Untitled - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Transcription
Untitled - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
DARI REDAKSI Gambar Sampul: Isa Islamawan, SH SUSUNAN REDAKTUR PENASIHAT Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan PENANGGUNG JAWAB Sekretaris Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan KETUA REDAKSI Kepala Bagian Hukum, Organisasi, Dan Hubungan Masyarakat SEKRETARIS REDAKSI Kepala Subbagian Advokasi Hukum dan Hubungan Masyarakat ANGGOTA REDAKSI Dra. Ardiyani, Apt, M.Si Beluh Mabasa Ginting, ST. M.Si Tian Nugraheni, S.Farm., Apt Nasa Milta Sahara, S.Farm., Apt Rivo Yolandra, SH Mariani Sipayung, SH Adityo Nugroho, S.IK Radiman, S.E ALAMAT REDAKSI Jln. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4 - 9, Jakarta Selatan Kementerian Kesehatan RI Setditjen Kefarmasian dan Alkes, Subbagian Advokasi Hukum & Humas Lt. 8 R.802 (021) 5214869 / 5201590 Ext. 8009 PENGANTAR Penataan organisasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja organisasi sesuai dengan tugas dan fungsi yang diamanatkan serta beban kerja sehingga mampu memberikan hasil terbaik untuk mencapai tujuan, sasaran strategis serta visi dan misi organisasi. Mulai tanggal 1 Januari 2016, Peraturan Menteri Kesehatan No 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja resmi diberlakukan. Di lingkungan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Permenkes 64/2015 telah melahirkan penajaman fungsi-fungsi kefarmasian dan menghadirkan direktorat baru yakni Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Oleh karena itu, pada edisi pertama di tahun 2016 ini kami menghadirkan tema tentang perubahan struktur organisasi yang terjadi di lingkungan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, di antaranya adalah profil tentang Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Selain itu kami juga menghadirkan informasi kegiatan Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan seperti Pelantikan pejabat eselon I hingga eselon IV di Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Sosialisasi Struktur Organisasi di Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Sosialisasi SIMAK-BMN, Rakonas Gelombang I tahun 2016 di Palembang, Penyediaan Bahan Baku Obat, dan Seputar Virus Zika. Akhir kata, semoga informasi yang ada di dalam Buletin yang kami sajikan ini bisa bermanfaat untuk pembaca semua. Salam Sehat! DAFTAR ISI Refleksi Akhir Tahun Sambut Tahun 2016 03 14 Sosialisasi Struktur Organisasi dan Tata Kerja Ditjen Farmalkes Pelantikan Pejabat Eselon I Kementerian Kesehatan RI 04 15 Wujud Good Governance Dalam Pengelolaan Laporan Keuangan Pelantikan Pejabat Eselon II Kementerian Kesehatan RI 06 17 Menuju Indonesia Mandiri Dalam Produksi Bahan Baku Obat Menuju Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Indonesia yang Aman dan Bermanfaat - Sekilas tentang Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT- 08 19 Mandiri Menyehatkan Negeri - Talkshow Menteri Kesehatan Dalam Program Economic Challenges Metro TV - 21 Perubahan Organisasi dan Tata Kerja Ditjen Farmalkes 10 Pelantikan Pejabat Eselon III dan IV Ditjen Farmalkes 11 Rakonas Gelombang I Tahun 2016 Ditjen Farmalkes - Akselerasi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam Mendukung Program Indonesia Sehat - 29 Seputar Virus Zika TOPIK UTAMA Refleksi Akhir Tahun Sambut Tahun 2016 Jakarta, 31 Desember 2015 T ahun 2015 adalah tahun penuh tantangan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Berbagai masalah kesehatan yang menjadi perhatian publik, hilang timbul di sepanjang tahun yang melibas keberhasilan, kerja keras, dan prestasi yang sudah diraih Kementerian Kesehatan. Di awal pelaksanaan program kesehatan pada Kabinet Kerja tahun 2015, sebagian besar wilayah Ibu Kota tergenang banjir. Sebanyak 8.352 jiwa mengungsi dan sejumlah fasilitas kesehatan juga terendam. Meski demikian, pelayanan kesehatan tetap berjalan seperti biasa. Kemenkes menurunkan bantuan berupa perahu karet untuk evakuasi, life jacket, dan MP ASI, family higiene kit dan obatobatan paket banjir (Feb 2015). Kwartal I tahun 2015, Menkes mengumumkan hasil investigasi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di salah satu RS Swasta terkait kematian 2 pasien di RS tersebut akibat kesalahan zat yang disuntikkan saat dilakukan anestesi spinal. Hasil investigasi menemukan tidak dijumpai penyimpangan standar profesi; tidak ada masalah pada aktivitas pengelolaan dan penyerahan obat pada kasus; dan ada kekeliruan dalam isi ampul dengan label buvanest 0,5% heavy 4 ml yang isinya adalah Asam Traneksamat 5 ml. Dalam kasus ini, Kemenkes telah memberi teguran tertulis kepada RS tersebut dan meminta Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS), Dinkes Provinsi dan Kabupaten/Kota lebih aktif membina dan mengawasi RS, serta mendorong Badan POM untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada industri farmasi dalam hal Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) agar kasus ini tidak terulang. Awal Mei, Presiden Joko Widodo melepas Tim Nusantara Sehat (NS), sebagai wujud nyata Kemenkes untuk memastikan negara hadir. Tim NS memberikan pelayanan kesehatan primer di titik-titik terdepan Indonesia; yaitu di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan. Kini Tim NS telah mengisi 120 Pusksekmas di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan di 14 provinsi dari Aceh hingga Papua. Pertengahan tahun 2015, Presiden Joko Widodo sempat menyampaikan kekecewaan karena waktu tunggu bongkar muat kontainer hingga keluar pintu pelabuhan (dwelling time), dianggap lambat. Kemenkes termasuk sebagai salah satu instansi yang menangani masuknya kapal dan barang di pelabuhan. Adapun peran Kemenkes di Pelabuhan terkait proses pemeriksaan kesehatan awak kapal dan sanitasi kapal beserta muatannya saat kapal tiba serta melakukan proses non transaksional produk alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). Kemenkes juga berperan mengeluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI) untuk narkotik, psikotropik, dan prekusor. Setelah SPI terbit dari Kemenkes baru importir bisa mendapatkan export permit. Namun, terkait hal ini, Kemenkes tidak terlibat dalam dwelling time. Di pertengahan tahun 2015 Menteri Kesehatan Prof. Nila F. Moeloek menyatakan situasi darurat kesehatan akibat asap dari kebakaran hutan dan lahan di beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan. Bantuan yang dikirimkan berupa alat medis, obat, masker, oxycan; makanan tambahan; tenda isolasi di 5 lokasi serta penjernih air. Sementara untuk tenaga kesehatan telah dikirimkan dokter spesialis anak, Paru,Penyakit Dalam, dokter umum dan perawat masing-masing dari berbagai Rumah Sakit Pemerintah. Kasus MERS-CoV juga sempat mengkhawatirkan Indonesia mengingat banyaknya jamaah umroh dan haji. Menteri Kesehatan Nila Moeloek bersyukur atas terhindarnya jamaah umroh dan haji dari MERSCov pada musim haji tahun 2015 ini. Sejak Kloter terakhir pulang tanggal 24 Oktober ditambah masa inkubasi 14-21 hari tidak ada jamaah haji yang tertular MERS-Cov. Hal ini menunjukkan kerjasama yang baik antar Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama dan Kementerian Perhubungan. Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 3 TOPIK UTAMA Pelantikan Pejabat Eselon I Kementerian Kesehatan RI M enteri Kesehatan Republik Indonesia Prof. Dr. dr. Nila Moeloek Sp.M(K) melantik dan memimpin sumpah dan janji 9 pejabat Eselon I lingkup Kementerian Kesehatan, Rabu (13/1) di Ruang Dr. Johanes Leimena Gedung Kementerian Kementerian Jakarta. Pelantikan ini berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 64 tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan. Dalam sambutannya Menkes menerangkan bahwa penempatan dan promosi jabatan pimpinan tinggi dilaksanakan secara terbuka dan kompetitif, dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, rekam jejak jabatan, pendidikan dan pelatihan serta integritas. Penataan atau restrukturisasi organisasi Kementerian Kesehatan dilakukan berdasarkan hasil evaluasi tugas dan fungsi satuan kerja untuk meningkatkan kinerja dan efektifitas organisasi Kementerian Kesehatan. “Saudara-saudara merupakan motor penggerak Pembangunan Kesehatan untuk mewujudkan semangat Nawa Cita Agenda ke 5 yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Kita harus memastikan bahwa dengan program Indonesia Sehat, Kemenkes hadir dari pinggir ke tengah. Untuk itu, Saudara-saudara juga perlu terus melakukan inovasi dan upaya- 4 upaya peningkatan kinerja. Dengan demikian, pelaksanaan program yang menjadi tanggungjawab Saudarasaudara dapat berjalan dengan baik, bermutu, dan bermanfaat bagi masyarakat dan organisasi”, pesan Menkes. Menkes juga mengingatkan kepada para pejabat yang dilantik agar menyatakan kesanggupan untuk tidak melakukan korupsi, kolusi atau nepotisme. “Saya yakin dan percaya bahwa Saudara-saudara benar-benar akan mewujudkan tekad dan janji tersebut. Selain itu, saya juga mengingatkan bahwa Saudara-saudara berkewajiban untuk segera menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 dalam rangka pembangunan integritas aparatur negara” kata Menkes mengingatkan. Dalam kesempatan tersebut, Menkes menegaskan bahwa saat ini sudah mulai menapaki tahun 2016, harus bersiap diri menghadapi berbagai tantangan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Jajaran pegawai Kemenkes jangan sampai lengah dan terbuai dengan berbagai keberhasilan, penghargaan dan prestasi yang sudah diraih Kementerian Kesehatan pada tahun 2015. “Yang paling sulit bukanlah mendapatkan sesuatu, namun yang paling sulit adalah mempertahankan sesuatu tersebut” tegas Menkes. Khusus untuk Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, TOPIK UTAMA Menkes berpesan bahwa Presiden Joko Widodo memberi arahan agar harga obat bisa dibuat murah dan terjangkau. “Oleh karena itu, pemerintah membuka investasi asing di bidang bahan baku obat agar harga obat semakin terjangkau dan juga agar meningkatkan daya saing bahan baku obat dalam negeri” ujar Menkes Berikut nama-nama beserta jabatan 9 Pejabat Eselon I Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dilantik tersebut adalah: 1. dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan 2. Drs. Purwadi, apt., MM., ME., menjabat sebagai Inspektur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan 6. drg. Usman Sumantri, M.Sc menjabat sebagai Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan 7. dr. Chairul Radjab Nasution, Sp. PD, KGEH, FINASIM, M.Kes Lebih lanjut, Menkes berpesan kepada seluruh pejabat Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan kinerja dan prestasi unit kerja sehingga organisasi Kementerian Kesehatan akan bergerak semakin dinamis, responsif, efisien dan efektif, serta semakin cepat tanggap dan tepat dalam menyikapi dinamika masyarakat, kemajuan pembangunan kesehatan, serta derasnya arus globalisasi. Jenderal Kementerian Kesehatan 3. dr. Anung Sugihantono, M.Kes menjabat sebagai Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan 4. