulitan menggali
permasalahan yang mengintegrasikan nilainilai kehidupan masyarakat dalam pengajaran
dan pembelajaran.
Morina
Zubainur
(2010)
mengungkapkan bahawa sebagian besar guru
sains dan matemaatika diperingkat pendidikan
sekolah dasar dan menengah kurang
pengetahuan (konsep) dan keterampilan
menyampaikan
permasalahan
dalam
pengajaran dan pembelajaran matematika dan
IPA-sains secara tematik.
Kurangnya kemampuan guru dalam
memenuhi amanat KTSP mengintegrasikan
nilai-nilai kehidupan masyarakat dalam
pengajaran dan pembelajaran disebabkan
karena guru tidak dilatih untuk melakukan
kurikulum semacam ini diruang kelas
(Syafruddin Nurdin, 2005).
Selari dengan ungkapan tersebut,
Sukmadinata
dalam
Mulyasa
(2004)
mengatakan bahawa hambatan utama dalam
pengembangan kurikulum di sekolah terletak
pada guru, diantaranya karena kurangnya
pengetahuan dan kemampuan guru itu sendiri
yang belum memadai. Sehingga diperlukan
keupayaan agar tersedia model kurikulum
operasional yang dapat membantu guru
memenuhi tuntutan KTSP.
Menurut John Mc Neil (1996),
kurikulum operasional merupakan panduan
apa yang sebenarnya terjadi di kelas. Salah
satu keupayaan tersebut adalah dengan
Jurnal Biology Education
menyediakan model Kurikulum Integratif
yang siap digunakan guru diruang kelas.
Sehingga dengan Kurikulum Integratif
yang Islami pada pengajaran dan pembelajaran
IPA-sains dapat meningkatkan kreativiti guru
dalam melakukan pembelajaran yang dapat
dimuati dengan nilai-nilai dan konsep
manajemen air dan sanitasi, meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku arif guru dan
siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah
manajemen air dan sanitasi pada kehidupan
sehari-hari,
menanamkan
dan
mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan dan
nilai-nilai manajemen air dan sanitasi kepada
guru dan siswa, menumbuhkan kesedaran jati
diri budaya siswa serta kesedaran akan
keanekaragaman
kelompok
masyarakat,
budaya, dan kesenian yang menjadi identitas
bangsanya, menumbuhkan kearifan siswa
untuk menerima kenyataan keanekaragaman
budaya, agar siswa dapat menyikapi
bermacam-macam perbedaan secara toleran
dan aktif, menumbuhkan kemampuan apresiasi
siswa yang meliputi persepsi, pengetahuan,
pengertian, analisis, penilaian, keterlibatan,
dan penghargaan pada seni.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang
diuraikan di atas, Kurikulum Integratif yang
Islami pada pengajaran dan pembelajaran IPASains dalam kajian ini adalah yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk
terlibat secara aktif a dalam membangun
pengetahuan dan pengalaman kehidupan yang
nyata.
KESIMPULAN
Proses
pewarisan
nilai-nilai
kebudayaan lokal di integrasikan dalam
masyarakat Aceh melalui bahasa lisan, dan
bahasa gerak yaitu Tarian Seudati (juga tarian
lainnya). Pada tarian ini, penari tidak
menggunakan musik pengiring, tetapi syairsyair yang dinyanyikan langsung oleh penari
dan sya’i (penyanyi). Syair-syair tersebut
berisikan pesan-pesan moral, yang dikemas
menarik dan menyentuh penontonnya.
Dalam tarian tersebut juga mewarisi
keteraturan dan keselarasan, juga ketaatan
pada pemimpin melalui gerakan penari. Di
mana semua gerakan penari mengikuti tanda
yang diberikan oleh pemimpin tari (syeh),
tanpa ada ucapan lisan tetapi hanya melalui
ketipan jari, hentakan kaki, dan tepukan dada.
Semua tanda yang diberikan syeh seudati
Page 20
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
tersebut harus diikuti oleh semua penari agar
keselarasan gerak tari tetap terjaga.
Di samping itu, semua penari dalam
tarian Seudati harus menjalankan fungsinya
masing-masing, misalnya syeh sebagai
pemimpin, sya’i sebagai penyanyi, aneuk syeh
membantu syeh dalam memandugerakan tari
dan syair, dan nilai kekompakan ini perlu
diintegrasikan dalam aktivitassiswa. Kebajikan
lokal dalam kajian ini adalah kebajikan lokal
Aceh yang lebih diarahkan pada nilai-nilai
yang melekat, bermakna, dan yang biasa
dikerjakan pada masyarakat Aceh pada tingkat
murid-murid sekolah dasar.
Nilai-nilai yang melekat, bermakna,
dan
yang
biasa
dikerjakan
tersebut
diintegrasikan dalam konteks kehidupanseharihari.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Ishak, (1996). Pendidikan islam dan
pengaruhnya di malaysia
Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Amir Hasan Dawi, (2002). Penteorian
sosiologi dan pendidikan. Edisi Kedua
Tanjung Malim: Quantum Books.
Aldridge, J. Dan Goldman, R., (2002). Current
issuues and trends in education.
Boston: Allyn & Bacon.
Alamsyah
Banta,T
(2005).
Efektivitas
pengelolaaan dana pendidikan NAD).
Makalah di sajikan dalam seminar
Nasional pada 2-3 Mac 2005 FKIP
Unsyiah Darussalam Banda Aceh
Anonymous,
(2007).http://images.google.co.id.diak
ses tanggal 9/12/07.
Azra
Azyumardi,
(1999)
Modernisasi
pendidikan islam ”sistem dan
epistemologi ilmu”
Jawa Timur:
Gontor Ponorogo.Ridya Press.
Brobacher, (1962) Modern Philosophis of
education. Chicago: University of
Chicago.
Collins, Gillians & Hazel, Dixon, (1992)
Integrated
learning
planned
curiculum. 3 Australia Bookshelf
Publishing
and
Multi
Media
International (UK) Ltd.
Carr, J.F. dan Harris, D.E., (2001). Suceeding
with standards: linking curriculum,
assessment, and action
planning.
Alexandria, VA: Asso-ciation for
Jurnal Biology Education
Supervision and Curriculum Development.
Crew, Jr. R.E. dan Anderson, M.R., (2003).
Accountability and performance in
charter schools in florida:TheoryBased Evaluation. The American
Journal of Evaluation,24, 2:189-212.
Cox, C., (1999). Teaching language arts: A
studentand
response-centered
classroom. Boston: Allyn and Bacon.
Depdikbud, (1984). Program pengembangan
kurikulum SLTP.
Jakarta: Ditjen
Dikbud Dikdasmen.
Depdikbud RI. Dirjen Dikdas men, (1996).
Naskah keterkaitan 10 mata pelajaran
di
SMU dengan Imtag. Jakarta:
Proyek Peningkatan Kualitas Guru
Agama.
Daugherty, R., (1995). National curriculum
assessment: review of policy 1987 –
1994. London: The Palmer Press.
Drost, J.I.G.M., (1998). Sekolah: mengajar
atau mendidik? Yogyakarta: USDKanisius.
Ferguson, (2002). Medicinal use of citrus
scienses department
cooperative
extension services institute of food
agricultural
science. Gainesville:
University of Florida.
Girouk HA, Penna, AN. Pinar, WF, (1981)
Curriculum & intructions alternative
in educations California, McCutchan
Publishing Corporation.
Gall, M.D., (1981). Handbook for evaluating
and selecting curriculum material.
Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Guba,E.G. dan Lincoln,Y.S., (1981). Effective
evaluation: improving the usefulness
of
evaluation
results
through
responsive and naturalistic approach.
San Fransisco: Jossey-Bass Publishers.
Halliday, M.K. dan Hasan, R., (1991).
Language, context, and text: aspect of
language
in
a
social-semiotic
perspectif.
Melbourne:
Oxford
University Press.
Hamalik, Oemar, (2000). “Model-model
pengembangan kurikulum“. Bandung:
UPI (Diktat).
Hamalik, Oemar,(2010). Kurikulum dan
pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hass, G., (1977). Curriculum planning: A new
approach. Edisi II. Boston: Allyn and
Bacon.
Page 21
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Ibrahim,(2009) Penguasaan Konsep sain bagi
Guru IPA-Sains Sekolah Dasar Jurnal
Akademia No. XVII Vol 21 thn XIV.
21-25.
Ibrahim,(2012)
Penerapan
Kurikulum
integratif
Pengajaran
dalam
Pembelajaran IPA-Biologi. Jurnal
Serambi Ilmu No.2 Vol 11 Maret
2012.
Ibrahim Mamat, (2001) Pengetua sekolah
menangani
isu
dan
cabaaran
kepimpinan.
Kuala
Lumpur.
Kumpulan Budiman.
Jerrold E.Kemp, Gerry R Morisson & Steven
M Ross (1994). Designing effective
introdutions New York MacMillans
College Publising Inc
Johar R., (2001). Implementasi belajar anak.
Semarang: Grafika Press.
Johar R.(2004). Strategi belajar mengajar .
Banda Aceh. FKIP Unsyiah.
Muhammad Noor (2000). Strategi belajar
mengajar . Surabaya Pusat Studi
Matematika dan IPA Sekolah Dasar
dan Menengah
Mulyasa, E (2002).
Kurikulum berbasis
kompetensi konsep dan implementasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E (2008).
Kurikulum berbasis
kompetensi dalam prakteks. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
McNeil, J.D., (1977), Curriculum: a comprehensive introduction. Boston: Little,
Brown and Company.
Morina Zubainur Cut,dkk (2008). Kurikulum
integratif pada pembelajaran tematik
di SD/MI
Banda Aceh Unsyiah
Darussalam.
Morrow, L.M., Smith, J.K., dan Wilkinson,
L.Ch., Ed., (1994). Integrated
language
arts:
controversy
to
concensus. Massachusetts: Allyn &
Bacon.
Nurdin Syafruddin, (2005). Mengenali
profesional guru. Jakarta: Gramedia.
Nurdin Abubakar dan Ikhsan,
(2003).
Falsafah pendidikan dan kurikulum.
Jurnal Biology Education
Tanjung Malim Malaysia: Quantum
Books.
Sabda Saifuddin, (2006). Model kurikulum
terpadu IPTEK dan IMTAK. Jakarta:
Quantum Teaching Ciputat Press
Group.
Saedah Siraj, (2007) Pendidikan anak-anak
(Children education) (2nd ed.).
Selangor, Malaysia: Alam Pintar.
Saedah Siraj, (2009). Pengurusan kurikulum
(Curriculum management). Selangor,
Malaysia: Alam Pintar
Saedah Siraj, Ahmad Sobri Shuib, & Halimah
Salleh (Eds.), (2008). Pengajaran
efektif (Effective teaching). [in
writing]
Sanders, J.R, (1994), The
evaluation
standards, 2nd Ed., Thousand Oaks:
Sage Publications.
Santrock, J.W, (1994). Child development.
Edisi VI. Wisconsin: Brown &
Benchmark.
Soefie, Ibrahim,(2009) Penguasaan konsep
IPA bagi guru sekolah dasar Jurnal
Serambi Ilmu No. XII Vol 3 thn IV.
12-15.
Scriven, M, (1991). Evaluation thesaurus, 4th
Ed.
Thousand
Oaks:
Sage
Publications.
Silverman, D, (1993). Interpreting qualitative
data: methods for analysing talk, text
and interaction. London: Sage
Publications.
Skilbeck, M. (Ed.), (1984). Reading in schoolbased
curriculum
development.
London: Harper and Row.
Tjeerd Plomp, (1997). Educational and
training system desing ensched. The
Netherland Univercity or Twente.
Totok, M, (2005) Pengembangan kurikulum
dan bahan ajar dalam bidang sain.
Jakarta: Gramedia.
Tanner, D. dan L.N. Tanner, (1980).
Curriculum development. theory into
practice. New York: Macmillan
Publishing House.
Page 22
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
pedoman
bagi DAN
pelaksanaan
pendidikan untuk
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
(KTSP)
PENINGKATAN
mengembangkan
berbagai
ranah
KUMPETENSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMApendidikan
Oleh :
Jailani**
Dosen FKIP Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
ABSTRAK
Dalam proses pembelajaran, kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting,
selain guru, sarana dan prasarana pendidikan lainnya. Oleh karena itu, kurikulum digunakan sebagai
acuan dalam penyelenggaraan pendidikan dan sekaligus sebagai salah satu indikator mutu
pendidikan. Dalam mengimplementasikan kurikulum tingkat satuan pendidikan, guru diberi kebebasan
dan diharapkan mampu menyiapkan silabus pembelajaran, rencana pembelajaran, memilih strategi
pembelajaran, dan penilaian sesuai dengan kondisi dan potensi siswa serta lingkungan masingmasing. Penentuan uraian materi pembelajaran, indikator pencapaian dan penentuan soal ujian
dikembangkan oleh masing-masing sekolah. Pada jenjang pendidikan menengah, penekanan muatan
kecakapan dasar (basic learning contents) mendapat porsi yang menurun, sedangkan muatan
akademik dan keterampilan hidup terus meningkat. Bagian dari kegiatan yang mendasar dan
sistematis dalam peningkatan kompetensi siswa pada jenjang skolah lanjutan muatan kecakapan
dasar (basic learning contents) perlu ditekankan pada kecakapan berkomunikasi, kecakapan
intrapersonal (pemahaman diri, penguasaan diri, evaluasi diri, tanggung jawab, dan sebagainya),
kecakapan interpersonal (bersosialisasi, bekerja sama, mempengaruhi/mengarahkan orang lain,
bernegosiasi, dan sebagainya), kemampuan mengambil keputusan (memahami masalah,
merencanakan, analisis, menyelesaikan masalah, dan sebagainya). Dalam rangka perluasan
pendidikan kecakapan hidup, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan yang mendukung pengenalan
dasar kewirausahaan dan kepemimpinan, pengenalan dan pengembangan etika, penanaman dasar
apreasi terhadap estika dan lingkungan hidup. Guna mendorong siswa berprestasi, pemerintah perlu
melaksanakan program pembinaan dan fasilitasi untuk mempersiapkan siswa yang berprestasi
istimewa mengikuti kompetisi tingkat nasional/internasional seperti olimpiade sains dan matematika
bagi siswa SMA.
Kata kunci: KTSP, Kompetensi siswa, Pembelajaran biologi
PENDAHULUAN
Kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP), dapat dikatakan sebagai salah satu
bentuk inovasi kurikulum. Kemunculan
kurikulum tingkat satuan pendidikan seiring
dengan munculnya semangat reformasi
pendidikan. Dalam rangka mempersiapkan
lulusan pendidikan memasuki era globalisasi
yang penuh tantangan dan ketidakpastian,
diperlukan pendidikan yang dirancang
berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan
(Mulyasa, 2009).
Untuk
kepentingan
tersebut
pemerintah memprogramkan KTSP sebagai
bentuk implementasi KBK yang mengacu dan
Jurnal Biology Education
(pengetahuan, keterampilan dan sikap) dalam
seluruh jenjang dan jalur pendidikan,
khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Hal
ini terutama terkait dengan “gerakan
peningkatan mutu pendidikan”.(Mulyasa,
2009).
Di Indonesia tercatat telah lima kali
revisi kurikulum pendidikan dasar dan
menengah, yaitu pada tahun 1968, tahun 1975,
tahun 1984, tahun 1994 dan kurikulum tahun
2004. Revisi kurikulum tersebut bertujuan
untuk mewujudkan kurikulum yang sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat,
guna mengantisipasi perkembangan jaman,
serta untuk memberikan guideline atau acuan
Page 23
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
bagi penyelenggaraan pembelajaran di satuan
pendidikan. Sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional disebutkan bahwa,
pengembangan kurikulum dilakukan dengan
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan,
dan kurikulum pada semua jenjang dan jenis
pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan peserta didik.
Selanjutnya
dalam
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, disebutkan
bahwa standar yang terkait langsung dengan
kurikulum adalah Standar Isi dan Standar
Kompetensi Lulusan, dan telah diatur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI)
dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) serta Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun
2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL,
tersebut di atas.
Berdasarkan Standar Isi (SI) dan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta
panduan yang disusun oleh BSNP, maka
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
diharapkan dapat mengembangkan Kurikilum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sesuai
dengan
satuan
pendidikan,
potensi
daerah/karakteristik daerah, sosial budaya
masyarakat setempat, dan peserta didik.
KTSP Dan Peningkatan Kompetensi Siswa
Secara substansi ada beberapa aspek
atau ranah yang terkandung dalam konsep
kompetensi
adalah:
knowledge
(pengetahuan), understanding (pemahaman),
skill (keterampilan), value (nilai), attitude
(sikap) dan interest (minat). Kompetensi selalu
dilandasi oleh “rasionalitas” yang dilakukan
dengan penuh kesadaran “mengapa dan
bagaimana” pekerjaan itu dilakukan.
Jadi kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) dapat diartikan suatu
konsep kurikulum yang menekankan pada
pengembangan
kemampuan
melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar
performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat
dirasakan oleh peserta didik berupa
penguasaan terhadap seperangkat kompetensi
tertentu.(Warul Walidi, 2006:4).
Jurnal Biology Education
Menurut Gropengiesser, D. H., & Kattmann,
U. (2005), ada beberapa aspek atau ranah yang
terkandung dalam konsep kompetensi sebagai
berikut:
Pengetahuan (knowledge) yaitu kesadaran
dalam bidang kognitif seperti seorang guru
mengetahui cara melakukan identifikasi
kebutuhan belajar dan bagaimana melakukan
pembelajaran terhadap peserta didik sesuai
dengan kebutuhannya.
Pemahaman (understanding) yaitu kedalaman
kognitif dan afektif yang dimiliki oleh
individu.
Kemampuan (skill) adalah sesuatu yang
dimiliki individu untuk melakukan tugas atau
pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Nilai (value) adalah suatu standar perilaku
yang telah diyakini secara psikologis telah
menyatu dalam diri seseorang.
Sikap (attitude) yaitu perasaan (senantiasa
senang, suka tidak suka) atau reaksi terhadap
suatu rangsangan yang datang dari luar.
Minat (interest) adalah kecenderunganseseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan.
Atas dasar hal tersebut dalam rangka
melaksanakan peningkatan mutu belajar untuk
mengantisipasi perubahan-perubahan global
pada era persaingan bebas, serta tuntutan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
khususnya teknologi informasi, maka sistem
pendidikan perlu diarahkan pada pendidikan
yang demokratis yang mampu melayani setiap
perbedaan dan kebutuhan individu serta
mampu membekali siswa dengan sejumlah
kemampuan (kompetensi) yang diperlukan
sesuai dengan kebutuhan (Soyomukti, 2010).
Melalui keadaan yang demikian,
pendidikan diharapkan mampu melahirkan
generasi yang mandiri, kritis, rasional, cerdas,
kreatif serta memiliki kesabaran dan mampu
bersaing, siap menghadapi berbagai macam
tantangan.
Di samping itu hendaknya
kecakapan
hidup
tersebut
diupayakan
pencapaiannya dengan mengintegrasikan pada
pengalaman belajar yang relevan dengan
kehidupan sehari-hari (Sukmadinata, 2005).
Mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya lingkungan sekolah dengan memberikan
peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di
masyarakat, sesuai dengan manajemen
berbasis sekolah.(Wina Sanjaya, 2004:12).
Page 24
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Berdasarkan hakikat tujuan di atas
maka dijabarkan sejumlah kurikulum
mulai dari tujuan kurikulum kelembagaan,
tujuan pendidikan, tujuan mata pelajaran
sampai kepada tujuan pengajaran.
Rumusan tujuan kurikulum ini
ditetapkan sebelum menyusun dan
menentukan isi kurikulum, strategi
pelaksanaan kurikulum dan evaluasi
kurikulum. Hal ini dilakukan karena,
tujuan berfungsi menentukan arah dan
corak kegiatan pendidikan. Selain itu
tujuan juga dapat dijadikan indikator dari
keberhasilan pelaksanaan pendidikan,
bahkan ia juga dapat dijadikan pegangan
dalam setiap usaha dan tindakan dari para
pelaksanaan pendidikan (Kanandar, 2009).
Apabila dilihat secara khusus
mengenai penerapan kurikulum tingkat
satuan pendidikan dalam penyajian
pembelajaran materi biologi, maka
tujuannya dapat dijabarkan sebagai
berikut:
Agar siswa mampu melaksanakan
percobaan dan bernalar untuk memahami
.prinsip kerja dan manfaatnya dalam
memecahkan permasalahan yang berkaitan
dengan materi yang diajarkan.
Agar siswa dapat berdiskusi tentang
materi
yang
diajarkan
dengan
menggunakan gambar/charta.
Agar siswa dapat mengidentifikasi tentang
struktur dan fungsi tumbuhan setelah
praktikum.
Agar siswa dapat menerima informasi
tantang teori-teori dalam pembelajaran
Biologi.
Agar siswa dapat melakukan percobaan
untuk memahami cara kerja materi yang
diajarkan serta dapat mengaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Agar siswa dapat menggambarkan dalam
bentuk diagram rantai makanan dan
jaring-jaring kehidupan serta menjelaskan
masing-masing tingkat tropic (Sujana,
N.,2009).
Dalam kurikulum Biologi berbasis
kompetensi, fungsi kurikulum mata
pelajaran Biologi adalah menanamkan
Jurnal Biology Education
kesadaran terhadap keindahan dan
keteraturan alam sehingga siswa dapat
meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa sebagai warga negara
yang menguasai sains dan teknologi untuk
meningkatkan mutu kehidupan dan
melanjutkan
pendidikan
(Azzet,
A.M,2011).
Mata pelajaran Biologi di SMA
bertujuan untuk: 1) Memahami konsepkonsep Biologi dan saling keterkaitannya.
2) Mengembangkan keterampilan dasar
Biologi untuk menumbuhkan nilai serta
sikap ilmiah. 3) Menerapkan konsep dan
prinsip Biologi untuk menghasilkan karya
teknologi sederhana yang berkaitan
dengan
kebutuhan
manusia.
4)
Mengembangkan kepekaan nalar untuk
memecahkan masalah yang berkaitan
dengan proses kehidupan dalam kejadian
sehari-hari. 5) Meningkatkan kesadaran
akan kelestarian lingkungan,
dan 6)
Memberikan bekal pengetahuan dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi (Depdiknas, 2008).
Bahwa kejelasan tujuan penerapan
kurikulum tingkat satuan pendidikan
dalam penyajian materi Biologi lebih
ditekankan pada penguasaan kompetensi
dan penguasaan keterampilan peserta
didik dalam mengembangkan skill atau
keahlian pada suatu bidang sains menuju
ke arah penciptaan lapangan pekerjaan
guna mencapai target kurikulum menuju
kesejahteraan di masa depan nantinya.
Sesuai
dengan
pedoman
kurikulum tingkat satuan pendidikan
proses pembelajaran Biologi dilaksanakan
dengan menggunakan prinsip-prinsip
pengembangan pembelajaran Biologi yang
mencakup pemilihan materi, strategi,
media, evaluasi dan sumber atau bahan
pelajaran (Sagala, Sy,2009).
Tingkat keberhasilan belajar yang
dicapai siswa dapat dilihat pada
kemampuan siswa dalam menyelesaikan
tugas-tugas yang harus dikuasai sesuai
dengan standar prosedur tertentu.
Page 25
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Pada Pembelajaran Biologi
Penerapan kurikulum tingkat
satuan pendidikan pada pembelajaran
Biologi mencakup pengembangan silabus
mata pelajaran Biologi dan sistem
penilaian materi pembelajaran Biologi,
sedangkan penilaian mencakup jenis-jenis
tagihan pembelajaran Biologi, bentuk
tagihan pembelajaran Biologi, seperti
ulangan atau tugas-tugas pembelajaran
Biologi yang harus dikerjakan oleh peserta
didik.
Penerapan silabus dan penilaian
pembelajaran Biologi berbasis kompetensi
bersifat hierarkis atau berurutan yaitu
dengan urutan: standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pokok, indikator
dan soal ujian.
Standar kompetensi, kompetensi
dasar dan standar materi pokok dalam
pembelajaran Biologi dikembangkan oleh
departemen, sedangkan penentuan uraian
materi pembelajaran, indikator pencapaian
dan penentuan soal ujian dikembangkan
oleh masing-masing daerah atau sekolah.
Dengan demikian materi pembelajaran
dan soal ujian yang digunakan akan
menampung keperluan daerah atau
sekolah, sesuai dengan karakteristik
masing-masing.
Di samping itu, sumber daya
manusia di semua sekolah akan
diberdayakan sehingga tidak tergantung
pada departemen pendidikan nasional.
Selanjutnya
pelaksanaan
pembelajaran, dalam hal ini guru diberi
kebebasan dan diharapkan mampu
menyiapkan
silabus
pembelajaran,
memilih strategi pembelajaran dan
penilaian sesuai dengan kondisi dan
potensi siswa serta lingkungan masingmasing. Di samping itu juga diadakan
bimbingan untuk melayani perbedaan
individual melalui program remedial,
pemantapan dan pengayaan diantara siswa
yang bersangkutan (Mulyasa. 2008).
Sebagai contoh, bila pembelajaran
yang
menyangkut
dengan
materi
Jurnal Biology Education
pembelajaran Biologi, tiap pembahasan
harus mengacu pada materi tersebut,
dalam waktu yang bersamaan sehingga
pemahaman siswa tentang materi tersebut
dapat lebih baik. Kurikulum tingkat satuan
pendidikan juga menggunakan pendekatan
penguasaan
kemampuan
tertentu,
materinya lebih sedikit, tetapi lebih
mendalam, berkelanjutan dan lebih
komprehensif.
Program yang digulirkan yaitu
cara
pembelajaran
PAIKEM
(pembelajaran aktif inovatif kreatif efektif
dan menyenangkan).
Secara umum cara penerapan kurikulum
tingkat
satuan
pendidikan
dalam
pembelajaran Biologi dapat digambarkan
sebagai berikut:
Menyangkut
dengan
kegiatan
pembelajaran misalnya penelitian atau
percobaan tidak semua indikator kerja
ilmiah harus dilakukan, guru dapat
memilih sesuai dengan kebutuhan
ketersediaan alat/bahan, kemampuan
siswa, ketersediaan alokasi waktu serta
kemampuan guru.
Dalam melakukan penyelidikan
atau percobaan atau kerja ilmiah selalu
dikembangkan pemberian pengalaman
belajar
secara
langsung
melalui
penggunaan
dan
pengembangan
keterampilan proses yang meliputi
kemampuan
mengamati,
mengukur
dengan
teliti,
menggolongkan,
mengajukan
pertanyaan,
menyusun
hipotesis,
merencanakan
percobaan,
menerapkan konsep, menyimpulkan,
mengkomunikasikan baik secara verbal
maupun non verbal. Di samping itu juga
dikembangkan sikap dan nilai meliputi
rasa ingin tahu, jujur, terbuka, bersifat
kritis, teliti, tekun (ulet), berdaya cipta,
bekerja sama dan peduli terhadap
lingkungan. Semua siswa perlu terlibat
aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran lebih
diarahkan pada “belajar” dari pada
mengajar. Kondisi ini menempatkan guru
sebagai fasilitator sehingga proses belajar
Page 26
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
dapat berlangsung dengan siswa yang
lebih aktif. Semua siswa diajak terlibat
aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Pada akhir pembelajaran, guru
dapat memberikan tugas proyek yang
harus dikerjakan serta ditinjau ulang untuk
senantiasa menyempurnakan hasil. Tugas
proyek ini diharapkan menyangkut sains,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat
secara
nyata
dalam
konteks
pengembangan
teknologi
sederhana,
penelitian dan pengujian, pembuatan sari
bacaan, pembuatan kliping, penulisan
gagasan dan sebagainya.
Sistem
penilaian
dilakukan
melalui penilaian berbasis kelas (PBK)
yang terintegrasi dalam pembelajaran di
kelas. Penilaian kemajuan belajar siswa
dilakukan selama proses pembelajaran
berlangsung. Penilaian dilakukan secara
terintegrasi (tidak terpisah) dari kegiatan
pembelajaran sehingga penilaian tidak
hanya dilakukan pada akhir periode.
Kemajuan belajar dinilai dari proses
bukan hanya hasil (produk).
Penilaian pembelajaran Biologi
dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti tes perbuatan, tes tulis, porto folio
dan hasil kerja (produk). Dengan demikian
lingkup penilaian pembelajaran Biologi
dapat dilakukan baik dari pada hasil
belajar (akhir kegiatan) mampu pada
proses pembelajaran (Fensham, P. J.
2004).
Hasil penilaian dapat diwujudkan
dalam bentuk nilai dengan ukuran
kuantitatif atau dalam bentuk komentar
deskriptif kualitatif.
Peningkatan Mutu Dan Relevansi
Pemerintah
mengembangkan
kurikulum,
bahan
ajar,
model
pembelajaran,
dan
sistem
evaluasi/penilaian
menuju
standar
nasional dan internasional.
Semua bagian dari sistem dan
muatan pembelajaran dikembangkan
untuk mencapai pembelajaran yang
bermakna dan efektif. Pada jenjang
Jurnal Biology Education
pendidikan menengah, penekanan muatan
kecakapan dasar (basic learning contents)
mendapat porsi yang menurun, sedangkan
muatan akademik dan keterampilan hidup
terus meningkat (Muslich, M. 2008).
Bagian dari kegiatan yang
mendasar
dan
sistematis
dalam
peningkatan mutu pendidikan adalah
pengembangan
kurikulum,
metode
pembelajaran, dan sistem penilaian.
Pengembangan model kurikulum perlu
memperhatikan potensi peserta didik,
karakteristik
daerah,
serta
akar
sosiokultural
komunitas
setempat,
perkembangan
Iptek,
dinamika
perkembangan global, lapangan kerja,
lingkungan budaya dan seni, dan lain-lain.
Pada jenjang skolah lanjutan
muatan kecakapan dasar (basic learning
contents)
perlu
ditekankan
pada
kecakapan berkomunikasi,
kecakapan
intrapersonal
(pemahaman
diri,
penguasaan diri, evaluasi diri, tanggung
jawab, dan sebagainya), kecakapan
interpersonal (bersosialisasi, bekerja
sama, mempengaruhi/mengarahkan orang
lain, bernegosiasi, dan sebagainya),
kemampuan
mengambil
keputusan
(memahami masalah, merencanakan,
analisis, menyelesaikan masalah, dan
sebagainya).
Dalam
rangka
perluasan
pendidikan kecakapan hidup, perlu
dilaksanakan berbagai kegiatan yang
mendukung
pengenalan
dasar
kewirausahaan
dan
kepemimpinan,
pengenalan dan pengembangan etika,
penanaman dasar apreasi terhadap estika
dan lingkungan hidup.
Guna
mendorong
siswa
berprestasi,
pemerintah
perlu
melaksanakan program pembinaan dan
fasilitasi untuk mempersiapkan siswa yang
berprestasi istimewa mengikuti kompetisi
tingkatnasional/internasional
seperti
olimpiade sains dan matematika bagi siswa
SMA.
Kapasitas profesi pendidik juga
perlu ditingkatkan agar mereka mampu
Page 27
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
membawakan proses pembelajaran efektif,
sesuai dengan standar kompetensi
pendidik yang telah ditetapkan.
Proses
pembelajaran
efektif
diselenggarakan
secara
interaktif,
inspiratif, memotivasi, menyenangkan,
dan mengasyikkan untuk mendorong
peserta
didik
berpartisipasi
aktif,
berinisiatif, kreatif, dan mandiri, sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik
dan
kematangan
psikologis
(Gropengiesser, D. H., & Kattmann, U.
200).
Pengembangan
mutu
dan
keunggulan pendidikan menengah, juga
disertai dengan program peningkatan
kualitas jasmani dan pengembangan
sekolah sehat. Dengan demikian dapat
tercipta siswa yang sehat dan bugar, serta
sekolah yang memenuhi standar sekolah
sehat.
Sarana dan bahan belajar seperti
perpustakaan,
media
pembelajaran,
laboratorium, alat peraga pendidikan,
buku pelajaran, dan buku nonteks
pelajaran/buku bacaan lain yang relevan
perlu dikembangkan.
Pemerintah
juga
perlu
melaksanakan pengembangan naskah
buku
pendidikan
dan
melakukan
pengendalian mutu buku teks pelajaran
dan buku nonteks pelajaran/bacaan
lainnya
yang
relevan.
Dengan
mempertimbangkan
pesatnya
perkembangan pemanfaatan ICT dalam
berbagai sektor kehidupan, pemerintah
perlu terus mengembangkan pemanfaatan
ICT untuk sistem informasi persekolahan
dan
pembelajaran
termasuk
pengembangan
pembelajaran
secara
elektronik (e-learning) (Muslich, M.
2008).
Hingga saat ini, langkah-langkah
yang sudah dilakukan adalah (a)
merancang
sistem
jaringan
yang
mencakup
jaringan
internet,
yang
menghubungkan sekolah-sekolah dengan
pusat data dan aplikasi, serta jaringan
intranet sebagai sarana dan media
Jurnal Biology Education
komunikasi, dan informasi intern sekolah;
(b) merancang dan membuat aplikasi
database, yang menyimpan dan mengolah
data
dan
informasi
persekolahan,
manajemen persekolahan, konten-konten
pembelajaran;
(c)
merancang
dan
membuat aplikasi pembelajaran berbasis
portal, web, multimedia interaktif, yang
terdiri atas aplikasi tutorial dan learning
tool; (d) mengoptimalkan pemanfaatan TV
edukasi sebagai materi pengayaan dalam
rangka menunjang peningkatan mutu
pendidikan; dan (e)mengimplementasikan
pemanfaatan TIK secara bertahap untuk
memudahkan manajemen pendidikan dan
sekaligus untuk mendukung proses
pembelajaran
di
seluruh
wilayah
Indonesia.
Karena
keterbatasan
dana
pemerintah, program wajib belajar belum
dapat ditingkatkan sampai jenjang
pendidikan menengah. Oleh karena itu,
pendidikan
kecakapan
hidup
(keterampilan praktis) diberikan kepada
lulusan SMP/MTs yang tidak dapat
melanjutkan pada jenjang yang lebih
tinggi agar mereka dapat bekerja dan
melakukan
kegiatan
produktif
di
masyarakat.
Pengembangan
sekolah
berkeunggulan pada tingkat sekolah
menengah menargetkan paling tidak satu
SMA pada masing-masing kabupaten/kota
akan menjadi sekolah berkeunggulan lokal
telah dilaksanakan sejak tahun 2009, dan
target yang sama untuk sekolah bertaraf
internasional.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa cara
menerapkan kurikulum tingkat satuan
pendidikan dalam pembelajaran Biologi
ditekankan
pada
pengembangan
kompetensi yang dimiliki siswa baik
dalam proses kegiatan belajar mengajar
maupun pada hasil akhir proses
pembelajaran.
Page 28
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Bagian dari kegiatan yang
mendasar
dan
sistematis
dalam
peningkatan mutu pendidikan adalah
pengembangan
kurikulum,
metode
pembelajaran, dan sistem penilaian.
Pengembangan model kurikulum perlu
memperhatikan potensi peserta didik,
karakteristik
daerah,
serta
akar
sosiokultural
komunitas
setempat,
perkembangan
Iptek,
dinamika
perkembangan global, lapangan kerja,
lingkungan budaya dan seni, dan lain-lain.
Penerapan kurikulum tingkat
satuan pendidikan pada pembelajaran
Biologi mencakup pengembangan silabus
mata pelajaran Biologi dan sistem
penilaian materi pembelajaran Biologi,
sedangkan penilaian mencakup jenis-jenis
tagihan pembelajaran Biologi, bentuk
tagihan pembelajaran Biologi, seperti
ulangan atau tugas-tugas pembelajaran
Biologi yang harus dikerjakan oleh peserta
didik. Penerapan silabus dan penilaian
pembelajaran Biologi berbasis kompetensi
bersifat hierarkis atau berurutan yaitu
dengan urutan: standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pokok, indikator
dan soal ujian.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad HP. 2006. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan. Makalah
Disampaikan
Pada
Seminar
Nasional di Pekan Baru.
Bambang
Sutrisno.
2002.
Solusi
Pendidikan Menjawan Tantangan
Zaman. Bandung: Rosdakarya.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003.
Pendidikan Menengah Umum.
Jakarta; Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional.2008.
Biologi
SMP-SMA,
Model
Jurnal Biology Education
Pembelajaran,
Rencana
Pembelajaran, Model Penilaian.
Jakarta: Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003.
Pedoman Umum Pengembangan
Silabus, Jakarta: Depdiknas.
Fensham, P. J. 2004. Defining an Identity:
The
Evolution
of
Science
Education as a Field of Research.
Dordrecht: Kluweer Academic
Publishers.
Gropengiesser, D. H., & Kattmann, U.
2005. Toward Science Education
research that is Relevant for
Improving Practice: The Model of
Educational Reconstruction. In H.
E. Fischer (Ed). Developing
Standards in Research on Science
Education, (pp. 1-9). London:
Taylor dan Francis.
Haryati, M. 2007. Model dan Teknik
Penilaian Pada Tingkat Satuan
Pendidikan.
Jakarta:
Gaung
Persada Press.
Jailani. 2007. Implementasi CTL Dalam
Pembelajaran Sain di SD. Banda
Aceh. LP2M USM.
Lexy J. Moleong. 2008. Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Muslich, M. 2008. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan.
Dasar
Pemahaman dan Pengembangan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyasa. 2008. Implementasi Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan:
Kemandirian Guru dan Kepala
Sekolah. Jakarta: Bina Aksara.
Warul Walidin.2006. KBK Sebagai Suatu
Alternatif Dalam Pelaksanaan
Pendidikan. Banda Aceh: Fakultas
Tarbiyah UNMUHA.