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D menjabat sebagai Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan 5. dr. H.M. Subuh, MPPM menjabat sebagai Direktur Jenderal menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi Kementerian Kesehatan 8. drg. Tritarayati, SH, MHKes menjabat sebagai staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan Kementerian Kesehatan 9. dr. Sri Henni Setiawati, MHA menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan Kementerian Kesehatan Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 5 TOPIK UTAMA kerja Kementerian Kesehatan tersebut merupakan tindak lanjut pelaksanaan UndangUndang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara dan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan. Pelantikan Pejabat Eselon II Kementerian Kesehatan RI P ergantian pimpinan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari, baik karena rotasi jabatan, karena pejabat lamanya memasuki masa purnabakti, maupun karena adanya penataan atau restrukturisasi organisasi. Dalam penataan organisasi ini, proses pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan melalui mekanisme rotasi/mutasi dengan mempertimbangkan rekam jejak jabatan yang meliputi kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, integritas dan moralitas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan untuk menduduki jabatan pimpinan tinggi. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- 6 tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis oleh kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya. Demikian sambutan Menteri Kesehatan, Prof. Dr. dr. Nila Moeloek Sp.M(K) dalam acara pelantikan Pejabat Eselon II di lingkungan Kementerian Kesehatan RI, Kamis (7/1) di Ruang dr. Johanes Leimeina, Kementerian Kesehatan RI. Pelantikan Pimpinan Tinggi Pratama (Eselon II) ini merupakan tindak lanjut proses penataan organisasi di lingkungan Kementerian Kesehatan. Sebagaimana kita ketahui, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 telah ditetapkan organisasi dan tata kerja Kementerian Kesehatan yang baru. Dari aspek konstitusional, penyusunan organisasi dan tata Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 Selain itu, penataan atau restrukturisasi organisasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja dan efektifitas organisasi berdasarkan hasil evaluasi tugas dan fungsi satuan kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan. Menkes berpesan 2 hal kepada pejabat yang dilantik yaitu: Pertama; pahami dan patuhi tugas-tugas dengan baik termasuk regulasi dan kebijakan yang ada. Diharapkan dengan berkomitmen dalam menjalankan tugas dan melakukan percepatan reformasi birokrasi melalui upaya perbaikan terus menerus, cari terobosan dan cara-cara baru sehingga dapat membangun sistem pelayanan publik yang berkualitas, bersih dan melayani melalui tata pemerintahan yang baik (good governance) serta tata kelola yang baik meliputi transparansi, keadilan, akuntabilitas dan tanggung jawab; Kedua; bangun mentalitas kerja positif, berintegritas, memiliki etos TOPIK UTAMA kerja dan berjiwa gotong royong. Sebagai aparatur Negara, kita harus bisa menjadi contoh perubahan dan pembangunan karakter bangsa dalam masyarakat Kualitas tertinggi dalam kepemimpinan adalah integritas. Kepada para pejabat yang dilantik, Menkes juga berpesan agar mampu membangun kesinambungan antara kebijakan dan program lintas sektor dalam upaya pembangunan kesehatan yang semakin cepat, Alat Kesehatan. Sesuai dengan Permenkes No 64 tahun 2015 pasal 506, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari a. Sekretariat Direktorat Jenderal b. Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan c. Direktorat Pelayanan Kefarmasian d. Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian e. Direktorat Penilaian Alat dijabat oleh Dr. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS b. Direktur Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dijabat oleh Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt., M.Biomed c. Direktorat Pelayanan Kefarmasian dijabat oleh Drs. Bayu Tedja Muliawan, Apt., M.Pharm., MM d. Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian dijabat oleh Dra. R. Dettie Yuliati Apt, mudah, terjangkau, dan terukur. Untuk itu, langkah pertama seringkali tidak hanya tersulit, namun juga terpenting. Di dalam Permenkes No 64 tahun 2015, terdapat beberapa perubahan struktur organisasi. Diantaranya adalah Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang sebelumnya adalah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga f. Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. M.Si. e. Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dijabat oleh drg. Arianti Anaya, MKM f. Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dijabat oleh Ir. Sodikin Sadek, M.Kes Adapun Pejabat Eselon II dari Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah sebagai sebagai berikut: a. Sekretaris Direktorat Jenderal Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 7 TOPIK UTAMA M MENUJU ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA INDONESIA YANG AMAN DAN BERMANFAAT Sekilas Tentang Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 8 ulai 1 Januari 2016, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melakukan perubahan struktur organisasi dan tata kerja. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144 Tahun 2010 diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Binfar dan Alkes) berubah menjadi Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Farmalkes). Tidak hanya di tingkat Eselon I, perubahan terjadi juga di tingkat Eselon II. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan (Alkes) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dibagi menjadi 2 direktorat baru yaitu Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Menurut Direktur Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Ir. Sodikin Sadek, M.Kes, pengembangan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan PKRT menjadi Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT dan Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT karena bisnis proses penanganan medical device (alkes) sekarang sangat luas, dari mulai proses pre market sampai dengan post market yang tujuannya adalah untuk menjamin keamanan, mutu dan manfaat yang akan digunakan langsung oleh masyarakat. Dari tuntutan itu, maka Kementerian Kesehatan sebagai regulator menertibkan dengan mengeluarkan sertifikat sarana produksi penyalur alat kesehatan dan Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 PKRT, mewajibkan industri untuk meregistrasi seluruh produk yang diedarkan ke masyarakat. Proses bisnis medical device ini diperlukan kontrol baik di pre market maupun pada bagian post market, sehingga Kementerian Kesehatan dalam hal ini Ditjen Farmalkes melahirkan direktorat baru yang namanya Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Tugas Pokok dan Fungsi Di dalam Permenkes nomor 64 tahun 2015, Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengawasan alat kesehatan dan PKRT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga memiliki tiga Sub Direktorat, yaitu: a. Sub Direktorat Pembakuan dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi; b. Sub Direktorat Pengawasan Sarana Produksi dan Distribusi; c. Sub Direktorat Pengawasan Produk; Sub Direktorat Pembakuan dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan TOPIK UTAMA di bidang pembakuan dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT. Sub Direktorat Pengawasan Sarana Produksi dan Distribusi Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengawasan sarana produksi, sarana distribusi, dan ekspor impor alat kesehatan dan PKRT. Sub Direktorat Pengawasan Produk Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengawasan produk alat kesehatan dan PKRT. Sasaran dan Target Sebagai salah satu direktorat dalam Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Pengawasan Alkes dan PKRT memiliki sasaran yaitu menjamin keamanan mutu dan manfaat alat kesehatan dan PKRT yang beredar di sarana pelayanan dan masyarakat dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). Untuk mencapai sasaran tersebut, telah ditetapkan dua indikator dan target yang tertuang dalam Renstra Kemenkes 20152019 yaitu pertama persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat pada tahun 2016 sebesar 77%, tahun 2017 sebesar 79%, tahun 2018 sebesar 81%, dan tahun 2019 sebesar 83%. Kedua, Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi cara pembuatan yang baik (GMP/ CPAKB) pada tahun 2016 sebesar 40% tahun 2017 sebesar 45% tahun 2018 sebesar 50% dan tahun 2019 sebesar 55%. Sistem Pengawasan Dalam melakukan pengawasan, Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT memiliki sistem aplikasi elektronik yaitu e-report dan e-watch. E-report merupakan suatu instrumen pengawasan untuk menelusuri produk Alat Kesehatan dan PKRT sejak diproduksi atau diimpor, didistribusikan, hingga digunakan di sarana pelayanan kesehatan. Apabila ditemukan ketidaksesuaian atau kelebihan terhadap jumlah yang beredar, maka hal itu merupakan indikasi adanya produk ilegal. Selain e-report, Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT juga memiliki sistem aplikasi e-watch. E-watch merupakan instrumen pengawasan penggunaan alat kesehatan di fasilitas kesehatan. Pemantauan terhadap kejadian yang tidak diinginkan (KTD) di fasilitas kesehatan merupakan hal penting untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali dan selanjutnya dapat dilakukan perbaikan. Kegiatan Unggulan Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT akan memperkuat sistem pengawasan alat kesehatan dan PKRT dalam rangka menjamin keamanan, mutu, dan manfaat dengan melakukan beberapa kegiatan direktorat. Diantara kegiatan unggulannya adalah penyusunan peta jalan pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT, sertifikasi ISO 9001:2008 di Direktorat Alat Kesehatan dan PKRT, peningkatan kemampuan SDM pengawasan untuk auditor dan PPNS serta ISO 13485, membangun jejaring laboratorium uji produk alat kesehatan dan PKRT, dan melakukan kajian penerapan pembakuan nasional Alat Kesehatan dan PKRT. Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 9 TOPIK UTAMA PERUBAHAN ORGANISASI DAN TATA KERJA Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Oleh: Dr. Wirabrata, Apt. (wira.brata@yahoo.com) P erjalanan nama organisasi Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan dimulai tahun 2002 dengan nama Direktorat Jenderal Pelayanan Farmasi dan Alat Kesehatan. Saat itu pucuk pimpinan adalah Drs. Holid Djahari, Apt, MM. Kemudian pada tahun 2006 terjadi perubahan nama menjadi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan hingga tahun 2015. Pada masa itu telah terjadi beberapa pergantian pucuk pimpinan yaitu: Drs. H.M. Krissna Tirtawidjaja, Apt (20042006), Drs. Richard Panjaitan, Apt, SKM (2006-2007), Dra. Kustantinah Apt, M.Appt.Sc.(2008-2010), Dra. Sri Indrawaty, Apt, M.Kes (2010-2012), dan Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D (2013-sekarang). Awal tahun 2016 telah terjadi perubahan nama menjadi Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang disingkat dengan sebutan Ditjen Farmalkes. Ditjen Farmalkes memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis dalam menjamin ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan sediaan farmasi dan alat kesehatan termasuk perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). Berdasarkan Permenkes No. 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, penataan Ditjen Farmalkes dilakukan melalui penajaman fungsi - fungsi kefarmasian di Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekkes, Direktorat Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Produksi dan Distribusi 10 Kefarmasian, dan penguatan fungsi pembinaan alat kesehatan dengan penekanan pada kegiatan pre market dan post market, dengan lahirnya Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT dan Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT. Saat ini terdapat 6 unit kerja tingkat Eselon II, yakni: Sekretariat Ditjen Farmalkes, dan 5 direktorat yang terdiri dari: Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT, dan Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT. Pengembangan organisasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja dan efektifitas organisasi dalam mendukung tercapainya tujuan, sasaran strategis serta visi dan misi Kementerian Kesehatan. Tugas dan fungsi Ditjen Farmalkes adalah a) perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan PKRT, pengawasan alat kesehatan dan PKRT, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian; b) pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan PKRT, pengawasan alat kesehatan dan PKRT, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian; c) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan PKRT, pengawasan Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 alat kesehatan dan PKRT, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian; d) pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan PKRT, pengawasan alat kesehatan dan PKRT, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian; e) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan PKRT, pengawasan alat kesehatan dan PKRT, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian; f) pelaksanaan administrasi Ditjen Farmalkes; dan g) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. Sasaran program Ditjen Farmalkes tahun 2015-2019 adalah a) terwujudnya peningkatan ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas; b) terwujudnya kemandirian bahan baku obat, obat tradisional, dan alat kesehatan; serta c) terjaminnya produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat di peredaran. Ke depan, kinerja organisasi Ditjen Farmalkes diharapkan dapat memberikan daya ungkit besar dalam pencapaian sasaran pembangunan kesehatan di Indonesia. Segenap jajaran Ditjen Farmalkes akan bekerja keras dan bekerja cerdas dalam mendukung unit utama lain di lingkungan Kementerian Kesehatan maupun kerjasama lintas sektor, akademisi, dan dunia usaha. TOPIK UTAMA Pelantikan Pejabat Eselon III dan IV Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alkes D irektur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan melantik dan memimpin sumpah dan janji para pejabat Eselon III dan IV lingkup Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Kamis (14/1) di Ruang Dr. Johanes Leimena Gedung Kementerian Kementerian RI, Jakarta. Pelantikan ini berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 64 tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan. Pelantikan Pejabat Administrasi (Eselon III dan IV) ini merupakan tindak lanjut proses penataan organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sebagaimana kita ketahui, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 telah ditetapkan organisasi dan tata kerja Kementerian Kesehatan yang baru, dengan penambahan tugas dan fungsi baru di Direktort Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan yaitu Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Dalam sambutannya Dirjen Farmalkes menegaskan penataan atau restrukturisasi organisasi Kementerian Kesehatan dilakukan berdasarkan hasil evaluasi tugas dan fungsi satuan kerja untuk meningkatkan kinerja dan efektifitas organisasi Kementerian Kesehatan. Dari aspek konstitusional, penyusunan organisasi dan tata kerja Kementerian Kesehatan tersebut merupakan tindak lanjut pelaksanaan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara dan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan. Selain itu, penataan atau restrukturisasi organisasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja dan efektifitas organisasi berdasarkan hasil evaluasi tugas dan fungsi satuan kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan. “Saya mengingatkan agar para pejabat yang dilantik perlu terus melakukan inovasi dan upayaupaya peningkatan kinerja. Dengan demikian, pelaksanaan program yang menjadi tanggungjawab Saudarasaudara dapat berjalan dengan baik, bermutu, dan bermanfaat bagi masyarakat dan organisasi” ujar Dirjen Farmalkes. Dalam penataan organisasi ini, proses pengisian jabatan administrasi dilakukan melalui mekanisme rotasi/mutasi dengan mempertimbangkan rekam jejak jabatan yang meliputi kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, integritas dan moralitas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan untuk menduduki jabatan administrasi. Pemimpin yang berintegritas merupakan pemimpin yang menunjukkan keselarasan antara perkataan dan perbuatan, konsisten menjaga nilai-nilai dalam organisasi maupun masyarakat, memahami apa yang menjadi tugasnya dan pada akhirnya menunjukkan integritas melalui pencapaian kinerja secara maksimal dengan mengerahkan segala kemampuan dan sumber daya yang dimilikinya. Dirjen Farmalkes mengatakan kepada para pejabat yang dilantik agar mampu membangun kesinambungan antara kebijakan dan program lintas sektor dalam upaya pembangunan kesehatan yang Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 11 TOPIK UTAMA MM sebagai Kasubbag Perbendaharaan l. Drs. Haryono, MM sebagai Kasubbag Verifikasi dan Akuntansi m. Drs. Hermain sebagai Kasubbag Pengelolaan Barang Milik Negara n. Ira Miranti, S.Si, MHSM, Apt sebagai Kasubbag Kepegawaian o. Ari Budiyanto, S.Si. Apt sebagai Kasubbag Layanan Pengadaan p. James Siahaan, SE, M.Si sebagai Kasubbag Tata Usaha dan Rumah Tangga semakin cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Untuk itu, langkah pertama seringkali tidak hanya tersulit, namun juga terpenting. “Kepada para pejabat administrasi yang dilantik hari ini, saya berpesan; Pertama, pahami dan patuhi tugas-tugas Saudara dengan baik termasuk regulasi dan kebijakan yang ada. Saya harapkan dengan komitmen Saudara-saudara dalam menjalankan tugas dan lakukan percepatan reformasi birokrasi melalui upaya perbaikan terus menerus, cari terobosan dan cara-cara baru sehingga dapat membangun sistem pelayanan publik yang berkualitas, bersih dan melayani melalui tata pemerintahan yang baik (good governance) serta tata kelola yang baik meliputi transparansi, keadilan, akuntabilitas dan tanggung jawab; Kedua, bangun mentalitas kerja positif, berintegritas, memiliki etos kerja dan berjiwa gotong royong. Sebagai Aparatur Sipil Negara, kita harus bisa menjadi contoh perubahan dan pembangunan karakter bangsa yang berkualitas tinggi yang diwujudkan dalam kepemimpinan yang berintegritas” pesan Dirjen Farmalkes 12 Berikut nama-nama beserta jabatan pejabat eselon III dan IV di lingkungan Ditjen Farmalkes yang dilantik tersebut adalah: I. Sekretariat Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan a. Heri Radison, SKM, MKM sebagai Kabag Program dan Informasi b. Dr. I.G.M. Wirabrata, S.Si, Apt, M.Kes, MM sebagai Kabag Hukum, Organisasi, dan Humas c. Cici Sri Suningsih, SH, M.Kes sebagai Kabag Keuangan dan Barang Milik Negara d. Dra. Rida Wurjati, Apt. MKM sebagai Kabag Kepegawaian dan Umum e. Roy Himawan S. Farm, Apt, MKM sebagai Kasubbag Program f. M. Arief Jatmiko, ST sebagai Kasubbag Anggaran g. Refiandes S.Si, Apt sebagai Kasubbag Informasi dan Evaluasi h. Yudy Yudistira Adhimulya, SH, M.Hum sebagai Kasubbag Peraturan Perundang-Undangan i. Leo Simaremare SH,M.Si sebagai Kasubbag Organisasi dan Tata Laksana j. dr. Anantha Dian Tiara, MKM sebagai Kasubbag Advokasi Hukum dan Humas k. Titien Suprihatin, S.Sos. Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 II. Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan a. Dra. Nadirah Rahim, Apt, M.Kes sebagai Kasubdit Perencanaan dan Penilaian Ketersediaan b. Dra. Sadiah, M.Kes sebagai Kasubdit Pengendalian Harga dan Pengaturan Pengadaan c. Dra. Hidayati Masud, Apt sebagai Kasubdit Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan d. Dra. Sri Endah Suhartatik, Apt sebagai Kasubdit Pemantauan Pasar Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan e. Dra. Prihatiwi Setiati, Apt, M.Kes sebagai Kasie Perencanaan f. Syahidah, S.Si, Apt sebagai Kasi Penilaian Ketersediaan g. Dra. Ervina, Apt sebagai Kasie Pengendalian Harga h. Myta Suzana, S.Si, Apt sebagai Kasie Pengaturan Pengadaan i. Martin Sirait, S.Si, Apt sebagai Kasie Pengendalian Obat Publik j. Harwanti Nana Andini, S.Si, Apt sebagai Kasie Pengendalian Perbekalan Kesehatan k. Mindawati, S.Si, Apt, MM sebagai Kasie Pemantauan Pasar Obat Publik l. drg. Retno Dewi Martami sebagai Kasie Pemantauan Pasar Perbekalan Kesehatan TOPIK UTAMA m. Ahadi Wahyu Hidayat, S.Sos sebagai Kasubbag Tata Usaha III.Direktorat Pelayanan Kefarmasian a. Drs. Elon Sirait, Apt, M.Sc, PH sebagai Kasubdit Manajemen dan Klinikal Farmasi b. Dra. Dara Amelia, Apt sebagai Kasubdit Analisis Farmakoekonomi c. dr. Zorni Fadia sebagai Kasubdit Seleksi Obat dan Alat Kesehatan d. Drs. Heru Sunaryo, Apt sebagai Kasubdit Penggunaan Obat Rasional e. Andrie Fitriansyah, S.Farm, Apt sebagai Kasi Manajemen Farmasi f. Helsy Pahlemy, S.Si, Apt, M.Pharm Kasie Klinikal Farmasi g. Indah Susanti Donimando, S.Si, Apt sebagai Kasie Analisis Farmakoekonomi Obat h. Dra. Ema Viaza, Apt sebagai Kasie Analisis Farmakoekonomi Alat Kesehatan i. Sari Mutiarani, S.Si, Apt sebagai Kasie Seleksi Obat j. Dra. Ardiyani, Apt sebagai Kasi Seleksi Alat Kesehatan k. Erie Gusnellyanti, S.Si, Apt sebagai Kasie Peningkatan Penggunaan Obat Rasional l. Candra Lesmana, S.Farm, Apt sebagai Kasie Pemantauan Penggunaan Obat Rasional m. Desko Irianto, SH, MM sebagai Kasubbag Tata Usaha IV.Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian a. Drs. Riza Sultoni, Apt, MM sebagai Kasubdit Obat dan Pangan b. Dra. Nur Ratih Purnama, Apt, M.Si sebagai Kasubdit Obat Tradisional dan Kosmetika c. Dra. Vita Picola Haloho, Apt sebagai Kasubdit Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi d. Dita Novianti Sugandi A., S.Si, Apt, MM sebagai Kasubdit Kemandirian Obat dan Bahan Baku Sediaan Farmasi e. Elza Gustanti, S.Si, Apt sebagai Kasie Obat f. Dra. Mindarwati, Apt sebagai Kasie Pangan g. Dina Sintia Pamela, S.Si, Apt sebagai Kasie Obat Tradisional h. Dra. Rostilawati Rahim, Apt sebagai Kasie Kosmetika i. Ikka Tjahyaningrum, S.Si, Apt sebagai Kasie Narkotika dan Psikotropika j. Liza Fitrisiani, S.Si, Apt sebagai Kasie Prekursor Farmasi k. Rohayati Rahafat, S.Si, Apt sebagai Kasie Kemandirian Obat l. Fitra Budi Astuti, S.Si, Apt sebagai Kasi Kemandirian Bahan Baku Sediaan Farmasi m. Anwar Wahyudi, SE, MKM sebagai Kasubbag Tata Usaha V. Direktorat Penilaian Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga a. Dra. Rully Makarawo, Apt sebagai Kasubdit Alat Kesehatan Kelas A dan B b. Lupi Trilaksono, SF, MM, Apt sebagai Kasubdit Alat Kesehatan Kelas C dan D c. Drs. Masrul, Apt sebagai Kasubdit Produk Diagnostik dan Alat Kesehatan Khusus d. Dra. Lili Sadiah Jusuf, Apt sebagai Kasubdit Produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Produk Mandiri e. Jojor, S.Si, Apt sebagai Kasie Alat Kesehatan Kelas A f. Nurhidayat, S.Si, Apt sebagai Kasie Alat Kesehatan Kelas B g. Eva Silvia, SKM sebagai Kasie Alat Kesehatan Kelas C h. Eva Zahrah, S.Farm, Apt sebagai Kasie Alat Kesehatan D dan Produk Radiologi i. Nuning Lestin Bintari, S.Farm, Apt sebagai Kasie Produk Diagnostik j. drg. R. Edi Setiawan, MKM sebagai Kasie Alat Kesehatan Khusus k. Hasnil Randa Sari, S.Si, Apt sebagai Kasie Produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga l. Ismiyati, S.Si, Apt, M.Si sebagai Kasie Produk Mandiri m. Onne Widowaty, S.Farm, Apt sebagai Kasubbag Tata Usaha VI.Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga a. Drs. M. Taufik S., Apt, MM sebagai Kasubdit Pembakuan dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi b. dr. Erna Mulati, M.Sc sebagai Kasubdit Pengawasan Sarana Produksi dan Distribusi c. Drs. Rahbudi Helmi, Apt, MKM sebagai Kasubdit Pengawasan Produk d. Beluh Mabasa Ginting, ST, M.Si sebagai Kasie Pembakuan e. Siti Nurhasanah, S.Si, Apt sebagai Kasie Sertifikasi f. Dra. Ninik Hariyati, Apt sebagai Kasie Pengawasan Sarana Produksi g. drg. Melly Juwitasari, SKM sebagai Kasie Pengawasan Sarana Distribusi Ekspor Impor h. Fahrina sebagai Kasie Pengawasan Produk Alat Kesehatan i. Dra. Nurlalili Isnaini, Apt, MKM sebagai Kasie Pengawasan Produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga j. Lucia Dina Kombong, SH, M.Si sebagai Kasubbag Tata Usaha Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 13 TOPIK UTAMA SOSIALISASI STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN P enataan organisasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja organisasi sesuai dengan tugas dan fungsi yang diamanatkan serta beban kerja sehingga mampu memberikan hasil terbaik untuk mencapai tujuan, sasaran strategis serta visi dan misi organisasi. Menjawab tantangan tersebut, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Farmalkes) Kementerian Kesehatan telah melaksanakan Sosialisasi Perubahan pada Organisasi dan Tata Kerja, yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan pada Kamis 29/1 di Hotel Manhattan, Jakarta. Dalam sambutannya, Sesditjen Farmalkes Dr. Dra. Agusdini Banun, Apt, MARS, mengatakan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai organisasi yang bergerak dinamis harus dapat mengantisipasi dan mengakomodir kebutuhan tugas dan fungsi yang belum terpenuhi saat ini kedalam struktur organisasi. Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai fungsi lini Kementerian Kesehatan RI memberikan dukungan strategis pada unit lain. Penataan organisasi Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan 14 Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 dilakukan melalui penajaman fungsi-fungsi kefarmasian dan penguatan fungsi pembinaan alat kesehatan dengan penekanan pada kegiatan pre market dan post market. Pertemuan ini diselenggarakan dalam rangka memberikan pemahaman terhadap pemangku jabatan maupun stakeholders terhadap tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan berdasarkan Permenkes 64 tahun 2015 dalam rangka meningkatkan kualitas birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai organisasi yang efektif, efisien, transparan, akuntabel dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan memberikan pelayanan terbaik bagi stakeholders. Peserta yang menghadiri pertemuan ini berjumlah 110 orang, terdiri dari pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Organisasi Profesi serta asosiasi perusahaan bidang produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan. Pada kesempatan ini hadir beberapa narasumber dari Kementerian PAN & RB, Biro Hukum & Organisasi Kementerian Kesehatan dan Direktorat Jenderal Bina Kefaramsian & Alat Kesehatan. LIPUTAN WUJUD GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN LAPORAN KEUANGAN A da empat hal yang menjadi kriteria laporan keuangan yang berkualitas, yaitu: Kesesuaian laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP); kecukupan pengungkapan informasi keuangan dalam laporan keuangan; kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern (SPI). Hal inilah yang mendasari Sekretariat Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Setditjen Farmalkes) menggelar Pertemuan Konsolidasi Penyusunan Sistem Akuntansi Instansi Bebasis Akrual (SAIBA) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN) di Hotel Amarosa Bekasi, 21-24 Januari 2016. Diungkapkan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Farmalkes Dr. Dra. Agusdini Banun, Apt, MARS dalam laporannya bahwa tujuan pertemuan ini adalah melakukan Konsolidasi penyusunan Laporan Keuangan SAI (SAIBA dan SIMAK BMN) berbasis Akrual di lingkungan Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan mempertemukan seluruh Satuan Kerja (Satker) Pusat dan Satker Dekonsentrasi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pertemuan Konsolidasi Penyusunan Laporan Keuangan SAI (SAIBA dan SIMAK BMN) melibatkan Petugas SAIBA dan SIMAK BMN seluruh satker yang ada dilingkungan Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari 39 Satker yaitu 5 Satker Pusat dan 34 Satker Daerah (Dekonsentrasi). Dalam kegiatan ini disampaikan pengarahan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, arahan Teknis Penyusunan Laporan Keuangan Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2015, oleh Inspektorat Jenderal Kemenkes, telaah laporan keuangan oleh Tim SAI Eselon I Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan serta melakukan reviu laporan keuangan Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan TA 2015 oleh Tim Itjen Kemenkes secara langsung dengan perserta Pusat maupun Daerah. Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang Ph.D mengatakan dalam sambutannya bahwa kegitan ini sangat penting karena dari pelaksanaan pertemuan ini kita bisa melaksanakan 5 hal, yakni 1. Melihat dan mengkoreksi sejauh mana laporan yang telah kita Reviu tanggal 8 - 11 Juli 2015 yang lalu bersama-sama dengan Inspektorat Jenderal Ke menkes. 2. Tersusunnya Laporan Keuangan Tingkat Satker dan Eselon 1 sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; 3. Meningkatkan komitmen pimpinan pentingnya proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas, akuntabel dan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) baik di tingkat Satker, Eselon I maupun Kementrian; 4. Penyajian Catatan atas Laporan Keuangan harus Full Discloure (pengungkapan yang informatif) 5. Meningkatkan disiplin pengelola SAI (SAIBA & SIMAK-BMN) sehingga menghasilkan laporan yang baik dan akurat serta tepat waktu. Pada kesempatan yang sama, Inspektur Jenderal Kemenkes Drs. Purwadi, Apt, MM dalam paparannya mengatakan, perlu strategi dalam menyelesaikan laporan keuangan yang berkualitas. Diantaranya adalah pemahaman Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 15 LIPUTAN tentang mekanisme pemberian opini harus baik, pelaksanaan anggaran dilakukan dilakukan secara tertib dan taat terhadap peraturan serta diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai, optimalisasi reviu Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL), penyelesaian temuan LKKL tahun sebelumnya dan menghindari potensi temuan LKKL tahun berikutnya Dalam paparannya, Irjen menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun laporan keuangan yang berkulitas: 1. Memastikan bahwa pagu anggaran pada LRA sesuai dengan dokumen anggaran dan tidak terdapat pagu minus 2. Memastikan bahwa semua belanja telah dilakukan dengan efektif dan efisien sesuai dengan penganggarannya dan pelaksanaannya didukung dengan bukti-bukti yang cukup. 3. Memastikan bahwa semua pendapatan telah dipungut dengan tarif sesuai dengan peraturan yang berlaku, disetor ke Kas Negara tepat waktu dan digunakan sesuai dengan mekanisme APBN. 4. Seluruh hibah uang atau barang,jasa dan atau surat berharga telah diregistrasi dan ditata usahakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5. Memastikan bahwa penatausahaan dan pengendalian intern atas Barang Milik Negara ( BMN) telah dilakukan secara memadai. 6. Menyelesaikan tindak lanjut dan melaksanakan rekomendasi BPK serta mengupayakan secara maksimal agar temuan-temuan BPK tersebut tidak menjadi temuan berulang. 7. Mengintensifkan peran Aparat 16 Pengawasan Internal Pemerintah ( Itjen/ BPKP) sebagai pengawas dalam pelaksanaan anggaran mitra pendamping dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan Lebih lanjut Irjen menjelaskan, langkah-langkah penting guna mensukseskan Pelaksanaan Akuntansi dan Pelaporan Keuangan yaitu: 1. Peningkatan kompetensi SDM yang memadai di bidang pengelolaan keuangan negara (baik dari segi peraturan perundang-undangan, business process, accounting, aplikasi / IT) 2. Tertib administrasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan anggaran termasuk pengadaan barang dan jasa,akuntansi dan pelaporan. 3. Peran aktif aparat pengawas intern dalam mensukseskan pelaksanaan akuntansi dan pelaporan keuangan. Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 Pada kegiatan ini, disampaikan pula telaah laporan keuangan oleh Tim SAI Eselon I Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan kemudian dilanjutkan dengan melakukan Reviu Laporan Keuangan Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan TA 2015 oleh Tim Itjen Kemenkes secara langsung dengan perserta Pusat maupun Daerah. Disela-sela kegiatan turut hadir Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes meninjau kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan ini ditutup dengan kesimpulan bahwa pengawasan dan pengendalian mempunyai fungsi strategis menegakkan good governance. Pengawasan dan pengendalian berfungsi pembinaan dan mencegah terjadinya segala bentuk penyimpangan, pengawasan mempunyai tanggung jawab meningkatkan kinerja dan citra unit/ organisasi / entitas, pengawasan lebih aspiratif dan menjadi pemeringat dini terjadinya penyimpangan. LIPUTAN Menuju Indonesia Mandiri S aat ini, sekitar 90 % bahan baku obat masih berasal dari luar negeri. Sekitar 60 % bahan baku industri farmasi berasal dari Cina. Saat ini jumlah industri farmasi ada sekitar 214-224 perusahaan terdiri dari 4 BUMN, 24 multinasional, dan 1.860.196 swasta nasional. Industri farmasi condong bergerak pada industri formulasi atau industri pembuatan obat jadi. Dengan demikian kebutuhan impor bahan baku pembuatan obat menjadi sangat besar. “Dari aspek ekonomi kita ingin mengurangi impor dan menghemat devisa. Kita ingin industri farmasi kita menjadi andalan,” ujar Direktur Dalam Produksi Bahan Baku Obat Produksi dan Distribusi Kefarmasian Dra. R. Dettie Yuliati, Apt, M.Si dalam diskusi di “Kemandirian Indonesia dalam Penyediaan Bahan Baku Obat” bersama Serikat Perusahaan Pers (SPS) dan para redaktur rubrik kesehatan di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Jumat (22/1/2016). Kemenkes menyadari pentingnya kemandirian industri farmasi dalam negeri dan berupaya mendorong kemandirian tersebut untuk menekan harga obat dan mengurangi ketergantungan bahan baku obat impor. “Memang saat ini ada beberapa industri lokal yang mampu memproduksi bahan baku obat, namun industri lokal tersebut baru memenuhi sekitar 10% dari kebutuhan nasional” jelas Direktur Prodis Kefarmasian. Menurut Direktur Eksekutif GP Farmasi, Dorojatun Sanusi, Industri Farmasi masih optimis dengan perkembangan industri farmasi dalam negeri. Dalam peta jalan GP Farmasi, diprediksi pangsa pasar farmasi dalam negeri mencapai Rp. 450 trilyun pada tahun 2025. “Sementara pelaku industri farmasi memelihara jaringan dengan pembuat bahan baku obat di luar negeri, pemerintah perlu mendorong masuknya investasi industri bahan baku farmasi” kata Dorojatun. Sementara itu, untuk mengembangkan industri bahan baku obat, harus dilakukan prastudi kelayakan, riset yang mendalam, kecukupan dana, dan memanfaatkan kemampuan BUMN atau konsorsium dengan swasta. Secara bertahap, banyak Industri Farmasi yg sudah, sedang dan akan melakukan investasi, baik berupa fasilitas industri yg baru, maupun renovasi dan peningkatan sarana, baik dari segi kapasitas produksi, quality-assurance (QA), quality-control (QC) sesuai persyaratan CPOB. “Investasi juga dalam bidang Human Resources (HR) kaitan dengan Supply Chain Management (SCM) untuk memenuhi CDOB dan SDM pendukung. Investasi dan modal kerja dikaitkan dengan mendukung Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 17 LIPUTAN ketersediaan obat yang merata dan terjangkau sebagai komponen utama peran GPFI dalam mensukseskan JKN dan Program Kesehatan Nasional” ujar Dorojatun Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Dimyati mengatakan, industri farmasi di Indonesia perlu diperhatikan. Harus ada dukungan riset pembuatan obat untuk menghasilkan produk yang berkualitas “Kita ingin menekan harga obat agar relatif murah dan terjangkau,” tegas Dirjen Penguatan Riset dan Pengambangan Kemenristek Dikti. Ketua Dewan Riset Indonesia Dr. Bambang Setiadi, IPU dalam paparannya menjelaskan tentang Arah Kebijakan dan Prioritas Riset bidang kesehatan dan obat ada 6 hal. Pertama penggalakan riset neurosain. Kedua, penguatan deteksi 18 dan pengendalian penyakit menular. Ketiga, penguatan deteksi, diagnosis, pengobatan dan penanggulangan penyakit tidak menular yang menjadi penyebab utama kematian. Keempat, dorongan penerapan bioteknologi. Kelima, dorongan pembangunan industri bahan baku obat (BBO) dan alat kesehatan. Keenam, peningkatan pemanfaatan sumberdaya hayati nasional dan pengembangan obat herbal. Dr. Bambang Setiadi menyimpulkan: inovasi dengan sedikit atau tanpa riset akan mengakibatkan daya saing industri swasta lemah dalam persaingan pasar regional (MEA) dan global. Inovasi dengan riset di sektor industri adalah kunci daya saing dalam jaringan produksi global (GPN) dan jaringan inovasi global (GIN); Strategi riset dalam anggaran terbatas yang realitis adalah riset untuk penyempurnaan teknologi industri prioritas, dengan tujuan Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 membangun kebiasaan industri berinovasi dengan riset serta mengurangi masyarakat bergantung produk teknologi asing, yang dapat mempengaruhi kestabilan dan kesehatan ekonomi jangka panjang. Diskusi “Kemandirian Indonesia dalam Penyediaan Bahan Baku Obat” diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat, menghadirkan Redaktur Media Cetak dan Online Nasional bidang kesehatan serta para narasumber yang terkait dengan bidangnya, antara lain Dra. R Dettie Yuliati, Apt, M.Si (Direktur Prodis Kefarmasian Kemenkes), Dr. M. Dimyati (Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti), Dr. Ir. Bambang Setiadi MS (Ketua Dewan Riset Nasional), Dorojatun Sanusi (Direktur Eksekutif GP Farmasi), dan Sie Djohan (Direktur Pengambangan Bisnis PT Kalbe Farma Tbk). LIPUTAN Talkshow Menteri Kesehatan dalam Program Economic Challenges Metro TV berbasis riset yang kelak dapat menyediakan bahan baku sendiri” ujar Menkes. Menurut Ketua Umum GP Farmasi Johanes Setijono, Industri Farmasi masih optimis dengan perkembangan industri farmasi Mandiri Menyehatkan Negeri Denyut nadi industri farmasi terletak pada kelancaran impor bahan baku obat. Industri farmasi bisa dibilang sektor yang unik. Manakala sektor lain butuh gelontoran dana yang mahal untuk aktivitas produksi, tidak demikian dengan farmasi. Bisnis di bidang ini justru memerlukan dana yang lebih banyak untuk riset dan pengembangan. Guna mendapatkan formula racikan obat untuk penyakit tertentu butuh riset mendalam nan berbiaya mahal. I ndustri farmasi Indonesia dituntut mampu bersaing sehingga tak hanya menjadi pasar. Namun, kendala nilai tukar rupiah yang melemah membebani industri ini, pasalnya 90% bahan baku obat harus bergantung pada impor. Kemandirian Industri farmasi menjadi kunci tak hanya untuk bersaing, namun juga untuk mensejahterakan rakyat di bidang kesehatan. Dalam dialog yang dipandu oleh Suryopratomo tersebut menghadirkan Nila Moeloek (Menteri Kesehatan), Harjanto (Dirjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian), Johannes Setijono (Ketua Umum GP Farmasi) dan Roy Alexander Sparringa (Kepala Badan POM). Menkes mengungkapkan, pemerintah saat ini sedang mengupayakan suatu pengembangan terintegrasi untuk mendukung upaya kemandirian. Kementerian Kesehatan dan Kementerian lain yang terkait dibawah koordinasi dari Kementerian Koordinator berwenang telah dan akan mengeluarkan berbagai fasilitasi yang akan mempermudah upaya ini. Fasilitasi yang diberikan berupa fasilitasi regulasi, fasilitasi pajak dan keuangan. “Pemerintah senantiasa mendorong agar industri farmasi dapat bertransformasi bukan hanya menjadi industri farmasi formulasi namun menjadi industri farmasi dalam negeri. Dalam peta jalan GP Farmasi, diprediksi pangsa pasar farmasi dalam negeri mencapai Rp. 