Page 29
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
IDENTIFIKASI ECHINODERMATA DI KAWASAN PANTAI DRIENG LEUPUNG
KABUPATEN ACEH BESAR SEBAGAI MEDIA
PEMBELAJARAN ZOOLOGY INVERTEBRATA
Armi**
Dosen FKIP Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
ABSTRAK
Penelitian tentang “Identifikasi Echinodermata Di Kawasan Pantai Drieng Leupung
Kabupaten Aceh Besar Sebagai Media Pembelajaran Zoologi Invertebrata” telah
dilaksanakan pada 31 Mei sampai 13 Juni 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
jenis-jenis Echinodermata yang terdapat di Pantai Drieng Leupung. Parameter yang diukur
adalah jenis Echinodermata yang terdapat di Pantai Drieng Leupung. Penelitian dilakukan
dengan menggunakan metode transek garis dengan teknik purposive sampling. Data
disajikan secara deskriptif dan identifikasi. Hasil penelitian ditemukan 4 kelas
Echinodermata yang terdiri dari 17 spesies diwakili oleh 8 spesies kelas Asteroidea, 5
spesies dari kelas Holothuroidea, 4 spesies dari kelas Echinoidea, dan 1 spesies dari kelas
Ophiuroidea, sedangkan untuk kelas Crinoidea tidak ditemukan. Jenis spesies yang paling
banyak ditemukan adalah dari kelas Echinoidea yaitu Diadema setosum, hal ini disebabkan
karena faktor lingkungan yang sangat mendukung salah satunya adalah faktor suhu di
kawasan Pantai Drieng Leupung yang sesuai untuk perkembangbiakan Diadema setosum,
yaitu kisaran 260C-280C dan adanya ketersediaan pakan yang cukup. Banyaknya hewan
Echinodermata ini menunjukkan bahwa Pantai Drieng Leupung masih sesuai sebagai habitat
Echinodermata.
Kata kunci : Identifikasi, Echinodermata, Pantai Drieng
PENDAHULUAN
Echinodermata adalah hewanhewan laut yang kulitnya berduri atau
berbintil. Hewan-hewan ini dibagi atas
lima golongan utama yakni teripang
(Holothuroidea),
bintang
laut
(Asteroidea), bintang ular (Ophiuroidea),
bulu babi (Echinoidea), dan lilia laut
(Crinoidea). Hewan-hewan ini sangat
umum dijumpai di daerah pantai terutama
di daerah terumbu karang. Echinodermata
merupakan salah satu komponen penting
dalam hal ekosistem terumbu karang
(Clark,1976 dan Bakus 1973 dalam
Yusron, 2006:3), terutama dalam rantai
makanan karena Echinodermata umumnya
sebagai pemakan detritus dan predator
(Birkerland, 1989 dalam Yusron, 2006:4).
Jurnal Biology Education
Echinodermata
adalah
filum
hewan terbesar yang tidak memiliki
anggota yang hidup di air tawar atau darat.
Hewan-hewan ini juga mudah dikenali
dari bentuk tubuhnya: kebanyakan
memiliki simetri radial, khususnya simetri
radial pentameral (terbagi lima).
Walaupun
terlihat
primitif,
Echinodermata adalah filum yang
berkerabat
relatif
dekat
dengan Chordata (yang
di
dalamnya
tercakup Vertebrata), dan simetri radialnya
berevolusi secara sekunder. Larva bintang
laut misalnya, masih menunjukkan
keserupaan yang cukup besar dengan
larvaHemichordata.
Echinodermata merupakan hewan
invertebrata yang memiliki tingkat
keanekaragaman spesies yang cukup
tinggi. Keanekaragaman spesies tersebut
sangat
bermanfaat,
baik
terhadap
Page 30
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
lingkungan di sekitarnya maupun dilihat
secara
ekonomis
karena
dapat
menghasilkan
pendapatan
manusia.
Echinodermata
merupakan
pemakan
detritus atau seston, yaitu organisme
yang mampu memanfaatkan sisa-sisa
bahan organik yang tidak terpakai oleh
spesies lain. Terumbu karang juga sangat
penting bagi Echinodermata, hal ini
karena terumbu karang berperan sebagai
tempat berlindung dan sumber pakan bagi
Echinodermata (Birkerland, 1989 dalam
Yusron, 2006:4).
METODE
Penelitian ini dilakukan di
Kawasan
Pantai
Drieng
Leupung
Kabupaten Aceh Besar.penelitian ini telah
dilakukan pada tangal 31 Mei sampai 13
Juni 2012. Objek dalam penelitian ini
adalah jenis-jenis Echinodermata di
Kawasan
Pantai
Drieng
Leupung
Kabupaten Aceh Besar.
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode transek garis
dengan teknik purposive sampling. Teknik
purposive sampling adalah bagian dari
metodelogi statistika yang berhubungan
dengan pengambilan sebagian dari
populasi.teknik pengambilan sampel yang
dapat diterapkan dan peralatan yang
diperlukan dalam suatu pengumpulan data
pada komunitas lingkungan alam.
Teknik
pengambilan
sampel
menggunakan teknik purposive sampling.
Lokasi pengamatan dibagi atas 3
stasiun sejauh 120 m dari bibir pantai ke
laut dan lebar masing-masing kiri dan
kanan 2 m sebagai jarak pandang
pengamatan. Lokasi pengamatan terdiri
atas pantai berpasir, pantai berkarang, dan
pantai berpasir dan berkarang.
Diperhatikan
lokasi
dengan
tingkat
kehadiran
Echinodermata
terbanyak kemudian dibuat plot 1x1 m dan
dihitung Echinodermata pada petak plot.
Setiap stasiun dibuat 24 plot. Dihitung
juga data fisik 3 x setiap stasiun di bagian
pinggir, tengah, dan ujung garis transek.
Jurnal Biology Education
Setiap
Echinodermata
yang
ditemukan langsung di data dan difoto
selanjutnya melalui foto hasil penelitian
Echinodermata diidentifikasi dengan
menggunakan buku identifikasi dan
didukung oleh buku lain serta spesimen
yang ada.
HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Indentifikasi
Echinodermata yang dilakukan di
Kawasan Pantai
Drieng leupung pada
tiga stasiun diperoleh 4 kelompok kelas
yaitu
Holothuroidea,
Echinoidea,
Asteroidea, dan Ophiuroidea, sedangkan
kelas Crinoidea tidak ditemukan pada
ketiga stasiun. Hal ini disebabkan biota
tersebut umumnya hidup di daerah tubir
karang sehingga sulit untuk dikoleksi.
Selama pengamatan pada tiga stasiun
ditemukan 17 jenis fauna Echinodermata
yang diwakili oleh 8 jenis Asteroidea, 4
jenis Echinoidea, 4 jenis Holothuroidea,
dan 1 jenis Ophiuroidea.
Kelompok yang paling tinggi
kehadirannya dalam pengamatan ini
adalah Diadema setosum dari kelas
Echinoidea yang ditemukan melimpah
pada ketiga stasiun pengamatan.
Kehadiran spesies Echinodermata
pada masing-masing stasiun pengamatan
juga dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dari
tabel dapat terlihat bahwa spesies
terbanyak ditemukan pada stasiun
berkarang dan yang paling sedikit
ditemukan di stasiun yang berpasir. Pada
stasiun berpasir ditemukan 7 jenis spesies,
stasiun berkarang ditemukan 11 jenis
spesies, dan pada stasiun berpasir dan
berkarang ditemukan 10 jenis spesies
Echinodermata.
Anggota
filum
Echinodermata
adalah
penghuni
lingkungan bahari, terutama di laut bentik.
Ciri khasnya adalah tubuh yang menjurus
lima tersusun mengelilingi suatu sumbu
polar. Hewan ini memiliki kerangka
dalam yang mempunyai duri (spine)
Page 31
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Tabel 4.1 Kehadiran Echinodermata pada stasiun penellitian
No
Kelas
Ordo
1
Valvatida
2
Valvatida
3
Valvatida
4
Valvatida
Stasiun
berkarang
Stasiun
berpasir
Stasiun
berpasir
berkarang
Linckia
laevigata
√
√
√
√
√
√
√
—
—
√
—
—
—
—
√
—
√
—
—
—
√
—
√
√
√
—
√
√
√
√
√
√
—
√
—
—
√
—
√
√
—
—
√
—
—
—
—
√
—
√
—
Famili
Genus
Spesies
Ophidiast
eridae
Ophidiast
eridae
Linckia
Ophidiast
eridae
Ophidiast
eridae
Echinaste
ridae
Linckia
6
Paxillosida
Astropect
enidae
Astrope
cten
7
spinulosida
Echinaste
ridae
Achant
aster
Linckia sp
(orange)
Linckia sp
(merah
muda)
Nardoa
tuberculata
Echinaster
luzonicus
Astropecten
polyacanth
us
Achantaste
r planci
8
Valvatida
Oreasterid Protore
ae
aster
Protoreaste
r nodosus
9
Echinoida
5
Asteroidea
10
Echinoidea
11
12
13
14
15
Holothuroide
a
16
17
Ophiuroidea
spinulosida
Echinome
tridae
Diadematid Diademati
a
dae
Diadematid Diademati
a
dae
Diadematid Diademati
a
dae
Aspidochiro Curculion
tida
oidae
Aspidochiro Holothurii
tida
dae
Aspidochiro Holothurii
tida
dae
Linckia
Nardoa
Echinas
ter
Echinometr
a mathaei
Diadema
setosum
Diadema
antillarum
Diadema
savignyi
Holothuria
atra
Holothuria
edulis
Actinopyga
lecanora
Holothuria
Aspidochiro Holothurii Holothu
leucospilot
tida
dae
ria
a
Ophiurida
Jurnal Biology Education
Ophiocomid
ae
Echino
metra
Diadem
a
Diadem
a
Diadem
a
Holothu
ria
Holothu
ria
Actinop
yga
Ophioco
ma
Ophiocoma
scolopendrina
Page 32
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Bintang Laut
Berbentuk
bintang
yang
memiliki lengan lima dan warna sangat
menjolok
atau
kontras
dengan
lingkungan yaitu coklat muda, coklat
tua, biru, jingga. Tiap lengan
berbentuk memanjan dan langsing.
Permukaan tubuh halus dan tidak
terdapat tonjolan-tonjolan (gambar
Linkia laevigata). Nontji (2003), tiap
lengan berbentuk memanjang dan
langsing sampai kira-kira 15 cm atau
lebih, hidup di terumbu karang, pasir
dan padang lamun
Crown of Thorns Starfish (Achantaster
planci)
(Sumber : Hasil Penelitian, 2012)
Bulu seribu merupakan salah
satu jenis hewan laut dari kelompok
bintang laut yang paling besar di antara
jenis bintang laut lain. Bulu seribu atau
dalam istilah aslinya Crown of Thorns
Starfish tercatat keberadaannya untuk
pertama kali oleh George Rumphius
tahun 1705 yang kemudian oleh
Carolous Linnaeus (Bapak Taksonomi)
diberi nama Acanthaster planci.
Sedangkan tubuh bulu seribu sendiri
memiliki pewarnaan cukup beragam.
Timun Laut
Gambar Bintang Laut (foto dilapangan)
(Sumber : Hasil Penelitian , 2012)
Berbentuk bintang lengan lima
dan tergolong besar. Warna coklat
kemarahan dan terdapat tonjolantonjolan berwarna hitam. Ujung setiap
lengan
berwarna
hitam
(Nontji
(2003:23), diameter tubuhnya kira-kira
10 cm. Ukuran hewan ini lebih besar
dibanding dengan Linkia laevigata.
Hidup di terumbu karang, pasir dan
padang lamun.
Bulu Seribu
Jurnal Biology Education
Teripang
Hitam
(Holothuria
leucospilota)
(Sumber : Hasil Penelitian, 2012)
Holothuria leucospilota dapat
ditemukan di perairan Samudera Pasifik
dari selatan ke Australia Utara Pulau
Lord Howe. Spesies ini juga ditemukan
di
perairan
tropis
Indo-Pasifik.
Holothuria leucospilota memiliki ciri
panjang, hitam, dan tubuhnya simetri
bilateral tidak simetri radial.
Spesies ini telah memiliki
kepala dan ekor dengan mulut dan anus
Page 33
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
terletak di ujung masing-masing. Mulut
yang dikelilingi tentakel yang digunakan
untuk makan dan dapat membantu untuk
mengidentifikasi daerah. Organisme ini
memakan materi organik yang terlarut
pada pasir atau substrat lumpur yang
kemudian menyaring nutrisi dan
mengeluarkan pasir bersama dengan
sampah lainnya. Reproduksi secara
seksual, baik telur dan sperma
dilepaskan ke dalam air.
Kemudian telur melepaskan zat
kimia yang menarik sperma sehingga
pembuahan dapat terjadi. Setelah
pembuahan, larva melayang dengan
bebas di laut saat mereka sedang
berkembang. Setelah larva menemukan
tempat yang tepat mereka menetap di
dasar laut.
Holothuria leucospilota adalah
mentimun laut yang tidak berbahaya
yang bergerak pelan-pelan sepanjang
dasar laut.
Holothuria leucospilota
umumnya ditemukan di terumbu karang.
Lebih khusus lagi, ditemukan di dasar
laut berpasir atau di bawah batu di
perairan tropis sampai dengan 3 meter
(Martin, 2001).
Bintang Ular
Bintang
Ular
(Ophiocoma
scolopendrina)
(Sumber : Hasil Penelitian, 2012)
Ophiocoma
scolopendrina
merupakan jenis bintang ular yang
memiliki lima lengan sederhana. Ada
dua alat penangkap biasanya di setiap
segmen pori. Ada tiga sampai lima
lengan duri di setiap sisi segmen lengan.
Jurnal Biology Education
Lengan atas punggung dalam setiap
segmen yang menebal dan berbentuk
cerutu atau silinder. Tulang belakang
yang terpanjang panjangnya 2-5 kali
panjang segmen. Ada tiga duri di setiap
sisi segmen lengan ketiga. Jenis ini
tersebar luas di wilayah Indo – Pasifik
dengan warna bervariasi, ada yang
berwarna pink, coklat tua, coklat muda,
krem dan hijau zaitun (Gambar 4.18)
(Fatemi, 2010:42-48). Panjang lengan
hingga 13 cm dengan lebar diameter
disc sampai 20mm. warna disc pada
bagian dorsal sangat bervariasi mulai
dari hitam hingga coklat (Humphreys,
1981 dalam Fatemi, 2010:42-48).
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian
Identifikasi Echinodermata di Pantai
Drieng Leupung, dapat disimpulkan
bahwa:
Ditemukan 17 jenis Echinodermata yang
ada di Pantai Drieng Leupung, yang
dibagi atas 4 kelas yaitu dari kelas
Asteroidea 8 jenis, kelas Echinoidea 4
jenis, kelas Holothuroidea 4 jenis dan
kelas Ophiuroidea sebanyak 1 jenis,
sedangkan dari kelas Crinoidea tidak
ditemukan karena biasanya kelas ini
hidup pada tubir karang sehingga sulit
untuk dikoleksi.
Jumlah spesies terbanyak yang
ditemukan yaitu dari kelas Echinoidea,
Diadema setosum yang tersebar merata
di seluruh wilayah pengamatan.
Jenis Echinodermata ditemukan
paling banyak di wilayah berpasir
berbatuan karena terkait dengan faktor
lingkungan yang sesuai dan bahan
makanan yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous(2008)Echinodermata,(Onli
ne),(Http//www.id.Wikipedia.or
g/wiki/Echinodermata, diakses
13 Maret 2012).
Barnes, R. D. (1987). Invertebrate
Zoology Fifth Edition. Orlando,
Florida:
Saunders
College
Publishing.
Departemen
Pendidikan
Dan
Kebudayaan. (1996). Kamus
Page 34
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Besar
Bahasa
Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Dahuri, R. H. Dkk. (1996). Pengelolaan
Sumber Daya Wilayah Pesisir
dan Lautan Secara Terpadu.
Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Diktat,
Jalaluddin.(2012).Zoology
Invertebrata. Banda Aceh
Jasin, M. (1984). Sistematika Hewan
Vertebrata dan Invertebrata
Cetakan I. Surabaya: Sinar
Wijaya.
Martin,
J.
(2002).
Holothuria
leucospilota
(lollyfish).(Online).(Http//www.
Hobart & William Smith
College Term Queensland/
Holothuria
leucospilota
(lollyfish)., Diakses 12 April
2009.
Nontji, A. (2005). Laut Nusantara.
Jakarta: Djambatan
Nurmayati, D. Dkk. (2006). Seri
Kelautan : Kehidupan Laut.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Oemarjati, B. S. (1990). Taksonomi
Avertebrata
:
Pengantar
Praktikum
Laboratorium.
Jakarta: UI Press.
Radiopoetroe. (1986). Zoologi. Jakarta:
Erlangga.
Ria(2008).MarineInvertebrateSpecies.(
Online),(Http//www.peteducatio
nblog/home/
Marine
Invertebrate Species Profiles/sea
cucumber/Actinopyga lecanora,
diakses 21 April 2009).
Romimohtarto, K. Juwana, S. (2005).
Biologi
Laut
:
Ilmu
Pengetahuan Tentang Biota
Laut. Jakarta: Djambatan.
Suwignyo, S. Dkk. (2005). Avertebrata
Air Jilid II. Jakarta: Penebar
Swadaya
Toonen,R.(2002).Invertebrate_NonColu
mn.(Online).(Http//www.advanc
edaquarist.com/images/linckia,
diakses 12 Oktober 2009).
Jurnal Biology Education
Page 35
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
TINJAUAN TENTANG PRILAKU PETANI DALAM PENGGUNAAN
PEPTISIDA DI GAMPONG LAM ATEUK KECAMATAN LHOKNGA
KABUPATEN ACEH BESAR
Jalaluddin**
Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
ABSTRAK
Telah di lakukan penelitian yang berjudul “Tinjauan tentang prilaku petani dalam
penggunaan peptisida di Gampong Lam Ateuk Kecamatan Lhoknga Kabupaten
Aceh Besar”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prilaku petani dalam
penggunaan peptisida dan penggunaan APD dalam penggunaan peptisida
Gampong Lam A Ateuk Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Sumber data
dalam penelitian ini adalah masyarakat sebanyak 86 KK. Metode yang di
gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, metode ini bertujuan
untuk mendeskripsikan data-data tentang prilakuk petani dalam penggunaan
peptisida dan penggunaan APD di Gampong Lam Ateuk Kecamatan Lhoknga
Kabupaten Aceh Besar. Teknik pengumpulan data yang digunakann berupa
angket dan dilanjutkan dengan pengolahan data dengan menggunakan analisis
statistik persentase. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) prilaku petani
dalam penggunaan peptisida 96,5% sudah berprilaku baik, (2) penggunaan APD
95,3% masyarakat di Gampong Lam Ateuk Kecamatan Lhoknga
PENDAHULUAN
Masalah
kesehatan
adalah
masalah
yang
sangat
penting
diperhatikan oleh setiap negara untuk
mendapatkan derajat kesehatan bagi
masyarakat yang optimal sehingga
diperlukan suatu perencanaan program
kesehatan dengan melihat fenomenafenomena
yang
terjadi
didalam
masyarakat itu sendiri. Indonesia
sebagai salah satu negara berkembang
masih banyak menghadapi berbagai
masalah kesehatan (seperti masalah
status gizi, sanitasi, kebersihan dan
sebagainya) yang sangat dipengaruhi
oleh banyak faktor, antara lain
disebabkan karena perbedaan status
ekonomi, sosial budaya, politik, dan
kesehatan.