450 trilyun pada tahun 2025. “Sementara pelaku industri farmasi memelihara jaringan dengan pembuat bahan baku obat di luar negeri, pemerintah perlu mendorong masuknya investasi industri bahan baku farmasi” kata Johannes. Tak dipungkiri produsen bahan baku obat sukar bersaing apalagi terhadap produk impor. Penyebabnya material dasar yang dipakai untuk membuat bahan baku sendiri masih dibeli dari luar negeri. Walhasil biaya produksi sangat dipengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah. Ada empat hal yang harus dipenuhi pemerintah dalam mengembangan industri bahan baku obat. Prastudi kelayakan, riset mendalam, pemerintah harus menyediakan dana untuk merintis industri ini, dan tetapkan strategi bisnis bisa memanfaatkan BUMN atau konsorsium dengan swasta. “Prastudi kelayakan bermaksud Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 19 LIPUTAN “Kemandirian bahan baku obat sudah merupakan program pemerintah, bahkan tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan sejak tahun 2010, namun dalam pelaksanaannya tidak dapat dilakukan hanya oleh Kementerian Kesehatan, namun memerlukan partisipasi dari berbagai stakeholder, untuk itu diperlukan sinergisme antara academic, business, government dan community (ABGC) dalam pelaksanaanya”. untuk mengkaji lebih dalam apa betul enam bahan baku aktif obat yang ditetapkan Kemenperin adalah yang paling strategis dan ekonomis untuk diproduksi. Yang pasti, studi kelayakan harus mencakup evaluasi pengua saan teknologi, berapa besar kapasitas produksi yang dibutuhkan, bagaimana kemampuan penyerapannya di dalam negeri, dan sejauh mana daya saing untuk mengekspor setidaknya ke Asean” ungkap Johanes GP Farmasi menggarisbawahi tiga hal terkait pengembangan industri bahan baku dan penolong obat. Pertama soal ketersediaan teknologi untuk memproduksi material dasar bahan baku obat. Kedua, pemilihan bahan apa yang 20 secara ekonomis dan ilmiah bisa dibutuhkan jangka panjang dan jumlahnya besar. Ketiga tak lain terkait insentif bagi investor. Menyoroti masalah kurangnya ketersediaan bahan baku obat, Kepala badan POM Roy Sparingga melihat bahwa kemandirian industri dalam negeri masih terbatas. Industri kimia kita kurang mendukung sedangkan standar mutu obat itu harus sangat baik. “Obat itu kan highly regulated, jadi aturannya sangat ketat. Sedangkan pemasok bahan-bahan baku obat seperti India dan Cina itu juga banyak memasok negara-negara maju. Kita tidak punya teknologi pendukungnya,” kata Roy. Namun Roy optimis saat ini Kementrian Kesehatan sedang berupaya mengatasi masalah bahan baku ini. Mengembangkan industri bahan baku bukan hal yang mudah sebab hal yang bermanfaat belum tentu menghasilkan profit. Jangan sampai bisa memasok bahan baku obat sendiri tapi malah harganya lebih mahal dari impor. Untuk memperketat masuknya barang-barang impor sendiri, Roy menegaskan bahwa BPOM punya mekanisme dua lapis. Yaitu produk harus memiliki surat ijin edar dan ada keterangan impor. Sedangkan Dirjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Harjanto mengatakan Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 bahwa pemerintah sadar tidak mudah merangsang industri penunjang dan bahan baku farmasi. Ini sukar jika pemerintah sendiri tak berani ambil resiko turun tangan. “Harus ada stimulan agar perusahaan farmasi bikin bahan baku obat juga, ini butuh intervensi pemerintah agar mereka mau,” kata Harjanto. Guna mendapatkan formula racikan obat untuk penyakit tertentu butuh riset mendalam nan berbiaya mahal. Kemenperin menilai pola pengembangan industri yang harus ditekuni ke depan ialah dengan mengombinasikan aspek herbal dan kimiawi. Perindustrian sadar tidak mudah merangsang industri penunjang dan bahan baku farmasi. Ini sukar jika pemerintah sendiri tak berani ambil risiko turun tangan. Harus ada stimulan agar perusahaan farmasi bikin bahan baku obat juga, ini butuh intervensi pemerintah agar mereka mau. Dalam program jangka pendek 2015 – 2019 Ditjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, tercakup soal proyek pabrik bahan baku obat berbasis migas. “Untuk membangun industri bahan baku farmasi sintetis ini harus lihat skala keekonomian. Tapi pemerintah bertanggung jawab hasilkan obat yang terjangkau harganya”, ucap Harjanto. LIPUTAN RAKONAS GELOMBANG I TAHUN 2016 DITJEN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN “Akselerasi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam Mendukung Program Indonesia Sehat” M engawali tahun 2016, Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Farmalkes) menggelar Rakonas di Hotel Aryaduta Palembang, Sumatera Selatan tanggal 16-19 Februari 2016. Acara ini dimulai dengan ramah tamah antara pejabat Ditjen Farmalkes dengan para peserta Rakonas yang berasal dari 15 provinsi beserta perwakilan dari kabupaten/kota dan lintas program terkait. Pada hari Rabu 17 Februari 2016, acara secara resmi dibuka oleh Dirjen Farmalkes - Maura Linda Sitanggang, Ph.D. Dalam sambutan pembukaannya, Dirjen Farmalkes mengatakan, Ditjen Farmalkes telah melakukan berbagai upaya strategis dan inovatif pada tahun 2015 yang lalu. Upaya tersebut dilaksanakan untuk mengatasi tantangan dalam mencapai target RPJMN maupun Renstra Kemenkes 2015-2019. Tantangan yang harus segera diatasi Program Farmalkes ialah disparitas Tantangan yg harus diantisipasi dalam periode 2015-2019 adalah disparitas ketersediaan obat antar regional, provinsi, dan kabupaten/ kota. Salah satu penyebab terjadinya hal ini adalah belum optimalnya pemanfaatan sistem informasi terkait manajemen logistik, seperti e-logistik, pemantauan e-purchasing, sampai dengan pengendalian harga obat. Dengan demikian, menjadi hal yg prioritas bagi kita untuk meningkatkan manajemen logistik obat dan perbekalan kesehatan, terutama di sektor publik. ketersediaan obat antar regional, provinsi, dan kabupaten/kota. “Walaupun terdapat beberapa kelemahan dan timbulnya tantangan baru, saya ingin mengajak untuk mencermati capaian program kita pada tahun 2015, baik dari sisi produksi dan distribusi, manajemen logistik dan perbekalan kesehatan, sampai kepada pelayanan kefarmasian” ujar Dirjen Farmalkes. Rakonas Gelombang I ini mengusung tema Akselerasi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam mendukung Program Indonesia Sehat. Tujuan Rakonas seperti yang disampaikan dalam Laporan Panitia – Sesditjen Farmalkes Dr. Dra. Agusdini Banun Apt, MARS, yakni mengoptimalkan koordinasi dan sinergisme antara Pusat dan Daerah dalam rangka peningkatan capaian Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Selanjutnya Sambutan Selamat Datang dari Asisten III Bidang Kesra Pemprov. Sumatera Selatan, tarian Gending Sriwijaya; lalu Dialog yang dibagi menjadi tiga panel yang masing-masing panel melibatkan beberapa narasumber. Dirjen Farmalkes beraudiensi langsung dengan peserta untuk mendengarkan masukan/aspirasi dari daerah bagi pembangunan kesehatan di Indonesia. Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 21 LIPUTAN Program Indonesia Sehat Melalui Pendekatan Keluarga Drg. Tini Suryanti, M. Kes dalam paparannya mengenai Program Indonesia Sehat menjelaskan, Kemenkes mengembangkan Program Indonesia Sehat yang terdiri dari 3 pilar, yaitu Paradigma Sehat, Penguatan Pelayanan Kesehatan, dan Jaminan Kesehatan Nasional. Program Indonesia Sehat ini mengedepankan upaya promotif preventif melalui pendekatan keluarga. Kedepan, cara kerja puskesmas tidak hanya fokus pada pelayanan kesehatan di dalam gedung melainkan juga keluar gedung dengan pendekatan keluarga di wilayah kerjanya. Untuk itu, dibuat indikator keluarga sehat sebagai ukuran tingkat kemajuan keluarga sehat. Ada 3 kategori keluarga, yakni keluarga sehat (dengan index diatas 80%), keluarga pra sehat (50-79%), dan keluarga tidak sehat (dibawah 50%). Petugas puskesmas akan dilatih untuk dapat melakukan pendampingan kepada keluarga dalam pengisian family folder (berisi 22 pertanyaan indikator keluarga sehat). Masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian serius dalam pendekatan keluarga sehat yakni gizi kurang khususnya stunting dan potensi besar Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas. Kebijakan Umum Dana Alokasi Khusus Paparan Dana Alokasi Khusus dibawakan oleh Kasubdit Dana Alokasi Khusus, M. Nafi, S.E, M.M. Sasaran Dana Alokasi Khusus (DAK) di bidang Kesehatan dan Keluarga Berencana (KB) adalah meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan serta pelayanan kefarmasian serta meningkatnya sarana dan prasarana pelayanan dan penerangan KB. Dalam membuat kebijakan terkait DAK, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu menyusun petunjuk teknis (juknis). Urgensi penyusunan juknis tersebut bagi pemerintah pusat adalah sebagai pedoman bagi pemerintah dalam melaksanakan pengaturan, pembinaan, pengawasan kegiatan Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 yang didanai dari DAKdan juga sebagai sarana untuk merealisasikan program prioritas nasional 2016 sehingga terpenuhinya nawacita. Sedangkan bagi pemerintah daerah adalah agar pemangku kepentingan dapat mengerti dan memahami penyelenggaraan kegiatan DAK per bidang, sebagai acuan untuk melaksanakan tahapan kegiatan yang didanai dari DAK dan sebagai acuan dalam penggunaan belanja penunjang (maksimal 5% dari alokasi DAK). Kebijakan Pembangunan Kesehatan Tahun 2016 Dr. Azhar Jaya SKM, MARS, Kepala Bagian APBN III, Biro Perencanaan dan Anggaran menjelaskan dalam paparannya, empat hal yang menjadi prioritas Kemenkes adalah penurunan AKI & AKB (Kesehatan Ibu & Anak termasuk Imunisasi), perbaikan gizi khususnya stunting, pengendalian penyakit menular seperti AIDS, Tb, dan Malaria, serta pengendalian penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes melitus, obesitas dan kanker. Sesuai dengan Renstra Kementerian Kesehatan 20152019, terdapat dua tujuan pembangunan kesehatan. Tujuan LIPUTAN Pembangunan Kesehatan yang pertama adalah meningkatnya status kesehatan masyarakat, yang ditandai dengan kondisi pada tahun 2019 yakni menurunnya angka kematian ibu menjadi 306 per 100.000 kelahiran; menurunnya angka kematian bayi menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup; dan