Pengelolaan pestisida yang
kurang baik akan menimbulkan
pencemaran terhadap lingkungan
sekitar dan tidak
Jurnal Biology Education
jarang dapat menyebabkan gangguan
kesehatan
bagi
masyarakat
sekitarnya. Pengelolaan yang kurang
baik yang sifatnya akut (keracunan)
ataupun yang kronis (gangguan
fungsi tubuh). Provinsi Aceh,
dampak pestisida terhadap kesehatan
manusia dapat berupa sub lethal
(keracunan
kronis)
maupun
keracunan akut. Kasus yang terjadi
dari tahun 2002 – 2003 sebanyak
1.795 kasus, dipastikan keracunan
berat. 500 orang (28%) keracunan
sedang 550 orang (30,8%), dan 85
orang keracunan ringan. Selebihnya
660 orang (36,4%), penyebab utama
keracunan pestisida adalah golongan
organophosphate/carbanat
merupakan keracunan terbanyak.
(Dinkes Prov. Aceh, 2009:56).
Kabupaten Aceh Besar yang
merupakan daerah padat pertanian
terutama tanaman padi, kacangkacangan, bawang serta cabai,
Page 36
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
merupakan salah satu hasil pertanian
yang paling handal. Dampak
pestisida terhadap kesehatan manusia
dapat berupa sub lethal (keracunan
kronis) maupun keracunan akut.
Kasus yang terjadi dari tahun 2005 –
2006 sebanyak 957 kasus, dipastikan
keracunan berat. 375 orang (39,18%)
keracunan sedang 447 orang
(46,70%), dan 135 orang (14,10%),
penyebab utama keracunan pestisida
ini disebabkan perilaku dalam
penggunaan yang berkaitan dengan
pengetahuan dalam menggunakan
pestisida. (Dinkes. Aceh Besar,
2009:23).
Kabupaten Aceh Besar Dalam
meningkatkan
upaya
produksi
masyarakat wilayah tersebut selalu
menggunakan
pestisida
untuk
membasmi hama dan penyakit
tanaman. Kecamatan Lhoknga yang
juga merupakan wilayah Kabupaten
Aceh Besar, yang sebagian besar
penduduknya bergerak dibidang
pertanian. Berbagai dampak yang
dirasakan
oleh
petani
dalam
mengatasi hama pada tanaman yang
juga dapat membawa dampak
terhadap dirinya ( Puskesmas
Lhoknga, 2009 :30).
Berdasarkan hasil pemantauan
sementara, masalah yang dijumpai di
Gampong Sagoe masih banyak
petani
sehabis
melakukan
penyemprotan/ penyerbukan mereka
langsung makan dan sarapan tanpa
mencuci tangan dengan air bersih,
mereka hanya mencuci tangan
dengan air yang ada disekitar
penyemprotan, begitu juga dengan
alat pelindung diri terkadang mereka
hanya mengikat mulut dan hidung
dengan menggunakan kain biasa atau
handuk.
Data yang didapatkan 25,5%
masyarakat
petani
mengalami
keracunan
setelah
malakukan
Jurnal Biology Education
penyemprotan. Dimana dari penyakit
keracunan yang dialaminya antara
lain gatal-gatal, mual/pening dan
juga terjadi lukak lambung. Dari data
inilah bisa kita liat bahwa
masyarakat
dalm
penggunaan
peptisida
kurang
berhati-hati
sehingga akan merusak diri sendiri.
(Puskesmas Lhoknga, 2010:12).
Menurut data yang diambil Di
Gampong Lam Ateuk Kecamataan
Lhoknga Kabupaten Besar, dengan
jumlah KK (Kepala keluarga)
sebanyak 86 KK, dengan jumlah
penduduk 350 jiwa. dilihat dari
pekerjaan hampir
99% disetiap
kepala keluarga jadi petani.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1. Perilaku
Menurut ahli psikologi yang
bernama
Skinner
(1938:21),
mengemukakan prilaku adalah suatu
respons atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Sedangkan David. O. Sears
(1992:67) Perilaku manusia pada
hakekatnya adalah suatu aktifitas
daripada manusia itu sendiri. Oleh
karena
itu
perilaku
manusia
mempunyai bentangan yang sangat
luas mencakup berbicara, berjalan,
bereaksi, berpakaian dan lain-lain.
Dari itulah perilaku merupakan
tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati dan
bahkan dapat dipelajari.
Secara operasional perilaku dapat
diartikan sebagai suatu respon
organisme atau seseorang terhadap
rangsangan (stimulus) dari luar yang
dapat kita amati dan kita pelajari.
Bila
ditinjau
dari
bentuk
operasionalnya,
perilaku
dapat
dikelompokkan menjadi 4 jenis,
(Notoatmodjo, 1993:34)
1. Perilaku
dalam
pengetahuan
yakni
bentuk
dengan
Page 37
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
mengetahui
situasi
atau
rangsangan dari luar.
2. Perilaku dalam bentuk sikap
yakni tanggapan batin terhadap
keadaan atau rangsangan dari
subjek, sehingga alam itu sendiri
akan mencetak perilaku manusia
untuk hidup didalamnya sesuai
dengan sikap dan keadaan alam
tersebut.
3. Perilaku dalam bentuk kebiasaan
yaitu sesuatu perkerjaan yang
dilakukan
berdasarkan
pengalaman sebelumnya.
4. Perilaku dalam bentuk tindakan
yang berupa perbuatan (action)
atau rangsangan dari luar.
c. Mengatur
atau
merangsang
pertumbuhan tanaman atau bagianbagian tanaman tidak termasuk
pupuk
d. Mematikan daun dan mencegah
pertumbuhan yang tidak diinginkan
e. Memberantas
atau
mencegah
binatang-binatang dan jasad-jasad
renik dalam rumah tangga, bangunan
dan dalam alat-alat pengangkutan.
f. Mencegah
dan
memberantas
binatang-binatang termasuk serangga
yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia atau binatang yang
perlu dilindungi dengan penggunaan
pada tanaman, tanah dan air.
2. Kontaminasi Pestisida
Racun yang dapat memasuki
makanan saat ini juga semakin
banyak, sebagai akibat sampingan
penerapan
teknologi
pertanian,
perternakan
dan
pengawetan
makanan, dan kesehatan. Berbagai
insektisida yang digunakan secara
berlebihan di dalam proses pertanian
yang akhirnya terdapat di dalam
tumbuhan atau tubuh hewan.
Insektisida
yang
tidak
dapat
diuraikan, seperti DDT, akan
terkonsentrasi didalam biota rantai
makanan. Bila sampai kepada
manusia, maka konsentrasi sangat
tinggi. Makanan yang diawetkan
juga akan dapat terkontaminasi oleh
bahan yang terdapat pada kemasan
ataupun sengaja dicampur dengan
bahan pengawet, penyedap, pewarna,
yang belum tentu aman bagi
kesehatan, dan gejala keracunan
yang ditimbulkan. Pestisida adalah
zat kimia dan bahan lainnya serta
jasad renik dan virus yang
dipergunakan untuk :
3.
Persyaratan
Kesehatan
Penggunaan PengelolaanPestisida
Dalam
Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
RI
No.
Per
03/MEN/1986 tentang syarat-syarat
keselamatan dan kesehatan di tempat
kerja yang mengelola pestisida. Pasal
2 ayat (2), Persyaratan kesehatan
adalah ketentuan-ketentuan yang
bersifat teknis kesehatan yang harus
dipenuhi untuk tujuan melindungi,
memelihara
dan
atau
mempertinggikan derajat kesehatan.
Pestisida adalah semua zat kimia dan
bahan lain serta jasad renik dan virus
yang dipergunakan :
- Memberantas
atau
menegah
hama-hama dan dan penyakitpenyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman atau hasilhasil pertanian
- Memberantas rerumputan.
- Mengatur
atau
meransang
pertumbuhan
tanaman
atau
bagian-bagian tanaman tidak
termasuk pupuk.
- Mematikan daun dan mencegah
pertumbuhan
yang
tidak
diinginkan.
- Memberantas atau mencegah
hama-hama luar pada hewanhewan piaraan dan ternak
a. Memberantas dan mencegah hamahama dan penyakit-penykit yang
merusak
tanaman, bagian-bagian
tanaman atau hasil pertanian
b. Memberantas rumputan
Jurnal Biology Education
Page 38
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
- Memberantas atau mencegah
hama-hama air.
- Memberantas atau mencegah
binatang-binatang dan jasad-jasad
renik dalam rumah tangga,
bangunan dan dalam alat-alat
pengakutan.
- Memberantas atau mencegah
binatang-binatang
termasuk
serangga
yang
dapat
menyebabkan
penyakit
pda
manusia atau binatang yang perlu
dilindungi dengan penggunaan
pada tanaman, tanah atau air.
dipersiapkan yang terdiri atas
pertanyaan-pertanyaannya meliputi
pengetahuan, sikap dan penggunaan
alat pelindung diri.
b. Data sekunder
Data sekunder yang diperoleh Dinas
Kesehatan Provinsi Aceh yang
diambil tentang keracunan, penyakit
yang disebabkan oleh akibat kerja,
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Besar, Kantor Kecamatan Lhoknga
yang diambil jumlah penduduk dan
buku-buku
perpustakaan
yang
berhubungan dengan penelitian serta
berbagai literatur pendukung lainnya.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif
dengan desain cross sectional, dimana
hanya melihat gambaran tentang yang
mempengaruhi perilaku petani dalam
penggunaan pestisida di Gampoeng Lam
Ateuk Lhoknga Kabupaten Aceh Besar.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Gampoeng Lam Ateuk Kecamatan
Lhoknga Kabupaten Aceh Besar mulai
tanggal 20 Juli sampai dengan 30 Juli
2012. Adapun pertimbangan pemilihan
lokasi ini, karena sebagian besar KK
(kepala keluarga) bekerja sebagai petani
selain itu juga mudah memperoleh data
baik sekunder maupun primer mudah
serta juga belum pernah dilakukan
penelitian serupa sebelumnya.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dan sampel dalam
penelitian ini adalah petani yang
penggunaan peptisida di Gampoeng
Lam Ateuk
Kecamatan Lhoknga
Kabupaten Besar dengan jumlah 86 KK
(Kepala Keluarga).
Teknik Pengumpulan Data
a. Data primer
Data
yang diperoleh melalui
wawancara
langsung
dengan
responden di lokasi penelitian
menggunakan kuesioner yang telah
Jurnal Biology Education
TEKNIK PENGOLAHAN DATA
a. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian
ini menggunakan teknik statistik
deskriptif untuk menghitung tiap-tiap
variabel dengan menggunakan standar
deviasi, lalu ditentukan baik dan kurang.
(Winarno Surahmad, 1990:23)
∑
x=
(Rumus untuk
Rata-Rata hitung)
Keterangan:
x
:
Nilai
rata-rata
responden
∑
: Jumlah semua nilai
responden
: Jumlah sampel
Selanjutnya dikategorikan dalam
kriteria ”Positif” jika x ≥ X dan x ≤
” negatif” jika kemudian
X
dilakukan persentase dari variabel
dan
sub
variabel
dengan
menggunakan rumus sebagai berikut
:
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan tentang perilaku
petani dalam penggunaan pestisida di
gampong Lama Ateuk Kecamatan
Page 39
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Lhoknga Kabupaten Aceh Besar
yang dilakukan dari tanggal 20 Juli
sampai 30 Juli 2012, maka
didapatkan hasil sebagai berikut.
Jurnal Biology Education
Page 40
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Tabel 1. Distribusi perilaku responden dala penggunaan
pestisida
APD
dalam
penggunaan
pestisida.Terdapat
32 responden
No Pertanyaan
Jawaban
Frek
%
(37,2%)
yang
memakai
APD saat
1
Selalu
a. Ya
85
98,9
memperhatikan
b. Tidak
1menggunakan
1,1 pestisida, dan 54
responden (62,8%) yang tidak
kesehatan diri dalam
melakukan
memakai APD dalam penggunaan
penyemprotan
pestisida. Dan
Total
2
Jika ia apa selalu
berhati-hati
a. Ya
b. Tidak
86
80
6
100,0
93,0
7,0
a. Ya
b. Tidak
86
38
48
100,0
44,1
55,9
86
100,0
Total
3
Hal yang dilakukan
untuk
mencegah
penyakit akibat kerja
selain pakai APD
apa saudara pernah
pakai alat lain
Total
4
Selalu menggunakan
APD
saat
menggunakan
pestisida
a. Ya
b. Tidak
Total
5
Memperhatikan
waktu
dalam
menggunakan
pestisida
a. Ya
b. Tidak
Total
6
Langsung
makan
selesai
melakukan
penyemprotan
a. Tidak
b, Ya
Total
Dari tabel 1 di atas
didapatkan hasil 85 responden
(98,9%)
selalu
memperhatikan
kesehatan diri dalam penggunaan
pestisida dan 1 responden (1,1%)
yang tidak memperhatikan kesehatan
diri dalam penggunaan pestisida.
Sebanyak 80 responden (93,0%)
yang berhati-hati dalam penggunaan
pestisida, 6 responden (7,0%) yang
tidak berhati-hati dalam penggunaan
pestisida dan 38 responden (44,1%)
yang menggunakan alat lain selain
APD saat menggunakan pestisida
dan 48 ( 55,1%) responden yang
tidak menggunakan alat lain selain
Jurnal Biology Education
32
54
86
17
69
86
79
7
86
37,2
62,8
100,0
19,8
80,2
100,0
91,9
8,1
100,0
ada juga 17 responden ( 19,8%)
selalu memperhatikan waktu dalam
penggunaan pestisida, dan 69
responden ( 80,2%) selalu tidak
memperhatikan
waktiu
dalam
penggunaan pestisida. Sebanyak 79
respoonden (79,9%) tidak langsung
makan
setelah
menggunakan
pestisida, dan 7 responden (8,1%)
langsung makan setelah penggunaan
pestisida.
Tabel 2. Distribusi
perilaku
responden
penggunaan pestisida
kategori
dalam
Page 41
Jurnal Biology Education
No Perilaku
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Frekuensi %
1
Baik
83
96,5
2
Kurang 3
3,5
Total
86
100,0
Dari tabel 2 di atas
didapatkan 83 responden (96,5%)
dalam kategori perilaku baik dan 3
responden (3,5%) kurang.
Tabel 3. Distribusi pengetahuan
responden
dalampengetahuan
penggunaan
Tabel 3. Distribusi
responden dalam penggunaan pestisida
pestisida
No
1
Pertanyaan
Tahu bahaya Pestisida
Jawaban Pengetahuan
a. Ya
b. Tidak
Dampak bahaya
terhadap manusia
a. Ya
b. Tidak
Total
2
Total
3
Total
4
Pestisida
Tahu keguanaan APD
Cara melindungi
akibat kerja
a. Ya
b. Tidak
penyakit
a. Ya
b. Tidak
Frek
85
1
86
67
19
86
71
15
86
%
98,9
1,1
100,0
77,9
22,1
100,0
82,6
17,4
100,0
64
22
74,4
25,6
86
71
15
86
64
22
86
74
12
86
60
26
100,0
82,6
17,4
100,0
74,4
25,6
100,0
86,0
14.0
100,0
69,8
30,2
Total
5
Mamfaat dari topi pengaman
a. Ya
b. Tidak
Total
6
Manfaat kacamata pengaman
a. Ya
b. Tidak
Manfaat
menggunakan
masker apa saudara tahu.
a. Ya
b. Tidak
Bila tidak menggunakan APD
dengan
lengkap
dapat
berbahaya.
a Ya
b. Tidak
86
100,0
Sering membaca lebel saat
menggunakaan pestisida
a.Ya
b. Tidak
54
32
Cara menggunakaan pestisida
yang benar apa saudara tahu
a. Ya
b. Tidak
86
68
18
62,8
37,2
100,0
79,1
20,9
Adanya
manfaat
dalam
bekerja menggunakan APD
a. Ya
b. Tidak
86
73
13
100,0
84,9
15,1
Penyakit akibat kerja dapat
dicegah dengan menggunakan
APD
a. Ya
b. Tidak
86
75
11
100,0
87,2
12,8
Total
7
Total
8
Total
9
Total
10
Total
11
Total
12
Jurnal Biology Education
Page 42
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Berdasarkan hasil tabel 3 di
atas dari 86 responden di dapatkan
98,9% responden yang tahu bahaya
pestisida dan 1,1% tidak tahu. 77,9%
responden yang tahu dampak bahaya
dari pestisida bagi manusia dan
22,1% responden yang tidak tahu
dampak pestisida bagi manusia.
82,6%
responden
yang
tahu
kegunaan APD dalam menggunakan
pestisida, dan 17,4% responden
yang tidak tahu kegunaan APD
dalam penggunaan pestisida.74,4%
responden yang tahu cara melindungi
diri dari penyakit akibat kerja, dan
25,6% yang tidak tahu.82,6%%
responden yang tahu mamfaat dari
topi pengaman, dan 17,4% yang
tidak tahu. 74,4% responden yang
tahu dari mamfaat dari penggunaan
kacamata, dan 25,6%% yang tidak
tahu.86% responden tahu mamfaat
dari penggunaan masker, dan 30,2%
responden tidak tahu. 69,8%
responden yang tahu dampak dari
tidak menggunakkan APD yang
lengkap, dan 30,2% responden yang
tidak tahu.62,8% responden yang
sering membaca lebel dalam
penggunaan pestisida, dan 37,2%
responden yang tidak membaca lebel
dalam penggunaan pestisida.79,1%
responden
yang
tahu
cara
penggunaan pestisida yang benar,
dan 20,9% responden yang tidak
tahu.84,9% responden yang tahu
memfaat dalam penggunaan APD,
dan 15,1% responden yang tidak
tahu. 87,2% responden yang tahu
penyakit bisa dicegah dengan
penggunaan APD, dan 12,8%
responden yang tidak tahu. 54,7%
responden yang tahu tata cara
penggunaan
pestisida
menurut
undang-undang,
dan
45,3%
responden yang tidak tahu. 67,4%
yang tahu dampak penggunaan
pestisida yang berlebihan, dan 32,6%
Jurnal Biology Education
responden yang tidak tahu.100%
responden tidak percaya belajar dari
pengalaman tidak berbahaya dalam
penggunaan pestisida, dan 0% yang
percaya.
Tabel 4. Distribusi kategori
pengetahuan responden dalam
penggunaan pestisida
Frekuens
No Pengetahuan
%
i
1
Baik
82
95,3
2
Kurang
4
4,7
100,
Total
86
0
Hasil tabel 4. di atas terdapat
95,3% responden berpengetahuan
baik tentang APD dan 4,7%
responden berpengetahuan kurang.