menurunnya BBLR menjadi 8 persen. Adapun tujuan kedua adalah meningkatnya daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan, yang ditandai dengan kondisi pada tahun 2019 yakni menurunnya beban rumah tangga untuk membiayai pelayanan kesehatan setelah memiliki jaminan kesehatan menjadi 10 % dan meningkatnya indeks responsiveness terhadap pelayanan kesehatan menjadi 8. Penguatan Program Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dra. Engko Sosialine Apt, M.Biomed yang juga Direktur Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (Perbekkes) memaparkan, fokus program dan kegiatan Direktorat Tata Kelola Obat publik dan Perbekkes di tahun 2016 adalah menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan; standarisasi harga obat; penguatan implementasi one gate policy dalam manajemen tata kelola obat; implementasi e-monev katalog obat dan e-logistik obat; pemantauan pasar obat dan perbekkes. Target indikator kinerja tahun 2016 ialah ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas mencapai 80% dan instalasi farmasi kabupaten/ kota yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standai mencapai 60%. Menu DAK subbidang kefarmasian menekankan pada penyediaan obat dan perbekkes dan penguatan sarana/ prasarana fisik instalasi farmasi. Diharapkan Dinkes berperan aktif dalam ketersediaan obat dan vaksin sebagai fasilitator pengumpul data, melakukan verifikasi dan validasi data, serta menjaga ketersediaan obat dan vaksin dalam tingkat aman; dan tentunya berkoordinasi dengan pemegang program dalam One Gate Policy. Dinkes juga sangat dituntut berperan aktif dalam penerapan e-logistik dan e-monev katalog. Penguatan dan Pengawasan Industri Alat Kesehatan dan PKRT Tujuan pengembangan Industri Alkes dalam negeri yaitu menjamin ketersediaan alat kesehatan sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka JKN; meningkatkan daya saing industri alat kesehatan di dalam negeri dan untuk ekspor; mendorong penguasaan teknologi dalam bidang alat kesehatan; serta meningkatkan kemandirian alat kesehatan. Hal tersebut diungkapkan oleh drg. Arianti Anaya M.Kes dalam paparannya mengenai penguatan dan pengawasan Industri alkes & PKRT. E-katalog alkes semakin menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam upaya meningkatkan akses dan keterjangkauan terhadap alat kesehatan. K/L/D/I yang melakukan transaksi semakin bertambah sebagai amanat Perpres 4 tahun 2015, dengan nilai transaksi sebesar 4,475 triliun. LKPP dan Kementerian Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 23 LIPUTAN Kesehatan sedang berupaya melakukan percepatan untuk memasukan ke dalam e-katalog alkes yaitu implant kardiovaskular dan implant ortopedi, mengingat kedua produk alat kesehatan ini banyak dibutuhkan dalam pelayanan JKN di rumah sakit. Sistem Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT harus dilaksanakan secara komprehensif, antisipasif, dan terintegrasi. Pengawasan harus dilakukan sejak suatu produk mulai diproduksi sampai didistribusikan di sarana layanan kesehatan hingga ke pengguna akhir. Kementerian Kesehatan menerapkan sistem pengawasan secara online melalui e-Report dan e-Watch alkes, sehingga diharapkan segala bentuk transaksi bisa lebih terbuka. Ini merupakan upaya untuk lebih transparan dan akuntabel. E-Report alkes berisi informasi Alat Kesehatan dan PKRT yang diproduksi dan didistribusikan oleh 24 pabrik/sole agent sampai penyalur/ distributor terakhir sebelum pengguna akhir. E-Watch Alkes berisi informasi data Kejadian Tidak Diinginkan/KTD akibat penggunaan alkes. Tahun 2015 ada 7 industri farmasi melapor melalui aplikasi e-Watch. Diharapkan ke depan, jumlah industri farmasi yang melapor bisa lebih banyak lagi. Kebijakan Peningkatan Mutu Pelayanan Kefarmasian Paparan mengenai Direktorat Pelayanan Kefarmasian pada Rakonas kali ini terkait dengan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) dan sosialisasi Permenkes No 98/2015 tentang Pemberian Informasi Harga Eceran Tertinggi (HET). Drs. Bayu Tedja Muliawan M.Pharm dalam paparannya mengatakan, Gema Cermat adalah suatu gerakan berbasis masyarakat yang dilaksanakan secara serentak Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 oleh seluruh pemangku kepentingan dan sektor terkait dalam berbagai rangkaian kegiatan dalam rangka mewujudkan kepedulian, kesadaran, pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam menggunakan obat secara benar dan rasional. Dalam kaitannya dengan HET, dengan keluarnya Permenkes No 98/2015 tentang Pemberian Informasi Harga Eceran Tertinggi (HET) maka Industri Farmasi wajib memberikan informasi HET dengan mencantumkan pada label obat. Pemberian informasi HET berupa nilai nominal dalam bentuk satuan rupiah atau formula HET. Apoteker harus menginformasikan HET kepada pasien. Selain itu, apoteker harus menginformasikan obat lain terutama obat generik yang memiliki komponen aktif dengan kekuatan yang sama dengan obat yang diresepkan, yang tersedia pada apotek atau instalasi farmasi rumah sakit/klinik. LIPUTAN Peningkatan Daya Saing Industri Sediaan Farmasi Dan Pangan Melalui Penguatan Peran Pembina Pusat Dan Daerah Kebijakan dan sasaran program Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian terhadap industri obat, obat tradisional, kosmetika, dan rumah tangga pangan adalah mampu memenuhi standar dan persyaratan, mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mampu bersaing baik nasional maupun internasional. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si dalam paparannya di acara Rakonas Ditjen Farmalkes Gelombang I. Lebih lanjut Direktur Prodis Kefarmasian mengatakan, Direktorat Prodis Kefarmasian mempunyai tujuh program prioritas pada tahun 2016. Ketujuh program itu adalah Implementasi Gerakan Nasional Bugar dengan Jamu; Peningkatan daya saing industri kosmetik; Keamanan pangan, Pembinaan terhadap sarana produksi dan distribusi kefarmasian; Kemandirian obat dan bahan baku sediaan farmasi; Sistem elektronik perizinan industri farmasi, dan Pengembangan SDM Direktorat Prodis Kefarmasian. “Saya berharap agar pemerintah daerah mendorong industri sediaan farmasi dan pangan untuk memenuhi persyaratan, peningkatan daya saing industri sediaan farmasi dan pangan yang aman, bermutu dan bermanfaat, memberdayakan masyarakat dalam hal penggunaan produk farmasi dalam negeri serta senantiasa melakukan sinergi antara program pemerintah pusat dan daerah,” ujar Direktur Prodis Kefarmasian. Kegiatan Prioritas Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya pada Program Kefarmasian dan Alkes Rencana Aksi di tahun 20152019 di lingkungan Setditjen Farmalkes adalah pelaksanaan ISO di Seluruh Bagian Setditjen, pengukuran kepuasan pelanggan, penyusunan/penyempurnaan sistem informasi yang terintegrasi, dan analisis kebijakan Ditjen Farmalkes. Salah satu kegiatan prioritas adalah Lean Office, yaitu sistem manajemen untuk membangun budaya karyawan yang positif, efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan. Kegiatan prioritas lainnya di tahun 2016 adalah Rakonas; Internalisasi Budaya Revolusi Mental; Sosialisasi Struktur Organisasi dan Tata Kerja Ditjen Farmalkes; Penyusunan rancangan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Farmalkes, Konsolidasi penyusunan Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) antara pemerintah Pusat dan Daerah, Konsolidasi Pelaporan Barang Milik Negara (BMN); serta Pembinaan Jabatan Fungsional Apoteker dan Asisten Apoteker. Setditjen Farmalkes melakukan perencanaan dan Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 25 LIPUTAN evaluasi dana dekonsentrasi yang dimanfaatkan untuk pembangunan kesehatan di Daerah yang merupakan prioritas nasional. Kesimpulan Berdasarkan arahan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, paparan para narasumber dan pejabat Eselon II, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Pengadaan obat dan alkes berdasarkan e-catalogue perlu diintensifkan untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat dan alat kesehatan. Sistem e-Monev katalog dikembangkan agar dapat dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap pengadaan obat berdasarkan e-catalogue baik secara elektronik (e-purchasing) maupun manual. 2. Untuk menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan vaksin sampai ke tingkat puskesmas, diperlukan penguatan manajemen pengelolaan obat dan vaksin (one gate policy) di setiap tingkat pemerintahan dan fasilitas kesehatan, terutama dengan mengoptimalkan pemanfaatan DAK Subbidang Pelayanan Kefarmasian TA 2016. 3. Untuk mewujudkan pemanfaatan bahan baku obat, obat tradisional, pangan, kosmetik, dan produk alat kesehatan produksi dalam negeri diperlukan pembinaan produksi dan distribusi yang dilakukan secara berjenjang sesuai kewenangan. 4. Upaya mewujudkan jaminan keamanan, mutu, dan manfaat alat kesehatan serta perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) membutuhkan pengendalian dan pengawasan secara berjenjang dan komprehensif (pre market dan post market). Pengawasan harus dilakukan selaras dengan pembinaan industri alat kesehatan dan PKRT, sehingga mendorong kemandirian nasional di bidang alat kesehatan yang dilakukan bersama antara Pemerintah Pusat dan Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai fungsinya. 5. Pemerintah Pusat dan Daerah berkomitmen untuk mendorong industri sediaan farmasi dan pangan untuk memenuhi standar dan persyaratan sehingga mampu berdaya saing. 6. Pemberdayaan masyarakat berbasis keluarga perlu ditingkatkan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan mendorong penggunaan sediaan farmasi dan pangan yang aman, bermutu dan berkhasiat serta alkes yang rasional, guna tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal dan keselamatan pasien. Edukasi masyarakat diperlukan agar masyarakat menjadi proaktif dalam implementasi pelayanan kefarmasian dan menumbuhkan kecintaan produk dalam negeri. 7. Optimalisasi seluruh sumber pendanaan program kesehatan (dekonsentrasi, BOK, DAK, APBD) dalam memperkuat dukungan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk Program Indonesia Sehat. Hal ini perlu dimanfaatkan secara maksimal, dipantau, dan hasil evaluasi ditindaklanjuti untuk meningkatkan akuntabilitasnya bagi pencapaian tujuan program. 