Page 43
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Tabel Tabel
5. 5. Distribusi
Distribusisikapsikap
responden dalam penggunaan pestisida
responden dalam penggunaan
pestisida
No
1
Pertanyaan
Dalam
melakukan
penyemprotan
harus
menggunakan
APD
dengan lengkap
Total
2
Pestisida selain dapat
membunuh hama juga
berbahaya bagi manusia
Total
Penggunaan
Pestisida
3
tidak
sesuai
dengan
ketentuan
dapat
mengganggu lingkungan
Total
Pestisida
harus
4
ditempatkan
ditempat
yang aman
Total
Setelah
menggunakan
pestisida harus segera
5
mandi
Jawaban Sikap
a. Setuju sekali
b. Setuju
c. Tidak setuju
a. Setuju sekali
b. Setuju
c. Tidak setuju
a. Setuju sekali
b. Setuju
c. Tidak setuju
a. Setuju sekali
b. Setuju
c. Tidak setuju
a. Setuju sekali
b. Setuju
c. Tidak setuju
Total
6
Perlu dilakukan gotong a. Setuju sekali
royong setiap minggu
b. Setuju
c. Tidak setuju
Total
7
Penyemprotan sebaiknya a. Setuju sekali
dilakukan sesuai anjuran b. Setuju
pada brosur
c. Tidak setuju
Total
8
Bila terjadi keluhan a. Setuju sekali
segera meneriksa diri b. Setuju
pada petugas kesehatan
c. Tidak setuju
Jurnal Biology Education
Frek
42
44
%
48,8
51,2
86
69
17
100,0
80,2
19,8
86
52
33
1
100,0
60,5
38,4
1,2
86
86
100,0
100
86
100,0
8
62
16
86
8
78
9,3
72,1
18,6
100,0
9,3
90,7
86
82
4
100,0
95,3
4,7
86
72
14
100,0
83,7
16,3
Page 44
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Tabel 5. di atas menunjukkan
bahwa sikap mereka terhadap
penggunaan alat pelindung diri
48,8% setuju sekali jika menyemprot
harus menggunakan alat pelindung
diri dan 51,2% setuju. Terdapat
80,2% responden yang setuju sekali
bahwa pestisida selain membunuh
hama juga berbahaya bagi manusia,
19,8% setuju.
Responden yang menjawab
setuju sekali bahwa penggunaan
Pestisida tidak sesuai anjuran dapat
mengganggu lingkungan sebesar
60,5%, yang setuju sekali, 38,4%
setuju dan yang kurang setuju 1,2%.
Terdapat 100% responden yang
setuju sekali pestisida diletakkan
ditempat yang aman,. Responden
yang
setuju
sekali
setelah
penggunaan pestisida sebesar 9,3%,
yang setuju sebesar 72,1% dan yang
kurang setuju sebesar 18,6%
.terdapat 9,3% responden setuju
sekali dengan diadakan gotong
royong, dan 90,7% yang setuju.
Responden setuju sekali dalam
penggunaan pestisida harus sesuai
dengan lebel botol yang tertera
sebesar 95,3% dan yang setuju
sebesar 4,7%
Keluhan segera
memeriksa diri pada petugas
kesehatan, 83,7% yang setuju sekali
dan 16,3% yang setuju,
Tabel 6 Distribusi kategori sikap
responden dalam penggunaan
pestisida
No
Sikap
Frekuensi
%
1
Positif
86
100.0
2
Negatif
0
0
Total
86
100,0
Hasil dari tabel 6 didapatkan 100,0%
sikapnya terhadap penggunaan APD
positif dan 0% sikapnya negatif.
Jurnal Biology Education
Tabel 7. Distribusi
kebiasaan
responden
penggunaan pestisida
No
Pertanyaan
1
Biasanya
melakukan
penyemprotan
Total
2
Memperhatikan
arah angin saat
menyemprot
Total
Tanpa mencuci
3
tangan
saat
makan setelah
menyemprot
Total
Diperhatikan
kesehatan
4
sebelum
menyemprot
Total
5
Langsung
mandi setelah
menyemprot
Total
Membaca
brosur sebelum
6
menyemprot
(tentang bahaya
racun tersebut)
Total
Mencuci alat7
alat
setelah
digunakan
Total
tentang
dalam
Jawaban
Kebiasaan
Frek
%
a. Ya
b.Tidak
7
79
8,1
91,9
a. Ya
b.Tidak
86
75
11
100,0
87,2
12,8
a. Tidak
b.Ya
86
77
9
100,0
89,5
10,5
86
100,0
100,0
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
b.Tidak
86
0
86
8
78
86
a. Ya
b.Tidak
100,0
9,3
90,7
100,0
18,6
81,4
16
70
86
a. Ya
b. Tidak
100,0
100,0
86
86
Tabel 7. di atas menunjukkan
responden
yang
biasanya
menggunakan pestisida pada pagi
hari sebanyak 7 orang (8,1%), dan
yang tidak tentu sebanyak 79 orang
(91,9%).
Responden
yang
memperhatikan arah angin saat
menyemprot sebanyak 75 orang
Page 45
100,0
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
(87,2%) dan yang tidak 11 orang
(12,8%). Responden yang mencuci
tangan
saat
makan
setelah
menyemprot sebanyak 77 orang
(89,5%), sedangkan yang tidak 9
responden (10,5%). Responden yang
selalu memperhatikan kesehatan saat
penggunaan pestisida sebanyak 86
orang ( 100%). Responden yang
setelah
menggunakan
pestisida
langsung mandi sebanyak 8 orang
(9,3%) dan yang tidak 78 orang
(90,7%). Responden yang selalu
membacaa
lebel
sebelum
menggunakan pestisida sebanyak 16
orang (18,6%), dan yang tidak
sebanyak
70
orang
(81,4%)
Responden yang mencuci alat-alat
setelah digunakan sebanyak 86 orang
(100%).
Tabel 8 Distribusi kategori
kebiasaan
responden
dalam
penggunaan pestisida
Freku
No Kebiasaan
%
ensi
1
Baik
74
86,0
2
Kurang
12
13,9
Total
86
100,0
Tabel
8.
menunjukkan
sebanyak 74 responden (86,0%) yang
kebiasaannya
baik
dalam
penyemprotan. Sedangkan yang
kebiasaannya
kurang
adalah
sebanyak 12 responden (13,9%).
Begitu penting APD bagi
responden sebesar 100%. 51,2%
responden menanggapi bahwa semua
jenis APD bisa terhindar dari
penyakit, dan yang tidak 48,8%
responden. 2,3% responden sering
sesak nafas dalam menggunakan
APD, dan yang tidak 97,7%.
Menurut
97,7%
responden
mengatakan
dianjurkan
untuk
memakai APD, dan 2,3% responden
yang tidak. 94,2% responden
mengatakan APD adalah salah satu
Jurnal Biology Education
alat untuk menghindari zat beracun,
dan 5,8% yang tidak.
Tabel 10. Distribusi kategori
penggunaan APD oleh responden
dalam penggunaan pestisida
Penggunaan Freku
No
%
APD
ensi
1
Lengkap
86
100,00
Tidak
2
Lengkap
0
0
Total
86
100,0
Berdasarkan hasil tabel 10. di
atas 100.0% APD digunakan secara
lengkap saat penggunaan pestisida.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dan analisis data yang telah
dilakukan pada maka kesimpulan
yang dapat diambil sebagai berikut :
1. Perilaku petani dalam penggunaan
pestisida 96,5% baik dan 3,5%
berperilaku kurang di Gampong
Lam Ateuk Kecamatan Lhoknga
Kabupaten Aceh Besar.
2. Penggunaan APD oleh petani saat
penggunaan pestisida 95,3%
sudah baik di karenakan sudah
mengetahui
kegunaan
menggunakan pelindung diri pada
setiap penggunaan peptisida.
Saran
1. Diharapkan
pada
petani
penggunaan
pestisida
dapat
sebelum melakukan kegiatanya
melihat lebel tentang cara dan
bahaya dari pestisida yang
digunakan, hal ini guna untuk
mencegah terjadinya penyakit
akibat kerja serta mencuci tangan
sebelum makan.
2. Untuk
meningkatkan
kewaspadaan terhadap petani
penggunaan pestisida, diharapkan
pada petugas terkait khususnya
Page 46
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
dinas
Pertanian,
dapat
memberikan penyuluhan secara
berkala, sehingga petani dapat
mengetahui dengan benar cara
penggunaan pestisida.
3. Untuk
Dinas
Kesehatan
diharapkan
dapat
membuat
brosur-brosur atau papan dengan
poster yang berkaitan tentang
penggunaan pestisida dan resiko
dalam menggunakan pestisida bila
tidak sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar ( 1998 ), Definisi Pestisida.
Hal 10, Jakarta
Dinkes Provinsi. NAD, (2004),
Profil Kesehatan, Banda
Aceh.
______Dir. Jend P2M & PLP.
Peraturan Perundang-Undang
Pestisida, Jakarta, 1994.
Entjang Endang, (1999), Ilmu
ksehatan
Lingkungan.
Jakarta, Rineka Cipta,
Endayani, (2001), Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja. Medan,
FKM USU
Fakultas FKIP, (2007), Pedoman
Penulisan Skripsi, Banda
Aceh, Universitas Serambi
Mekkah
Hartono,
(1994),
Kesehatan
Lingkungan, Jakarta, Gajah
Mada Press.
Irwanto, (1996), Prilaku Dan
Kesehatan. Hal 113, Jakarta,
Rineka Cipta.
Khumaidi, (1986), Perilaku Dan
Pendidikan
Kesehatan,
Jakarta.
L.W.Green,
(1978),
Asumsi
Determinasi
Perilaku
Manusia.Jakarta,
Rineka
Cipta.
Jurnal Biology Education
M. Taufik, SKM, (2007), Konsep
Dasar Prilaku, Jakarta, CV
Infomedika.
Notoatdmojo
Soekidjo,
(1993),
Metodelogi
Penelitian
Kebersihan. Jakarta, PT.
Rieneka Cipta.
___________, (1996), Pengantar
Pendidikan Kesehatan Dan
Ilmu Perilaku Kesehatan.
Yokyakarta, Andi Offset,.
___________,(1997),
Ilmu
Kesehatan
Masyarakat,
Jakarta, PT. Rieneka Cipta.
Robert Kwick, (1974), Observasi
Prilaku. Yogyakarta, Pustaka
Pelajar.
Sarwono,
(1993),
Sikap
dan
Perbuatan. Jakarta.
Siswanto, (1989), Kesehatan Kerja,
Bina Pelajar, Jakarta.
Suma’mur,
(1992),
Hygiene
Perusahaan dan Kesehatan
kerja.
Jakarta,
Gunung
Agung.
Suparlan, (1993), Perilaku dan
Kesehatan, Jakarta, Rieneka
Cipta.
Saifuddin Azwar, MA, (2005), Sikap
Manusia
Dan
Pengukurannya. Yogyakarta,
Pustaka Pelaja.
W.J Thomas, (1977), Sikap dan
Prilaku, Hal 5, Jakarta.
Page 47
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
penghasil guru
diharapkan memiliki
STUDI TENTANG PEMBELAJARAN
BIOLOGI
program
KONSERVASI DI
LPTK penyiapan calon guru
biologi yang dapat mendukung
program
biologi konservasi tersebut.
Evi Apriana
**
Hasil
observasi
pada
Dosen FKIP Pendidikan Biologi Universitas Serambi mekkah
beberapa LPTK di Aceh saat ini
misalnya
Jurusan
ABSTRAK:Penelitian ini bertujuan untuk
mengumpulkan
informasi yang
berkaitan dengan program perkuliahanBiologi Konservasimelalui analisis
kebutuhan, studi dokumentasi,danstudi lapangan.Penelitian ini menerapkan desain
Penelitian Kualitatif (Qualitative Research),dilakukan analisis kebutuhan program
perkuliahan, studi dokumentasi dengan mengkaji kurikulum biologi konservasi
dan catatan mahasiswa, studi lapangan dengan menggunakan metode observasi,
angket, dan wawancara.Dari analisis kebutuhan, studi dokumentasi, dan studi
lapangan diperoleh hasil bahwapembelajaran biologi konservasi hanya
mempelajari pengetahuan ekologi dan konservasi saja;dilakukan metode ceramah,
informasi, tanya jawab, diskusi, dan tugas;tidak dilakukan praktikum dan kuliah
lapangan;dosen tidak mengaitkan materi dengan situasi nyata kehidupan
mahasiswa sesuai konteks kehidupan masyarakat Aceh (pendekatan kontekstual
berbasis kearifan lokal/adat Aceh tidak digunakan); sebagian mahasiswa kurang
aktif, tidak mengajukan pertanyaan, dan tidak mengemukakan pendapat; bahan
kuliah/buku sulit didapat (terutama dalam bahasa Indonesia).Sehingga sangat
diperlukan adanya pengembangan program perkuliahan biologi konservasi dengan
pendekatan kontekstual berbasis kearifan lokal untuk meningkatkan literasi
lingkungan dan tindakan konservasi.
PENDAHULUAN
Upaya untuk melakukan
konservasi alam dapat dilakukan
melalui pendidikan (Munandar,
2009).Salah satu strategi yang dapat
digunakan
LPTK
untuk
meningkatkan SDM calon guru dan
memiliki kapasitas pendidik yang
baik adalah dengan melaksanakan
pembelajaran biologi konservasi.
Agar
keberlangsungan
program
perkuliahan
biologi
konservasi di masa datang tetap
terjaga maka perlu adanya respon
positif
pihak
LPTK
dalam
menerapkan dan mengembangkan
program ini.Untuk itu diperlukan
pengadaan tenaga pendidik calon
guru yang memadai sesuai dengan
tuntutan
kurikulum
biologi
konservasi.LPTK sebagai lembaga
Jurnal Biology Education
Biologi FKIP Unsyiah, FKIP
Univ. Serambi Mekkah, Fak.
Tarbiyah IAIN Ar-Ranniry Banda
Aceh, dan FKIP Al-Muslim Bireuen
belum mengembangkan kurikulum
biologi konservasi secara khusus.
Oleh
sebab
itu
perlu
dilakukan
penelitianuntuk
mengumpulkan
informasi
yang
berkaitan
dengan
program
perkuliahan Biologi Konservasi
melalui analisis kebutuhan, studi
dokumentasi, studi lapangan, dan
merupakan penelitian awal untuk
pengembangan program perkuliahan
Biologi
Konservasi
dengan
pendekatan kontekstual berbasis
kearifan lokal.
Page 48
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menerapkan
desain
Penelitian
Kualitatif
(Qualitative Research) (Creswell,
2008).Analisis kebutuhan dilakukan
dengan mengumpulkan informasi
yang berkaitan dengan produk
(program
perkuliahan).Studi
dokumentasi
dilakukan
dengan
mengkaji
kurikulum
biologi
konservasi
dancatatan
mahasiswa.Studi lapangan dilakukan
dengan
menggunakan
metode
observasi, angket, dan wawancara,
kemudian
diolah
menggunakan
pendekatan kualitatif sesuai dengan
karakter
data
dan
kebutuhan
informasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kebutuhan
Pembelajaran
biologi
konservasi idealnya mempelajari
pengetahuan (pengetahuan tentang
sejarah alam dan ekologi, isu-isu
lingkungan dan permasalahannya,
sosial-politik-ekonomi),
keterampilan (keterampilan kognitif),
afektif (faktor-faktor lain yang
mempengaruhi
perilaku
bertanggungjawab
terhadap
lingkungan), tindakan (perilaku
bertanggungjawab
terhadap
lingkungan) sebagai komponen dan
sub
komponen
literasi
lingkungan(Erdogan, Kostova and
Marcinkowski, 2009).
Sementara
pembelajaran
biologi konservasi yang dilaksanakan
selama
ini
hanya
mempelajaripengetahuan ekologi dan
konservasi saja.Sehingga sangat
diperlukan adanya pengembangan
program
perkuliahan
biologi
konservasi
dengan
pendekatan
kontekstual berbasis kearifan lokal
yang
mempelajari
pengetahuan
(pengetahuan tentang sejarah alam
Jurnal Biology Education
dan ekologi, isu-isu lingkungan dan
permasalahannya,
sosial-politikekonomi daerah Aceh), keterampilan
kognitif, afektif, tindakan untuk
meningkatkan literasi lingkungan
dan tindakan konservasi.
STUDI DOKUMENTASI
a. Kurikulum Biologi Konservasi
Hasil
kajian
kurikulum
biologi konservasi memberikan
informasi mengenai kompetensi yang
diharapkan
yaitu
mahasiswa
memiliki kemampuan penerapan
konsep-konsep biologi konservasi
dalam kegiatan akademik dan praktis
di kehidupan sehari-hari.Mata kuliah
ini mengkaji biologi konservasi dari
aspek-aspek latar belakang mutlak
pentingnya, kebijakan, strategi dan
teknologi konservasi yang meliputi
pengertian biologi konservasi dan
keanekaragaman
hayati
(biodiversitas),
ancaman
keanekaragaman hayati, konservasi
pada tingkat spesies dan populasi,
konservasi pada tingkat komunitas,
konservasi
dan
pembangunan
berkelanjutan, serta kebijakan dan
praktik konservasi di Indonesia.
b. Catatan Mahasiswa
Hasil
kajian
catatan
mahasiswaA, catatan mahasiswa B,
bahan kuliah, slide materi-1, dan
slide materi-2 tentang materi biologi
konservasi adalah sebagai berikut:
Page 49
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Tabel 1. Hasil Kajian Catatan Mahasiswa
Catatan
Mahasiswa A
Catatan
Mahasiswa
B
Bahan Kuliah
(Foto Copy)
Slide Materi-1
(Foto Copy)
Slide Materi-2
(Foto Copy)
Tujuan
mempelajar
i
biokonserv
asi
Cabang
ilmu yang
diperlukan
dalam
mendukun
g
keberhasila
n
biokonserv
asi
Konservasi
dan
landscape
Konservasi
exsitu dan
insitu
Heterogenit
as dan
habitat
Pengertian
biologi
konservasi
Tujuan biologi
konservasi
Kajian dan
ruang lingkup
biologi
konservasi
(pengertian
biologi
konservasi
dan
keanekaragam
an hayati
(biodiversitas)
, ancaman
keanekaragam
an hayati,
konservasi
pada tingkat
spesies dan
populasi,
konservasi
pada tingkat
komunitas,
konservasi
dan
pembangunan
berkelanjutan,
serta
kebijakan dan
praktik
konservasi di
Indonesia)
Ekologi
restorasi
Ekologi
reklamasi
Fungsi ekologi
Strategi
restorasi
Konsep
pengelolaan
satwa liar
(pembagian
satwa liar,
tujuan
pengelolaan,
proses
pengelolaan,
intensitas
pengelolaan,
peranan
pengelola
satwa liar,
dan dinamika
pengelolaan)
Perencanaan
proyek
pengelolaan
satwa liar
(definisi dan
pengertian,
tipe
perencanaan,
komponen
perencanaan,
dan proses
perencanaan)
Pengertian
biologi
konservasi
Tujuan
biologi
konservasi
Stateman
penting
dalam
konservasi
Keanekaraga
man hayati
(nilai
intrinsik,
keanekaraga
man spesies,
dan
keanekaraga
man tingkat
komunitas)
Biologi
konservasi
dan
keanekaraga
man hayati
Prinsipprinsip etika
biologi
konservasi
Asal usul
biologi
konservasi
Pengertian
biologi
konservasi
Sumber daya
alam
Tujuan
pengelolaan
ekosistem
Paradigma
modern
pembangun
an
berkelanjuta
n
Pengertian
keanekaraga
man
Keanekaraga
man spesies
Keanekaraga
man genetik
Keanekaraga
man
komunitas
dan
ekosistem
Jurnal Biology Education
Page 50
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Dari tabel 1. tersebut dapat
dilihat
bahwamateri
biologi
konservasi terdiri dari pengertian
biologi
konservasi
dan
keanekaragaman
hayati
(biodiversitas),
ancaman
keanekaragaman hayati, konservasi
pada tingkat spesies dan populasi,
konservasi pada tingkat komunitas,
konservasi
dan
pembangunan
berkelanjutan, serta kebijakan dan
praktik konservasi di Indonesia.
Tampak bahwa pembelajaran
dilakukan 2 jam tatap muka (2 x 50
menit) membahas tentang konsep
konservasi.Metode
pembelajaran
yang dilakukan adalah ceramah,
informasi, tanya jawab, diskusi, dan
tugas. Metode praktikum dan kuliah
lapangan tidak dilakukan pada
pembelajaran.Pendekatan
kontekstual tidak digunakan dalam
pembelajaran.Ujian Akhir Semester
dilaksanakan 2 jam tatap muka (2 x
50 menit) untuk
mengetahui
pemahaman dan penerapan konsep
konservasi pada tingkat komunitas,
konservasi
dan
pembangunan
berkelanjutan, serta kebijakan dan
praktik konservasi di Indonesia.
c. Pendapat Dan Pandangan Dari
Peserta Didik Maupun Pendidik
Pendapat dan pandangan dari
peserta didik (mahasiswa) mengenai
karakter
dan
pelaksanaan
pembelajaran biologi konservasiyang
berhasil dihimpun melaluiangket
tertutup seperti berikut ini :
Tabel 3.Jawaban Angket Tertutup
untuk
Menilai
Pendapat
Mahasiswa
Jurnal Biology Education
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Pernyataan
S
1
Dosen mengaitkan materi yang
diajarkannya dengan situasi nyata
kehidupan mahasiswa sesuai
konteks kehidupan masyarakat
Aceh
Mahasiswa membangun sendiri
pengetahuan melalui keterlibatan
aktif dalam proses belajar
mengajar
Dosen
menyarankan
untuk
bekerjasama dengan teman lain
pada kelompok-kelompok kecil
yang anggotanya heterogen
Mahasiswa
membangun
penjelasan dari pengalamannya
Mahasiswa termotivasi untuk
mengajukan pertanyaan
Mahasiswa termotivasi untuk
mengemukakan pendapat
Dosen
merancang
kegiatan
penemuan
Pemahaman
mahasiswameningkat
terhadap
konsep-konsep biologi konservasi
Dosen mengajukan pertanyaan
Mahasiswa memperoleh banyak
kesempatan berdiskusi
Mahasiswa belajar di rumah
sebelum
dosen
menjelaskan
materi biologi konservasi
Mahasiswa
menyenangi
perkuliahan biologi konservasi
Dosen memberi contoh tentang
cara bekerja sesuatu, sebelum
mahasiswa melaksanakan tugas
Mahasiswa melakukan refleksi
merupakan gambaran terhadap
kegiatan atau pengetahuan yang
baru saja diterima
Dosen menerangkan dengan jelas
Cara dosen mengajar bervariasi,
tidak membosankan
Dosen menguasai materi dengan
baik
Praktikum dan kuliah lapangan
dilakukan pada pembelajaran
biologi konservasi
Dosen mengutamakan penilaian
kualitas hasil kerja mahasiswa
dalam menyelesaikan suatu tugas
(proses), hasil, dilakukan dengan
berbagai cara (tes, dll)
Dosen mendorong mahasiswa
untuk belajar dari sesama teman
(belajar bersama)
Respon
TS
26
21
6
12
15
11
16
5
22
8
19
4
23
24
3
17
17
10
10
7
20
20
7
5
22
11
16
13
9
14
18
21
6
2
25
12
15
9
18
Keterangan :
S = setuju ; TS = tidak setuju
Total
responden
=
27
mahasiswa
(perempuan = 24 mhs, laki-laki = 3 mhs)
Page 51
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Dari tabel 3.tersebut dapat
dilihat
bahwa
mahasiswa
menyenangi perkuliahan biologi
konservasi,
pemahamannya
meningkat, aktif dalam proses belajar
mengajar,
dapat
berdiskusi
karenadosen menguasai materi dan
mengajukan pertanyaan. Namun
dosen tidak mengaitkan materi
dengan situasi nyata kehidupan
mahasiswa sesuai konteks kehidupan
masyarakat Aceh, tidak merancang
kegiatan
penemuan,
tidak
menyarankan bekerjasama, tidak
memberi contoh cara bekerja sesuatu,
mengajar
tidak
bervariasi,
membosankan,
tidak
dilakukan
praktikum dan kuliah lapangan, tidak
mengutamakan penilaian proses, dan
tidak mendorong mahasiswa belajar
bersama.
Saran
perbaikannya
ialahpembelajaran
aktif,
dosen
memberi apersepsi dan motivasi pada
mahasiswa,
berdiskusi,
kuliah
lapangan,
praktek
langsung,
disediakan
buku/bahan
kuliah,
media, dan gambar.
Hasil wawancara dengan
pendidik
(dosen)
adalah
pembelajaran
biologi
konservasidilakukan dengan metode
ceramah, tanya jawab, diskusi, dan
tugas. Praktikum dan kuliah lapangan
tidak dilakukan karena memerlukan
waktu khusus dan lebih lama, biaya
mahal, dan persiapan ke lapangan.
Sebagian mahasiswa kurang aktif
dalam proses belajar mengajar, tidak
termotivasi mengajukan pertanyaan,
dan tidak termotivasi mengemukakan
pendapat. Buku sulit didapat
(terutama dalam bahasa Indonesia).
Berdasarkan hasil analisis
kebutuhan
ditemukan
bahwapembelajaran
biologi
konservasi yang dilaksanakan selama
ini hanya mempelajari pengetahuan
ekologi dan konservasi saja.
Jurnal Biology Education
Sehingga sangat diperlukan
adanya pengembangan program
perkuliahan
biologi
konservasi
dengan pendekatan
kontekstual
berbasis
kearifan
lokal
yang
mempelajari
pengetahuan
(pengetahuan tentang sejarah alam
dan ekologi, isu-isu lingkungan dan
permasalahannya,
sosial-politikekonomi daerah Aceh), keterampilan
kognitif, afektif, tindakan untuk
meningkatkan literasi lingkungan
dan tindakan konservasi. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian
Erdogan, Kostova and Marcinkowski
(2009) yang menyimpulkan bahwa
analisa enam komponen dasar literasi
lingkungan menunjukkan bahwa
banyak perhatian pada pengetahuan
(pengetahuan ekologi, pengetahuan
sosial-politik, pengetahuan isu-isu
lingkungan),
sedikit
pada
keterampilan kognitif dan sikap,
beberapa
untuk
prilaku
bertanggungjawab pada lingkungan.
Temuan
pada
studi
dokumentasi kurikulum biologi
konservasi menunjukkan bahwa
kompetensi yang diharapkan yaitu
mahasiswa memiliki kemampuan
penerapan konsep-konsep biologi
konservasi dalam kegiatan akademik
dan praktis di kehidupan sehari-hari;
mengkaji biologi konservasi dari
aspek-aspek latar belakang mutlak
pentingnya, kebijakan, strategi dan
teknologi konservasi yang meliputi
pengertian biologi konservasi dan
keanekaragaman
hayati
(biodiversitas),
ancaman
keanekaragaman hayati, konservasi
pada tingkat spesies dan populasi,
konservasi pada tingkat komunitas,
konservasi
dan
pembangunan
berkelanjutan, serta kebijakan dan
praktik konservasi di Indonesia
Temuan
pada
studi
dokumentasicatatan
mahasiswa
Page 52
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
ternyata
bahwamateri
biologi
konservasi terdiri dari pengertian
biologi
konservasi
dan
keanekaragaman
hayati
(biodiversitas),
ancaman
keanekaragaman hayati, konservasi
pada tingkat spesies dan populasi,
konservasi pada tingkat komunitas,
konservasi
dan
pembangunan
berkelanjutan, serta kebijakan dan
praktik konservasi di Indonesia
(tabel 1).Dari temuan ini dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran
biologi konservasi yang dilaksanakan
membahas materi biologi konservasi
telah sesuai dengan kurikulum,
namun ketercapaian kompetensi
mahasiswa masih perlu diteliti lebih
lanjut. Van Den Berg and Dann
(2008) telah merancang kurikulum,
menerapkan program penuntun,
mengevaluasi proses program dan
dampak
konservasi,
dapat
menyimpulkan bahwa Conservation
Stewards Program (CSP) menarik
perhatian
audien
Extension,
meningkatkan
pengetahuan
ekosistem pelajar, memperbaiki
sikap pengelolaan sumber daya, dan
membantu
perkembangan
ketrampilan mengakses informasi
ekologis.
Dari hasil studi lapangan
terlihat bahwa pembelajaran biologi
konservasi dilakukan dengan metode
ceramah, informasi, tanya jawab,
diskusi, dan tugas; tidak dilakukan
praktikum dan kuliah lapangan;
dosen tidak mengaitkan materi
dengan situasi nyata kehidupan
mahasiswa sesuai konteks kehidupan
masyarakat
Aceh
(pendekatan
kontekstual
berbasis
kearifan
lokal/adat Aceh tidak digunakan);
sebagian mahasiswa kurang aktif,
tidak mengajukan pertanyaan, dan
tidak mengemukakan pendapat;
Jurnal Biology Education
bahan kuliah/buku sulit didapat
(terutama dalam bahasa Indonesia).
Hasil
observasi
dan
wawancara mengindikasikan bahwa
metode praktikum dan kuliah
lapangan tidak dilakukan pada
pembelajaran biologi konservasi.
Metode
praktikum
di
dalam
laboratorium, praktikum di kawasan
konservasi/lingkungan, dan kuliah
lapangan
di
kawasan
konservasi/lingkungan
tidak
dilakukan
karena
memerlukan
perencanaan pembelajaran yang
lebih matang, survey lapangan
terlebih dahulu, waktu khusus
(misalnya hari minggu, waktu di luar
jadwal kuliah kelas, waktu lebih
lama), biaya lebih mahal, dan
persiapan ke lapangan (alat, bahan,
dan media yang harus dibawa).
Pendekatan kontekstual tidak
digunakan dalam pembelajaran.
Pembelajaran
dan
pembahasan
konsep biologi konservasi yang telah
dilakukan tidak konstekstual, tidak
membahas
masalah-masalah
konservasi di Aceh, tidak membahas
flora-fauna Aceh, tidak membahas
kawasan konservasi Aceh, tidak
membahas
tindakan
konservasi
masyarakat Aceh yang berwujud
kearifan lokal dan adat Aceh (adat
uteun (hutan), adat blang (sawah),
adat seuneubok (ladang), adat glee
(kebun), adat awe (rotan), adat uno
(madu), dan lain-lain).
Pendekatan
kontekstual
berbasis kearifan lokal/adat Aceh
belum pernah digunakan dalam
pembelajaran. Memasukkan kearifan
lokal/adat
Aceh
ke
dalam
pembelajaran biologi konservasi
akan sangat membantu proses
penyadartahuan bagi masyarakat
tentang arti penting pelestarian alam,
dapat memperjelas aturan-aturan adat
Page 53
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
dan kaidah-kaidah tentang hubungan
manusia dengan alam lingkungannya.
Sehingga sangat diperlukan
adanya pengembangan program
perkuliahan
biologi
konservasi
dengan
pendekatan
kontekstual
berbasis kearifan lokal untuk
meningkatkan literasi lingkungan dan
tindakan konservasi. Tanggapan ini
senada dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Chu, Hye-Eun, et al.
(2007) yang menemukan bahwa
bahwa korelasi antara sikap dan
perilaku
adalah
paling
kuat,
sedangkan antara pengetahuan dan
perilaku adalah paling lemah;
ditemukan jenis kelamin, latar
belakang sekolah orang tua, dan
sumber dari mana siswa memperoleh
informasi lingkungan mempengaruhi
literasi
lingkungan;
pada
pengembangan instrumen literasi
lingkungan
untuk
mengukur
pengetahuan, sikap, perilaku, dan
ketrampilan.
Sesuai juga dengan hasil
penelitian Meagher (2009) yang
melakukan
analisis perubahan
tahapan peta konsep siswa dalam
literasi
lingkungan
menemukan
bahwa terjadi peningkatan signifikan
pada peta proposisi dan kompleksitas
grafis mendukung bagaimana siswa
mengembangkan
ketrampilan
pengetahuan
artikulasi
dan
menunjukkan
lebih
banyak
pemahaman
konten
literasi
lingkungan.
Pembelajaran dapat dilakukan
dengan berbagai metode yang
menarik.Beberapa konteks sesuai
kondisi dan isu yang berkembang di
daerah Aceh, dan berbasis kearifan
lokal dapat diterapkan untuk
meningkatkan pemahaman konsep
biologi konservasi.
Hasil
penelitianApriana
(2009)
mempertegas
bahwa
Jurnal Biology Education
pembelajaran melalui pendekatan
Sains Teknologi Masyarakat dengan
metode
bermain
peran
dapat
meningkatkan pemahaman konsep
pelestarian sumber daya alam hayati.
Dalam
pembelajaran,
siswa
termotivasi untuk mencari isu-isu
masyarakat
yang
berhubungan
dengan pelestarian SDA hayati dan
siswa aktif menanggapi isu-isu sosial
atau masalah aktual yang dihadapi
dalam kehidupan sebagai anggota
masyarakat.
Pemerintah Aceh sekarang
sudah sadar akan kepentingan
konservasi lingkungan hidup dan
upaya mereka untuk mengikuti
gerakan
konservasi
adalah
membentuk
beberapa
wilayah
kawasan konservasi di seluruh Aceh.
Kawasan konservasi Aceh ini dapat
dimanfaatkan dalam pembelajaran
biologi konservasi.
Hal ini diperkuat oleh hasil
penelitian
Apriana,
Munandar,
Rustaman, dan Surtikanti (2011)
bahwa kawasan konservasi Aceh
terdiri dari Kawasan Konservasi
Hutan Ulu Masen, Taman Wisata
Alam dan Taman Wisata Laut Pulau
Weh,
Taman
Wisata
Alam
Kepulauan Banyak, Taman Buru
Lingga Isaq, Tahura Pocut Meurah
Intan, Pusat Latihan Gajah Aceh –
Saree, Cagar Alam Serbajadi, Cagar
Alam
Pinus
Jantho,
Suaka
Margasatwa Rawa Singkil, Taman
Nasional Gunung Leuser.
Pemanfaatan
kawasan
konservasi Aceh dalam pembelajaran
biologi konservasi dapat dilakukan
dengan metode kerja ilmiah melalui
observasi dan eksperimen pada
laboratorium
lapangan
(field
laboratorium),
agar
mahasiswa
mempunyai kapasitas dan tingkat
kesadaran yang tinggi terhadap
biologi konservasi.
Page 54
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
KESIMPULAN
Pembelajaran
biologi
konservasi yang dilaksanakan selama
ini hanya mempelajari pengetahuan
ekologi
dan
konservasi
saja;
dilakukan
metode
ceramah,
informasi, tanya jawab, diskusi, dan
tugas; tidak dilakukan praktikum dan
kuliah lapangan; dosen tidak
mengaitkan materi dengan situasi
nyata kehidupan mahasiswa sesuai
konteks kehidupan masyarakat Aceh
(pendekatan kontekstual berbasis
kearifan lokal/adat Aceh tidak
digunakan); sebagian mahasiswa
kurang aktif, tidak mengajukan
pertanyaan,
dan
tidak
mengemukakan pendapat; bahan
kuliah/buku sulit didapat (terutama
dalam bahasa Indonesia).
Sehingga sangat diperlukan
adanya pengembangan program
perkuliahan
biologi
konservasi
dengan
pendekatan
kontekstual
berbasis kearifan lokal untuk
meningkatkan literasi lingkungan dan
tindakan konservasi.
DAFTAR PUSTAKA
Apriana, E., (2009). Penerapan
Pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat dengan Metode
Bermain
Peran
untuk
Meningkatkan Pemahaman
Siswa SMU pada Konsep
Pelestarian Sumber Daya
Alam Hayati (Application of
Society Technology Science
(STS) Approach with Role
Playing Method to Improve
Comprehension of Senior
High School Students’ of
Biological Natural Resources
Conservation). Proceeding of
the Third (3th) International
Seminar
on
Science
Education
“Challenging
Science Education in the
Jurnal Biology Education
Digital Era”.Prodi P. IPA SPs
UPI Bandung. Halaman 69 –
75. ISBN: 978-602-8171-141. Sabtu, 17 Oktober 2009.
Apriana, E., Munandar, A., Rustaman,
N.Y.,
Surtikanti,
H.K.
(2011).Kawasan
Konservasi
Aceh dan Pemanfaatannya
dalam Pembelajaran Biologi
Konservasi. Prosiding Seminar
Nasional
Biologi
“Meningkatkan Peran Biologi
dalam Mewujudkan National
Achievement
with
Global
Reach”.Departemen
Biologi
FMIPA USU Medan. Sabtu, 22
Januari 2011.
Chu, Hye-Eun.et al. (2007). “Korean
Year
3
Children's
Environmental Literacy: A
Prerequisite for a Korean
Environmental
Education
Curriculum”. International
Journal
of
Science
Education. 29, (6), 731-746.
Creswell, J.W. (2008). Educational
Research
Planning,
Conducting, and Evaluating
Quantitative and Qualitative
Research.Third Edition. New
Jersey: Pearson Education,
Inc.
Erdogan, M., Kostova, Z. and
Marcinkowski, T. (2009).
“Components
of
Environmental Literacy in
Elementary
Science
Education Curriculum in
Bulgaria
and
Turkey”.
Eurasia
Journal
of
Mathematics, Science &
Technology Education. 5, (1),
15-26.
Meagher, T.,
(2009). “Looking
Inside a Student’s Mind: Can
An Analysis of Student
Concept
Maps
Measure
Changes in Environmental
Literacy?”.Electronic Journal
Page 55
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
of Science Education. 13, (1),
1-28.
Munandar,
A.,
dkk.,
(2009).
Konservasi Fauna Indonesia.
Bandung: Rizqi Press.
Van Den Berg, H.A. and Dann, S.L.