8. Perubahan kebijakan DAK dilakukan dalam rangka mendukung implementasi Nawacita utamanya untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dalam kerangka NKRI, diantaranya membangun 10 Rumah Sakit Pratama. Penentuan alokasi DAK saat ini ditentukan berdasarkan usulan dari Daerah (Proposal Based) agar lebih efektif, efisien dan mampu laksana Rencana Tindak Lanjut Sebagai tindak lanjut kesimpulan tersebut, peserta Rapat Koordinasi Nasional sepakat untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut: 26 Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 LIPUTAN 1. Mendorong Industri Farmasi, distributor dan satuan kerja/ satker agar memanfaatkan e-monev katalog obat secara aktif sehingga dapat dilakukan monitoring dan evaluasi pengadaan obat berdasarkan e-catalogue. 2. Meningkatkan kapasitas institusi dalam manajemen pengelolaan obat dan vaksin, terutama perencanaan kebutuhan, pemanfaatan e-catalogue dan e-monev catalogue serta penerapan sistem e-logistic, oleh Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Mendorong segera disiapkan payung hukum pelaksanaan one gate policy pengelolaan obat di Instalasi Farmasi. 3. Melaksanakan pembinaan sarana produksi distribusi kefarmasian dan alat kesehatan sesuai pedoman yang telah ditetapkan, termasuk sosialisasi dan pemanfaatan sistem perizinan dan pelaporan secara online, serta mendorong penggunaan alat kesehatan dan bahan baku obat produksi dalam negeri. 4. Menyelenggarakan tahapan perizinan sarana produksi distribusi kefarmasian dan alat kesehatan PKRT, berdasarkan janji layanan dan prosedur operasional standar yang telah ditetapkan, baik oleh pusat maupun daerah. Dinkes akan lebih proaktif melakukan analisis perizinan sarana produksi, sarana distribusi, dan sarana pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan. 5. Memperkuat edukasi masyarakat melalui pendekatan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (Gema Cermat), pendekatan keluarga untuk Program Indonesia Sehat dan implementasi Permenkes No 98 tahun 2015 tentang Pemberian Informasi HET obat. 6. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan, Pusat dan daerah akan melakukan sosialisasi Standar Pelayanan Kefarmasian di Fasilitas pelayanan Kefarmasian, peningkatan kapasitas SDM Kefarmasian, serta advokasi dalam penyediaan formasi Tenaga Kefarmasian. 7. Kabupaten/Kota penerima DAK Subbidang Pelayanan Kefarmasian akan melakukan penajaman kegiatan serta akselerasi penyerapan anggaran yang sudah diterima di kas daerah dan mendukung pembangunan infrastruktur Instalasi Farmasi dengan sebaik-baiknya. 8. Pelaksana Program di Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota akan terus meningkatkan pengawasan atas pelaksanaan dekonsentrasi dan DAK Subbidang Pelayanan Kefarmasian. Setiap pelaksana tersebut akan mengupayakan pengawasan yang lebih terstruktur, terkoordinir, dan bersumber data terkini di lapangan. 9. Mengusulkan agar Rapat Koordinasi Nasional Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Wilayah Barat Tahun 2017 dilaksanakan di Medan (Sumatera Utara). Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 27 LIPUTAN 28 Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 ARTIKEL Seputar Virus Zika V irus zika pada dasarnya tergolong virus ringan untuk sebagian besar korban. Namun, zika begitu memengaruhi ibu hamil dan bayinya dengan cara menakutkan. Hal ini mendorong sejumlah negara mengeluaran travel advesory ke negara-negara yang terbukti ditemukan kasus zika, termasuk Indonesia melalui Kementerian Kesehatan RI yang baru-baru ini mengeluarkan travel advesory ke negara-negara yang sedang mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) virus zika. Dalam travel advisory tersebut, Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr.dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), memberikan pesan kepada masyarakat bahwa bagi warga negara Indonesia yang hendak berkunjung ke negara yang sedang terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) virus zika, dianjurkan untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk dengan cara memakai pakaian panjang dan tertutup, menggunakan obat oles anti nyamuk, dan tidur menggunakan kelambu atau dalam kamar dengan kawat kassa anti nyamuk. Selanjutnya, dianjurkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter bila mengalami sakit. Berikut adalah daftar pertanyaan seputar virus zika yang dilansir dari situs www.depkes.go.id : 1. Apakah virus zika itu? Virus zika merupakan salah satu virus dari jenis Flavivirus. Virus ini memiliki kesamaan dengan virus dengue, berasal dari kelompok arbovirus. 2. Bagaimana cara penularan virus zika? Virus zika ditularkan melalui gigitan nyamuk. Nyamuk yang menjadi vektor penyakit zika adalah nyamuk Aedes, dapat dalam jenis aedes aegypti untuk daerah tropis, aedes africanus di Afrika, dan juga aedes albopictus pada beberapa daerah lain. Nyamuk aedes merupakan jenis nyamuk yang aktif di siang hari, dan dapat hidup di dalam maupun luar ruangan. Virus zika juga bisa ditularkan oleh ibu hamil kepada janinnya selama masa kehamilan. 3. Siapa yang berisiko terinfeksi virus zika? Siapapun yang tinggal atau mengunjungi area yang diketahui terdapat virus zika memiliki risiko untuk terinfeksi termasuk ibu hamil. 4. Apa saja gejala infeksi virus zika? Gejala infeksi virus zika diantaranya demam, kulit berbintik merah, sakit kepala, nyeri sendi, nyeri otot, sakit kepala, kelemahan dan terjadi peradangan konjungtiva. Pada beberapa kasus zika dilaporkan terjadi gangguan saraf dan komplikasi autoimun. Gejala penyakit ini menyebabkan kesakitan tingkat sedang dan berlangsung selama 2-7 hari. Penyakit ini kerap kali sembuh dengan sendirinya tanpa memerlukan pengobatan medis. Pada kondisi tubuh yang baik penyakit ini dapat pulih dalam tempo 7-12 hari. 5. Apakah ada komplikasi yang ditimbulkan dari infeksi virus zika? Pada beberapa kasus suspek Zika dilaporkan juga mengalami sindrom Guillane Bare. Namun hubungan ilmiahnya masih dalam tahap penelitian. 6. Apa jenis pemeriksaan virus zika untuk ibu hamil? Pada minggu pertama demam, virus zika dapat dideteksi dari serum dengan pemeriksaan RT-PCR. Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 29 ARTIKEL 7. Apakah sudah ada vaksin atau obat untuk virus zika? Belum ada vaksin atau pengobatan spesifik untuk virus ini, sehingga pengobatan berfokus pada gejala yang ada. 8. Apa yang harus dilakukan jika terinfeksi virus zika? Jika terinfeksi virus zika, maka lakukan hal-hal sebagai berikut: √√ Istirahat cukup √√ Konsumsi cukup air untuk mencegah dehidrasi √√ Minum obat-obatan yang dapat mengurangi demam atau nyeri √√ Jangan mengkonsumsi aspirin atau obat-obatan NSAID (non stereoid anti inflmation) lainnya. √√ Cari pengobatan ke pelayanan kesehatan terdekat. 9. Bagaimana cara pencegahan penularan virus zika? Pencegahan penularan virus ini dapat dilakukan dengan: √√ Menghindari kontak dengan nyamuk. √√ Melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus (menguras dan menutup tempat penampungan air, serta memanfaatkan atau melakukan daur ulang barang bekas, ditambah dengan melakukan kegiatan pencegahan lain seperti menabur bubuk larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk, dll). √√ Melakukan pengawasan jentik dengan melibatkan peran aktif masyarakat melalui Gerakan Satu Rumah Satu Juru Pemantau Jentik (Jumantik). √√ Meningkatkan daya tahan tubuh melalui perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti diet seimbang, melakukan aktifitas fisik secara rutin, dll. 30 √√ Pada wanita hamil atau berencana hamil harus melakukan perlindungan ekstra terhadap gigitan nyamuk untuk mencegah infeksi virus zika selama kehamilan, misalnya dengan memakai baju yang menutup sebagian besar permukaan kulit, berwarna cerah, menghindari pemakaian wewangian yang dapat menarik perhatian nyamuk seperti parfum dan deodoran. 10.Negara mana sajakah yang melaporkan keberadaan kasus penyakit virus zika? Beberapa negara yang pernah melaporkan keberadaan kasus penyakit virus zika adalah Barbados, Bolivia, Brasil, Cap Verde, Colombia, Dominican Republic, Ecuador, El Salvador, French Guiana, Guadeloupe, Guatemala, Guyana, Haiti, Honduras, Martinique, Mexico, Panama, Paraguay, Puerto Rico, Saint Martin, Suriname, Venezuela, dan Yap. 11.Apakah efek yang bisa ditimbulkan pada ibu hamil yang terinfeksi virus zika? Selama ini belum ada bukti yang kuat bahwa ibu hamil lebih berisiko atau mengalami penyakit yang lebih berat selama masa kehamilan. Selain itu juga belum diketahui bahwa ibu hamil lebih berisiko terhadap sindrom guillan barre. 12.Apakah ada hubungan antara infeksi virus zika dengan kejadian mikrosefalus kongenital? Hubungan infeksi virus zika pada ibu hamil dengan kejadian mikrosefalus pada bayi yang dilahirkan belum terbukti secara ilmiah, namun bukti ke arah itu semakin kuat. Buletin INFARKES Edisi I - Februari 2016 13.Apa yang harus dipertimbangkan ibu hamil yang akan bepergian ke area terjangkit virus zika? Sebelum pergi ke area terjangkit virus zika dianjurkan untuk melakukan konsultasi dengan dokter. Selain itu pada masa selama berada di area terjangkit diharapkan melakukan perlidungan ekstra terhadap gigitan nyamuk. 14.Ibu hamil yang bagaimanakah yang harus dilakukan pemeriksaan virus zika? Ibu hamil yang harus diperiksa untuk virus zika adalah yang memiliki riwayat perjalanan dari area terjangkit dan juga memiliki 2 atau lebih gejala dari infeksi virus zika.
Similar documents
Untitled - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
beberapa lokasi. “Saya bangga bahwa Kementerian Kesehatan selalu siap dan tanggap dalam bertindak menyikapi berbagai masalah kesehatan dan bencana. Terima kasih dan apresiasi saya sampaikan atas pe...
More informationTOPIK UTAMA Di - Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
Muhammad Isyak Guridno, S.Si, Apt Radiman, S.E Rudi, Amd. MI ALAMAT REDAKSI Jln. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4 - 9 Jakarta Selatan Kementerian Kesehatan RI Setditjen Binfar dan Alkes, Subbagian H...
More information