(2008). “Evaluation of an
Adult Extension Education
Initiative: The Michigan
Conservation Stewa
Jurnal Biology Education
Page 56
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
tumbuh
dari MERANG
media kardus
ternyata
PERBEDAAN KADAR PROTEIN ANTARA
JAMUR
(Volvariella
keistimewaan
tersendiri
volvaceae) DENGAN JAMUR KUPINGmemiliki
HITAM (Auricularia
polytricha)
dibanding
jamur
Merang
yang
YANG TUMBUH PADA ALAM
ditanam di media lain, diantaranya
Abdullah**
Dosen FKIP Pendidikan Biologi Unsyiah Banda Aceh
ABSTRAK
Penelitian perbandingan kadar protein antara jamur Merang (Volvariella
volvaceae) dengan jamur Kuping Hitam (Auricularia polytricha) yang tumbuh di
alam telah dilakukan di Laboratorium Kimia FKIP Universitas Syiah Kuala, mulai
tanggal 3 sampai dengan 17 Juni 2009. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
perbedaan kadar protein yang terdapat pada jamur Merang dan jamur Kuping
Hitam yang tumbuh di alam. Metode yang digunakan untuk menganalisis kadar
protein adalah metode Kjeldahl. Objek dalam penelitian ini adalah jamur Merang
dan jamur Kuping Hitam yang tumbuh di alam. Analisis data untuk mengetahui
perbedaan kadar protein diantara dua jenis jamur tersebut digunakan uji-t. Hasil
penelitian yang diperoleh bahwa setiap 10 gram sampel rata-rata mengandung
sebesar 5,7224 % protein untuk jamur Merang, sedangkan untuk jamur Kuping
Hitam rata-rata sebesar 4,0697 % protein. Hasil analisis uji-t diperoleh t-hitung
99,5602 dan t- tabel l,86 pada taraf signifikan 0,05. Penelitian ini menunjukkan
perbedaan kadar protein antara jamur Merang dengan jamur Kuping Hitam,
perbedaan kadar protein ini diduga karena perbedaan subtrat dasar yang
terkandung dalam tempat tumbuh jamur tersebut.
PENDAHULUAN
Zat-zat
makanan
yang
diperlukan
tubuh
tidak
bisa
didapatkan dari suatu jenis makanan
saja, oleh karena itu dianjurkan
untuk selalu mengkonsumsi makanan
yang bervariasi agar zat gizi yang
dibutuhkan
terpenuhi.
Untuk
memenuhi kebutuhan gizi dianjurkan
setiap harinya untuk mengkonsumsi
makanan yang disebut dengan empat
sehat lima sempurna. Sebagai salah
satu makanan yang mengandung
nilai gizi yang cukup adalah jamur
atau mushroom (Gunawan, 2000:1).
Kandungan protein jamur
berbeda antara jamur yang satu
dengan jamur yang lain, hal ini
kemungkinan
bisa
dipengaruhi
Jurnal Biology Education
adalah: lebih kenyal, warnanya lebih
putih dan aromanya wangi, berbeda
dengan warna jamur yang ditanam di
media jerami yang cenderung
kecokelatan (Anonymous, 2007 : 11
).
Kemungkinan besar dari sifat
yang dimiliki oleh jamur yang
tumbuh pada medium yang berbeda,
proteinnya juga akan berbeda, karena
subtrat yang terkandung dalam suatu
medium
berbeda-beda
kandungannya. Oleh karena terdapat
perbedaan kadar protein pada jamur
yang berbeda maka perlu dilakukan
penelitian yang berjudul Perbedaan
Kadar Protein Antara Jamur
Merang (Volvariella volvaceae)
Dengan Jamur Kuping Hitam
Page 57
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
(Auricularia
polytricha)
Tumbuh pada Alam.
Yang
METODE PENELITIAN
Metode ini adalah metode
Deskriptif yaitu suatu penelitian
yang bertujuan untuk menerangkan
tentang perbedaan kadar protein
antara Jamur Merang dengan jamur
Kuping Hitam yang tumbuh di alami.
Pemeriksaan kadar protein di
lakukan di laboratorium dengan
metode Kjeldahl melalui tiga tahap
(Sudarmadji, 1991:125).
1. Tahap destruksi yaitu proses
penghancuran campuran zat
sampai menghasilkan
cairan
yang jernih sehingga mudah
didestilasi.
2. Tahap destilasi yaitu pemisahan
campuran
zat
berdasarkan
perbedaan titik
didih yang
tujuannya untuk memisahkan
senyawa dari campuran air/
memurnikan senyawa-senyawa
yang bersifat mudah menguap.
3. Tahap titrasi yaitu analisis
kuantitatif dari reaksi kimia,
analisis ini merupakan zat yang
ditentukan kadarnya direaksikan
dengan zat lain yang telah
diketahui konsentrasinya sampai
tercapai suatu titik ekuivalen
sehingga kepekatan zat yang
akan dicari dapat dihitung.
Cara Kjeldahl digunakan
untuk menganalisis kadar protein
dalam bahan makanan secara tidak
langsung, karena yang dianalisis
dengan cara ini adalah kadar
nitrogennya dengan mengendalikan
hasil analisis tersebut dengan angka
konvers protein 6,25, diperoleh nilai
protein dalam bahan makanan itu.
Prinsip cara kerja analisis Kjeldahl
sebagai berikut, mula-mula bahan
didestruksi (proses penghancuran
zat) dengan asam sulfat pekat
Jurnal Biology Education
menggunakan
katalis
Selenium
Oksiklorida (butiran Zn). Amonia
yang terjadi di tampung dan dititrasi
dengan bantuan indikator (Winarno
1992:76).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Sebelum diketahui berapa
banyak kadar protein pada jamur
Merang dan jamur Kuping Hitam,
terlebih dahulu diketahui persentase
nitrogen
(%N)
tiap
sampel.
Persentase nitrogen (%N) tiap
sampel penelitian dapat dibaca pada
Tabel 1 di bawah ini. Sedangkan
perhitungan
dilakukan
dengan
menggunakan
terlebih
dahulu
persentase
nitrogen.
Persentase
nitrogen dapat dihitung dengan
persamaan:
% N= ( Blangko- penitraan
sampel) x Normalitas NaOH
x 0,014 x 100
Gram sampel
Normalitas NaOH
= 0,5
Blangko
= 14,43
Tabel. 4.1 Nilai Prsentase Nitrogen
(%N) pada Jamur Merang
dan Jamur Kuping Hitam.
Jenis
Jamur
Merang
Kuping
Hitam
1
0,9121
0.6531
2
0,9261
0,6566
Ulangan
3
0,8981
0,6391
4
0,9226
0,6461
5
0,9191
0,6601
Setelah
dilakukan
perhitungan persentase nitrogen,
maka selanjutnya dapat dihitung
kadar protein pada setiap sampel
dengan cara menggunakan rumus :
% P =NX F
Dimana:
P = Protein
Page 58
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
N = Nitrogen
F
= Faktor konversi protein
Faktor konversi protein = 6,25
Hasil perhitungan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.2 dibawah ini.
Jenis
jamur
Merang
Kuping
Hitam
1
2
Ulangan
3
4
5,7006
4.0818
5,7881
4,1037
5,6131
3,9994
5,7662
4,0381
Jurnal Biology Education
Total
Rata-rata
% P/ %P/gram
gram
5,7443 28,4
5,7224
4,1256 20,1
4,0697
5
Page 59
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Dari Tabel 4.2 di atas dapat dapat
dilihat kadar rata-rata protein jamur,
kadar protein yang lebih banyak
terdapat pada jamur Merang yaitu
sebesar 5,7224 %, sedangkan pada
jamur Kuping
Hitam jumlah
proteinnya lebih sedikit, yaitu:
4,0697 %.
Untuk melihat perbedaan
kadar protein pada jamur Merang
dan jamur Kuping Hitam, hasil
perhitungan
persentase
protein
tersebut kemudian di uji dengan uji-t
dengan rumus:
X1  X2
t
1 1
Sg

n1 n2
( n  1) S1  ( n 2  1) S 2
 1
n1  n2  2
2
Sg
2
S
2
(X

i
2
 X )2
n 1
(Sudjana, 2002:239)
Cara perhitungan tersebut
dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil
analisis uji-t diperoleh harga t-hitung
sebesar 99,5602. Sedangkan harga ttabel pada taraf signifikan 0,05,
dimana t-hitung = 99,5602 > t- tabel
1,86.
Tinjauan Terhadap Hipotesis
Berdasarkan
hasil
perhitungan uji-t terhadap kadar
protein pada dua jenis jamur ternyata
t-hitung > t- tabel pada taraf
signifikan 0,05 (99,5602 > 1,86). Hal
ini berarti hipotesis yang menyatakan
“Terdapat perbedaan kadar protein
antara jamur Merang dan jamur
Kuping Hitam” diterima.
Jurnal Biology Education
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan terhadap dua macam
sampel yaitu: jamur Merang dan
jamur Kuping Hitam, dengan
menggunakan metode Kjeldahl dari
5 kali ulangan, tiap-tiap sampel dapat
diketahui rata-rata kadar proteinnya.
Setiap 10 gram sampel rata-rata
mengandung protein sebesar 5,7224
% protein untuk jamur Merang
(Volvariella volvaceae), sedangkan
pada
jamur
Kuping
Hitam
(Auricularia polytricha) rata-rata
mengandung protein sebesar 4,0697
%.
Hasil analisis uji- t terhadap
protein
pada
jamur
Merang
(Volvariella volvaceae), dan jamur
Kuping
Hitam
(Auricularia
polytricha) terdapat perbedaan kadar
protein yang sangat nyata. Dimana thitung dari hasil perhitungan
diperoleh
sebesar
99,5602,
sedangkan t – tabel pada taraf
signifikan 0,05 diperoleh sebesar
1,86.
Perbedaan
ini
diduga
disebabkan oleh faktor lingkungan.
Faktor lingkungan yang sangat
mempengaruhi yaitu suhu, suhu
dapat
mempengaruhi
laju
pertumbuhan, suhu juga dapat
mengubah proses-proses metabolik
tertentu serta morfologi sel jamur
tersebut. Jamur akan tumbuh dengan
baik pada suhu yang berkisar antara
25-40 0C. Seperti dikemukakan oleh
Michael (1986:138) bahwa “Semua
proses pertumbuhan bergantung pada
reaksi kimiawi, dan laju reaksi-reaksi
ini dipengaruhi oleh suhu, maka
pertumbuhan
jamur
sangat
dipengaruh oleh suhu”. Jamur
merang merupakan jamur yang
tumbuh di daerah tropika dan
membutuhkan suhu dan kelembaban
yang cukup tinggi berkisar antara 30
Page 60
Jurnal Biology Education
0
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
C sampai dengan 380C dalam
krudung atau kubung (Agus et all
,2002).
Jamur Kuping secara umum
dapat tumbuh di daerah beriklim
dingin sampai panas. Di daerah yang
memiliki 4 musim, jamur Kuping
dapat tumbuh pada semua musim.
Jenis jamur ini dapat tumbuh pada
rentang suhu yang cukup panjang,
yaitu antara 120 C, tetapi optimum
tumbuh
pada
suhu
20-300C.
Kelembaban ideal yang dibutuhkan
oleh jamur Kuping berkisar antara
80-90%. (Cahyana, 2000). Disini
terlihat jelas bahwa jamur Merang
bisa tumbuh pada suhu yang
melebihi dari suhu yang dimiliki oleh
jamur
Kuping
(Auricularia
polytricha).
Pada fase pembentukan
miselium, jamur Kuping Hitam
(Auricularia
polytricha)
memerlukan kadar air sekitar 62 %,
kelembaban udara 60-75 % dan
kadar oksigen yang tidak terlalu
tinggi. Saat memasuki pertumbuhan
tubuh buah, jamur ini memerlukan
suhu 16-220C dengan kelembaban
udara 80-90 % dengan kadar oksigen
tinggi (Andoko, 2007 :8).
Kelembaban untuk jamur
Merang (Volvariella volvaceae)8090% dengan oksigen yang cukup
jamur ini tidak tahan terhadap
matahari langsung, tetapi tetap
membutuhkan
dalam
bentuk
pancaran tidak langsung. Derajat
keasaman atau PH yang dibutuhkan
oleh jamur Merang adalah 7-8
(Andoko, 2007 :12).
Selain faktor suhu, nutrisi
sangat berpengaruh terhadap faktor
pertumbuhan jamur. Sebagaimana
telah dikemukakan oleh Gunawan
(2000:27) bahwa ”Sebagai makhluk
hidup, jamur memerlukan nutrisi
untuk
pertumbuhan
dan
Jurnal Biology Education
perkembangannya. Nutrisi tersebut
dapat langsung diperoleh di media
yang ada di sekitarnya secara
langsung dalam bentuk ion dan
melekul sederhana
Jamur Merang (Volvariella
volvaceae)
mampu
menghisap
karbohidrat dan mineral dari rumputrumputan yang telah melapuk.
Rumput-rumputan terutama jerami
padi yang banyak mengandung zat
gula dan mineral, antara lain natrium,
phosphor, kalsium dan
kalium.
Selama proses fermentasi, bahan
organik berupa karbohidrat dan
mineral dapat diambil dalam jumlah
yang besar. Begitu terjadi pelapukan,
senyawa organiknya dapat tersedia
dengan cepat sehingga dapat
digunakan
oleh
jamur
untuk
pertumbuhannya
(Anonymous,
2006:47).
Di dalam kayu terdapat
sellulosa, glukosa, lignin, protein,
dan senyawa pati yang merupakan
bahan makanan bagi jamur kuping
(Auricularia polytricha) Kandungan
bentuk kayu berdasarkan bentuk
daunnya, kandungan kimia kayu
berdaun lebar yaitu sellulosa 40-45
%, lignin 18-33%, pentosa 21-24%,
zat ekstraktif 1-1,5%, abu 0,22-6%,
sedangkan kayu berdaun jarum
mengandung sellulosa 41-44%,
lignin 26-28%, pentosa 8-13% zat
ekstraktif 2,03% dan abu 0,89%.
Disini terlihat jelas bahwa kayu yang
berasal dari pohon berdaun lebar
kulit kayunya mudah terurai bila
dibandingkan dengan kayu yang
berasal dari pohon yang daunnya
berjarum, yang berperan disini kadar
ligninnya, kayu yang berlignin tinggi
kurang baik untuk tempat tumbuh
jamur, karena proses penguraiannya
lambat (Trubus, 2001:48).
Menurut Djarijah (2001:19)
Jamur Kuping Hitam (Auricularia
Page 61
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
polytricha),
membutuhkan
zat
makanan berupa nutrisi yang
terkandung dalam pupuk ataupun
bahan lain. Dari penyataan di atas
dapat dilihat bahwa jamur yang
tumbuh di alam nutrisi yang
diperoleh tidak sesuai dengan
kebutuhan
hidupnya
sehingga
kandungan protein yang terkandung
dalam tubuhnya juga berkurang.
Unsur N pada media tanam
dalam
jumlah
kecil
sangat
menunjang pertumbuhan jamur.
Namun jumlah yang berlebihan akan
berdampak
menghambat
pertumbuhan tumbuh buah (Trubus,
2001:74).
Menurut Fairhurst (2000 : 17)
bahwa kandungan hara tertinggi
dalam jerami selain Si (4-7%) adalah
kalium, yaitu sekitar (1,2-1,7 %),
sedangkan lainnya adalah N (0,50,8%), P (0,07-0,12%). Sedangkan
kandungan hara tertinggi di dalam
kayu selain Si (3-5%) adalah kalium,
yaitu sekitar (1,1-1,3%), sedangkan
lainnya adalah N (0,9-1%), P (0,050,11%). Nitrogen diperlukan dalam
sintesis protein, purin, pirimidin,
kitin yang merupakan polisakarida
yang umum dijumpai pada dinding
sel jamur juga mengandung nitrogen
(Gunawan, 2004:28).
3. Jamur merupakan salah satu
bahan pangan yang berprotein
tinggi.
DAFTAR RUJUKAN
Andoko, A. 2007. Budi Daya Jamur.
Jakarta: Agro Media Pustaka.
Agus, G. T. K. 2002. Budidaya
Jamur Konsumsi. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Anonymous. 1990. Kumpulan Cara
Uji SII. Jakarta: Penerbit
Pusat Standarisasi.
Anonymous. 1987. Pengolahan
Hasil-hasil Pertanian. Banda
Aceh: Departemen Pertanian
Balai
Informasi Pertanian
Daerah Istimewa Aceh.
Gunawan, A. W. 2000. Usaha
Pembibitan Jamur. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Sinaga. 2001. Jamur Merang dan
Budidayanya.
Jakarta:
Penebar Suadaya.
Sudjana. 2002. Metoda Statistika.
Bandung: Tarsito.
Trubus, R. 2001. Pengalaman Pakar
dan Praktisi Budi Daya
Jamur. Jakarta:
Penebar
Swadaya.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan
dan Gizi. Jakarta: Gramedia.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan maka dapat
diambil simpulan bahwa :
1. Terdapat
perbedaan
kadar
protein pada jamur Merang
(Volvariella volvaceae) dan
jamur
Kuping
Hitam
(Auricularia polytricha).
2. Jamur Merang (Volvariella
volvaceae)
kadar proteinnya
lebih tinggi bila dibandingkan
dengan jamur Kuping Hitam
(Auricularia polytricha).
Jurnal Biology Education
Page 62
Jurnal Biology Education
P
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
PENDIDIK MENERAPKAN STRATEGI PEMBELAJARAN
KONVENSIONAL
SUATU EVALUASI HASIL PENELITIAN EKSPERIMEN SEMU
(QUASI EXPERIMENT) DI SD KOTA TERNATE
Said Hasan**
Universitas Khairun – Ternate
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui mengetahui perbandingan potensi
antara strategi pembelajaran konvensional dan pembelajaran kooperatif (STAD,
TGT, dan SATD+TGT) dalam memberdayakan keterampilan metakognisi dan hasil
belajar akademik peserta didik kelas V SD di Kota Ternate. Penelitian dilakukan
pada semester ganjil tahun ajaran 2011/2012 pada tingkat SD di Kota Ternate,
yaitu di SDN Sulamadaha, SDN Tabam, MIS Kulaba, dan SD Inpres Tarau.
Penelitian ini tergolong quasi experiment dengan variabel bebas adalah strategi
pembelajaran yang terdiri atas empat level, yaitu strategi STAD, TGT,
STAD+TGT, dan strategi konvensional; sementara variabel terikatnya yaitu
keterampilan metakognisi dan hasil belajar kognitif. Keterampilan metakognisi
diukur dengan menggunakan rubrik metakognisi yang mengacu kepada Corebima;
sementara hasil belajar kognitif diukur dengan menggunakan rubrik yang mengacu
kepada Hart. Analisis data terkait terkait parameter yang diukur dilakukan dengan
anacova melalui program SPSS 16.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi
pembelajaran konvensional menunjukkan potensi paling rendah dibandingkan
pembelajaran kooperatif (baik itu STAD, TGT, dan STAD+TGT) dalam
memberdayakan keterampilan metakognisi maupun hasil belajar kognitif.
PENDAHULUAN
“...Metacognition is a highlevel cognitive process and also the
ultimate goal of instruction...” (Liu
and Shen, 2011). Kutipan tersebut
secara gamblang menjelaskan bahwa
tujuan dasar pembelajaran adalah
memberdayakan
keterampilan
metakognisi peserta didik.
Review terhadap 179 artikel
tentang
keberhasilan
dalam
pembelajaran, Liu dan Shen (2011)
menemukan bahwa metakognisi
menempati
peringkat
pertama
diantara
200
faktor
yang
mempengaruhi
keberhasilan
pendidikan. Penjelasan terkait peran
metakognisi dalam mempengaruhi
keberhasilan pendidikan adalah
Jurnal Biology Education
karena keterampilan tersebut mampu
menjadikan peserta didik menjadi
pebelajar mandiri atau self-regulated
learner
(Corebima,
2009).
Penjelasan tersebut diperkuat oleh
Turner (1989 dalam Liu & Shen,
2011) yang menyatakan bahwa
alasan mengapa siswa gagal menjadi
pebelajar aktif dan mandiri karena
kurangnya kesadaran dan strategi
metakognisi
Hanafiah (2010) menjelaskan
bahwa untuk mendukung tercapainya
tujuan pendidikan, harus didukung oleh
iklim pembelajaran yang kondusif.
Iklim
pembelajaran
yang
dikembangkan oleh guru mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap
keberhasilan dan kegairahan belajar
peserta didik. Lebih lanjut, Hanafiah
(2010) berpendapat bahwa kualitas
Page 63
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
dan keberhasilan pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh kemampuan dan
ketetapan guru dalam memilih dan
menggunakan metode pembelajaran.
Keterampilan
metakognisi
dapat
diberdayakan
melalui
pengajaran yang secara sengaja
diarahkan untuk memberdayakannya
(Azevedo,
2005).
Pernyataan
tersebut dapat dimaknai bahwa harus
ada situasi pembelajaran sebagai
ruang untuk “eksperimen berpikir”
dari pebelajar (de Bono, 1992).
Brown (2007) yang mengutip
pernyataan
Vygotsky,
mengemukakan bahwa memberi
kesempatan kepada pebelajar untuk
melakukan
interaksi
sosial
merupakan suatu tindakan sadar dan
sengaja untuk memberikan ruang
eksperimen berpikir. Pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu
bentuk
pembelajaran
yang
memungkinkan
bagi
pebelajar
melakukan interaksi sosial.
Fenomena
empiris
menunjukkan
bahwa
pola
pembelajaran
konvensional/tradisional
yang
berpusat
pada
guru
masih
mendominasi proses pembelajaran
(Sanjaya, 2007; Hanafiah, 2010;
Mularsih, 2010), termasuk di
dalamnya pembelajaran IPA-Biologi
(Aswandi,
2009).
Dominasi
penerapan
pembelajaran
konvensional juga terjadi pada
pembelajaran tingkat sekolah dasar
di Kota Ternate. Survai yang
dilakukan pada Januari 2011
terhadap 43 guru kelas V dari 105
SD di Kota Ternate mengungkap
fakta-fakta sebagai berikut: (1)
90.69%
guru
belum
pernah
menerapkan strategi pembelajaran
kooperatif; (2) 65.11% guru belum
pernah
mendengar
strategi
pembelajaran kooperatif; dan (3)
Jurnal Biology Education
88,37% guru menggunakan strategi
tradisional/konvensional. Selain itu,
hasil
survei
juga
berhasil
mengungkap bahwa rata-rata hasil
belajar kognitif siswa masih rendah,
yaitu 16.49.
Terungkapnya
informasi
bahwa selama ini implementasi
pembelajaran di sebagian besar SD
Kota Ternate lebih mengutamakan
pembelajaran yang berpusat pada
guru, dan hampir tidak pernah
mengimplementasikan pembelajaran
kooperatif yang berpusat pada siswa;
dan didukung dengan rendahnya
capaian hasil belajar; maka dapat
dimaknai bahwa selama ini guruguru mengabaikan pemberdayaan
berpikir tingkat tinggi (termasuk
keterampilan
metakognisi).
Berlandaskan fakta yang ada, maka
proses pembelajaran, dalam hal ini
yaitu proses pembelajaran IPABiologi di SD Kota Ternate perlu
segera menerapkan strategi-strategi
pembelajaran
yang
diharapkan
mampu
memberdayakan
keterampilan berpikir tingkat tinggi
(termasuk
keterampilan
metakognisi).
Strategi pembelajaran yang
relatif mudah diterapkan pada tingkat
sekolah dasar adalah STAD dan TGT
(Slavin, 2008) maupun integrasinya
(Hasan, 2012). Kelebihan startegistrategi pembelajaran kooperatif
tersebut adalah (1) langkah-langkah
pembelajaran mudah dilaksanakan
oleh guru, (2) merupakan strategi
pembelajaran yang paling sederhana
dibandingkan strategi pembelajaran
kooperatif
lainnya,
dan
(3)
merupakan strategi pembelajaran
yang paling baik untuk permulaan
bagi
guru-guru
yang
baru
menerapkan strategi pembelajaran
kooperatif.
Page 64
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Berdasarkan alasan teoritis
serta
bertolak
dari
fakta
pembelajaran di SD Kota Ternate,
penelitian ini ditujukan untuk
mengetahui perbandingan potensi
antara
strategi
pembelajaran
konvensional dan pembelajaran
kooperatif (STAD, TGT, dan
SATD+TGT) dalam memberdayakan
keterampilan metakognisi dan hasil
belajar akademik peserta didik kelas
V SD di Kota Ternate.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada
semester
ganjil
tahun
ajaran
2011/2012 (1 semester) pada tingkat
SD di Kota Ternate, yaitu di SDN
Sulamadaha, SDN Tabam, MIS
Kulaba, dan SD Inpres Tarau.
Variabel Penelitian
Variabel
bebas
pada
penelitian
ini
adalah strategi
pembelajaran yang terdiri dari empat
level.
Empat
level
strategi
pembelajaran serta SD tempat
penerapan strategi terkait adalah
sebagai berikut (1) konvensional
(SDN Sulamadaha), STAD (SD
Inpres Tarau), TGT (MIS Kulaba),
dan STAD+TGT (SDN Tabam).
Variabel tergantung atau parameter
yang diukur adalah keterampilan
metakognisi dan hasil belajar
kognitif. Keterampilan metakognisi
diukur dengan menggunakan rubrik
metakognisi yang mengacu kepada
Corebima (2009); sementara hasil
belajar kognitif diukur dengan
menggunakan rubrik hasil belajar
kognitif yang mengacu kepada Hart
(1994).
Data keterampilan metakognisi dan
hasil belajar kognitif yang telah
dikonversi
kemudian
dianalisis
statistik dengan ANAKOVA dalam
program SPSS 16.0. Apabila nilai
Fhitung signifikan, uji lanjut dilakukan
dengan BNT. Atas dasar analisis data
tersebut,
selanjutnya
diketahui
perbandingan potensi antara strategi
pembelajaran konvensional dengan
strategi pembelajaran kooperatif
dalam memberdayakan keterampilan
metakognisi
dan hasil belajar
kognitif siswa kelas V SD di Kota
Ternate selama pembelajaran IPABiologi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
ancova
melalui
program
SPSS
16.0
terkait
pengukuran
keterampilan
metakognisi, menunjukkan bahwa
strategi pembelajaran konvensional
menunjukkan
potensi
terendah
dibandingkan
ketiga
strategi
pembelajaran
kooperatif
yang
diterapkan,
bahkan
mengalami
penurunan sebesar 22% (Gambar 1).
Selaras dengan hasil analisis terkait
keterampilan metakognisi, pada hasil
ancova terkait hasil belajar kognitif,
strategi pembelajaran konvensional
juga menunjukkan potensi terendah
dalam memberdayakan parameter
tersebut,
bahkan
mengalami
penurunan sebesar 24% (Gambar 2).
Gambar 1. Perbandingan potensi strategi
pembelajaran konvensional dan kooperatif dalam
memberdayakan keterampilan metakognisi
Analisis Data
Jurnal Biology Education
Page 65
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Gambar 2. Perbandingan potensi strategi
pembelajaran konvensional dan kooperatif
dalam memberdayakan hasil belajar kognitif
Argumen
Teoritis
yang
Menjelaskan Kurang Efektifnya
Pembelajaran Konvensional dalam
Memberdayakan
Keterampilan
Metakognisi
Pada pembelajaran yang
berpusat
pada
guru
atau
pembelajaran konvensional, guru
mendominasi seluruh kelas dan
dianggap sebagai otoritas tunggal,
yang
membatasi
kesempatan
pebelajar untuk berpartisipasi pada
komunikasi nyata di kelas (Zuo,
2011). Adanya batasan komunikasi
diantara pebelajar dapat diartikan
bahwa terdapat batasan berdiskusi
antar pebelajar terkait materi
pelajaran. Materi pelajaran pada
situasi pembelajaran konvensional
sepenuhnya berasal dari guru.
Pada situasi pembelajaran
yang tidak memberi kesempatan
kepada pebelajar untuk berdiskusi
terkait mata pelajaran, maka tidak
ada kesempatan bagi pebelajar untuk
mengembangkan aktivitas-aktivitas
belajar
serta
kegiatan-kegiatan
berpikir dalam rangka memahami
suatu materi pelajaran. Keadaan
semacam itu benar-benar kurang atau
bahkan tidak mampu memicu
Jurnal Biology Education
keterampilan
pebelajar
untuk
mengembangkan
metakognisinya.
Pebelajar tidak memiliki kesempatan
untuk memikirkan apakah aktivitas
belajarnya ataupun pola berpikirnya
adalah efisien untuk memahami
suatu materi pelajaran. Hal tersebut
dikarenakan informasi atau materi
pelajaran telah diberikan langsung
kepada pebelajar. Kondisi semacam
itu, secara tidak disengaja, guru telah
membatasi ruang bagi pebelajar
untuk mengembangkan kemampuan
berpikirnya atau dapat dinyatakan
bahwa tidak ada unsur kesengajaan
oleh guru untuk memberdayakan
kemampuan metakognisi pebelajar.
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya,
untuk
dapat
mengembangkan
kemampuan
berpikirnya, pebelajar perlu latihan
dan praktik nyata (Vijayaratnam,
2009), salah satunya yaitu melalui
diskusi bersama teman untuk
membicarakan suatu materi pelajaran
(Brown, 2007). Pada pembelajaran
konvensional
yang
sepenuhnya
dikuasai guru, lingkungan kelas
semacam itu tidak memungkinkan
bagi
pebelajar
untuk
mengembangkan
kemampuan
berpikirnya.
Hal
inilah
yang
mendasari
mengapa
pada
pembelajaran
konvensional
menunjukkan potensi terendah dalam
upaya memberdayakan keterampilan
metakognisi.
Argumen
Teoritis
yang
Menjelaskan Kurang Efektifnya
Pembelajaran Konvensional dalam
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
Kognitif
Faktor-faktor yang diduga
menjadi penyebab mengapa metode
pembelajaran konvensional kurang
efektif
dalam
mendukung
Page 66
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
keberhasilan pembelajaran antara
lain yaitu: 1) pengetahuan yang
didapat siswa bersifat hafalan, 2)
atmosfer
pembelajaran
kurang
harmonis, 3) sistem penghargaan
bersifat individual, dan 4) adanya
kompetisi diantara pebelajar (Hasan,
2012). Penjelasan masing-masing
faktor tersebut akan diuraikan lebih
lanjut.
Pada pembelajaran dengan
sistem ceramah, sebagian besar
pengetahuan yang didapat siswa
adalah
dari
ceramah
guru.
Pengetahuan yang diperoleh dengan
cara seperti itu adalah pengetahuan
yang bersifat hafalan. Khan (2008)
menjelaskan bahwa metode hafalan
yang ditekankan pada pembelajaran
konvensional,
menyebabkan
pemahaman siswa pada kemampuan
pemahaman materi pelajaran menjadi
lemah. Lemahnya pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran berasosiasi
dengan
capaian
hasil
belajar
akademiknya.
Pada
sistem
ceramah/konvensional, kondisi yang
muncul
adalah
pembelajaran
individual dan kompetisi. Atmosfer
pembelajaran semacam itu tidak
menguntungkan bagi pebelajar.
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa dibawah tekanan kompetisi
antar pebelajar, pebelajar seringkali
merasa
gelisah
dan
takut
dibandingkan pada pembelajaran
kooperatif. Rasa gelisah dan takut
itulah yang menyebabkan motivasi
belajar dan ketertarikan terhadap
materi pelajaran menjadi berkurang.
Kondisi tersebut menjadi salah satu
penghambat pencapaian keberhasilan
pembelajaran
(Zuo,
2011).
Pernyataan tersebut senada dengan
pendapat Chen (2008), siswa dengan
perkembangan afektif yang negatif
(motivasi belajar rendah dan merasa
Jurnal Biology Education
khawatir
dalam
lingkungan
pembelajarannya), akan berdampak
pada hasil belajar kognitifnya.
Pada
pembelajaran
konvensional, juga menerapkan
sistem insentif atau penghargaan.
Akan tetapi, penghargaan yang
ditawarkan bersifat kompetitif yang
memberi kesempatan kepada siswa
yang beruntung untuk menunjukkan
superioritasnya melebihi temanteman lainnya. Sistem penghargaan
semacam
itu
hanya
mampu
meningkatkan hasil belajar akademik
siswa perorangan (Chen, 2008). Oleh
karena itu, terkait dengan sistem
insentif ini, adalah masuk akal pada
penelitian ini diperoleh rata-rata hasil
belajar
kognitif
pada
kelas
konvensional
lebih
rendah
dibandingkan rata-rata hasil belajar
kelas kooperatif.
Khan (2008) menyatakan
bahwa
pada
pembelajaran
konvensional, salah satu atmosfer
pembelajaran yang muncul adalah
kompetisi. Kompetisi adalah bekerja
dalam persaingan satu sama lain
untuk mencapai tujuan yang hanya
dapat dicapai oleh satu atau sedikit
siswa. Dalam situasi kompetitif,
setiap individu berupaya mencari
hasil belajar yang bermanfaat untuk
dirinya sendiri dan merugikan bagi
siswa
lainnya.
Pembelajaran
kompetitif terfokus pada upaya siswa
untuk menunjukkan yang lebih cepat
dan lebih akurat dibanding teman
kelas lainnya. Siswa menganggap
bahwa mereka dapat mencapai
tujuannya jika dan hanya jika siswa
lainnya gagal mencapai tujuan
belajarnya. Kondisi tersebut menjadi
faktor lain yang menjadi penjelas
mengapa
pada
kelas
dengan
pembelajaran
konvensional
menunjukkan rata-rata hasil belajar
kognitif yang lebih rendah dibanding
Page 67
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
pada kelas dengan pembelajaran
kooperatif.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa
strategi
pembelajaran
konvensional menunjukkan potensi
yang paling rendah dibandingkan
tiga strategi pembelajaran kooperatif
yang diterapkan, baik itu dalam
memberdayakan
keterampilan
metakognisi maupun hasil belajar
kognitif peserta didik. Rendahnya
potensi pembelajaran konvensional
dalam memberdayakan keterampilan
metakognisi yaitu terkait adanya
batasan ruang bagi peserta didik
untuk mengembangkan kemampuan
berpikirnya atau dapat dinyatakan
bahwa tidak ada unsur kesengajaan
oleh guru untuk memberdayakan
kemampuan metakognisi peserta
didik. Sementara itu, faktor-faktor
yang diduga menjadi penyebab
mengapa
metode
pembelajaran
konvensional kurang efektif dalam
mendukung
keberhasilan
pembelajaran yang satu diantaranya
diukur dari hasil belajar kognitif
antara lain yaitu: 1) pengetahuan
yang didapat siswa bersifat hafalan,
2) atmosfer pembelajaran kurang
harmonis, 3) sistem penghargaan
bersifat individual, dan 4) adanya
kompetisi diantara pebelajar.
SARAN
Evaluasi atas hasil-hasil
penelitian dan didukung oleh
penelitian-penelitian lain terkait,
maka disarankan agar para pendidik,
meninggalkan strategi pembelajaran
konvensional
dalam
proses
pembelajaran; dan mulai menerapkan
strategi pembelajaran kooperatif.
Saran tersebut sangat dianjurkan
Jurnal Biology Education
karena
strategi
pembelajaran
konvensional
terbukti
kurang
berpotensi
memberdayakan
keterampilan berpikir tinggi siswa
dibandingkan strategi pembelajaran
kooperatif.
Atas
dasar
hasil
penelitian juga disarankan agar para
pendidik IPA SD; khususnya yang
masih awam dengan pembelajaran
kooperatif;
lebih
banyak
menggunakan strategi STAD dan
TGT dalam proses pembelajaran,
sekalipun tidak tertutup peluang
untuk
menerapkan
strategi
pembelajaran kooperatif lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aswandi.
2009.
Pembelajaran
Menyenangkan.
(Online),
(http://www.pontianak post.
com/mib=berita.detail.id=223
50),
diakses
pada
20
Nopember 2010
Azevedo, R. (2005). Computer
Environments
as
metacognitive
tools
for
enhancing
learning.
Educational
Psychologist,
40(4), 193-197
Brown, D. 2007, Principles of
Language Learning and
Teaching, Fifth Edition,
Pearson Longman
Chen, H.C. 2008. Cooperative
Learning on Second/Foreign
Language Education: Theory
and
Practice.
Handout
matakuliah. Department of
Applied Foreign Languages,
Kang Ning Junior College of
Medical
Care
and
Management
Corebima, AD. 2009. Jadikan
Peserta Didik Pebelajar
Mandiri.
Makalah
pada
Seminar Nasional dalam
Rangkaian Biology Open
Page 68
Jurnal Biology Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302-416X
Day di Universitas Negeri
Makassar
de Bono,E 1992, Teach yourself to
Think. Penguin, London
Hanafiah. 2010. Model Pembelajaran
Think Pair Share dalam Mata
Pelajaran Sejarah pada Siswa
Kelas X SMA Negeri 1
Langsa. Kultura, 1: 1-13.
Hasan, S. 2012. Potensi Penerapan
Strategi
Pembelajaran
Kooperatif dalam Upaya
Memberdayakan
Keterampilan
Metakognisi
Siswa Kelas V SD di Kota
Ternate. Makalah disajikan
pada
Seminar
Nasional
Pendidikan FKIP Universitas
Sebelas Maret pada 28 Maret
2012
Khan, S.A. 2008. An Experimental
Studi To Evaluate The
Effectiveness of Cooperative
Learning Versus Traditional
Learning Method. Disertasi
tidak
diterbitkan.
International
Islamic
University
Liu, H.C. dan Shen, C.Y. 2011.
Metacognitive
Skills
Development: A Web-Based
Approach
In
Higher
Education.
TOJET:
The
Turkish Online Journal of
Educational
Technology.
10(2): 140-150
Mularsih,
H.
2010.
Strategi
Pembelajaran,
Tipe
Kepribadian dan hasil Belajar
Bahasa Indonesia pada Siswa
Sekolah Menengah Pertama.
Makara, Sosial Humaniora:
14: 65-74.
Sanjaya,
W.
2007.
Strategi
Pembelajaran
Berorientasi
Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Jurnal Biology Education
Slavin,
R.E. 2008. Cooperative
Learning: Teori, Riset dan
Praktik, Penerjemah Nurulita.
Bandung. Nusa Media
Vijayaratnam, P. 2009. Cooperative
Learning As A Means To
Developing Students’ Critical
And Creative Thinking Skills.
Proceedings of the 2nd
International Conference of
Teaching
and
Learning
(ICTL 2009) INTI University
College, Malaysia.
Zuo, W. 2011. The Effects of
Cooperative Learning on
Improving College Students’
Reading
Comprehension.
Theory and Practice in
Language Studies. 1(8): 986989.
Page 69
Jurnal Biology
logy Education
Volume 1 No. 1, Oktober 2012 ISSN: 2302
2302-416X
Penerbit
Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Page 70